Kategori: Filsafat

  • Agnostisisme dan Ketidakadaan Bukti Keberedaan Tuhan

    Agnostisisme dan Ketidakadaan Bukti Keberedaan Tuhan

    Kata agnostik diambil dari bahasa Yunani yakni agnōstos. Kata ini bermakna “ketidaktahuan” yakni keterbatasan untuk menentukan benar atau tidaknya sesuatu. Dalam konteks ketuhanan, Agnostisisme adalah pemahaman terkait dengan ketidakmampuan manusia dalam menentukan ada atau tidaknya tuhan.

    Agnostik pertama kali diperkenalkan oleh Huxley (1884) yang memperkenalkan konsep Agnostisisme dengan pendekatan sains dalam pembuktian eksistensi suatu entitas.

    T.H. Huxley dan Agnostisisme

    Terminologi agnostisisme pertama kali diperkenalkan seorang Biologist, T.H. Huxley (1884). Huxley menyebutkan bahwa agnostisisme merupakan metode penyelidikan berbasis bukti bukan berdasarkan keyakinan. Keyakinan memiliki sifat subjektif (doktrin) sehingga hal ini bertolak belakang dengan sains yang meletakkan kebenaran secara objektif.

    Pernyataan Huxley merujuk kepada keberedaan sebuah zat / materi karena kita dapat membuktikan secara ilmiah dengan metode-metode yang sifatnya objektif sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memperdulikan subjektifitas mereka sendiri.

    Konsep agnostik yang diajukan oleh Huxley ini didasarkan pada prinsip epistemologi normatif atau saat ini banyak dikaitkan dengan “Evidentialisme”. Evindentialisme sendiri adalah sikap menyatakan bahwa seseorang yang mengetahui atau percaya bahwa kebereadaan suatu entitas tanpa adanya bukti rasional dan logis merupakan sebuah kesalahan.

    Konsep Agnostis ini juga berlaku sebaliknya bahwa ketidakmapuan manusia membuktikan ketidakadaan tuhan membuat pernyataan ateis menjadi salah. Karena menurut metode saintifik, untuk menyatakan sesuatu itu tidak ada harus dibuktikan secara saintifik pula. Contoh dari pandangan adalah ketidakadaan eter dibuktikan oleh Michelson-Morley setelah melakukan pengukuran yang sangat presisi sehingga membuktikan bahwa tidak ada zat yang disebut eter. Sampai saat ini tidak satupun penelitian yang bertujuan membuktikan tidak ada tuhan sehingga kita tidak menyebutkan tuhan juga tidak ada.

    Dengan demikian Ateis dan Agnostik adalah dua hal yang berbeda. Agnostik merupakan kesimpulan yang keluar dari orang-orang yang memahami dengan benar metode-metode sains dalam memutuskan eksistensi dari sebuah objek sedangkan ateis adalah bentuk lain dari keyakinan dimana mereka yakin bahwa tidak ada tuhan tanpa perlu butkti ada atau tidaknya tuhan.

    Ateis lebih menekankan pada rasionalisme berdasarkan harapan bagaimana seharusnya sebuah kejadian jika tuhan itu ada. Misalnya jika tuhan adalah mahluk yang maha suci dan cinta kebenaran maka harusnya orang-orang tidak berasalah tidak akan mati dalam peperangan atau bencana. Premis “tuhan adalah mahluk yang maha suci dan cinta kebenaran” bukanlah hal yang bersifat saintifik melaikan diambil dari keyakinan orang-orang teis tentang konsep ketuhanan. Sehingga ateisme adalah keyakinan yang merupakan anti tesis dari teisme.

    A. Tuhan dan Asal Usul Alam Semesta

    Konsep ketuhanan yang dipahami oleh agama abrahamik, sebagai agama mayoritas yang ada di dunia ini sangat erat kaitannya dengan penciptaan dan asal-usul dunia ini. Dunia ini merujuk pada alam semesta dan beserta isinya. Rasionalisme yang dibangun dari agama tentang alam semesta ini sifatnya dari ketidakadaan kemudian diciptakan oleh entitas sehingga menjadi ada. Entitas ini selanjutnya disebut sebagai tuhan.

    Seluruh agama Abrahamik juga kadang disebut sebagai agama langit atau agama samawi yakni kelompok agama yang mempercayai bahwa Nabi Ibrahim atau Abraham adalah bapak dari segala nabi yang mengajarkan tauhid kepada tuhan, Theos. Agama ini seperti Yahudi, Kristen, Islam, Bahá’í, Samaritanisme, Mandaeisme dan turunannya.

    Kepercayaan agama Abrahamik diawali dengan doktrin tentang konsep ketuhanan. Doktrin ini selanjutnya disebut keimanan dimana Abrahamik percaya bahwa ada sebuah zat yang maha kuasa yang menciptakan segalanya. Zat ini sifatnya tunggal (Trinitas juga menyatakan hal yang sama) dan mengatur alam semesta ini sendirian. Konsep ini selanjutnya mengarah pada maha kuasa atau maha segalanya.

    Dalam mengatur alam semesta, Tuhan menciptakan malaikat yang sifatnya gaib yang menjalankan peran-peran ketuhahan seperti mencatat amal baik dan buruk, menjaga surga dan neraka, mencabut nyawa, memberi rezeki dan sejenisnya. Sedangkan untuk urusan yang sifatnya keduniaan, tuhan mengutus nabi dalam menyampaikan kebenaran yang disebut Wahyu.

    Manusia sebagai objek utama yang diatur dalam alam semesta lahir dari pendahuluanya dimana anak lahir dari bapak, bapak lahir dari kakek, kakek lahir buyut, begitu seterusnya. Konsep ini akan mengarahkan rasionalisme bahwa akan ada awal dari manusia atau manusia pertama yang melahirkan keturunan yang ada sampai hari ini. Manusia pertama ini disebut Adam.

    B. Hawking dan Alam Semesta

    Konsep yang sama juga digunakan terkait dengan eksistensi alam semesta. Doktrin alam semesta adalah adanya hari akhir yang disebut hari kiamat. Hari kiamat terjadi di masa yang akan datang dan manusia hidup pada hari ini. Dengan demikian karena ada akhirnya maka pasti ada permulaan. Meskipun tanpa bukti empirik, kepercayaan tentang adanya awal dari alam semesta ini selanjutnya disebut sebagai hari penciptaan.

    Konsep hari ini penciptaan ini kemudian dihubungan dengan Teori yang diperkenalkan oleh Stephen Hawking tentang adanya awal mula dari alam semesta ini. Jika kita paham sains, khususnya Fisika Kuantum, maka kita dapat membedakan antara konsep abrahamik dan konsep Hawking tentang asal mula alam semesta adalah dua hal yang sangat berbeda.

    Hawking berpendapat bahwa Alam semesta ini menciptakan dirinya sendiri berdasarkan hukum-hukum fisika. Hukum utama dari teori adalah hukum kekekalan energi dimana energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan. Dengan demikian jumlah energi yang ada di alam semesta ini akan selalu sama.

    Awal semesta ini tidaklah seperti sekarang, hal ini didasarkan pada bukti bahwa ukuran alam semsta berkembang sangat cepat. Tidak ada yang mengetahui secara pasti luasnya alam semesta namun pengamatan dengan alat yang lebih maju selalu membuktikan bahwa apa yang diamati di masa lalu selalu lebih sedikit dibandingkan dengan masa sekarang.

    Jika berkembangan maka energi bisa diciptakan? Tentu saja hal ini bertentangan dengan hukum kekakalan energi. Hawking kemudian memperkenalkan konsep dark energi sebagai anti dari energi positif. Energi positif adalah energi yang dapat dibuktikan eksistensinya yakni materi dan energi itu sendiri. Dark energi adalah energi yang muncul dari energi positif agar jumlah energi di awal akan selalu sama dengan sekarang.

    Dark energi belum bisa diamati dan dikontrol sebaik energi positif, namun sebagian kecil dampak dari dark energi sudah dapat teramati. Salah satu bentuknya adalah ruang. Dimana Ruang yang berkembang akan seiring dengan semakin luasnya dan banyaknya materi yang tercipta.

    Kita asumsikan jika ada energi positif yang tercipta sebesar 10, maka akan ada energi negatif yang tercipta yang besarnya -10. Hal ini membuat entalpi yang ada di alam semesta selalu 0.

    Konsep ini tentu saja jauh berbeda dengan konsep abrahamik yang mengandalkan rasional semata. Dimana alam semesta pada awalnya tidak ada menjadi ada. Dari mana keberedaannya? Dari kehendap pencipta alam semesta yang kenginannnya dan kemampuan tidak bisa dibatasi.

    C. Higgs-Boson dan Pembentukan Massa

    Kauntum adalah paket-paket energi terkecil yang sifatnya diskrit. Saat ini ada banyak partikel kuantum yang dapat diamati, misalnya foton, fermion, boson dan sebagainya. Setiap paket ini diatur oleh hukum-hukum kuantum.

    Sampai saat ini sains belum bisa membuktikan secara eksplisit tentang bagaimana bentuk alam semesta. Alam semesta yang dimaksud adalah seluruh materi (massa), energi dan ruang yang ini tercipta. Namun pada tahun 2012, Prof Peter Higgs menemukan partikel elementer yang diberi naman partikel Higgs-Boson.

    Partikel Higgs-Boson dicipatakan dengan menambrakkan dua proton dengan kecepatan tinggi. Dampak dari tumbukan ini munculkan partikel pada level subatomik yang sifatnya tidak memiliki muatan listrik, Tidak memiliki putaran, Meluruh dengan cepat, Sangat tidak stabil, Terdapat dalam medan Higgs.

    Partikel ini memiliki usia yang sangat pendek namun memiliki peran penting dalam memberikan massa pada partikel lainnya seperti elektron dan kuark. Bukti mengarah pada konsep massa dapat diciptakan. Massa sendiri adalah bentuk lain dari energi positif, hal ini sudah lama dibuktikan oleh Einstein melalui persamaan

    E=mc^2

    dimana sejumlah energi dapat diciptakan dari menghilangkan sejumlah massa dari reaksi peluruhan atau penggabungan atom. Konsep ini bahkan sudah terbukti dalam bentuk energi nuklir.

    Dengan demikian Partikel Higgs-Boson diasumsikan sebagai partikel awal yang terbentuk pada saat alam semesta ini tercipta. Kata tercipta ini dipilih karena alam semesta menurut konsep partikel tidak diciptakan dirinya sendiri. Hal ini membuat Leon Lederman menyebut parikel Higgs-Boson sebagai partikel tuhan (sebelumnya disebut partikel terkutuk) sebagai bentuk sarkas bahwa alam semesta ini diawali dari partikel elementer.

    D. Agnostik dan Kuantum

    Pada akhirnya penemuan Partikel Higgs-Boson mengantarkan konsep alam semesta ini tercipta dengan sendirinya. Sehingga tidak ada campur tangan tuhan dalam penciptaan alam semesta.

    Namun kesimpulan ini sama sekali tidak membuktikan tidak ada tuhan. Konsep ini hanya sebetas menunjukkan bahwa menurut sains tidak ada bukti sama sekali ada tuhan dalam penciptaan alam semesta, bukan berarti tidak ada tuhan. Konsep ini memperkuat manusia memiliki keterbatasan dalam membuktikan ada atau tidaknya tuhan dalam penciptaan alam semesta.

    Pertanyaan Terakhir

    Mari kita sama-sama sepakat terlebih dahulu bahwa Partikel Higgs-Boson ini membuktikan bahwa materi dapat tercipta dengan sendirinya. Sehingga jika pada awalnya entalpi alam semesta harus 0, maka konsekuensi dari energi positif ini adalah lahirnya energi negatif dalam kasus yang paling dekat adalah ruang.

    Namun ada satu pertanyaan terakhir yang belum bisa dijawab. Setiap partikel kuantum yang ada tunduk pada hukum-hukum kuantum. Misalnya karakteristik foton untuk tunduk pada hukum-hukum kuantum tentang foton, dimana keberadaannya tidak bermassa dan dianggap sebagai partikel karena memiliki momentum saat berinteraksi dengan elektron.

    Lantas jika Higgs-Boson ini adalah partikel elementer, maka partikel ini akan tunduk pada hukum-hukum yang mengatuk karakteristik Higgs-Boson.

    Jadi yang manakah lebih dahulu? Partikel Higgs-Boson atau Hukum-Hukum Kuantum yang mengatur perilaku Higgs Boson?

    Belum ada bukti yang menunjukkan yang mana tercipta lebih dahulu. Dalam hal ini kita masih dalam posisi Agnostik tentang duluan mana Partikel Higgs-Boson atau hukumnya? Dalam ini kita masih Agnostik dalam membentukannya.

    Jadi Agnostik bukanlah kecenderungan orang percaya tuhan ada atau tidak ada. Agnostik adalah faham yang lebih jauh dari permainan kata “apakah kamu punya pikiran padahal kamu tidak memperlihatkan pikiran tersebut? Agnostik paham akan perbedaan terlihat dan tidak terlihat namun eksis. Agnostik membutuhkan bukti empirik terkiat keberadaan sesuatu tidak sebatas percaya atau tidak semata.

    Agnostik membahas tuhan lebih jauh dari sekedar keyakinan semata dimana penganutnya harus paham sains terlebih dahulu.

  • Apakah Agama membutuhkan Logika Manusia atau Logika Manusia membutuhkan Agama?

    Apakah Agama membutuhkan Logika Manusia atau Logika Manusia membutuhkan Agama?

    Catatan : Apakah Agama membutuhkan Logika Manusia adalah Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan dan membuat saya agak gatal untuk menjawab.

    Dalam kepercayaan saya Agama tidak membutuhkan logika namun manusia membutuhkan logika untuk beragama.

    Saya pikir ini adalah jawab yang sifatnya terlalu subjetif untuk dijadikan referensi karena kita mungkin saja memiliki agama yang berbeda. Tidak hanya itu bisa saja kita memiliki agama yang sama namun pada cabang yang berbeda.

    Jadi mari kita coba jawab dengan jawaban yang agak berbeda.

    Logika dan Agama

    Dalam kajian filsafat Pengetahuan digambarkan sebaga pohon ilmu pengetahuan. Pohon ini memiliki 4 subtansi utama yakni (1) Kenyataan, (2) Keyakinan, (3) Kebenaran dan (4) Pengetahuan.

    Kenyataan atau fakta adalah segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh benar. Levelnya hanya pada dapat ditangkap oleh indra. Misalnya saja

    1. Pedagang yang jualan habis
    2. Suhu malam hari yang dingin
    3. matahari terbit dari timur

    Subtansi ini kadang tidak benar-benar nyata. Misalnya saja fakta nomor 3 yang menunjukkan matahari terbit dari timur. Indra kita melihat kejadian ini sehari-hari padahal bumi lah yang mengelilingi matahari setiap detiknya.

    Dibutuhkan lebih dari sekedar pengamatan saja untuk mengetahui hal ini sehingga fakta saja tidak cukup.

    Kepercayaan adalah subtansi yang melibatkan indra dan juga rasional seseorang namun pada umumnya tidak membuthkan sesuatu untuk dibuktikan. Misalnya anda yakin bahwa Ibu yang merawat anda adalah ibu kandung anda tanpa membuktikan melalui metode-metode kompleks

    Anda yakin akan cinta kekasih ada hanya dari beberapa perlakuan yang diberikan. Dalam sains kita juga menyederhakan kasus dimana 1 + 1 = 2. Semua anak SD yang paham proses perhitungan dasar akan sama-sama percaya bahwa 1+1 = 2, tanpa pernah membuktikan dengan berbagai metode 1 + 1 = 2 atau tanpa paham aksioma yang digunakan. Padahal ada aksioma yang digunakan untuk membenarkan 1 + 1 = 2. Karena bisa jadi 1 + 1 = 10 jika aksioma yang digunakan adalah Biner 8 Bit.

    Aristoteles yakin bahwa bahwa sebuah batu akan tetap diam dan tidak akan bergerak selama tidak ada gaya yang bekerja pada batu tersebut. Hal ini adalah keyakinan Aristotels. Padahal Newton menemukan bahwa ada gaya yag bekerja pad asebuah benda sehingga benda tersebut diam.

    Kebenaran dan Pengetahuan jauh lebih komplek dari ini dan bahkan bisa dilakukan pembuktian atas seluruh objek yang sedang dikaji. Pada dua subtansi ini dibutuhkan lebih dari sekedar kepercayaan tapi juga logika. Logika bukan satu-satunya syarat untuk berada pada subtansi Kebenaran dan Pengetahuan tapi logika menjadi syarat mutlak.

    Apa itu Logika?

    Ada banyak defenisi dari Logika namun saya paling suka dengan defenisi adalah suatu metode rasional yang digunakan dalam menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan dan premis-premis yang ada. Semua kesimpulan dianggap benar jika tidak bertentangan dengan premis dan kesimpulan yang ada. Premis ini bisa jadi buah pemikiran namun pada umumnya ditarik dari data yang sifat faktual.

    Kesalan kesimpulan bisa saja terjadi sekalipun metode pengambilan kesimpulan sudah benar. Hal ini disebabkan kurangnya data sehingga premis yang digunakna prematur. Kesalaha kesimpulan ini bukanlah kesalahan logika tapi kesalah data.

    Misalnya saja

    1. orang yang kerja itu punya uang
    2. orang yang punya uang itu kaya
    3. Budi adalah orang bekerja

    Berdasarkan premis ini kesimpulannya jelas “budi adalah orang kaya”. Namun bisa jadi Budi bukanlah orang kaya karena bisa jadi ada premis yang bukan fakta. Misalnya saja orang yang punya uang itu kaya, harusnya orang kaya itu punya uang.

    Kesalah lain bisa saja muncul karena kurangnya fakta yang diambil bisa tidak ada informasi tentang pekerjaan yang dilakukan oleh Budi atapun standar jumlah yang seseorang agar dikatakan kaya. Dalam kasus ini kebenaran butuh lebih sekedar dari Logika saja tapi juga data empirik yang memadai.

    Agama dan Kepercayaan

    Baik mari kita kembali ke Agama yang erat kaitanya dengan sosok yang maha segalanya di baliknya. Sebuat saja Tuhan. Tuhan ada sosok maha segalanya ini bahkan tidak bisa dilihat oleh Indera. Tidak ada satupun yang pernah melihat sosok tuhan yang dimaksud, apalagi membutiknya secara saintifik.

    Sehingga Agama dan Kasus ini subtansi ketuhanan hanya akan diterima dalam bentuk Kepercayaan. Akan selalu ada perdebatan tentang tanda-tanda kehdariian tuhan melalui kisah-kisah di masa lampau atau kejadian di masa yang termaktub dalam Kitab Suci namun hal ini hanya akan diterima oleh sebagian orang yang mempercayai-nya saja. Tidak demikian dengan orang lain yang tidak percaya.

    Berbeda dengan Gravitasi yang sekalipun disepakati bersama bahwa gravitasi tidak ada maka setiap orang yang loncat dari menara eifel akan tertarik kebawa dan kemungkinan besar berakhir pada kematian. Kebenaran dan Pengetahuan sifatnya lebih objektif. Dua hal ini adalah produk dari rasional ditambah aspek lain seperti empirik, saintifik dan masih banyak lagi.

    Apakah Agama Butuh Logika Manusia?

    Sepertinya tidak. Doktrin paling tinggi dalam banyak agama ada pada level Keimanan yang berarti Percaya. Misalnya pada Islam, ada 6 Doktrin yang tidak bisa dibuktikan oleh manusia yang disebut rukun Iman. Dari 6 Rukun iman tersebut hanya satu yang dapat ditangkap oleh Indera. Dengan demikian akan tidak butuh logika manusia.

    Hanya saja ini bukan jawaban final. Saya ingin kembali Stefen Hawking bapak dari teori of everything yang menejlaskan tentang asal-usul alam semesta. Hawking menjelaskan bahwa alam semesta ada dari ketidakadaan dimana alam semesta menciptakan diri sendirinya. (Butuh tambahan Fisika Kuantum dengan segentong besar kemampuan matematika kompleks untuk memahami ini karena ini lebih dari sekedar defenisi sederhana Qun faya Qun)

    Sederhananya Hawking menganggap bahwa Hukum Kekekalan energi berlaku dan sifatnya dimana energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat musnahkan. Setiap energi yang ada di alam semesta ini seperti Energi dan Massa (disebut energi positif) memiliki konsekuensi Energi Negatif yang jika dijumlahkan hasilnya adalah 0 karena tunduk pada hukum Kekekalan Energi. Pengamatan tentang God Particle memperkuat teori ini sehingga Hawking percaya tidak ada tuhan di atas sana atau dimana saja.

    Hanya ada satu pertanyaan mendasar yang tidak bisa dijawab dari teori ini. Jika Alam semesta ini menciptakan diri sendirinya dan dimulai dari partikel kuantum paling sederhana. Pertanyaan yang muncul adalah “manakah yang lebih dulu muncul, Partikel Kuantum (fenomena kuantum) atau hukum-hukum kuantum yang mengatur fenomena tersebut?” Aneh rasanya kalau menjawabnya dengan muncul bersamaan karena pernyataan ini akan memicu lebih banyak pertanyaan lain.

    Jawaban dari pertanyaan ini tidak akan muncul pada level Kebenaran dan Pengetahuan karena memang belum bisa dibuktikan. Meskipun belum ada jawabannya, semua saintis memiliki keyakinan bahwa pertanyaan ini punya jawaban.

    Dedengan demikian kesimpulan sementara “Bukan berarti karena tidak bisa dibuktikan dengan metode kompleks yang saintifik makan objek tersebut tidak ada”.

    Ada satu jawaban tendesius yang paling sederhana untuk menjawab pertanyaan ini adalah “Jika tuhan menciptakan segalanya dengan ucapan Kun Faya Kun artinya tuhan punya kemampuan yang tak terhingga. Dengan demikian sangat sulit untuk mendefenisikan tak terhingga, terkadang kita hanya mampu memahami tanpa mengetahui seperti paradoks Hotel Hilberg”

    Kesimpulannya semua yang terdefenisikan itu, didefenisikan tidak mewakili tuhan. Karena defenisi itu adalah pembatasan mengenai defenisi sesuatu sedangkan tuhan sendiri tidak terbatas.

    Kesimpulan ini juga mendukung bahwa Agama Tidak Butuh Logika manusia namun manusia butuh logika untuk agama.

  • Sejarah Perkembangan Filsafat Sains

    Perkembangan Filsafat Sains

    Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logosentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya.

    Filsafat kuno dan abad pertengahan

    Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kajian difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Menurut Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa realita di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.

    Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM). Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif yang universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu jawaban. Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran (persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan. Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidaknya sebuah pemikiran.

    Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terhadap sifat-sifat alam dan Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274).

    Filsafat modern (abad 15 – sekarang)

    Berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme me-nyatakan bahwa akal merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan menyisihkan pengetahuan indra. Menurut Rene Descartes (paham rasionalisme dan skeptisme), pengetahuan yang benar harus berangkat dari kepastian. Untuk memastikan kebenaran sesuatu, segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu. Keragu-raguan membuat manusia bertanya/mencari jawaban untuk memperoleh kebenaran yang pasti (manusia harus berpikir rasional untuk mencapai kebenaran).

    Pada paham empirisme, segala sesuatu yang ada dalam pikiran didahului oleh pengalaman indrawi. Pengetahuan dikembangkan dari pengalaman indra secara konkrit dan bukan dari rasio. Menurut John Locke (empirisme dan naturalisme), pikiran awalnya kosong. Isi pikiran (ide) berasal dari pengalaman indrawi (lahiriah dan batiniah) terhadap substansi (benda) di alam. David Hume (skeptisme dan empirisme) mengatakan ide atau konsep didalam pikiran berasal dari persepsi (kesan terhadap pengalaman indrawi) dan gagasan (konsep makna dari kesan) terhadap suatu substansi, bukan dari substansinya. Sementara menurut Francis Bacon, pengetahuan merupakan kekuatan untuk menguasai alam. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi melalui eksperimen dan observasi terhadap suatu fenomena yang ingin dikaji. Paham lainnya adalah idealisme yang dianut Barkeley: ada disebabkan oleh adanya persepsi; dan paham idealisme – kritisisme yang dikembangkan Imanuel Kant. Menurut Kant, hakikat fisik adalah jiwa (spirit) dan pengetahuan adalah hasil pemikiran yang dihubungkan dengan pengalaman indrawi. Paham ini menggabungkan konsep rasionalisme dengan empirisme. Paham positive-empiris (Aguste Comte) menyatakan bahwa realita berjalan sesuai dengan hukum alam sehingga pernyataan pengetahuan harus bisa diamati, diulang, diukur, diuji dan diramalkan. Sementara paham pragmatisme William James menyatakan kebenaran suatu pernyataan diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional (bermanfaat) dalam kehidupan praktis. Pernyataan dianggap benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis bagi manusia.

  • Filsafat Sains

    Filsafat Sains merupakan disiplin limu yang menjadi kerangka dasar dalam proses mencari ilmu pengetahuan khususnya yang bersifat Sainstifik.

    Filsafat Sains

    Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang bersifat umum dan mendasar. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani Φιλοσοφία philosophia, yang berarti love of wisdom atau mencintai kebenaran. Empat hal yang melahirkan fil-safat yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya dan keraguan. Ketakjuban terhadap segala sesuatu (terlihat/tidak) dan dapat diamati (dengan mata dan akal budi) serta ketidakpuasan akan penjelasan berdasarkan mitos membuat manusia mencari penjelasan yang lebih meyakinkan dan berpikir rasional. Hasrat bertanya membuat manusia terus mempertanyakan segalanya, tentang wujud sesuatu serta dasar dan hakikatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh penjelasan yang lebih pasti menun-jukkan adanya keraguan (ketidakpastian) dan kebingungan pada manusia yang bertanya.

    Ciri berpikir secara filsafati adalah radikal (berpikir tuntas, atau mendalam sampai ke akar masalah); sistematis (berfikir logis dan terarah, setahap demi setahap); dan universal (berpikir umum dan menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi melihat masalah secara utuh) dan ranah makna (memikirkan makna terdalam berupa nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan).

    Dalam filsafat, digunakan nalar dan pernyataan-pernyataan untuk menemukan kebenaran dan pengetahuan akan fakta. Ketika menyelesaikan masalah secara falsafah, seseorang tidak harus merujuk pada sumber lain tapi hendaknya bisa menjawab masalah yang dipikirkannya menggunakan akal budinya, dengan pikiran yang bebas. Jika seseorang berfikir sangat dalam ketika menghadapi suatu masalah dalam hubungannya dengan kebenaran, maka orang itu dapat dikatakan telah berpikir secara filsafati dan kajian yang tersusun oleh pemikirannya itu disebut falsafah.

    Objek material dari suatu kajian filsafat adalah segala yang ada mencakup apa yang tampak (dunia empiris) dan apa yang tidak tampak (dunia metafisik) sementara objek formalnya adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang ada (objek material). Suatu masalah akan menjadi masalah falsafah jika masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan kaidah pengamatan atau kaidah sains.

    Masalah falsafah biasanya melibatkan masalah tentang konsep, ideologi, dan masalah-masalah lain yang bersifat abstrak, contohnya apakah kebenaran? Apakah ilmu pengetahuan? Berpikir filsafati biasanya bertujuan untuk mencari jawaban atas masalah yang sifatnya baik dan bisa memajukan umat manusia.

    Sains berarti ilmu, yaitu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu dan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.

    Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan ilmu. Jika ilmu terbatas hanya pada persoalan empiris, maka filsafat mencakup masalah diluar empiris. Secara historis, ilmu berasal dari kajian filsafat karena pada awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada secara sistematis, rasional dan logis. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.

    Perkembangan kajian terkait dengan masalah empiris menimbulkan spesialisasi keilmuan dan menghasilkan kegunaan praktis. Sehingga, filsafat sains merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai kerangka dasar/landasan berpikir bagi proses keilmuan. Seorang ilmuwan yang mampu berfikir filsafati, diharapkan bisa mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga bisa memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang dikembangkannya, termasuk manfaatnya bagi pengembangan masyarakatnya.

  • Pandangan Aliran Filsafat Pragmatisme

    Pandangan Aliran Filsafat Pragmatisme

    Ahmad Dahlan. Pandangan filsafat Pragmatisme adalah sebuah padangan yang menitikan beratkan ilmu pengetahuan pada manfaat praktis yang dihasilkan dari ilmu yang dihasilkan. Keberadaan suatu ilmu dianggap benar jika akibat-akibat dari ilmu tersebut memiliki hasil yang bermanfaat praktis bagi suatu kelomok atau individu yang melakukan proses belajar.   Hampir serupa dengan gabungan dari pandangan empirisme dan realisme, aliran Pragmatis memiliki dasar pemikiran logika pengamatan. Kebenaran adalah apa yang berhasil ditamilkan dari setiap individu di dunia nyata dengan fakta-fakta yang bersifat konkret dan terpisah antara satu indvidu dengan individu lain.

    Dunia dikaji dari seluruh fakta yang muncul kepermukaan yang bersivat individualis dengan demikian aliran filsafat Pragmatis akan dengan senang hati menerima seluruh perbedaan yang ada. Realitas hanya melekat pada diri masing-masing atau bersifat pribadi dan tidak berlaku secara umum. Ide-ide yang muncul  akan dianggap benar jika memiliki manfaat yang nyata sehingga dalam aliran pragmatis pertanyaan-pertanyaan metafisis dan bersifat idealis tidak akan dianggap sebagai bidang kajian dari ilmu karena sama sekali tidak memiliki manfaat secara nyata.  

    Awal Mula Kemunculan Aliran Pragmatis

    William James adalah tokoh terkenal di balik lahirnya aliran filsafat pragmatis dan memiliki jasa yang besar dalam memperkanalkan pragmatisme ke seluruh dunia. Selain dari William James, John Dewey adalah satu tokoh yang sangat terkenal dalam aliran filsafat ini. Dewey dianggap seorang pakar di bidang pendidikan yang sangat kritis terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi.

    Sebagai yang telah digambarkan, aliran filsafat pragmatis berasal dan berkembang di negara para tokoh-tokoh aliran seperti Amerika Serikat, Perancis dan juga Jerman.   Kata “Pragmatis” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yakni “Pragmatikos” yang secara harfiah memiliki makna “Cakap dan berpengalaman dalam bidang hukum, dagang dan perkara negara”. Istilah pragmatisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles Pierce (1878) di muat dalam artikel bertajuk “How To Make Our Ideas Clear“.  

    Teori Tentang Kebenaran

    Pada dasarnya teori klasik memandang kebenaran dari dua tinjauan yang berberda yakni teori koherensi dan teori korespondensi. Teori Korespondesi menitikanberatkan kebenaran dengan membandingkan antara pengamat dan objek yang diamati lalu dipandang sebagai kebenaran empiris, sedankan pandangan kohenrensi menitikberatkan antara kohenrensi ide-ide pokok atau kebenaran logs yang berkesinambungan.

    Dalam pandangan pragmatis, kebenaran dipandang jauh berbeda dengan rujukam dari pandangan ohernesi dan korespondensi. Secara eksplisit Pragmatisme memandang suatu kebenaran pada segala sesuatu yang memiliki fungsi. sebagai gambaran dalam pemikiran ini sebuah mesin piston berbahan bakar bensin yang disusun sedimikian dengan kajian beberapa konsep dan hukum-hukum fisika di dalamnya hanya dianggap benar jika mesin tersebut dapat bekerja dan memiliki manfaat seperti pada mobil, motor, atau penggerak lain. Dalam kasus ini pragmatisme hampir menyerupai pandangan filsafat komersialisme.   

    Perkembangan Aliran Pragmatis

    Saat ini, aliran filsafat pragmatis dikembangkan dengan sebita Neo-Pragmatisme yang digagas oleh Richard Rorty. Rorty menganggap bahwa ilmu pengetahuan tidak ubah layaknya ilmu bahasa, yakni kemampuan untuk dalam menyampaikan kebenaran, oleh karena itu kebenaran dianggap jamak dan tidak bisa pandang bersifat universal.

    Konsekuensi dari pandangan ini adalah tidak ada pola rasionali dalam dalam ilmu pengetahuan. Kebenaran terikat pada individu seperti ikatan budaya, nilai-nilai yang melekat pada suatu kelompok kemudian dikatikan dengan fungsi dari masing-masing manusia. Contoh terbatas yang paling konkret seperti pada legalisasi penggunaan ganja di Belanda yang dianggap lebih banyak memiliki keuntungan daripada kerugian yang diakibatkan.

    Referensi

    C.F Delenay. 1999. “Dewey, John”. In The Cambridge Dictionary of Philosophy. London : Cambridge University Press.

    Franz Magnis-Suseno. 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius.

    John Hospers. 1997. An Introduction to Philosophical Analysis. London:Routledge.  

  • Sains Membuktikan Kebenaran Al-Qur’an Melalui Air Laut Selat Gibraltar

    Sains Membuktikan Kebenaran Al-Qur’an Melalui Air Laut Selat Gibraltar

    Ahmad Dahlan. Selat Gibraltar adalah sebuah selat yang memisahkan Laut Tengah dan Samudra Atlantik.Selat inidiberi nama dalam bahasa Arab: جبل طارق, sedangkan orang-orang spanyol menyebutnya dengan sebutan Estrecho de Gibraltar. Selat dengan posisi yang sangat strategis ini sering dilalui oleh kapal sejak dahulu hingga hari ini, selain jalur perdagangan ada hal yang sangat unik dari selat yakni ketika terjadi perang dunia ke II yakni kapal selam jerman selalu terjebak oleh arus laut yang kuat. Namun jauh sebelum orang belajar sains dengan lengkap mengapa ada fenomena seperti ini terjadi Al-Qur’an telah memberikan gambaran lengkap mengenai fenomen air di Selar Giblatar.

    Pada Selat Gibraltar terdapat sebuah pertemuan dua jenis arus laut yang bersal dari laut yang berbeda, yakni air laut dari Samudra Atlantik dan air laut dari Laut Mediterranean. Kedua pertemuan ini ternyata tidak menghasilkan pencampuran air sebagaimana ketika kita mencampurkan dua dari dua gelas menjadi satu. Perbedaan ini adalah adanya sekat yang sangat jelas dari kedua air seperti ada pembatas diantara kedua air tersebut.
    Air laut dari Samudra Atlantik yang berwarna biru cerah berbatasan dengan air berwarna biru gelap berasal dari laut tengah. Meskipun keduanya merupakan air yang sama-sama terbentuk dari ikatan kovalen, namun ternyata kedua air tidak bercampur satu sama lain. Kedua permukaan air terus menerus menunjukkan seat hingga kedalaman 1000 meter dari permukaan laut.

    Selat Terluas di Dunia

    Satu hal yang unik mengenai selat Giblatar, pada akhir awal abad ke 5, sebuah kitab yang dianggap oleh sebagian umat tertentu sebagai kitab palsu ternyata telah membahas kejadian di selat Giblatar, Jauh sebelum para saintis dapat mengetahui bahwa dua buah air ternyata tidak dapat menyatu, Al-Qur’an telah memberikan gambaran tentang keduanya.

    Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT yang disampaikan melalui Jibril sampai kepada Nabi Muhammad SAW pada Surah Ar-Rahman ayat 19-22: 

    مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ

    يْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَّيَبْغِيَانِ 

    “Dia (Allah SWT) membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman:19-20)

    Air adalah senyawa yang paling banyak menutupi permukaan bumi, Sekitar 70 persen dari berada di laut sebagai air asin dan sisanya adalah air tawar. Meskipun demikian, kedua air tersebut berasal dari zat yang sama hanya saja ada yang memiliki siklus yang lebih lama sehingga banyak mineral yang mengendap di lautan dan membuat air laut menjadi asin.

    Siklus air dimulai dari proses penguapan karena adanya panas dari matahari, Laut dan samudra sebagai permukaan air terluas menyumbang paling banyak awan hujan. Awan hujan kemudian tertiup angin ke daratan kemudian menumpuk dan ketika terjadi penurunan suhu Uap air menjadi dingin dan turun sebagai air hujan. Air hujan ini kemudian turun di permukaan bumi sebagai sumber kehidupan sebelum akhirnya kembali lagi ke laut melalui sungai, pori-pori tanah dan sungai dalam tanah. Sayangnya kitab yang dianggap palsu ini lagi-lagi menceritakan hal yang benar dan tidak ada keraguan di dalamnya.  


    أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الأرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ
    ”Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkannya-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”. (QS.Az-Zumar,39:21).

    أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالأبْصَارِ
    ”Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (An Nuur 24, ayat 43)
    Manusia pada abad ke 5 yang memiliki ilmu sains masih sangat terbatas pasti mengetahui bahwa jika dua air disatukan akan saling bercampur satu sama lain, namun Al-Quran yang tidak datang dari manusia ternyata menunjukkan sebuah kebenaran yang baru dapat dibuktikan oleh para ilmuwan sekitar 14 abad setelah diturunkan. 

    Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, Peristiwa yang terjadi pada selat Gibraltar akhirnya dijelaskan dengan ilmu sain dan menggunakan perlengkapan lebih modern. Meskipun ikatan kovalen pada air harusnya menyatukan dua buah air yang bercampur, hal ini sedikit berbeda untuk air yang sedang mengalir. Ahli kelautan modernen menemukan fakta bahwa dua buah air dengan massa jenis yang berbeda yang bergerak akan cenderung untuk mempertahankan keadaan masing-masing. 
    Peristiwa air laut di selat Gibraltar disebabkan oleh “Tegangan Permukaan” dari masing-masing air. Tegangan permukaan mebuat seolah-olah ada sekat sangat tipis di antara kedua permukaan air sehingga kedua air tidak bercampur sama sekali. Hal ini dijelaskan oleh seorang pakar kelautan dalam sebuah buku berjudul Principles of Oceanography yang dikarang oleh Richard A Davis.

    Al-Qur’an menjelaskan mengenai Sungai Bawah Laut.

    Selain dari hal yang telah terjadi pada selat Gibraltar, dijelaskan pula jika air tawar dan air laut bertemu pada sebuah aliran yang sama maka seharusnya akan ada sekat yang memisahkan antara keduanya. Fenomena yang dimaksud ini bukanlah yang terjadi pada hilir sungai namun sebuah penemuan yang ditemukan pada awal abad 20 yang sempat menggemparkan dunia adalah adanya sungai bawah laut. Dikatakan sungai bawah laut karena air tawar mengalir di dalam laut dan sama sekali tidak bercampur satu sama lain.

    وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا 

    “Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. Al-Furqaan: 53).

    Salah satu ayat yang ada dalam Al-Quran kembali lagi membuktikan kebenaran sains yang sulit diterima oleh orang-orang ketika al-Qur’an diturunkan, namun jaminan isi yang datang dari Allah SWT ternyata baru sanggup dibuktikan oleh manusia 14 abad kemudian melalui penemuan Air Sungai dalam di Meksiko. Kajian ini memberikan jawaban bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an dengan dalil jika kisah Nasrani dan Yahudi di cabut dari Al-Qur’an tidak tersisa apa-apa, maka Allah SWT memberikan jaminan dari kitab terakhir yang turun dari langit ini memang benar sebagai petunjuk bagi manusia hingga akhir zaman.

    Bantahan Terhadap Kaum Non Muslim Terhadap Keaslian Al-Qur’an

    Suatu ketika beberapa orang teman non muslim mengelak menganai kebenaran Al-Qur’an, mereka meminta saya untuk menjelaskan Al-Qur’an tanpa disertai kisah Nasrani dan Yahudi, teman saya berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang disalin oleh Muhammad SAW dari kisah-kisah yang tertulis pada Injil. Saya yang sangat awam dengan Al-Qur’an karena tidak bergelut dengan Al-Qur’an hampir tidak bisa menjawab apa-apa. Hampir malu, namun ini adalah teguran yang baik agar saya belajar. Sampai suatu ketika saya mengikuti kuliah Sejarah Fisika di Universitas Negeri Yogyakarta. Seorang doses memberi tugas mencari seluruh sejarah mengenai Fluida, Beliau memberikan pengarahan untuk mencari setiap tulisan dan bukti sejarah mengenai pembahasan Fluida.

    Ternyata dalam kajian kitab yang sudah disebarkan pada akhir abad ke lima banyak membahas tentang Fluida dan kitab tersebut adalah Al-Qur’an dan setelah bercerita dengan teman saya yang kuliah pada Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah, ia memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Hal ini sangat luar biasa, bagaimana mungkin seorang yang buta huruf bisa menyalin kisah lengkap dari Isa AS dan Musa AS yang pada saat itu diceritakan dalam Injil. Jika memang benar Muhammad SAW butuh huruf bisa jadi ia mendengar cerita dari teman teman mengingat ia telah berdagang dan menyampaikan ulang kepada orang Arab menggunakan bahasanya.

    Bantahan kebenaran Al-Qur’an melalui kisah Nasrani dan Yahudi mungkin saja dibenarkan mengingat masih ada peluang Muhammad SAW mendengar kisah dari orang lain, namun hal yang paling tidak bisa dibantah adalah adanya fakat sains yang pada saat itu tidak satupun kisah yang menjelaskan tentang terpisahnya dua buah laut yang saling bertemu, sesuai dengan Surah Ar-Rahman dan Al-Furqon. Meskipun kita sudah mengetahui bahwa Archimedes menemukan massa jenis 2 abad sebelum masehi, namun tidak satupun yang memberi petunjuk ke arah fenomena laut di selat Giblatar. Hebatnya lagi, Penemuan sungai dasar luat di Meksiko semakin mendukung kebenaran Al-Qur’an yang bari ditemukan pada awal abad 20, pertanyaan balik kepada mereka yang meragukan mungkin “Bagaimana mungkin seorang buta huruf, menyampaikan sesuatu yang belum ada pada zamannya bahkan jauh setelah zamannya lewat barulah terbukti kebenarannya. Allahu A’lam.

  • Pengertian dan Definisi Filsafat

    Pengertian dan Definisi Filsafat

    Ahmad Dahlan. Hampir seluruh kajian mengenai ilmu pengetahuan sering dikaitkan dengan pandangan filsafat. Pada konsep sederhana, Filsafat dapat diartikan sebagai studi mengenai fenomena kehidupan baik yang terjadi secara natural dan terjadi akibat dari interaksi sosial. Kajian filsafat merupakan sebuah sistem yang mengkaji sebuah masalah dan mencari solusi dari masalah tersebut namun filsafat mengkaji kebenaran tidak berdasarkan data empiris melalui sebuah percobaan. Pada beberapa kajian pertarungan ratio dan empiris dianggap bentuk dari kajian filsafat secara umum.

    Stephen hawking dalam bukunya “theory of everything” dengan tegas membahaskan bahwa kajian dari Filsafat pada ranah sains telah habis dan tidak berguna lagi. Kemunculan pendapat ini dilatar dari kekecewaan Hawking kepada para Filsuf pada era sebelumnya. Bukti nyata empiris hampir sebagaian besar di tolak hanya berdasarkan argument yang belum jelas keberlakuannya di alam. Hawking menganggap bahwa Sains merupakan bagian dari alam, hukum-hukum alam merupaka satu-satunya yang menentukan kejadian yang terjadi di alam tidak peduli seberapa kuat pendapat manusia dari ratio yang muncul.

    Pada kajian filsafat sangat erat kaitanya dengan Filsafat itu sendiri, Akal sebagai sumber dari logika manusia, dan ilmu pengetahuan manusia sebagai buah dari hasil pemikiran manusia. Ketiga hal ini menjadikan filsafat sebagai kajian dari sebuah ilmu eksak atau bersifat pasti, hanya saja batas antara kajian filsafat dan kajian sains seolah-olah memiliki batasan yang buram. Beberapa pakar filsafat berpendapat bahwa kajian sains merupakan bagian dari filsafat itu sendiri namun dilain pihak saintis juga bahwa dibutuhkan lebih dari sekedar ratio untuk memahami alam semesta dan oleh karena data empiris merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.

    Pandangan Filsuf mengenai Filsafat

    Pada awal kemunculan ilmu serta kajian mengenai ilmu dalam hal ini fenomena alam, Filsafat dianggap sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri. Plato (428 – 348 BC) menyatakan bahwa filsafat adalah representasi dari ilmu pengetahuan tentang segalanya. Pendapat plato ini sendiri tidak begitu jelas menggambarkan mengenai filsafat. Plato mengeluarkan pendapat yang dibatasi oleh keadaan dimana hampir sama sekali tidak ada rujukan mengenai ilmu pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan yang baru merupakan hasil pengamatan terbatas mengenai fenomena alam yang ada disekitar, sehingga ilmu pengetahuan pada masa itu hanya sebatas kajian tentang apa yang terjadi di alam tanpa ada usaha dari manusia memanipulasi kejadian alam.

    Perkembangan ilmu sebelum masehi yang terus berkembang di yunani memunculkan puzel-puzel pengetahuan yang diamati dari alam. Aristoteles (384 – 322 BC) memiliki pandangan yang lebih baik dari yang telah ditunjukkan sang guru. Aristoteles memasukkan kajian sebab akibat dari seluruh benda sebagai kajian dari filsafat. Selain mengemati kejadian yang ada dialam manusia harus mempertimbangan mengenai penyebab terjadinya sesuatu, tanaman yang tumbuh atu terjadinya siang dan malam tentu disebabkan oleh sesuatu sehingga muncul sebuah akibat. Berdasarkan dari pola pikir ini, Aristoteles menjadi bapak rasionalisme hingga saat ini. Aristoteles menciptakan sebuah silogisme yang ada dalam fikiran manusia mengenai hubungan dua buah kajian dalam bentuk premis. Aristoteles menjelaskan premis jika x adalah dan y merupakan penyebab z maka dapat ditarik kesimpulan x maka z. Silogisme masih tetap digunakan sampai sekarang dan dijadikan sebagai dasar dari sebuah penyelidikan.

    Setelah lewat masa dari Aristoteles, Cicero (106 – 43 BC ) mencoba mendefinisikan filsafat dengan pendekatan yang lebih arif, namun pandangan Cicero tidak berhasil membangun pengetahuan baru mengenai hakikat dari filsafat. Cicero memandang filsafat sebagai ibu dari semua seni. Kesimpulan yang mungkin sedikit terbalik dari pendapat Plato dan tidak meneruskan pendapat dari Aristoteles. Cicero membatasi filsafat hanya dari bidang seni saja. Meskipun seni membutuhkan pengetahuan yang dalam agar dapat tercipta karya yang baik, tetapi seni bukanlah sekumpulan ilmu yang dimaksud oleh Plato. Seni adalah sebagian dari kajian filsafat.   Setelah masa renaissance, filsafat dipandang sebagai sebuah ilmu yang digunakan untuk mencari kebenaran hakiki.

    Johann Gotlich Fickte (1762-1814) menjelaskan bahwa filsafat tidak lain adalah ilmu dari ilmu-ilmu sendiri. sebuah pendapat yang tidak mendefinisikan filsafat sama sekali bahkan terlihat bahwa Wissenschaftslehre atau filsafat menurutnya adalah kajian dari seluruh yang ada di alam. Paul Nartorp (1854 – 1924) yang lahir belakangan mengurangi kajian dari filsafat sebagai ilmu dasar dari seluruh kesatuan pengetahuan manusia. Filsafat tampak sebagai alat untuk mencari ide dan mengembangkan sebuah ilmu baru yang lebih kompleks.

    Seorang Filsafat dari German, Imanuel Kant (1724-1804) berpandangan bahwa filsafat adalah sebuah pangkal dari segala ilmu pengetahuan yang ada. Imanuel Kant membagi empat persoalan yang mencakup Filsafat yakni Metafisika, Etika, Agama serta antropologi. Kajian poko Imanuel kant memiliki pandangan mengenai apakah yang kita bisa kerjakan, kemudian pilihan mengenai apa yang harus dikerjakan serta dampak dari yang kita kerjakan nantinya. Imanuel juga mengkaji mengenai peran serta manusia dalam kehidupan. Tujuan dari manusia hidup dan Interaksi antar manusia itu sendiri.

    Etimologi Filsafat

    Filsafat atau falsafah merupakan serapan dari bahasa Arab yakni فلسفة. Kemungkinan bahasa ini juga terbentuk dari bahasa Yunani yakni philosophia Φιλοσοφία. Dalam bahasa Indonesia Filsafat memiliki makna cinta kebijaksanaan. (philia : cinta atau persahabatan, sophia : kebijaksanaan). Secara harfiah filsafat memberikan gambaran bahwa pola pikir filsafat menekankan pada kebenaran namun tidak jelas asal usul dari kebenaran yang didapatkan. apakah kebenaran yang didapatkan berasala dari fikiran atau rasio ataukan dari data secara empiris.

    Defenisi mengenai filsafat berkembang sesuai dengan para filsuf yang mengembangkannya. Pertarungan yang berkepanjangan mengenai filsafat adalah pertarungan antara Rasio dan Empiris dimana sebagian besar dari pendukung tidak mampu untuk memberikan gambaran eksplisit mengenai batasan yang ada.

  • Pengertian Epistemologi dalam Kajian Filsafat Ilmu

    Pengertian Epistemologi dalam Kajian Filsafat Ilmu

    Ahmad Dahlan. Pada perkembangan ilmu terutama pada bidang kajian filsafat terdapat hal pokok yang menjadi cabang kajian mengenai cara manusia berfikir. Ketiga cabang tersebut merupakan Ontology, Epistemologi dan Aksiologi. Epistemologi berasal dari kata “Episteme” yaitu pengetahuan dan juga “logos yang bermakna ilmu, uraian atau alasan sehingga secara etimologi, epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang ilmu pengetahuan atau Theory of Knowledge. Epistemologi merupakan sebuah kajian ilmu yang sangat populer dan menjadi hal yang paling menarik.

    Sederhananya, Epistemologi merupakan pokok bahasan yang mengkaji tentang pengetahuan serta kaitannya dengan kebenaran yang hakiki. Epistemologi menjadi pembahasan menarik ketika dikaitkan dengan ketuhanan karena kebenaran yang hakiki hanya akan dimiliki oleh tuhan, oleh karena itu hakikat dari kebenaran hakiki yang dijadikan subjek dalam Epistemologi menjadi hal yang mustahil untuk didapatkan oleh pemikiran dan rasa dari manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.

    Kajian Filsafat Epistemologi

    A. Keterkaitan antara Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.

    Pada kajian ilmu filsafat keberadaan tiga cabang yakni ontology, Epistemologi dan Aksiologi adalah tiga hal yang memiliki peranan-peranan secara terpisah. Hal ini muncul karena ketiga cabang dari sub filsafat ini memiliki aturan dan pola dalam pikiran manusia. Ketika berbicara mengenai Epistemologi berarti seseorang akan berbicara mengenai usaha serta upaya yang dilakukan untuk menggali informasi mengenai suatu fakta dapat terjadi. Hal ini pula yang menjadi pembeda yang sangat jelas terhadap ontologi dan aksiologi

    B. Pengertian Epistemologi

    Seperti yang telah dijelaskan di atas, Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang mengkaji tentang usaha dan upaya untuk mencari tahu suatu kebenaran secara hakiki. Epistemologi akan terus mengkaji tentang suatu fakta sampai pada batas yang tidak dapat dikaji lagi. Batasan dari epistemologi merupakan adalah batasan dari pola pikir manusia, sehingga kebenaran sejati yang tidak dapat dicapai oleh manusia adalah milik tuhan semata. Musa Asy’arie menjelaskan bahwa hakikat dari epistemologi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencari hakikat dari sebuah ilmu.

    Usaha yang dilakukan dalam mencari kebenaran dari sekedar trial and error tetapi dilakukan secara sistematis dan disertai dengan metode-metode yang bersesuaian dengan objek dari kajian ilmu.  Pada kajian ilmu pendidikan yang bersifat sains dapat disimpulkan bahwa fakat sains harus didapatkan dan dikaji melalui sebuah percobaan pengamatan dalam bentuk sains pula. Pendapat dari beberapa sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara saintis tidak boleh dijadikan rujukan yang berlaku alas kebenaran dalam menjelaskan kejadian alam. Sejarah mencatat bahwa alas agama telah menjadi alat yang digunakan oleh otoritas yang salah mengartikan ayat ilahi dan meletakkan pengartian mutlak pada pemuka agama tanpa didasari fakta sains.

    Galilei Galileo adalah salah satu ilmuwan terkemuka di Italia yang menjadi korban. Ia dihukum karena menemukan suatu kebenaran yang bertentangan dengan pandangan gereja mengenai alam semesta. Fakta ini mendukung bahwa kajian dari epistemologi sangat penting untuk menghindari kejadian di Italia sekitar 3 abad silam. Lebih luas mengenai epistemologi, Dagobert D’ Runes, seorang ahli filsafat dari Universitas Vienna menyatakan bahwa Hakikat dari Epistemologi merupakan upaya dalam mekaji sumber dari kebenaran atau ilmu secara structural. Metode yang digunakan dalam mengkaji kebenaran harus menggunakan metode yang valid sehingga hasil yang didapatkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan dari penjelasan ini merupakan upaya untuk menghindari kejadian yang bisa berakibat buruk pada peradaban manusia.

    Masalah utama yang dihadapi dari kajian Epistemologi secara menyeluruh pada ilmu sains adalah bagaimana cara mengetahui pengetahuan secara hakiki. Jumlah disiplin ilmu yang sangat banyak dengan pendekatan yang banyak pula membuat kajian mengenai hakikat dari suatu obyek ilmu menjadi sangat susah dan membutuhkan pengabdian yang panjang hanya untuk mencari kebenaran yang jumlahnya setitik.

    C. Ruang Lingkup Epistemologi.

    Pandangan tentang ruang lingkup dari kajian Epistemologi akan mencakup tentang keseluruhan objek yang ada di muka bumi. Hakikat dari cakupan objek epistemologi sangat luas dan tidak berbatas. Ketika seluruh ilmu dan objek yang ada di di bumi telah dikaji dengan sangat mendalam, manusia masih harus mencari tahu mengenai segala sesuatu yang ada di luar bumi, sebagai contoh bulan dan matahari. Objek ini akan terus berkembangan secara terus menerus sampai akhirnya tidak memiliki ujung jika pandangan dikaitkan dengan temuan Stephen Hawking mengenai alam semesta. Beberapa pandangan ahli mengenai kajian epistemology hanya terbatas pada pada tataran konsepsi dan dari asal-usul sumber ilmu pengetahuan secara konceptual-filofis.

    Suparno, guru besar Universitas Sanata Dharma memiliki pandangan bahwa epistemologi membicarakan sebuah proses pembentukan ilmu pengetahuan secara ilmiah, di sisi lain aspek-aspek yang dianggap iiku berpengaruh justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi atau paling tidak kurang begitu diperhatikan. Kecenderungan memandang Epistemologi dalam batasan mengenai sumber atau metode dari sebuah pengetahuan dapat di kembangkan muncul akibat adanya pembatasan pembahasan mengenai ontology dan aksiologi. Pembatasan ini berfungsi untuk membatasi secara eksplisit perbedaan antara ketiga sub filsafat yang dimaksud namun kurang memperhatikan bahwa keberlakuan dari epistemologi mencakup ontology dan aksiologi.

    D. Hakikat Pengetahuan dalam pandangan Epistemologi.

    Secara Umum, epistemologi berbicara mengenai kajian Pengetahuan (Knowledge) serta peran dari pengetahuan. Terdapat dua pandangan yang besar mengenai pengetahuan yakni “Pengetahuan tentang bagaimana” dan Akuantisasi Pengetahuan. Sebagai contoh yang sangat sederhana Pengetahuan tentang bagaimana cara mendapatkan sesuatu. Di Dalam matematika telah diketahui secara luas bahwa 2 + 2 = 4, hal ini juga akan berlaku pada penambahan dua buah apel ditambah dengan dua buah apel akan menghasilkan buah apel. Sedangkan pada kenyataan sebuah rujukan semisal waktu dan alamat bukanlah hal yang dapat dijumlahkan begitu saja, dalam hal ini dibutuhkan pengkajian lebih bijak mengenai angka, bahwa tidak semua angka dapat dijumlahkan begitu saja. Pengetahuan dapat diartikan sebagai informasi yang disadari atau telah diketahui secara sadar oleh seseorang.

    Garis besar dari pengetahuan dapat berupa deskripsi, konsep, hipotesis atau dugaan, sebuah prosedur yang digunakan untuk mencari tau keberlakuan suatu dugaan atau mencari faktor yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu. Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai pemahaman mengenai gejala yang diperolehi oleh seorang manusia sebagai buah dari akal pikiran manusia. Pengetahuan digunakan oleh manusia berdasarkan kapasitas berfikir dari orang melakukan berpikir.  

    Sumber dari pengetahuan dapat berupa cita, rasa dan karsa mengenai sebuah objek. Sebagai contoh sederhana seseorang akan mengetahui mengenai enak atau tidaknya suatu menu makanan dengan mencicipi masakan. Pengetahuan akan semakin luas jika si pencicip menjoba menduga rasa yang ada pada masakan yang dicicipi dan mencoba membuat hal serupa berdasarkan dugaan yang telah dibangun pada saat mencoba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan sebuah proses mengkombinasikan informasi yang didapatkan dan sebuah potensi dalam menindaklanjuti informasi tersebut.

    E. Hubungan antara Epistemologi, Metode dan Metodologi.

    Pada pembahasan epistemologi sering muncul kata metode yang digunakan dalam mencari kebenaran. Kesalahan mendefinisikan epistemologi hanya terbatas pada cara atau upaya yang dilakukan dalam mencari hakikat kebenaran membuat makan dari kajian filsafat epistemologi tergeser. Peter R. Senn, Guru besar dari Wright College, menekankan bahwa prosedur merupakan sebuah cara untuk mencari tahu secara sistematis dan prosedur sedangkan metodologi merupakan sebuah pengkajian yang mendalam tentang prosedur-prosedur yang ada pada metode tersebut. Kata logos dari metodologi merepresentasikan ilmu yang membahas tentang metoda. Metodologi merupakan sebuah disiplin yang mengkaji metode secara konseptual mengenai permasalahan yang didapatkan pada saat melakasanakan prosedur-prosedur.

    Sebagai cabang ilmu yang mempelajari metode, Metodologi merupakan kajian teoritik tentang berbagai metode. Kajian teoritik ini selanjutnya membahas mengenai kelebihan dan kelemahan dalam karya ilmiah. Penemuan metodologi baru dan juga menjadikan kajian dari sistem dalam teknis-teknik  penerapan metode dalam mencari ilmu pengetahuan. Kaitan antara metode dalam penelitian pada ilmu methodologi selanjutnya akan membahas tentang dua pendekatan yang paling sering digunakan dalam penelitian. Beberapa peneliti pemula menyusun sebuah paradigma penelitian secara terbatas yakni pendekatan kuantitatif atau kualitatif.

    Penjelasan metode salah diartikan dengan jenis data yang muncul sehingga kuantitatif cenderung memunculkan angka sedangkan kualitatif memunculkan data kualitatif, sehingga akhirnya muncul pendekatan penelitian mix metode yang banyak salah diartikan oleh peneliti, dosen-dosen pembimbing dalam penelitian mahasiswa terutama di Indonesia. Terlebih bagi mereka yang tidak mengkaji secara hakiki mengenai bidang yang mereka jelaskan. Perbedaan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sangat berbeda dan tidak saling berpotongan didaerah manapun pada kajian kedua pendekatan tersebut.

    Paradigma yang seharusnya dibangun dalam penelitian kuantitatif adalah pendekatan positivisme sehingga gejala yang diamati adalah gejala sebab akibat, data yang muncul boleh dianalisis secara statistik, Inferensial maupun statistic deskriptif, ataupun dengan cara deskriptif murni. Ketidakmunculan angka bukanlah sebuah tanda penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan Kualitatif dalam penelitian menggunakan pendekatan naturalisme atau fenomenologis dengan kata lain postpositivism. Pendekatan ini lebih digunakan untuk mengetahui ciri-ciri dari suatu fenomena sebab yang muncul secara menyeluruh dan tidak membatasi pada kemungkinan yang mengeneralkan penyebab yang ada dengan fenomena yang sedang terjadi. Pada proses mendefinisikan sesuatu seseorang harus bergerak dari fakta yang benar dan secara holistik mencakup keseluruhan batasan yang ada. Sangat jelas bahwa keterbatasan dari metode dan metodologi merupakan kajian dari wilayah Epistemologi itu sendiri.

    F. Peranan dan Pengaruh Epistemologi.

    Peranan Epistemologi sangat besar dalam peradaban dan tingkat pendidikan manusia, karena suatu peradaban dipengaruhi oleh pengetahuan. Kejadian yang terjadi di Italia mengenai nasib dari Galileo Galilei tentunya memberi dampak yang besar bagi peradaban manusia. Penghukuman yang diberlakukan atas dirinya membuat ilmuwan lain akan membatasi diri dari kajian yang mungkin menyinggung masalah agama. Bayaran akan sangat mahal, yakni keterbatasan dalam ilmu pengetahuan dan dampak panjangnya tidak berjalannya sebuah peradaban.

    Usaha Galileo menunjukkan betapa besar peran epistemologi dalam peradaban manusia dibandingkan dengan dogma yang dikeluarkan oleh segelintir orang yang hanya beralaskan sumber yang terbatas. Dengan kata lain, kalam ilahi yang muncul pada kitab-kitab agamais yang ada tidak bisa dijadikan referensi dalam mengambil sebuah tindakan. Perlu sebuah sebuah pembuktian dari kalam tersebut atau dengan bahasa yang lebih agamais, Manusia tidak memiliki kemampuan untuk memahami kalam tersebut secara tepat.

    Kalimat tersebut terdengar seperti doktrin yang bertolak belakang dengan kajian Epistemologi namun  pada dasarnya manusia memiliki pembenaran bahwa kebenaran Hakiki hanya memiliki Ilahi, meskipun tidak satupun diantara kita pernah melihatnya secara langsung.