Tag: fisika SMA

  • Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Kepler

    Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Kepler

    AhmadDahlan.Net – Semua planet yang ada di tata surya bergerak mengikuti lintasan yang dinamakan orbit. Orbit adalah suatu jalur berulang yang teratur di mana suatu objek mengelilingi objek lainnya. Dalam fisika, terdapat hukum yang membahas mengenai pergerakan planet di tata surya. Hukum tersebut dinamakan Hukum Kepler. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai Hukum Kepler.

    A. Pengertian Hukum Kepler

    Hukum Kepler mendeskripsikan mengenai bagaimana pergerakan planet di dalam tata surya. Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan asal Jerman yang bernama Johannes Kepler.

    B. Persamaan Hukum Kepler

    1. Hukum Kepler I

    Hukum pertama Kepler menyatakan bahwa semua planet bergerak mengelilingi matahari dalam suatu lintasan yang berbentuk elips, dimana matahari sebagai pusat dari lintasan tersebut. Planet bergerak dalam lintasan yang berbentuk elips, artinya jarak antara planet ke matahari akan berubah seiring dengan pergerakan planet di lintasannya.

    Bentuk elips dari lintasan planet (orbit) ditentukan dari nilai eksentrisnya (e). Nilai eksentris orbit berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai eksentris lintasan mendekati 1, bentuk elips lintasan akan semakin memanjang dan menipis. Sedangkan apabila nilai eksentris lintasan mendekati 0, bentuk elips lintasan akan semakin mendekati bentuk lingkaran.

    2. Hukum Kepler II

    Hukum Kepler II menyatakan bahwa garis khayal yang menghubungkan antara matahari dengan planet yang bergerak akan mencakup luas daerah yang sama dalam selang waktu yang sama.

    Contohnya seperti gambar diatas, planet yang bergerak dari titik 1 ke titik 2 garis khayalnya akan membentuk luasan A1 dengan selang waktu 1 bulan. Di titik yang berbeda, planet yang sama bergerak dari titik 3 ke titik 4 membentuk luasan A2 dengan selang waktu yang sama yaitu 1 bulan. Sehingga, menurut hukum ke 2 Kepler luasan A1 akan memiliki luas daerah yang sama dengan luasan A2.

    Kecepatan planet yang bergerak dalam lintasan orbit tidaklah konstan. Semakin dekat jarak planet ke matahari, maka semakin cepat pergerakan planet. Sebaliknya, semakin jauh jarak planet ke matahari, maka akan semakin lambat pergerakan planetnya.

    3. Hukum Kepler III

    Hukum 3 Kepler menyatakan kuadrat periode revolusi (T) dari setiap planet akan sebanding dengan pangkat tiga dari jarak rata – rata planet ke matahari. Secara matematis, hukum ke III Keplerdapat dituliskan sebagai berikut :

    T^2∝r^3

    atau persamaan diatas dapat dituliskan sebagai :

    \frac{T_1^2}{r_1^3}=\frac{T_2^2}{r_2^3}

    Keterangan,
    T1 : periode planet 1
    T2 : periode planet 2
    r1 : jarak planet 1 dengan matahari
    r2 : jarak planet 2 dengan matahari

    C. Contoh Soal

    Perhatikan gambar di bawah ini!

    Apabila diketahui selang waktu planet bergerak dari titik 1 ke titik 2 adalah 30 hari, titik 3 ke titik 4 adalah 30 hari, titik 5 ke titik 6 adalah 40 hari, dan titik 7 ke titik 8 adalah 35 hari, luasan manakah yang memiliki luas daerah yang sama?

    Pembahasan

    Berdasarkan Hukum II Kepler luasan yang memiliki luas daerah yang sama adalah pergerakan planet yang memiliki selang waktu yang sama juga. Dari soal di atas, diketahui pergerakan planet yang memiliki selang waktu yang sama adalah pergerakan dari titik 1 ke titik 2 dan pergerakan dari titik 3 ke titik 4 yaitu 30 hari. Sehingga, dapat disimpulkan luasan yang memiliki luas daerah yang sama adalah A1 dan A2, atau dapat dituliskan sebagai berikut :

    A_1=A_2
  • Materi Fisika SMA – Rumus Gelombang Mekanik

    Materi Fisika SMA – Rumus Gelombang Mekanik

    AhmadDahlan.Net – Gelombang merupakan suatu getaran yang dapat merambat. Berdasarkan media rambatannya, gelombang terbagi atas dua yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Kali ini kita akan membahas mengenai gelombang mekanik.

    A. Pengertian Gelombang Mekanik

    Gelombang mekanik merupakan gelombang yang membutuhkan medium untuk merambat, contohnya seperti gelombang suara. Gelombang mekanik berdasarkan arah getarannya terbagi dalam dua jenis, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudional.

    B. Persamaan Gelombang Mekanik

    1. Panjang Gelombang

    Panjang gelombang atau biasa disebut dengan lamda (λ) merupakan panjang siklus satu gelombang.

    Gelombang Transversal

    Panjang gelombang pada gelombang transversal merupakan jarak untuk 1 puncak dan 1 lembah atau biasa juga dikatakan jarak antara 2 puncak gelombang, seperti pada gambar di atas. Puncak pada gelombang transversal merupakan titik tertinggi pada gelombang. Sedangkan lembah merupakan titik terendah pada gelombang.

    Gelombang Longitudinal

    Panjang gelombang pada gelombang longitudinal merupakan jarak untuk 1 rapatan dan 1 regangan.

    Secara umum panjang gelombang juga dapat dihitung menggunakan persamaan:

    λ=\frac{s}{n}

    Keterangan,
    λ : panjang gelombang (m)
    s : jarak tempuh gelombang (m)
    n : jumlah gelombang yang terbentuk

    2. Frekuensi Gelombang

    Frekuensi adalah banyaknya gelombang yang terbentuk per – satuan waktu. Secara umum frekuensi dapat dihitung menggunakan persamaan :

    f=\frac{n}{t}

    atau

    f=\frac{1}{T}

    Keterangan,
    f : frekuensi gelombang (Hz)
    n : jumlah gelombang yang terbentuk
    t : waktu tempuh gelombang (s).
    T : periode gelombang (s)

    3. Periode Gelombang

    Periode gelombang dapat dihitung menggunakan persamaan:

    T=\frac{t}{n}

    atau

    T=\frac{1}{f}

    Keterangan,
    T : periode gelombang (s)
    t : waktu tempuh gelombang (s)
    n : jumlah gelombang yang terbentuk
    f : frekuensi gelombang (Hz)

    4. Cepat Rambat Gelombang

    Cepat rambat gelombang dapat dihitung menggunakan persamaan:

    v=λf=\frac{λ}{T}

    Keterangan,
    v : kecepatan rambat gelombang (m/s)
    λ : panjang gelombang (m)
    f : frekuensi gelombang (Hz)
    T : periode gelombang (s)

    C. Contoh Soal

    Seutas tali digerakkan salah satu ujung nya hingga membentuk gelombang seperti pada gambar berikut.

    Jika tali digerakkan selama 0,5 s, hitunglah panjang gelombang, frekuensi dan cepat rambat gelomang pada tali tersebut.

    Pembahasan

    Dik :
    s = 50 cm = 0,5 m
    t = 0,5 s

    Dit :
    λ = ?
    f = ?
    v = ?

    Pembahasan :
    1. Menentukan banyak gelombang yang terbentuk (n)

    Dengan menggunakan konsep panjang gelombang longitudinal merupakan jarak antara 2 puncak, maka diperoleh n = 2. Seperti pada gambar berikut.

    2. Mencari panjang gelombang

    λ=\frac{s}{n}
    λ=\frac{0,5\ m}{2}
    λ=0,25\ m

    3. Mencari frekuensi

    f=\frac{n}{t}
    f=\frac{2}{0,5\ s}
    f=4\ Hz

    4. Mencari cepat rambat gelombang

    v=λf
    v=(0,25\ m)(4\ Hz)
    v=1\ m/s
  • Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Khircoff

    Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Khircoff

    AhmadDahlan.Net – Suatu rangkaian listrik biasanya memiliki arus yang mengalir di dalam nya, sumber tegangan, dan juga hambatan. Sebelumnya, kita sudah mengetahui bagaimana hubungan antara sumber tegangan, kuat arus, dan hambatan listrik dalam Hukum Ohm.

    Saat ini kita akan membahas mengenai bagaimana perilaku kuat arus listrik dan beda potensial listrik dalam suatu rangkaian yang akan dibahas dalam Hukum Khirchoff.

    A. Pengertian Hukum Khirchoff

    Hukum Khirchoff merupakan hukum yang membahas mengenai kuat arus listrik dan beda potensial listrik dalam suatu rangkaian listrik. Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh fisikawan asal Jerman yang bernama Gustav Robert Khirchoff. Hukum Khirchoff terbagi dalam dua bagian, yaitu Hukum I Khirchoff dan Hukum II Khirchoff.

    B. Persamaan Hukum Khirchoff

    1. Hukum Khirchoff 1

    Hukum Khirchoff I menyatakan bahwa besar arus listrik yang masuk ke suatu titik percabangan akan sama dengan jumlah arus listrik yang keluar dari titik percabangan tersebut.

    Berdasarkan gambar di atas, besar kuat arus listrik yang masuk ke percabangan menurut Hukum Khirchoff I adalah :

    ΣI_{masuk}=ΣI_{keluar}
    I_1=I_2+I_3

    Keterangan,
    I1 : Besar kuat arus listrik yang masuk ke percabangan (A)
    I2 : Besar kuat arus listrik percabang (A)
    I3 : Besar kuat arus listrik percabang (A)

    2. Hukum Khirchoff II

    Hukum khirchoff II berlaku pada rangkaian listrik seri (tidak bercabang) dan tertutup. Hukum ini menyatakan bahwa jumlah aljabar beda potensial (tegangan) pada suatu rangkaian tertutup adalah nol.

    Secara umum persamaan Hukum Khircoff II dapat dituliskan sebagai berikut :

    ΣIR+Σε=0

    Keterangan,
    I : kuat arus listrik (A)
    R : bersar hambatan (Ω)
    ε : gaya gerak listrik (V)

    Terdapat beberapa aturan dalam menganalisa rangkaian menggunakan Hukum Khirchoff II, yaitu :

    1. Arah loop ditentukan searah jarum jam atau berlawanan arah dengan jarum jam
    2. Besar penurunan tegangan ΣIR akan bernilai positif apabila searah dengan arah loop
    3. Besar penurunan tegangan ΣIR akan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan arah loop
    4. Gaya gerak listrik Σε akan bernilai positif apabila loop bertemu dengan kutub positif sumber tegangan
    5. Gaya gerak listrik Σε akan bernilai negatif apabila loop bertemu dengan kutub negatif sumber tegangan

    C. Contoh Soal

    Perhatikan gambar rangkaian berikut ini!

    Apabila diketahu R1 = 2 Ω, R2 = 4 Ω, dan R3 = 6 Ω, maka besar kuat arus listrik yang mengalir pada rangkaian tersebut adalah?

    Pembahasan

    Dik :
    ε1 = 9 V
    ε2 = 3 V
    R1 = 2 Ω
    R2 = 4 Ω
    R3 = 6 Ω

    Dit :
    I = ?

    Pembahasan :
    1. Tentukan arah dari loop

    Berdasarkan gambar di atas, arah loop ditentukan searah dengan jarum jam.

    2. Mencari nilai I

    Berdasarkan Hukum Khircoff II diperoleh :

    ΣIR+Σε=0
    I(R_1+R_2+R_3)+ε_1-ε_2=0

    ε2 bernilai negatif karena arah loop pertama kali bertemu dengan kutub negatif sumber tegangan 2

    I(2\ Ω+4\ Ω+6\ Ω)+9\ V-3\ V=0
    I(12\ Ω)+6\ V=0
    I(12\ Ω)=-6\ V
    I=\frac{-6\ V}{12\ Ω}
    I=-0,5\ A

    Besar ΣIR bernilai negatif karena besar kuat arus yang diperoleh negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan tegangan (ΣIR) berlawanan arah dengan arah loop.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Termodinamika I

    Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Termodinamika I

    AhmadDahlan.Net – Dalam Fisika terdapat ilmu yang membahas mengenai hubungan antara energi dan kerja dari suatu sistem yang dinamakan dengan Termodinamika. Termodinamika ini terdiri dari beberapa hukum, yaitu Hukum Termodinamika 0, I, dan II. Saat ini kita akan membahas mengenai hukum Termodinamika I.

    A. Pengertian Hukum Termodinamika I

    Hukum Termodinamika I juga dikenal sebagai Hukum Kekekalan Energi. Tetapi, dalam hal yang berhubungan dengan kalor, energi dalam dan usaha, Hukum Termodinamika I menyatakan bahwa Perubahan energi total dalam suatu sistem (∆U) sama dengan kalor yang ditambahkan ke sistem (Q) dikurangi usaha yang dikerjakan oleh sistem tersebut (W).

    Sebelumnya, kita sudah mengenal istilah lingkungan dan sistem dalam termodinamika. Lingkungan merupakan daerah yang berada di sekitar sistem. Sedangkan sistem merupakan tempat terjadinya reaksi termodinamika.

    B. Persamaan Hukum Termodinamika I

    Berdasarkan Hukum Termodinamika I, maka diperoleh :

    ∆U=Q-W

    atau

    Q=∆U+W

    Keterangan,
    ∆U : perubahan energi dalam (J)
    Q : jumlah kalor (J)
    W : usaha (J)

    Catatan

    1. +Q berarti sistem menerima kalor sedangkan -Q berarti sistem melepaskan kalor
    2. +∆U berarti energi dalam sistem bertambah sedangkan -∆U berarti energi dalam sistem berkurang
    3. +W berarti sistem melakukan usaha sedangkan -W berarti sistem menerima usaha.

    Dari persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa perubahan energi total dalam sistem meningkat apabila setiap kali kalor ditambahkan ke dalam sistem. Tetapi, setiap kali suatu sistem melakukan kerja atau usaha, maka perubahan energi dalam sistem akan berkurang.

    C. Contoh Soal

    Suatu sistem melakukan kerja sebesar 1000 J dan melepaskan kalor sebanyak 2000 Joule. Hitunglah perubahan energi dalam yang terjadi di dalam sisstem tersebut !

    Pembahasan

    Dik :
    W = 1000 J (melakukan kerja)
    Q = -2000 J (melepaskan kalor)

    Dit :
    ∆U = ?

    Pembahasan :

    ∆U=Q-W
    ∆U=(-2000\ J)-(1000\ J)
    ∆U=-3000\ J

    Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa energi dalam sistem berkurang sebesar 3000 J.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Teleskop

    Materi Fisika SMA – Rumus Teleskop

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian melihat atau menggunakan teleskop? Teleskop merupakan salah satu alat yang digunakan untuk melihat benda yang sangat jauh, seperti bintang dan lain sebagainya. Tahukah kalian bagaimana cara kerja teleskop hingga dapat membentuk bayangan dari benda – benda yang memiliki jarak yang jauh? Untuk dapat memahami hal tersebut, perhatikan penjelasan berikut!

    A. Pengertian Teleskop

    Teleskop atau teropong merupakan salah satu alat optik. Alat ini berfungsi untuk membantu pengguna dalam melihat benda – benda yang sangat jauh, sehingga terlihat lebih dekat dan lebih jelas.

    B. Persamaan Teleskop

    1. Teropong Bintang

    Teropong bintang menggunakan dua lensa cembung yang berfungsi sebagai lensa objektif dan lensa okuler. Titik fokus kedua lensa ini saling berimpit, dimana jarak fokus lensa objektif lebih besar daripada lensa okuler (fob > fok). Teropong bintang dapat digunakan dengan mata berakomodasi maksimum dan mata tanpa akomodasi.

    Mata Berakomodasi Maksimum

    cr: fisikabc.com

    Penggunaan teropong bintang dengan mata yang berakomodasi maksimum terjadi ketika bayangan yang dibentuk oleh lensa okuler jatuh di titik dekat mata. Berikut beberapa persamaan yang digunakan untuk teropong bintang dengan mata berakomodasi maksimum:

    1. Jarak benda dari lensa

    s_{ob}=∞

    dan

    s_{ok}=\frac{f_{ok}.s_n}{f_{ok}+s_n}

    Keterangan,
    sob : jarak benda dari lensa objektif (m)
    sok : jarak benda dari lensa okuler (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)
    sn : titik dekat mata normal (25 – 30 cm)

    2. Jarak bayangan dari lensa

    s'_{ob}=f_{ob}

    dan

    s'_{ok}=-s_n

    Keterangan,
    s’ob : jarak bayangan dari lensa objektif (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    s’ok : jarak bayangan dari lensa okuler (m)
    sn : titik dekat mata normal (25 – 30 cm)

    3. Perbesaran bayangan

    M=\frac{f_{ob}}{s_{ok}}=\frac{f_{ob}}{f_{ok}}(\frac{s_n+f_{ok}}{s_n})

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)
    sn : titik dekat mata normal (25 – 30 cm)

    4. Panjang teropong

    d=f_{ob}+s_{ok}

    dan

    d=s'_{ob}+s_{ok}

    Keterangan,
    d : panjang teropong (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    s’ob : jarak bayangan dari lensa objektif (m)
    sok : jarak benda dari lensa okuler (m)

    Mata Tanpa Akomodasi

    cr : fisikabc.com

    Penggunaan teropong bintang dengan mata tanpa akomodasi terjadi ketika bayangan yang dibentuk oleh lensa okuler berada pada titik jauh mata. Berikut beberapa persamaan yang digunakan untuk teropong bintang dengan mata tanpa akomodasi :

    1. Jarak benda dari lensa

    s_{ob}=∞

    dan

    s_{ok}=f_{ok}

    Keterangan,
    sob : jarak benda dari lensa objektif (m)
    sok : jarak benda dari lensa okuler (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)

    2. Jarak bayangan dari lensa

    s'_{ob}=f_{ob}

    dan

    s'_{ok}=∞

    Keterangan,
    s’ob : jarak bayangan dari lensa objektif (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    s’ok : jarak bayangan dari lensa okuler (m)

    3. Perbesaran bayangan

    M=\frac{f_{ob}}{f_{ok}}

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)

    4. Panjang teropong

    d=f_{ob}+f_{ok}

    Keterangan,
    d : panjang teropong (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)

    2. Teropong Bumi

    Teropong bumi menggunakan 3 lensa cembung, yang masing – masing berfungsi sebagai lensa objektif, lensa pembalik, dan lensa okuler. Lensa pembalik berfungsi untuk menegakkan bayangan dari lensa objektif agar teramati seperti keadaan aslinya oleh lensa okuler. Teropong ini berfungsi untuk mengamati benda – benda yang berada jauh di permukaan bumi.

    Teropong bumi dapat digunakan dengan mata berakomodasi maksimum dan mata tanpa akomodasi.

    Mata Berakomodasi Maksimum

    1. Perbesaran bayangan

    M=\frac{f_{ob}}{s_{ok}}

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    sok : jarak benda dari lensa okuler (m)

    2. Panjang teropong

    d=f_{ob}+4f_p+s_{ok}

    Keterangan,
    d : panjang teropong (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fp : jarak fokus lensa pembalik (m)
    sok : jarak benda dari lensa okuler (m)

    Mata Tanpa Akomodasi

    1. Perbesaran bayangan

    M=\frac{f_{ob}}{f_{ok}}

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)

    2. Panjang teropong

    d=f_{ob}+4f_p+f_{ok}

    Keterangan,
    d : panjang teropong (m)
    fob : jarak fokus lensa objektif (m)
    fp : jarak fokus lensa pembalik (m)
    fok : jarak fokus lensa okuler (m)

    C. Contoh Soal

    Teropong bumi dengan jarak fokus lensa objektif 40 cm, jarak fokus lensa pembalik 5 cm, dan jarak fokus lensa okulernya 10 cm. Supaya mata melihat bayangan tanpa akomodasi, berapakah panjang dari teropong bumi tersebut?

    Pembahasan

    Dik :
    fob = 40 cm
    fp = 5 cm
    fok = 10 cm

    Dit :
    d dengan mata tanpa akomodasi

    Pembahasan :

    Penggunaan teropong dengan mata tanpa akomodasi, sehingga :

    d=f_{ob}+4f_p+f_{ok}
    d=40\ cm+4(5\ cm)+10\ cm
    d=40 cm+20\ cm+10\ cm
    d=70\ cm
  • Materi Fisika SMA – Rumus Kalor

    Materi Fisika SMA – Rumus Kalor

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian memanaskan air atau mencairkan es batu? Air yang dipanaskan serta peristiwa mencairnya es batu sama – sama melibatkan kalor dalam prosesnya. Kalor juga disebut dengan energi panas. Berikut penjelasan lengkap mengenai kalor.

    A. Pengertian Kalor

    Kalor merupakan energi panas yang berpindah dari zat yang bersuhu tinggi ke zat yang bersuhu rendah. Kalor juga dapat di definisikan sebagai proses transfer energi panas dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.

    Satuan kalor dalam Standar Internasional adalah Joule (J). Selain itu, digunakan juga satuan kalori (kkal), dimana

    1 kkal = 4,18 Joule dan 1 Joule = 0,24 kkal

    B. Persamaan Kalor

    1. Persamaan Perpindahan Kalor

    Kalor secara umum dirumuskan sebagai :

    Q=m×c×∆T

    Keterangan,
    Q : banyaknya kalor (J)
    m : massa (kg)
    c : kalor jenis (J/kg0C)
    ∆T : perubahan suhu (T2 – T1)

    2. Kalor Laten

    Kalor laten merupakan banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk mengubah wujud suatu benda. Contohnya es batu yang semula membeku akan berubah wujud menjadi cair apabila dipanaskan. Kalor laten terbagi menjadi 2, yaitu kalor uap dan kalor lebur.

    Secara umum, persamaan untuk kalor laten dituliskan sebagai berikut :

    Q=m×L

    atau

    Q=m×U

    Keterangan,
    Q : banyaknya kalor (J)
    m : massa (kg)
    L : kalor lebur (J/kg)
    U : kalor uap (J/kg)

    3. Kalor Jenis

    Kalor jenis diartikan sebagai banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu benda bermassa 1 kg sebanyak 10C. Secara umum kalor jenis dapat dihitung menggunakan persamaan :

    c=\frac{Q}{m∆T}

    Keterangan,
    Q : banyaknya kalor (J)
    m : massa (kg)
    c : kalor jenis (J/kg0C)
    ∆T : perubahan suhu (T2 – T1)

    C. Contoh Soal

    sebuah balok es yang bermassa 50 gram dipanaskan dari -5 0C hingga menjadi air bersuhu 60 0C. apabila diketahui kalor lebur es = 80 kal/g, kalor jenis es = 0,5 kal/g derajat celcius, dan kalor jenis air = 1 kal/g derajat celcius, maka kalor yang diperlukan dari proses awal hingga akhir adalah?

    Pembahasan

    Dik :
    m = 50 gram
    T1 = -5 0C
    T2 = 60 0C
    ces = 0,5 kal/g0C
    cair = 1 kal/g0C
    L = 80 kal/g

    Dit :
    Qtot = ?

    Pembahasan :

    Perhatikan grafik di bawah ini :

    1. Proses Q1 (Es mencair)

    Q_1=m×c_{es}×∆T
    Q_1=50\ g×0,5\ kal/g\ ^0C×(0\ ^0C-(-5\ ^0C))
    Q_1=50\ g×0,5\ kal/g\ ^0C×5\ ^0C
    Q_1=125\ kal

    2. Proses Q2 (es melebur)

    Q_2=m×L
    Q_2=50\ g×80\ kal/g
    Q_2=4000\ kal

    3. Proses Q3

    Q_3=m×c_{air}×∆T
    Q_3=50\ g×1\ kal/g\ ^0C×(60\ ^0C-0\ ^0C)
    Q_3=50\ g×1\ kal/g\ ^0C×60\ ^0C
    Q_3=3000\ kal

    4. Menghitung Qtotal

    Q_{tot}=Q_1+Q_2+Q_3
    Q_{tot}=125\ kal+4000\ kal+3000\ kal
    Q_{tot}=7125\ kal

    Jadi, total kalor yang dibutuhkan adalah 7125 kalori.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Hooke

    Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Hooke

    AhmadDahlan.Net – Sebelumnya kita sudah membahas mengenai pegas. Pegas merupakan benda elastis yang apabila diberikan gaya akan mengalami pertambahan panjang. Hubungan antara gaya yang diberikan pada pegas dan pertambahan panjang pada pegas di bahas dalam Hukum Hooke. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai hukum Hooke.

    A. Pengertian Hukum Hooke

    Hukum Hooke merupakan hukum yang menjelaskan hubungan antara gaya yang diberikan pada pegas dan pertambahan panjang yang dialami pegas. Hukum ini pertama kali disampaikan oleh ilmuwan bernama Robert Hooke.

    Hukum ini menyatakan bahwa apabila gaya tarik pada pegas tidak melampaui batas elastis bahan, maka pertambahan panjang pegas akan berbanding lurus dengan gaya tariknya. Pada Hukum Hooke terdapat

    B. Persamaan Hukum Hooke

    Pegas dengan beban m menerima gaya tarikan sebesar F akan mengalami pertambahan panjang sebesar ∆x, sehingga diperoleh :

    F=k.∆x

    Keterangan,
    F : gaya tarik (N)
    k : tetapan pegas (N/m)
    ∆x : pertambahan panjang (m)

    Persamaan di atas dikenal dengan Hukum Hooke. Adapun tetapan pegas (k) dapat dihitung menggunakan persamaan :

    k=\frac{A.E}{L}

    Keterangan,
    k : tetapan pegas (N/m)
    A : luas penampang (m2)
    E : modulus elastis (N/m2)
    L : panjang mula – mula pegas (m)

    C. Contoh Soal

    Suatu pegas akan bertambah panjang 10 cm jika diberikan gaya sebesar 10 N. Berapakah pertambahan panjang pegas jika diberi gaya sebesar 7 N?

    Pembahasan

    Dik :
    ∆x = 10 cm = 0,1 m
    N = 10 N

    Dit :
    Berapakah pertambahan panjang pegas jika diberi gaya sebesar 7 N?

    Pembahasan :

    1. Mencari tetapan pegas

    F=k.∆x
    10\ N=k.(0,1\ m)
    k=\frac{10\ N}{0,1\ m}
    k=100\ \frac{N}{m}

    Sehingga, tetapan pegas yang diperoleh adalah 100 N/m

    2. Mencari pertambahan panjang pegas ketika N = 7 N

    F=k.∆x
    7\ N=100\ \frac{N}{m}.∆x
    ∆x=\frac{7\ N}{100\ \frac{N}{m}}
    ∆x=0,07 m

    Sehingga, pertambahan panjang pegas yang mengalami gaya sebesar 7 N adalah 0,07 m.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Konversi Satuan Suhu

    Materi Fisika SMA – Rumus Konversi Satuan Suhu

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian menggunakan termometer untuk mengukur suhu? Apabila pernah, pernah, hasil pengukuran yang kalian peroleh tentunya menggunakan derajat Celcius. Hal ini dikarenakan termometer yang kita gunakan merupakan termometer skala Celcius. Bagaimana hasil pengukuran kalian jika menggunakan termometer skala Fahrenheit atau Reamur? Untuk menjawab hal tersebut, perhatikan penjelasan berikut.

    A. Pengertian Suhu

    Suhu merupakan ukuran derajat panas dingin nya suatu benda atau sistem. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Pada umumnya terdapat empat jenis skala pada termometer, yaitu termometer skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.

    Berikut perbandingan titik didih dan titik beku dari masing – masing termometer.

    Jenis TermometerTitik DidikTitik BekuSelisihPerbandingan
    Celcius100 0C0 0C1005
    Reamur80 0R0 0R804
    Fahrenheit212 0F32 0F1809
    Kelvin373 K273 K1005

    Untuk mengkonversi suhu, kita menggunakan perbandingan selisih titik didih dan titik beku dari tiap termometer.

    B. Persamaan Konversi Suhu

    1. Skala Celcius

    Untuk mengkonversi suhu ke derajat Celcius digunakan persamaan :

    ^0C=\frac{5}{perbandingan\ ^0Y}×\ ^0Y

    Untuk mengkonversi derajat Celcius ke derajat suhu yang lain digunakan persamaan :

    ^0X=\frac{perbandingan\ ^0X}{5}×\ ^0C

    2. Skala Reamur

    Untuk mengkonversi suhu ke derajat Reamur digunakan persamaan :

    ^0R=\frac{4}{perbandingan\ ^0Y}×\ ^0Y

    Untuk mengkonversi derajat Reamus ke derajat suhu yang lain digunakan persamaan :

    ^0X=\frac{perbandingan\ ^0X}{4}×\ ^0R

    3. Skala Fahrenheit

    Untuk mengkonversi suhu ke derajat Fahrenheit digunakan persamaan :

    ^0F=(\frac{9}{perbandingan\ ^0Y}×\ ^0Y)+32

    Untuk mengkonversi derajat Fahrenheit ke derajat suhu yang lain digunakan persamaan :

    ^0X=(\frac{perbandingan\ ^0X}{9}×\ ^0F)-32

    4. Skala Kelvin

    Untuk mengkonversi suhu ke derajat Kelvin digunakan persamaan :

    K=(\frac{5}{perbandingan\ ^0Y}×\ ^0Y)+273

    Untuk mengkonversi derajat Kelvin ke derajat suhu yang lain digunakan persamaan :

    ^0X=(\frac{perbandingan\ ^0X}{5}×\ K)-273

    Keterangan,
    0Y : besar suhu yang telah di ketahui
    0X : besar suhu yang ingin di konversi

    5. Skala X

    Sebelumnya, kita telah mengetahui cara mengkonversi suhu ke derajat Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan juga Kelvin. Bagaimana jika kita ingin mengkonversi suhu ke derajat X (derajat skala tidak diketahui)? Untuk mengetahui hal tersebut, kita harus membandingkan 2 buah termometer. Berikut persamaan yang digunakan untuk mengokonversi suhu dengan skala tidak diketahui

    \frac{X-A}{B-A}=\frac{Y-C}{D-C}

    Keterangan,
    X : skala yang ditunjuk oleh termometer 1 (X)
    A : titik beku termometer 1 (X)
    B : titik didih termometer 1 (X)
    Y : skala yang ditunjuk oleh termometer 2 (Y)
    C : titik beku termometer 2 (Y)
    D : titik didih termometer 2 (Y)

    C. Contoh Soal

    Sebuah termometer dengan skala 0X memiliki titik beku air pada -40 0X dan titik didih air 160 0X. Hasil pengukuran suhu yang diperoleh menggunakan termometer X adalah 15 0X. Maka besar suhu menggunakan termometer celcius adalah ?

    Pembahasan

    Dik :
    Termometer 1 adalah termometer X dan termometer 2 adalah termometer Celcius

    Untuk Termometer X
    X = 15 0X
    A = -40 0X
    B = 160 0X

    Untuk Termometer Celcius
    C = 0 0C
    D = 100 0C

    Dit :
    besar suhu pada termometer Celcius

    Pembahasan :

    \frac{X-A}{B-A}=\frac{Y-C}{D-C}
    \frac{15\ ^0X-(-40\ ^0X)}{160\ ^0X-(-40\ ^0X)}=\frac{Y-0\ ^0C}{100\ ^0C-0\ ^0C}
    \frac{15\ ^0X+40\ ^0X}{160\ ^0X+40\ ^0X}=\frac{Y-0\ ^0C}{100\ ^0C-0\ ^0C}
    \frac{55\ ^0X}{200\ ^0X}=\frac{Y}{100\ ^0C}
    Y=\frac{55\ ^0X}{200\ ^0X}×100\ ^0C
    Y=27,5\ ^0C

    Jadi, suhu yang terukur pada termometer Celcius adalah 27,5 0C

  • Materi Fisika SMA – Hukum Kekekalan Energi Mekanik

    Materi Fisika SMA – Hukum Kekekalan Energi Mekanik

    AhmadDahlan.Net – Energi merupakan satuan kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan atau usaha. Contoh energi yang bisa kita temukan di kehidupan sehari – hari adalah energi panas, energi listrik, energi mekanik, dan lain sebagainya. Energi dapat berubah bentuk menjadi energi lain, contohnya kipas yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Proses berubah nya energi ini diatur dalam Hukum Kekekalan Energi. Berikut adalah pembahasan mengenai Hukum Kekekalan Energi Mekanik.

    A. Pengertian Hukum Kekekalan Energi Mekanik

    Hukum kekekalan energi merupakan hukum yang menyatakan bahwa energi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Energi mekanik merupakan penjumlahan dari energi potensial dengan energi kinetik benda. Hukum kekekalan energi mekanik merupakan hukum yang menyatakan bahwa besar energi mekanik pada benda yang bergerak selalu tetap.

    Benda yang bergerak vertikal ke atas memiliki energi potensial dan juga energi kinetik. Energi potensial benda dipengaruhi oleh ketinggian, sehingga semakin tinggi bola dilempar semakin besar energi potensial nya. Sedangkan, energi kinetik dipengaruhi oleh kecepatan benda, sehingga semakin berkurang kecepatan benda semakin kecil energi kinetiknya.

    B. Persamaan Hukum Kekekalan Energi Mekanik

    Besarnya energi mekanik dapat dituliskan sebagai berikut :

    E_m=E_p+E_k
    E_m=(m.g.h)+(\frac12\ m.υ^2)

    Berdasarkan prinsip Hukum Kekekalan Energi Mekanik, maka diperoleh :

    E_{m1}=E_{m2}
    E_{p1}+E_{k1}=E_{p2}+E_{k2}

    Keterangan,
    Em : Energi mekanik (J)
    Ep : Energi potensial (J)
    Ek : Energi kinetik (J)
    m : massa (kg)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)
    h : ketinggian benda (m)
    υ : kecepatan benda (m/s)

    C. Contoh Soal

    Sebuah bola bermassa 0,2 kg dilemparkan vertikal ke atas. Pada ketingian 5 m kecepatan bola menjadi 10 m/s. Jika percepatan gravitasi adalah 10 m/s2, tentukanlah energi mekanik bola yang dilemparkan!

    Pembahasan

    Dik :
    m = 0,2 kg
    h = 5 m
    υ = 10 m/s
    g = 10 m/s2

    Dit :
    Em = ?

    Pembahasan :

    E_m=E_p+E_k
    E_m=(m.g.h)+(\frac12\ m.υ^2)
    E_m=((0,2\ kg)(10\ m/s^2)(5\ m))+(\frac12\ (0,2\ kg)(10\ m/s)^2)
    E_m=((0,2\ kg)(10\ m/s^2)(5\ m))+(\frac12\ (0,2\ kg)(100\ m^2/s^2)
    E_m=10\ J+10\ J
    E_m=20\ J

    Jadi, energi mekanik bola tersebut adalah 20 J

  • Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Pascal

    Materi Fisika SMA – Rumus Hukum Pascal

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian memperhatikan proses pencucian mobil di tempat cuci mobil? Terkadang mobil diangkat ke atas agar mempermudah dalam proses pencucian mobil. Mobil diangkat menggunakan pompa hidrolik. Cara kerja pompa hidrolik ini menggunakan penerapan hukum Pascal. Berikut penjelasan yang lebih lengkap mengenai hukum Pascal.

    A. Pengertian Hukum Pascal

    Hukum Pascal merupakan salah satu hukum yang berlaku pada fluida statis. Hukum ini menyatakan bahwa fluida yang berada dalam wadah tertutup apabila diberikan gaya tekan eksternal maka tekanan pada fluida akan sebanding dengan besar gaya tekan eksternal yang diberikan.

    B. Persamaan Hukum Pascal

    Perhatikan ilustrasi pompa hidrolik di atas. Apabila diberi gaya tekan sebesar F1, maka dengan prinsip Hukum Pascal, diperoleh hubungan berikut :

    P_1=P_2
    \frac{F_1}{A_1}=\frac{F_2}{A_2}

    Keterangan
    P1 : tekanan pada penampang 1 (Pa)
    P2 : tekanan pada penampang 2 (Pa)
    F1 : gaya pada penampang 1 (N)
    F2 : gaya pada penampang 2 (N)
    A1 : luas penampang 1 (m2)
    A2 : luas penampang 2 (m2)

    Pompa hidrolik yang diberi gaya tekan berupa F1 akan membuat fluida yang berada pada piston kiri bergerak ke bawah sebesar h1 dan akan bergerak ke piston kanan hingga mendorong ke atas sebesar h2. Sehingga, berdasarkan hukum Pascal diperoleh :

    A_1.h_1=A_2.h_2

    Keterangan
    A1 : luas penampang 1(m2)
    A2 : luas penampang 2 (m2)
    h1 : ketinggian 1 (m)
    h2 : ketinggian 2 (m)

    C. Contoh Soal

    Sebuah pengungkit hidrolik digunakan untuk mengangkat mobil. Udara bertekanan tinggi digunakan untuk menekan piston kecil yang memiliki jari-jari 10 cm. Takanan yang diterima diteruskan oleh cairan didalam sistem tertutup ke piston besar yang memiliki jari-jari 20 cm. Berapa besar gaya yang harus diberikan udara bertekanan tinggi untuk mengangkat mobil yang memiliki berat sebesar 13.300 N?

    Pembahasan

    Dik :
    r1 = 10 cm = 0,1 m
    r2 = 20 cm = 0,2 m
    F2 = 13.300 N

    Dit :
    Gaya yang harus diberikan udara bertekanan tinggi untuk mengangkat mobil (F2)

    Pembahasan :

    1. Mencari luas penampang piston kecil

    A_1=\pi r_1^2
    A_1=\pi (0,1\ m)^2
    A_1=0,001\pi \ m^2

    2. Mencari luas penampang piston kecil

    A_2=\pi r_2^2
    A_2=\pi (0,2\ m)^2
    A_2=0,004\pi \ m^2

    2. Mencari besar gaya F1

    \frac{F_1}{A_1}=\frac{F_2}{A_2}
    F_1=\frac{F_2}{A_2}×A_1
    F_1=\frac{13300\ N}{0,004\pi \ m^2}×(0,001\pi\ m^2)
    F_1=\frac{0,001\pi\ m^2}{0,004\pi \ m^2}×(13300\ N)
    F_1=\frac{1}{4}×(13300\ N)
    F_1=3325\ N

    Jadi gaya yang harus diberikan oleh udara bertekanan tinggi adalah 3325 N