Kategori: Akademik

  • Cara Mengetahui dan Mencari Jurnal Terindeks Scopus

    Cara Mengetahui dan Mencari Jurnal Terindeks Scopus

    AhmadDahlan.NET – Scopus adalah salah satu Pengindeks Jurnal yang memiliki popularitas dan reputasi yang baik. Bahkan salah satu syarat untuk seorang Dosen bisa naik Jabatan Fungsional menjadi Guru besar atau Porfessor harus memiliki minimal satu jurnal Kunci yang terindeks Scopus. Tidak heran jika di Indonesia, banyak dosen dan peneliti berburu jurnal-jurnal yang terindeks scopus.

    A. Apa Itu Scopus?

    Scopus adalah salah satu sistem Pengindeks Jurnal dalam bentuk pangkalan data pustaka. Scopus dikembangkan dan dimiliki oleh Elsevier dan standar pengindeksan yang ketat sehingga Jurnal-jurnal yang terindeks hanya beirisi artikel-artikel yang berkualitas. Standar ini membuat Scopus menjadi salah satu pengindeks yang mengindikasikan sebuah jurnal memiliki reputasi yang baik.

    Selain scopus sebenarnya ada banyak pengindeks reputasi lain seperti Thomson Reuters, Ebsco, Copernicus dan sejenisnya. Indonesia sendiri punya dua Pengindek Jurnal yang memiliki reputasi pada skala nasional yakni Portal Garuda dan Sinta.

    Mengapa Pengindeks Jurnal Itu Penting?

    Banyaknya tuntutan seorang Dosen dan Peneliti membuat banyak pihak yang memanfaatkan tugas ini menjadi peluang komersial tanpa memperhatikan kualitas dari artikel yang diterbitkan. Hasilnya ada banyak Penerbit yang dengan terang-terangan meminta uang agar artikel dapat terbit di jurnal mereka sekalipun tanpa ada standar dan prosedur yang dapat dipertanggung jawabkan.

    Sistem dan standar Pengindeks Jurnal Bereputasi ini dibuat agar Peneliti dan Dosen benar-benar berupaya membuat artikel yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Selain itu tentu saja untuk menekan pihak-pihak yang tidak bertangung jawab yang hanya mengejar finansial dengan membuat Jurnal.

    B. Cara Mengecek Jurnal Terindeks Scopus

    Untuk mengetahui Jurnal Terindeks Scopus atau tidak dapat dilakukan dengan dua cara. Adapun caranya sebagai berikut :

    1. SCImago Journal Ranking

    SCImago Journal Rank adalah lembaga yang melakukan indeks dan menunjukkan reputasi dari sebuah journal dengan berbagai Metode seperti Impact Factor, SNIP, % Self-Citatiation namun yang paling unik dan banyak dijadikan parameter adalah Pembagian Jurnla berdasarkan Kuartil.

    Sistem Kuartil ini lebih dikenal sebutan Jurnal Q1, Q2, Q3, dan Q4. Sebenarnya Q1 ini menunjukkan jika jurnal tersebut memiliki Impact Faktor pada urutan top 25% berdasarkan database Elsevier, sedangkan Q2 beradap pada urutan 25% sampai kurang dari 50%, begitu seterusnya.

    Cara mengatahui apakah sebuah Jurnal Terindeks Scopus bisa dilakukan dengan cara.

    1. Silahkan masuk ke situs scimagojr.com

    2. Silahkan Ketikkan nama Jurnal yang ingin anda ketahui di kolom pencarian di laman depan

    Laman Awal Jurnal terindeks Scopus di SCIMAgo JR

    3. Setelah itu akan muncul laman berisi daftar Jurnal yang namanya indentik dengan pencarian, jika tidak ditemukan maka Jurnal sudah pasti tidak terindeks., namun jika ditemukan ada dua kemungkinan (1) jurnal tersebut masih terindeks scopus atau (2) jurnal tersebut pernah terindeks scopus dan sekarang sudah tidak lagi.

    Hasil Pencarian Indeks Scopus Jurnal IPA Indonesia

    4. Untuk mengetahui apakah jurnal tersebut terindek silahkan cari kolom Coverage yang berisi tahun indeks. Speerti Pada Jurnal IPA Terpadu yang berisi Coverage 2012 – 2020.

    Journal IPA terpadu terbaru Coverage Scopus

    5. Untuk jurnal yang pernah deindex atau discntinue dari scopus akan terlihat seperti berikut ini :

    Ciri Ciri Jurnlayang Sudah Discontinue di Scopus

    6. Perhatikan bagian Coverage terdapat tulisan 1980, artinya terindeks oleh scopus tahun 1980, kemudian discontinue lalu masuk lagi pada tahun 2002 sampai tahun 2019. Pada tahun 2020 sudah tidak terindeks lagi.

    2. Melalui Scopus

    Cara kedua untuk mengetahui apakah sebuah jurnal terindeks oleh scopus ialah mengecekanya di website resmi scopus.

    1. silahkan masih ke scopus.com

    2. Pilih menu resource

    Laman Awal Jurnal terindeks scopus

    3. Pilih menu tittle lalu masukkan nama jurnal yang ingin dicari

    Cara Mengetahui Sebauh Jurnal Terindesk Scopus atau Tidak

    4. Jika hasil pencarian ditemukan maka Jurnal tersebut terindeks scopus.

    Cara Mengetahui sebauh Jurnal Terindeks scopus atau tidak

    Selain mengetahui Jurnal Tersebut ternindeks scopus atau tidak. Di sana juga ada informasi mengenai reputasi jurnla seperti CiteScore, Posisi Kuartil untuk score IF, jumlah dokumen dan sitasi yang ada.

  • Pengindeksan Jurnal Ilmiah – Sitasi, Reputasi Jurnal, Impact Factor, SJR, H-Index dan i10-Index

    Pengindeksan Jurnal Ilmiah – Sitasi, Reputasi Jurnal, Impact Factor, SJR, H-Index dan i10-Index

    AhmadDahlan.NET – Tulisan ini merupakan artikel pengantar untuk mengenal istilah yang berkaitan dengan sistem pengindeksan Jurnal Ilmiah. Semoga Bermanfaat.

    A. Pengertian Indeks Jurnal

    Indeks Jurnal adalah sistematika yang digunakan untuk mendaftar artikel-artikel ilmiah pada sebuah lembaga atau organisasi ilmiah. Setiap lembaga tentu saja memiliki standar-standar mengenai tipikal jurnal yang akan mereka indeks. Semakin ketat dan baik standar pengindeksan dilakukan maka semakin kredibel pula sistem pengindeksan yang dilakukan.

    Misalnya saja Standar Pengindeksan DOAJ akan berbeda dengan standar pengindeksan SCOPUS, namun terkadang sebuah standar pengindeksan jurnal juga melekta pada standar pengindesan jurnal lain. Misalnya saja Sinta mengharuskan jurnal yang ingin terindeks oleh Sinta harus terindeks oleh DOAJ. Hal ini bergantung dari Standar yang disusun masing-masing lembaga.

    Contoh-Contoh Pengindeks Jurnal sebagai berikut :

    1. Sinta – sinta.ristekbrin.go.id
    2. Portal Garuda – garuda.ristekbrin.go.id
    3. Scopus – scopus.com
    4. WoS – webofknowledge.com
    5. Thomson Reteurs- thomsonreuters.com
    6. OPenACS – openacs.org
    7. EBSCO – ebscohost.com
    8. Googel Schoolar – schoolar.google.com

    8 Pengindeks jurnal ini hanya sebagian kecil dari lembaga Pengindeks Jurnal yang ada.

    B. Sitasi

    Sitasi adalah bentuk pengutipan sebagian isi, hasil, kesimpulan dan sejenisnya dari sebuah artikel ilmiah yang dilakukan oleh penulis artikel ilmiah orang lain. Tujuannya bisa sebagai landasan melakukan penelitian, pengambilan perlakukan, penyusunan aspek, pendukung kesimpulan dan lain sebagai.

    Pengutipan dapat diindikasikan melalui Daftar Pustaka sebuah artikel ilmiah. Standar sitasi ini juga memiliki hubungan dengan pengindeksan jurnal. Misalnya saja Scopus hanya mengitung sebuah artikel di-sitasi jika artikel ilmiah yang terbit di jurnal yang terindeks scopus sedangkan sitasi yang ada di google schoolar akan mengindeks semua sitasi yang dapat dikases secara online meskipun tidak terbit sebagai artikel ilmiah.

    Sistem perhitungan sitasi yang khusus yang populer adalah :

    1. Thomson Scientific
    2. Scopus
    3. WoS
    4. Citex
    5. Google Schoolar

    C. Reputasi Jurnal Ilmiah

    Reputasi Jurnal Ilmiah diukur dengan 2 asumsi yakni (1) bahwa sebuah jurnal dikatakan populer jika ada banyak orang yang mengutip tulisan dari jurnal tersebut dan (2) bergantung dari jumlah artikel yang mereka publish. Tentu saja jika sebuah jurnal yang hanya mengeluarkan 20 artikel dalam setahun kemudian di rujuk 800 kali lebih populer dari jurnal yang dirujuk 800 kali tapi mengeluarkan 700 artikel pertahun.

    Sistem Reputasi ini diukur dengan sistem Bibliometrik dengan standar pengukuran yang berbeda dari setiap Pengindek Jurnalnya.

    1. CiteScore (CS)

    CiteScore adalah ukuran refleksi dari sebuah jurnal ilmiah yang disusun oleh Elsevier. Sistem penyekoran dilakukan berdasarkan jumlah rata-rata sitasi tahunan dibandingkan dengan jumlah jurnal yang dikeluarkan oleh jurnal tersebut. Skore ini didapatkan untuk kurung waktu tiga tahun terkahir.

    Rumus Perhitungannya :

    CS_y=\frac{C_y+C_{y-1}+C_{y-2}+C_{y-3}}{P_y+P_{y-1}+P_{y-2}+P_{y-3}}

    Dimana C adalah jumlah sitasi dan P adalah jumlah publikasi. Misalkan saja sebuah Jurnal A Mempublish Artikel sebanyak 20 Artikel setiap tahun dari tahun 2017, 2018, 2019, 2020 dengan jumlah sitasi pada tahun 2020 sebanyak 162, 2019 sebanyak 178 kali, 2018 sebanyak 146 kali dan 2017 sebanyak 82 kali. Maka CiteScore nya adalah :

    CS_{2020} = \frac{162+178+146+82}{20+20+20+20}=7,1

    Semakin tinggi score CS semakin baik pula karena semakin banyak di rujuk oleh penulis. Sitasi yang indek pada tahun berjalan tidak perlu berasal dari tahun yang sama bisa saja berasal dari tulisan yang terbit pada tahun sebelumnya.

    2. Impact Factor

    Impact Factor (IF) atau Jurnal Impact Factor (JIF) adalah sistem metrik pengukuran reputasi jurnal yang dikeluarkan oleh ISI Journal Citation Reports (JCR). Sistem hampir sama dengan CiteScore yang terbaru atau lebih tepatnya IF lebih dulu karena sistem CiteScore yang dijelaskan di atas berlaku pada tahun 2020. Hanya saja IF hanya mengukur dalam rentang waktu tahun lalu dan dua tahun sebelumnya.

    jadi misalnya sekarang tahun 2021, maka IF yang bisa diukur hanya hanya tahun 2020 dari data tahun 2020 dan 2019. Mudahnya kita misalkan Jurnal A yang ada di atas maka IF

    IF_{2020}=\frac{162+178}{20+20}=8.5

    3. SNIP

    SNIP adalah singkatan dari Source Normalized Impact per Paper yang mengukur sitasi kontektual. Tujuannya adalah menujukkan reputasi dari Jurnal dengambahkan parameter selain dari jumlah Sitasi semata karena bisa jadi Sitasi yang dibuat karena ada unsur paksaan dari pihak tertentu.

    Sebut saja : Misalkan seorang dosen pembimbing yang memaksa untuk mensitasi tulisannya di sebuah jurnal sekalipun tidak relevan. SNIP akan akan melacak tulisan yang dirujuk oleh dirinya sendiri. Sistem ini diajukan oleh Henk F. Moed yang merupakan Professor dari Centre for Science and Technology Studies (CWTS), Universitas Laiden.

    Standar SNIP sudah mengalami perubahan dimana standar pertama disusun pada tahun 2009 lalu direvisi pada tahun 2012. Indikator pengukuran dari SNIP adalah

    1. P – Jumlah publikasi artikel dalam kurung waktu 3 tahun terakhir
    2. RIP – RIP dihitung dari perbandingan antara jumlah sitasi yang didapatkan dalam kurung waktu tiga tahun terhadap jumlah artikel yang diterbitkan dalam tiga tahun terakhir. Perhitungan ini juga dikenal sebagai Impact Factor.
    3. SNIP – SNIP dihitung sama dengan RIP hanya saja tidak sitasi yang terindeks dihitung. Hanya sitasi dari jurnal-jurnal yang memiliki bidang (field) yang sama dengan artikel yang jurnal yang disitasi. Sehingga skore SNIP akan selalu lebih kecil dari dari RIP. Misalnya saja jumlah Sitasi jurnal 3 tahun terkahir adalah 300, tapi yang berasal dari jurnal Filed yang sama hanya 78 jurnal.
    4. % self-citations  – Persentasi Self Citation adalah ukuran yang menunjukkan seberapa sering sebuah jurnal merujul artikel dari jurnal diri sendiri. Hal ini dibuat karena banyak Jurnal yang mewajibkan penulis yang ingin menerbitkan artikel pada jurnal mereka harus mensitasi dari jurnal mereka terlebih dahulu. Hal ini membuat ada faktor sitasi yang dilakukan bukan karena relevansi tapi karena terpaksa agar diterima sedangkan untuk Jurnal bisa membuat score IF meningkat.

    4. SJR

    SJR adalah singkatan dari Scimago Journal Rank adalah sistem pengukuran seberapa berpengaruhnya sebuah jurnal ilmiah berdasarkan jumlah sitasi yang diperoleh sebuh jurnal dan kualitas dari setiap sitasi yang didapakan sebuah jurnal.

    Rangking SJR sebuah Jurnal dihitung dari Rata-rata jumlah jurnal yang disitasi di bagi jumlah artikel yang publish dalam kurung waktu 3 tahun terkahir. Semakin tinggi nilai SJR semakin baik prestise sebuah jurnal menurut SJR.

    Selain Ranking SJR, hal yang khusus dari SCImago Journal Rank adalah sistem pembagian ranking berdasankan sistem Kuartil yanh dikenal dengan sebut Jurnal Q1, Q2, Q3 dan Q4. SJR ini dihitung menggunakan database yang ada di Scopus (Elsevier). Kriteria pembagiannya sebagai berikut :

    1. Q1 – Posisi < 25 % tertaas dari rentang distribusi IF
    2. Q2 – Posisi ≥ 25% dan < 50 % dari distribusi IF
    3. Q3 – Posisi ≥ 50% dan < 75 % dari distribusi IF
    4. Q4 – Posisi ≥ 55% dari distribusi IF

    Hal ini mennunjukkan jika jumlah jurnal yang terindeks di masing-masing level bisa dipengaruhi oleh dua hal yakni Reputasi IF jurnal itu sendiri dan jumlah jurnal yang terindeks di Scopus. Jadi ada kemungkinan sebuah Jurnal mengelami peningkatan IF tapi maah turun ke Q2, jika jumlah Jurnal yang terindeks scopus tahun tersebut berkurang.

    5. H-Index

    H -ndeks bukanlah High Indeks melainkan Hirsch Index yang diperkenalkan oleh Jorge Eduardo Hirsch pada tahun 1985. Indek ini sebenarnya lebih ke Personal atau penulis artikel atau artikel itu sendiri bukan ke Jurnalnya.

    Orde H Index berasal dari Orde jumlah artikel seorang penulis dan orde sitasi yang seama besarnya. Mudahnya seperti ini

    1. 1 H-Index = memiliki 1 tulisan yang disitasi minimal 1 kali
    2. 2 H-Index = memiliki 2 tulisan yang disitasi minimal 2 kali
    3. 3 H-Index = memiliki 3 tulisan yang disitasi minimal 3 kali

    Dan seterusnya. Jadi misalkah adalah seorang penulis sudah memiliki 8 artikel dengan masing-masing sitasi adalah 20, 15, 7, 1, 2, dan 3 artikel lain belum disitasi sama sekali maka orang tersebut memiliki H-Index 3., karena hanya 3 artikel yang diditasi lebih dari 3 kali. H Indeksnya akan naik jika salah satu dari artikel yang disitasi 1, 2 atau 3 artikel lain disitasi lebih dari 3 kali.

    6. i10-Index

    i10-Index adalah indek yang menunjukkan sebuah artikel seseorang sudah di rujuk lebih dari 10 kali namun tidak berlaku kelipatan misalnya disitasi 20 kali. i10-Index akan naik menjadi 2 jika ada 2 artikel yang disitasi masing lebih dari 10 kali. Jadi penulis pada poin 5 akan memilik i10-Index sebesar 2.

  • Cara Mengetahui dan Mencari ID Scopus

    Cara Mengetahui dan Mencari ID Scopus

    AhmadDahlan.NET – ID scopus adalah indetitas yang diberikan oleh Pengindeks Artikel Ilmiah Scopus kepada Author. ID Scopus ini akan muncul dengan sendirinya segera setelah Artikel Ilmiah yang dipublis muncul di laman Scopus.

    Hanya saja untuk penulis yang baru pertama kali menpublis artikel di scopus tidak akan terindeks secara ototmatis. Tujuannya untuk menghindari penetapan ID Scopus berdasarkan nama yang sama. Pasalnya ada banyak orang di dunia yang memiliki nama yang sama.

    Fungsi ID Scopus

    ID Scopus berfungsi memberikan referensi tulisan-tulisan artikel ilmiah yang di-index oleh Scopus yang telah dibuat oleh pemegang ID. Scopus ini dianggap pengindeks artikel yang kredibel karena mereka menetapkan standar tinggi untuk jurnal-jurnal yang tulisannya ingin masuk terindeks di Scopus.

    Hal ini membuat salah satu sistem penilaian kinerja dosen, peneliti dan perekayasa juga berdasarkan tulisan yang terindeks di Scopus. Kinerja Univeritas san Sekolah Tinggi juga ikut dipengaruhi oleh tulisan-tulisan dosen mereka yang terindeks oleh scopus. Sehingga ID scopus ini dimasukkan ke dalam salah satu isian di identitas dosen di Sinta (Science and Technology Index)

    Persyaratan Memiliki ID Scopus

    ID Scopus bisa didapatkan otomatis ketika penulis memiliki artikel yang terbit di jurnal-jurnal terindeks jejaring scopus. Jadi ID tidak bisa didapatkan jika mendaftar ke Scopus seperti ketika mendaftar Google Schoolar. Jadi anda hanya perlu mempublis Artikel di jurnal terindeks scopus. Untuk memastikan silahkan cek si situs Scopus, Elsevier, dan beberapa juga bisa dilihat di SCIMAGO.

    Langkah-Langkah Mendapatkan ID Scopus

    Adapun cara mendapatkan ID Scopus seperti berikut :

    1. Silahkan buka laman scopus di Scopus.com

    2. Pilih Author Search kemudian silahkan masukkan Nama Depan dan Nama Belakang di kolom yang sudah disediakan. Setelah itu Klick Search.

    Bentuk Laman Awal Cara Cari ID Scopus

    3. Setelah klik Search akan muncul daftar nama yang persis sama dengan nama yang anda ketikka. Kemungkinan ada banyak daftar nama karena nama orang bisa saja sama.

    Menu Muncul Nama di ID Scopus

    Jika terdapat nama yang sama, silahkan perhatikan Afiliasi atau klik View Last Tittle.

    Cara menemukan ID Scopus

    4. Setelah muncul laman yang berisi identitas anda perhatikan URL Paramater tersebut. Angka terkahir dari URL parameter tersebut adalah ID Scopus anda.

    Menu Berisi Identitas ID Scopus

    5. Sebagai contoh untuk ID Scopus saya ada pada URL berikut ini https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57222168045, maka ID scopus saya adalah 57222168045.

    Jika sudah ketemu, silahkan sinkornkan ID scopus dengan Akun Orchid biar lebih mudah untuk diidentifikasi oleh Scopus.

  • Keterampilan Dasar Menulis Bahasa Inggris untuk Tujuan Saintifik dan Akademik

    Keterampilan Dasar Menulis Bahasa Inggris untuk Tujuan Saintifik dan Akademik

    AhmadDahlan.NET – Keterampilan menulis artikel ilmiah (Saintifik) dalam Bahasa Inggris lebih dari sekedar menulis artikel yang benar secara struktur dan mengikuti aturan grammar namun lebih ke titik cara menyampaikan informasi yang benar kepada pembaca. Pembaca ini bisa dari dua kelompok yakni saintis ataupun orang awam yang tertarik dengan sains.

    Sebelum lebih jauh masuk ke dalam tehnis penulisan sains, mari kita bahas terlebih dahulu dua tujuan penulisan artikel sains dilakukan. Tujuan pertama adalah artikel sains popular yang ditujukan untuk pembaca umum yang mungkin mayoritas tidak begitu paham dengan sains. Tulisan ini banyak publish di majalah dan surat kabat yang menyediakan pojok sains. Salah satu tulisan yang paling terkenal dari jenis ini adalah pojok Sains dair Robert L Wolke di surat kabar New York Times. Pojok itu ditujukan kepada orang tua yang anak-anaknya sering bertanya tentang fenoeman sains namun mereka tidak mengetahui jawabannya. Pertanyaan sederhana seperti “mengapa langit berwarna biru ?”, “mengapa suara bisa terdengar?” dan puluhan pertanyaan sederhana lain tentang sains sudah dijawab. Di Indonesia, kumpulan artikel tersebut ditulisan dalam bahasa indonesia kemudian dibukukan menjadi buku “Einstein saja Nggak Tau” dan menjadi salah satu buku sains pop yang laris terjual.

    Tulisan sains yang ke dua adalah tulisan adalah tulisan ilmiah yang dipublish dalam bentuk artikel resmi seperti pada Jurnal dan Prociding. Artikel-Artikel ini biasanya ditulis dengan gaya bahasa yang kaku dan detail untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran (Ambiguitas).

    Tulisan saintifik diharuskan menjelaskan informasi secara detail dalam hal pemilihan diksi dan frasa, singkat dan jelas. Hal ini sangat penting dipertimbangkan mengingat pembaca bisa saja berasal dari dari berbagai kelompok yang mungkin saja sudah paham sains (Saintis), setengah paham (pelajar) atau malah belum paham sama sekali (orang awam).

    Mengapa Harus Menyusun kalimat yang Jelas dan Presisi?

    Langkah pertama yang harus diperhatikan oleh penulisan dalam menyusun kalimat adalah penggunaan diksi yang tepat dan kata hubung yang sesuai. Salah dalam pemilihan kata tidak sebatas penggunaan istilah ilmiah secara global seperti gaya yang ditulis “Force” bukan “Fashion” atau “Style” tapi tulisan ilmiah jauh lebih complicated dalam hal pemiihan suku kata.

    Dalam hal penggunaan diksi misalnya, kata “de-stabilzed”, yang artinya secara harfiah adalah tidak stabil padahal dalam beberapa bidang kajian sains maknanya bisa jadi kurang stabil dari sebelumnya. Hal ini masih memiliki dua makna, memang kurang stabil atau kurang stabil dari sebelumnya namun masih masuk dalam kategori stabil secara umum.

    Pada sebuah kalimat, diksi jauh lebih memiliki makna dibanidngkan berdiri sendiri, seperti “Isotopes, which were discovered in 1853, are radioactive,” Secara struktur kalimat ini dapat diartikan sebagai semua isotops yang ditemukan pada tahun 1853, padahal maksud dari peneliti adalah Isotops (tertentu, yang mereka temukan) yang ditemukan pada pada tahun 1985 bersifat radioaktif yang mungkin lebih tepat ditulis “The isotopes that were discovered in 1853 are radioactive”

    Menghilangkan Subjetifitas

    Salah satu hal yang paling mudah dikenali dari tulisan ilmiah adalah tidak boleh subjektif dalam menyampikan informasi, sekalipun hal tersebut ditemukan oleh individu. Kalimat harus disampaikan subjectless sehingga mendukung karakteristiks informasi ilimuah yang berlaku secara umum dan tergantung dari objeknya (Objektif).

    Misalnya saja “saya memberikan energi listrik sebesar 500 V pada elektron Gunner untuk menunjukkan proses ekstitasi elektron dan pancaran radiasi pada atom hidrogen”. Kata “saya” disini lebih bersifat penjelasan dibandingkan dengan kriteria fakta sains, sehingga kata “saya” harus dihilangkan sehingga pelaku utama dalam digantikan menjadi aktifitas yang sedang dilakukan yang bisa saja disusun :

    “Proses ekstitasi elektron dan pancaran radiasi pada atom hidrogen diamati dengan pemberian energi listrik sebesar 500 V kepada elektron melalui elektron gunner”.

    Dalam bahasa inggrs, Frasa “Proses ekstitasi elektron dan pancaran radiasi pada atom hidrogen” tidak lagi memiliki posisi sebagai keterangan aktifitas (adverd of manner) tapi sudah bergeser menjadi Kegiatan atau benda bersifat abstrak (Abstract Noun). Aturan yang digunakan dalam bahasa inggris ada banyak, salah satunya adalah penggunaan penggunaan Gerund.

    Masalahnya, pelajaran basics writing skill yang banyak diajarkan di sekolah-sekolah dan buku-buku bahasa inggris yang membahas Grammar, struktur sebuah kalimat itu selalu dimulai dengan Subject, seperti simple present yang dibuat dalam bentuk S + Vinv+ ANA, hal serupa juga sama dalam bahasa Indonesia yang umumnya dikenal strktur S + P + O + K (jika diperlukan). Kemudian Subjek itu umumnya dijelaskan hanya dalam bentuk Pronoun yang isinya I, You, They, We, She, He, It dan Name. Padahal hal lain yang bisa jadi subjek selain dari 8 bentuk Pronoun di atas.

    Terkadang tulisan dalam bahasa inggris sains memang tidaklah elok terbaca maupun terdengar. Cenderung membosankan dan ribet dalam tata bahasa, namun ingat tujuan dari Academics scientific article writing adalah menyampaikan informasi bukan membuat orang lain terpukau karena ini ditulis oleh seorang akademisi bukan seorang pujangga.

    Remember, you’re not writing to impress. You’re writing to communicate.