Tag: Kuantum

  • Apakah Cahaya Memiliki Massa? Mengingat Cahaya Memiliki Momentum dan Tidak Bisa Keluar dari Black Hole

    Apakah Cahaya Memiliki Massa? Mengingat Cahaya Memiliki Momentum dan Tidak Bisa Keluar dari Black Hole

    Secara teknis cahaya tidak memiliki massa. Namun hal lain ditunjukkan melalui fenomena efek fotolistrik dimana elektron terluar dari atom logam dianalogi ketika “bertumbukan” oleh foton-foton cahaya.

    Dualisme Cahaya

    Pada era fisika klasik, era dimana Hukum Newton dan Hukum Maxwell dianggap sudah paripurna menjelaskan semua fenomena fisika yang ada, cahaya (gelombang) dan materi dianggap sebagai entitas yang saling bertolak belakang. Materi dianggap sebagai entintas yang sifatnya disktrit dan memiliki massa sedangkan gelombang memiliki sifat kontinu dan tidak memiliki massa.

    Tidak ada satupun entitas yang memiliki kedua sifat tersebut secara bersamaan yakni Gelombang dan Materi. Cahaya sendiri sudah sejak lama diamati sebagai gelombang, kecuali Newton yang menganggap cahaya sebagai Partikel namun pandangan tersebut tidak mewakilkan cahaya sebagai partikel seperti yang dikenal saat ini. Dengan kata lain, Newton keliru dengan pandangan sebagai partikel.

    Cahaya sebagai gelombang dianggap Paripurna, paling tidak pandangan dari fisika klasik. Pandangan ini mulai berubah ketika Max Plank memperkenalkan teori kuanta. Plank menjelaskan bahwa radiasi gelombang tidak pancarkan secara kontinu melainkan dalam bentuk paket-paket energi dalam jumlah kecil. Paket energi ini selanjutnya disebut sebagai kuanta.

    Setiap jenis radiasi memiliki jenis paket energi yang berbeda, misalnya Boson dan Fermion. Cahaya sendiri memiliki paket energi yang disebut sebagai Foton. Dengan demikian pandangan bahwa Cahaya hanya bersifat kontinu sudah gugur khususnya untuk ukuran elementer yang lebih dikenal sebagai ukuran kuantum.

    Efek Fotolistrik

    Foton pertama kali dideskripsikan sebagai sifat cahaya sebagai partikel oelh Albert Einstein melalui percobaan Efek Fotolistrik. Percobaan ini diawali oleh Kirchoff lalu disempurnkan oleh Einstein. Hasilnya menunjukkan bahwa Elektron terluar dari Logam yang diterpa cahaya pda frekuensi tertentu akan terlepas dari permukaan logam secara spontan. Fenomena dianalogikan sebagai proses tumbukan dimana elektron akan langsung terlepas begitu diterpa seperti bola billiar yang langsung terhempas begitu ditabrak bola lainnya.

    Mengapa gelombang elektromagnetik tidak lagi kontinyu?

    Frekuensi radiasi ini unik bergantung dari jenis logam yang diterpa dan dikenal sebagai frekuensi kerja. Jika cahaya bersifat kontinyu, harusnya elektron akan terlepas jika logam disinari oleh radiasi GEM berapun frekuensi-nya. Jika energi dari frekuensi GEM kurang maka akan tersimpan dan suatu saat akan terlepas namun kenyataan tidak. Jika frekuensi yang diberikan lebih rendah dari frekuensi kerja, elektron tidak akan pernah terlepas dari permukaan loga.

    Hasil ini dijelaskan sebagai momentum foton yang nilanya adalah :

    P = hf

    Dengan demikian meskipun cahaya memiliki momentum, energi tubukan cahaya tidak berasal dari massa. Sifat alami dari cahaya sebagai GEM membuatnya tidak memiliki massa. Moentum ini hanya didapatkan ketika cahaya bergerak sehingga disebut juga sebagai massa bergerak, kendati demikian ini bukanlah massa yang sama dengan materi.

    Defenisi dari Dualisme Cahaya ini hanya karakteristik cahaya yang berperilaku sebagai Materi dan Gelombang. Bukan benar-benar cahaya adalah Partikel dan memiliki momentum sebagai Hukum Newton tentang gerak menjelaskan momentum.

    Gravitasi Umum

    Jika tidak punya massa? mengapa Cahaya tidak bisa keluar dari lubang hitam? Apakah karena lubang hitam memiliki kekuatan gravitasi yang sangat kuat? Jika cahaya tidak memiliki massa, lantas mengapa cahaya dapat ditarik oleh Lubang hitam?

    Cahaya tidak pernah tertarik ke lubang hitam. Sebagai gelombang, cahaya bergerak lurus berdasarkan raung yang ia lalui. Cahaya tidak benar-benar ditarik gravitasi.

    Fenomena disebut kelengkungan ruang karena gravitasi. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Albert Einstein lagi dimana Gravitasi membentuk ruang (Spase) dan dibuktikan oleh Arthur Eddington melalui pengamatan Gerhana Matahari di Principe, Afrika. Hasl pengamatan menunjukkan bahwa posisi bintang berubah karena foto-foto letak bintang berpindah dari satu foto dengan foto gravitasi sebelumnya.

    Ada kesimpulan yang dihasilkan yakni

    1. Alam semesta ini berkembang, sehingga teori steady stay Newton runtuh.
    2. Einstein benar jika Gravitasi mempengaruhi ruang disekitarnya.
    Ilustrasi Perubahan Ruang karena pengaruh Gravitasi

    Gambar tersebut menunjukkan ilustrasi bintang yang posisinya harusnya tidak bisa diamati pada peristiwa gerhana matahari di Principe, namun kenyatannya bisa diamati. Hasil ini mengantar pada kesimpulan bahwa lintasan cahaya ini berubah karena ruang di sekitar matahari berubah akibat gravitasi matahari itu sendiri. Fenomena ini disebut kelengkungan ruang, namun tidak sesederhana besi lurus yang dilengkungkan.

    Jadi tidak mesti Black Hole.

    Black Hole adalah lubang hitam tidaklah benar-benar hitam tapi bintang raksasa yang mati dan memiliki gaya gravitasi yang sangat besar. Semakin besar gravitasi maka semakin besar pula kelengkungannya yang dihasilkan. Semakin besar kelengkungan samakin jauh cahaya menyimpan dari lintasan yang harusnya dilalui, relatif terhadap pengamat.

    Lubang hitam memiliki gravitasi yang sangat kuat atau kita sebut saja maha kuat. Kekuatannya gravitasi membuat kelengkuangan ruang yang sangat besar disekitarnya. Hal ini membuat lintasan cahaya berubah sangat jauh. Jika gravitasi cukup kuat untuk membuat singularitas ruang dan waktu, maka cahaya akan terlihat terperangkap di daerah lubang hitam. Namun, cahaya tidak benar-benar tertarik seperti gravitasi bumi menarik apel Newton.

  • Teori Dualisme Partikel-Gelombang de Broglie

    Teori Dualisme Partikel-Gelombang de Broglie

    AhmadDahlan.NET – Kesimpulan Einsteins mengenai percobaan efek fotolistrik mengokohkan bahwa cahaya tidak hanya memiliki karakteristik sebagai gelombang tapi juga bisa sebagai partikel. Peristiwa lepasnya elektron dari permukaan logam pada saat ditumbuk frekuensi ambang logam terjadi secara spontan namun tidak demikian jika frekuensinya lebih rendah dari frekuensi kerja.

    Sekalipun penyinaran dilakukan dalam waktu yang lama, elektron tidak akan terlepas. Dengan demikian pada fenomena ini, cahaya tidak bersifat kontinu. Solusi yang ditawarkan Einsten adalah kuantisasi gelombang dalam bentuk quanta. Quanta cahaya ini selanjutnya disebut foton dan fenomena spontan ini dianalogikan dengan tumbukan. Dengan demikian cahaya dipandang memiliki momentum.

    p = hν 

    karena ν=1/λ, maka

    \ p = \frac{h}{λ}

    Hipotesa de Broglie

    Hipotesis de Broglie membuat hipotesis yang menjadi komplemen dari sifat dualisme Gelombang-Partikel dimana ya menganggap bahwa semua partikel memiliki sifat sebagai partikel. Sifat Partikel sebagai gelombang ditinjau dari panjang gelombang yang dibentuk oleh gelombang yang berhubungan dengan sifat gelombang lainnya.

    Berdasarkan persamaan momentum foton yang diajukan oleh Einstein, de Broglie mengajukan teori Partikel-Gelombang melalui hubungan antara Panjang gelombang (λ) dan memonetumnya yakni :

    λ=\frac{h}{p}

    dimana momentum, p = mv, maka

    λ=\frac{h}{mv}

    λ dalam persamaan ini disebut sebagai panjang gelombang de Broglie. Meskipun demikian tidak ada penjelsan detail dari de Broglie mengapa ia mengambil persamaan energi untuk menghubungkan dengan panjang gelombang pada teori dualisme partikel-gelombang.

    Namun Energi yang dihubungkan bisa dalam bentuk Energi total, energi kinetik atau total energi relativistik. Pada foton, semua energi tersebut sama namun belum tentu untuk partikel kuantum yang lain.

    Contoh Kasus

    Jika semua partikel memiliki karakteristik sebagai gelombang menurut de Broglie, mengapa hal tersebut sulit diamati pada partikel dalam kehidupan sehari-hari?

    Solusi

    Kita misalkan saja sebuah bola Rugby (Amerika Football) dilempar dengan kecepatan 20 m/s ke arah mendatar. Jika massa bola adalah 500 gram maka panjang gelombang de broglie nya adalah :

    λ=\frac{h}{mv}
    λ=\frac{6,626× 10^{-34} Js}{0,5\ kg \ . \ 20 \ m/s} = 0,6626.10^{-34}\ m

    perhatikan orde panjang gelombang de Broglie yang dibentuk adalah 0,6626 x 10-34 m memiliki dimensi yang sangat kecil dan sulit diamati. Selain itu jika Bola ini ingin ditinjau dari sifatnya sebagai gelombang misalnya dapat terdifraksi maka ukuran celah yang sesuai dengan panjang gelombang sangat jauh lebih kecil dari ukuran fisik bola yakni sekitar 30 cm.

    Implikasi Teori de Broglie

    Implikasi dari teori Partikel-Gelombang de Broglie ini dibatasi oleh konstanta plank (h) dengan demikian benda-benda dengan ukuran macro tidak akan bisa diamati dalam bentuk gelombang. Panjang gelombang tersebut masih sangat kecil untuk diuji dalam peneltian, namun pada tingkat atom, partikel elementer dan kecepatan yang tinggi.

    Meskipun tidak didsari dari eksperimen namun Hipotesa di Broglie ini menjadi landasan dalam banyak pengamatan Partikel-Gelombang. Implementasi paling paripurna dari teori ini adalah X-Ray Difarction atau XRD. Pada XRD, elektron dipercepat dan ditembakkan pada permukaan zat padat sehingga membentuk pola difraksi. Pola difraksi ini kemudian dianalisis hingga menghasilkan data jarak antar kisi dan bentuk kisi partikel.

  • Prinsip Ketidakpastian Heisenberg

    Prinsip Ketidakpastian Heisenberg

    AhmadDahlan.NET – Prinsip Ketidakpastian Heisenberg adalah salah satu dasar penting dalam mengkaji fenomena kuantum bahkan sampai pada bagian mekanika kuantum yang selanjutnya kita sebut saja fisika kuantum. Sebagian besar fenomena dalam fisika kuantum seperti bertolak dengan pandangan pada fisika klasik. Salah satunya adalah sifat deterministik di fisika klasik yang tidak cukup handal digunakan mengkaji fenomena kuantum.

    Heisenberg menyatakan bahwa mustahil untuk mengukur secara pasti posisi dan momentum dari sebuah objek kuantum. Prinsip ini muncul dari sifat dualisme gelombang-partikel, dengan demikian prinsip ini bisa diabaikan pada materi-materi dengan ukuran makroskopik.

    Misalnya pada bola billiard yang menggelinding di atas meja. Posisi dan momentum dari bola billiard ini bisa dihitung dengan pasti namun tidak demikian dengan partikel seukuran atom dan sub atom. Setiap kali adan peningkatkan kepastian dalam menentukan posisi dari partikel akan berdampak pada peningkatan aspek ketidakpastian dari sisi kecepatan partikel.

    Misalkan dalam kasus pengukuran posisi dari elektron. Proses pengukuran posisi ini dilakukan dengan menembakkan elektron sehingga terjadi tumbukan dimana foto akan bergerak dari sumber, bertumbukkan dan akhirnya ke arah perangkat penangkap foton.

    Foton dianggap sebagai partikel yang membawa momentum terhingga (finite), sehinggga ketika tumbukan akan terjadi pertukaran momentum antara foton dan elektron. Pertukuaran momentum ini akan berdampak pada peningkatan momentum elektron. Dengan demikian setiap kali pengukuran posisi dari partikel akan meningkatkan ketidakpastian terhadap nilai momemtum elektron.

    JIka hal yang sama dilakukan untuk benda-benda makro seperti menumbukkan foton dengan bola basket. Ukuran massa bola basket yang jauh lebih besar dibandingkan dengan foton membuat mometum dari foton dapat diabaikan.

    A. Ketidakpastian Heisenberg

    Paket gelombang 1 dimensi Gaussian menunjukkan bahwa posisi partikel bisa jadi berada pada berada pada rentang lebar tertentu (Δx) di aarah x. Varibel ini terhubung dengan rentang momentum (Δp) untuk distribusi momentum px.

    Hubungan keduanya memenuhi transformasi fourier yakni :

    Δx.Δp ≳ \frac{ħ}{2} 

    Perhatikan operator ≳ yang berarti bahwa nilai dari boleh jadi sama dengan atau lebih besar dari. Dalam konteks ini operator tersebut menunjukkan Prinsip ketidakpastian Heisenberg untuk posisi dan momentum.

    Persamaan Δx.Δp ≳ ħ/2 berlaku dimana P = mv dengan demikian :

    Δx.Δm.Δv ≳ \frac{ħ}{2}

    Jika selama tumbukan massa dari partikel tidak berubah maka persamaan ini juga bis dituliskan dalam bentuk :

    Δx.Δv ≳ \frac{ħ}{2m}

    Hal ini memberikan penjelasan bahwa radasi elektromagnetik dan materi mikroskopi (kuanta) memiliki dua wujud yakni memiliki momentum dan gelombang.

  • Turunan Hukum Rayleigh-Jeans Tentang Radiasi Termal

    Turunan Hukum Rayleigh-Jeans Tentang Radiasi Termal

    AhmadDahlan.NET – Hukum Radiasi Termal Rayleigh-Jeans adalah hukum yang menjelaskan energi yang diradiasikan oleh sebuah benda per satuan luas. Hukum ini sangat bermanfaat dalam mempelajari fenomena radiasi meskipun tidak secara sempurna memprediksi radiasi termal dari spektrum panjang gelombang.

    Menurut hukum Rayleigh-Jeans, rapat energi uν per interval frekuensi (ν) adalah :

    u_ν=\frac{8 \pi ν^2kT}{c^2}

    dimana :

    k : konstanta Boltzmann
    T : suhu benda dalam Kelvin
    c : Kecepatan Cahaya di ruang hampa.

    Persamaan ini fit dengan hasil pengukuran untuk radiasi dengan frekuensi rendah namun gagal untuk frekuensi tinggi. Perbedaan hasil pengukuran dan persamaan diatas dimulai dari frekuensi yang lebih tinggi dari cahaya tampak warna ungu sehingga disebut sebagai Bencana Ultraviolet.

    Kesimpulan yang ditarik dari keterbatasan hukum ini menjelaskan radiasi benda mengarah pada keadaan asimtotik untuk persamaan lain tentnag radiasi benda. Hal inijuga berdampak pada nilai konstanta yangberubah-ubah pada permsaan radiasi termal Planck.

    A. Penurunan Hukum Rayleigh-Jeans

    Misalkan saja radiasi diapnacarkan oleh sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang sisi L yang menjadi bidang pantul dari radiasi yang ada di dalamnya.

    Bentuk Kubus untuk radiasi benda hitam

    Gelombang berdiri terbentuk dari radiasi dengan panjang gelombang λ yang ada di dalam kubus dalah integral dari sikulus setengah gelombang yang fit dengan dimensi kubus. Dengan demikian radiasi pararel antar tepi kubus adalah :

    \frac{l}{λ/2} = m

    dimana m adalah bilangan bulat.

    λ=\frac{2L}{m}

    Di antara dua ujung akan ada dua gelombang berdiri untuk setiap polarisasi. Agar lebih sederhana, abaikan polarisasi terlebih dahulu agar memudahkan proses analisis. Karena frekuensi ν adalah c/λ, maka :

    ν = \frac{cm}{2L}

    Misalkan q adalah bilangan gelombang yang didefenisikan :

    q= \frac{2 \pi}{\lambda}

    masukkan nilai ν = c/λ, maka

    q=\frac{2\pi \nu}{c}

    ganti nilai ν dengan kondisi gelombang di dalam kubus maka

    q=\frac{2\pi m}{2L}=\pi \frac{m}{L}

    dengan demikian

    q^2= \pi^2(\frac{m}{L})^2

    Jika radiasi terjadi pada tiga sumbu yakni mx, my, dan mz, maka persamaan di atas bisa di tulis

    q^2=\pi^2 \left [ \left ( \frac{m_x}{L} \right )^2 +\left ( \frac{m_y}{L} \right )^2+ \left ( \frac{m_z}{L} \right )^2 \right ]

    Persamaan ini bisa disederhanakan dengan menggunakan frekuensi sudut yakni ω=2πν dan q = ω/c. Sehingga persamaanya menjadi :

    m_x^2+m_y^2+m_z^2 = \frac{4L^2 \nu^2}{c^2}

    Selanjutnya mari kita lanjutkan dengan menghitung kombinasi sebaran radiasi dalam bentuk bola untuk daerah non negatif di sumbu x,y, dan z. Ilustrasi bentuk lingkarannya sebagai berikut :

    Sebaran Radiasi Benda Hitam pada runag non negatof Spherical

    Bentuk ruang tersebut adalah seperempat bola dengan daerah di dalam R dan daerah di luar bola yakni R+dR. Volume Bola diberikan melalui persamaan :

    dV = 4 \pi R^2 dR

    Menurut Koordinat Bola, mak anilai R adalah

    R =\sqrt{m_x^2+m_y^2+m_z^2}

    maka :

    R = \sqrt{\frac{4L^2 \nu^2}{c^2}} = \frac{2L \nu}{c}

    karena L dan c bernilai konstan maka

    dr = \frac{2L. d\nu}{c}

    dengan demikian maka dV dapat ditulis :

    dV = 4 \pi \frac{4L^2 \nu^2}{c^2} \frac{2L}{c}d\nu =\frac{32 \pi L^3ν 
    2}{c^3} d\nu

    Untuk kasus dua dimensi, ruang non-negatif berbentuk seperempat Lingkaran, pada Bola ruang ini berbentuk seperdelapan lingkaran. Dengen demikian dN untuk ruang ini hanya 1/8 dari volume bola penuh.

    dN=4πν^2dν

    Rata-rata energi Kinetik untuk setiap derajat kebebasan adalah :

    \frac{1}{2}kT 

    Dimana k adalah konstantan Blotzmann. Pada osilasi harmonik terdapat hubungan antara energi kinetik dan energi potensial sehingga rata-rata energi setia derajat bebas adalah kT. Hal ini berarti bahwa radiasi rata-ratat energi E untuk setia frekuesi adalah :

    \frac{dE}{dν} =kT \left ( \frac{dN}{dν} \right ) = 4 \pi kT \left ( \frac{L^3}{c^2} \right ) ν^2

    dan rapat energi rata-rata adalah, uν,

    \frac{du_ν}{dν}=\left ( \frac{1}{L^3} \right )\left ( \frac{dE}{d\nu} \right ) = \frac{4 \pi kT\nu^2}{c^3}

    Kita kembali asumsi awal dari pernurunan ini dimana tidak mempertimbangkan polarisasi gelombang dengan demikian faktor ini di kali 2 menjadi :

    \frac{du_ν}{dν}= \frac{8 \pi kT\nu^2}{c^3}

    Persamaan ini tepat menhitung radiasi gelombang dengan frekuensi renda sampai ke arah 0.

  • Radiasi Benda Hitam – Hubungan Hukum Kirchhoff, Stefan-Boltzmann dan Pergeseran Wein

    Radiasi Benda Hitam – Hubungan Hukum Kirchhoff, Stefan-Boltzmann dan Pergeseran Wein

    Radiasi benda hitam adalah pancaran energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dari sebuah yang dapat menyerap seluruh paparan radiasi ke permukaannya. Radiasi ini hanya dipancarkan jika benda dalam kesetimbangan termodinamika dengan besar energi radiasi bergantung dari suhunya.

    Benda hitam sendiri adalah benda teoretik yang merujuk karakteristik benda yang dapat menyerap seluruh radiasi yang datang ke permukaannya lalu memancarkannya kembali. Besar energi yang dipancarkan tidak bergantung dari besar energi yang menerpanya tapi berdasarkan

    I_{(\lambda,b)}(λ,T)=\frac{2hc^2}{λ^5[e^{\frac{hc}{k_bλT}}-1]}

    Radiasi Benda Hitam adalah eksperimen awal yang menandai lahirnya fisika Kuantum. Pada awalnya, fisikawan hanya beranggapan bahwa benda dengan suhu tinggi yang saja yang meradiasikan energi dalam bentuk gelombang sebagaimana besi ketika dipanaskan hingga berpendar. Namun pada kenyataannya semua benda dengan suhu lebih tinggi dari 0K (-273,15oC).

    Radiasi energi diemesikan secara kontinyu dan terdistribusi berdasarkan panjang gelombangnya. Spektrum panjang gelombang ini bergantung dari suhu benda. Benda-benda dengan suhu rendah (< 500oC) lebih banyak meradiasikan panjang gelombang pada daerah inframerah.

    Seiring dengan peningkatan suhu, benda akan meradisasikan energi dengan panjang gelombang yang semakin pendek. Benda dengan suhu 500oC ~ 600oC lebih banyak meradiasikan energi pada panjang gelombang cahaya tampak. Ketika suhu benda meningkat lagi, profil panjang gelombang yang diradiasikan semakin berkurang dan pada akhinya akan terlihat berpendar dari merah, orange, sampai akhirnya terlihat seperti berwarna putih. Fenomena ini disebut sebagai “White Hot”.

    Besi Panas dengan suhu super tinggi berpendar berwarna merah
    Besi Berpendar Keitiak Dipanaskan Pada suhu Sekitar 3000oC

    Perubahan suhu tidak hanya berdampak pada penurunan panjang gelombang tapi juga meningkatkan total daya yang diradiasikan.

    Pada saat sejumlah energi (radiasi energi) menerpa permukaan sebuah benda, sebagain dari energi ini diserap oleh benda dan sebagai lainnya akan diemisikan kembali. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah mobil yang diparkir siang hari di sebuah lapangan. Energi panas dari cahaya matahari yang menerpa permukaan mobil akan masuk melalui kaca mobil dan membuat suhu di dalam mobil meningkat. Namun tidak semua diserap, sisanya diemisikan.

    Semakin terang benda (berwarna keputih-putihan) maka semakin sedikit radiasi yang diserap dan semakin banyak radiasi yang diemisikan, demikian sebaliknya. Semakin gelap benda maka semakin banyak radiasi yang diserap dan semakin sedikit radiasi yang diemisikan.

    Perbandingan antara radiasi yang diserap dan diemisikan ini disebut sebagai koefisien absorsi. Pada suhu yang sama, absorsi dan emisi diradiasikan pada jumlah yang sama dalam satu waktu. Jumlah radiasi yang diemesikan dan diserap dalam rentang waktu tertentu selanjutnya disebut sebagai Radiasi Termal.

    Radiasi Benda Hitam

    Radiasi benda hitam difenisikan sebagai bedan yang menyerap semua radiasi yang menerpanya atau dengan kata lain koefisien absorsinya adalah seluruh koefisien absorsi berdasarkan panjang gelombangnya. Radiasi termal dari benda hitam ini selanjutnya disebut sebagai Radiasi Benda Hitam.

    A. Hukum radiasi termal Kirchhoff

    Kirchhoff (1859) melakukan perhitungan mengenai koefisien absorsi benda dengan menggunakan persamaan kesetimbangan Termodinamika. Hasilnya ditemukan bahwa :

    Benda memiliki koefisien absorsi sama pada suhu yang sama untuk semua panjang gelombang dan koefisien tersebut juga berlaku pada benda hita, dengan suhu yang sama pula.

    Pernyataan tersebut selanjutnya disebut sebagai hukum Kirchhoff. Implikasi dari pernyataan ini menunjukkan bahwa benda hitam tidak hanya absorben paling efisien seperti yang disebutkan sebelumnya tapi sekaligus berfungsi sebagai emiter paling efisien. Hukum ini juga tidak menyebutkan bahwa karakteristik dari Radiasi Benda Hitam bergatung dari karakteristik benda itu sendiri sehingga Radiasi Benda Hitam memiliki karakteristik yang sifatnya universal untuk semua benda hitam.

    Ilustrasi Benda Hitam yang mengabsorsi semua absorsi
    Ilustrasi Benda Hitam

    Secara teori, Karakteristik Benda hitam sempurna dapat dilihat dari benda dengan rongga yang terdapat ruangan hitam yang dijaga pada suhu konstant. Terdapat sebuah lubang yang sangat kecil yang menghubungkan bagian dalam dna bagian luar. Lubang kecil pada benda tersebut berperilaku seperti lubang hitam dimana radiasi energi yang masuk melalui celah tersebut akan membuat energi terserap sepenuhnya setelah melalui beberapa kali pemantulan. Karena benda dijaga dalam suhu konstan, maka semua energi yang masuk melalui lubang kecil akan diserap dengan jumlah yang sama banyaknya. Dengan demikian benda ini dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna.

    Tentu saja Benda Hitam yang sempurna tidak pernah bisa dibuat namun sebuah benda bisa dirancang seperti ilustrasi sehingga memiliki sifat yang mendekati benda hitam sempurna seutuhnya. Untuk pengamat di luar rongga akan menemukan semua radiasi yang masuk pada celah tersebut diserap secara seutuhnya oleh benda. Proses menjaga suhu benda tetap konstan akan membuat energi seperti diserap tanpa merubah panjang gelombang yang dipancarkan karena perubahan suhu.

    Jika percobaan ini dilakukan pada suhu rendah, maka emisi energi yang dipancarkan akan lebih panjang dari cahaya tampak. Mari kita simbolkan R sebagai daya emisi total dari benda hitam. R ini tidak lain adalah total daya yang diemesikan untuk setiap satuan luas permukaan dari benda hitam. Stefan (1879) melakukan percobaan dan secara empirik menemukan hubungan antara R terhadap suhu benda hitam (dinyatakan dalam Kelvin) :

    R_{(T)}=\sigma T^4

    Dimana σ adlaah konstatan stefan dengan nilai σ = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4. Boltzman (1884) kemudian mampu menghubungakan persamaan R di atas dengan Termodinamika sehingga hasil ini selanjutnya disebut sebagai Hukum Stefan-Boltzmann.

    Nah sekarang mari kitas masukkan distribusi spektrum dari panjang gelombang untuk Radiasi Benda Hitam sehingga R adalah fungsi dari Panjang Gelombang dan Suhuy R(λ,T). Dengan demikin R(λ,T)dλ adalah daya emisi per satuan luas dari benda hitam pada suhu mutlak yang menghubungkan antara Radiasi pada panjang gelombang λ dan λ+dλ. Dengan demikian maka Daya Emisi Total R(T) untuk semua panjang gelombang tidak lain integral dari R(λ,T)dλ atau:

    R_{(T)}=\int^{∞} _0 R(λ,T)dλ

    Menurut Setfan-Bolztmann nilai R(T) = σT4. Karena R hanya bergantung pada suhu saja maka R(λ,T) adalah sebuah fungsi yang sifatnya Universal dan hal ini juga mengikuti hukum Kirchhoff.

    Meskipun sudah didefenisikan dengan baik oleh Bolztmann tahun 1884, namun pengukuran akurat dari R(λ,T) baru dilakukan pada tahun 1899 oleh Lummer dan Pringsheim. Data pengukuran tersebut disajikan dalam bentuk grafik R(λ,T) terhadap λ untuk beberapa suhu yang berbeda. Hasilnya sebagai Berikut :

    Grafik Radiasi Benda Hitam Berdasarkna panjang Gelombang

    Hukum Pergeseran Wein

    Grafik di atas menunjukkan emisi terhadap spektrum panjang gelombang dari radiasi benda hitam untuk beberapa titik suhu. Dari grafik dapat disimpulkan bahwa (1) Emisi energi dari benda hitam semakin meningkat seiring dengan bertambahnya panjang gelombang; dan (2) meningkat seiring dengan bertambah suhu (T). Hanya saja ada titik balik dimana nilai emisi kembali turun setelah mencapai panjang gelombang tertentu. Panjang Gelombang dengan nilai Emisi maksimal ini di sebut sebagai λmax.

    Jika kita menggambar garis yang tegak lurus terhadap panjang gelombang seperti garis putus-putus berwarna biru di bawah

    Ilustrasi Grafik Hukum Pergeseran Wein

    Gambar garis putus-putus tersebut ternyata menunjukkan jika λmax dari masing-masing bergusur dengan hubungan berbanding terbalik. Semakin rendah suhu maka nilai λmax akan bergeser ke aras semakin panjang. Pergeseran ini ternyata memiliki pola konstan dengan hubungan :

    λ_{max}T=b

    dimana b adalah nilai konstan. Pergeseran titik ini disebut sebagai hukum pergeresan Wein dengan konstanta Pergeseran Wien (b) adalah 2,898 x 103 mK.

    Dari fenomena yang telah dijelaskan di atas terlihat bahwa lubang kecil hitam yang ada di luar gua (Cavity) membuat pemanasan di daerah bagian dalam menjadi seragam. Lobang ini juga nantinya akan mengemisikan radiasi benda hitam. Begitu radiasi yang terjadi di bagian dalam gua.

    Kirchhoff menggunakan Hukum Termodinamika II untuk membutikan bahwa flux radiasi di dalam gua akan sama untuk semua arah. Dengan demikian radiasi ini bersifat Isotrop. Ridiasi Benda Hitam yang dipancarakan di dalam gua akan selalu sama pada suhu yang sama meskipun bentuk guanya berbeda, selama masih memiliki karakterisik benda hitam.

    Dengan demikian flux radiasi dapat dinyatakan dengan besaran ρ(λ, T). ρ disebut sebagai fungsi distribusi spektrum atau rapat energi monokromatik. Dengan demikian turunan ρ terhadap dλ adalah rapat energi persatuan volume dengan interval panjang gelombang (λ, λ+dλ) pada masing-masing suhu.

    Secara matematis besar nilai dari ρ(λ, T) akan proposional dengan R(λ,T). Keduanya dihubungan dengan konstanta 4/c dimana c adalah kecepatan cahaya

    ρ_{(λ, T)}= \frac{4}{c}R_{(λ,T)}

    Dengan menggunakan persamaan Termodinamika maka didapatkan persamaan Wein :

    ρ_{(λ, T)} =λ^{-5}f_{(λ,T)}

    Dimana f(λ,T) adalah fungsi tunggal dari variable λT. Hanya saja f(λ,T) tidak bisa dibuktikan dengan persamaan Termodinamika.

    Kesimpulan

    Semua objek yang ada di alam semesta ini dengan suhu lebih besar dari 0 K akan mengemisikan energi dalam bentuk Gelombang Elektromagnetik. Benda hitam didefenisikan sebagai Benda teoretical yang menyerap semua radiasi yang menerpa dirinya. Benda hitam sempurna tidak bisa dipetuman dan ini hanya objek hipotetik yang secara sempurna menyerap dan mengemisikan radiasi untuk semua panjang gelombang.

    Karakteristik dari Radiasi Benda Hitam dapat dideskripsikan dengan bebera hukum yakni

    1. Hukum Pergeseran Wein

    Hukum Pergeseeran Wein menyatakan bahwa frekuensi dari emisi puncak (fmax) bertambah secara linier dengan suhu mutlaknya.

    f_{max} ∼T

    2. Hukum Steafnus Boltzman

    Total Radiasi Energi yang diemesikan oleh sebuah benda sebanding dengan suhu mutlakn berpangkat 4.

    E ∼ T^4
  • Apa Itu Fisika Kuantum?

    Apa Itu Fisika Kuantum?

    AhmadDahlan.NET – Fisika Kuantum adalah studi tentang hubungan antara materi dan energi pada level partikel. Energi dikaji dalam bentuk paket-paket energi kecil (quanta) yang sifatnya diskrit. Tujuannya untuk mengungkap karakteristik dan perilaku dari partikel-partikel yang ada di alam yang tidak dapat dikaji dengan hukum-hukum pada fisika klasik.

    Meskipun eksperimen-eksperimen fisika kuantum dilakukan untuk mempelajari objek-objek dengan ukuran yang sangat kecil seperti elektron dan foton namun fenomena kuantum sebenarnya selalu ada di sekitar kita bahkan dengan ukuran yang lebih besar dari elektron dan foton. Hanya saja lebih sulit untuk mendeteksi fenomena kuantum secara pasti pada objek-objek yang lebih besar.

    Penemuan-Penemuan mengenai hukum dan teori muantum, saat ini sudah diterapkan dalam banyak bidang ilmu seperti kimia, biologi sampai astronomi. Fisika Kuantum berangkat dari kajian-kajian partikel elementer yang skala lebih kecil dari nano sampai ke langit yang maha besar. Kuantum mengantar kita pada teori-teori yang membahas asal-usul alam semesta, ruang, waktu, materi, benda gelap, energi dan energi gelap.

    Tidak hanya pada tataran teori, implikasi dari hukum dan teori-teori kuantum sudah diaplikasikan dalam banyak teknologi yang digunakan oleh manusia seperti televisi warna, kamera, laser, transistor dan upaya dalam pengembangan kuantum komputer. Penelitian tentang kuantum belakangan ini banyak berpusat pada gravitasi dan hubungan terhadap ruang dan waktu, sebagaimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada lubang hitam sampai pada teori singularitas ruang dan waktu di daerah lubang cacing, di mana ruang tiga dimensi tidak lagi kokoh bahkan eksis dan waktu mungkin saja tidak berjalan sebagaimana yang kita amati saat ini.

    Kelahiran Fisika Kuantum

    Fisika Kuantum lahir di akhir tahun 1800-an sampai awal-awal tahun 1900-an. Tidak ada hal khusus yang menandai kelahiran fisika kuantum karena penelitian-penelitian fisika pada akhir abad 19 masih banyak dipengaruhi oleh Hukum-Hukum Newton dan Persamaan Gelombang Maxwell. Pada intinya, Kuantum lahir untuk menjawab banyak pengamatan mengenai partikel-partikel kecil seperti atom, elektron, atau foton yang tidak bisa dijawab dengan hukum-hukum Newton dan Maxwell.

    Diantara banyak penemuan yang menyimpang dari hukum Newton dan Maxwell, penemuan tentang energi bisa dipandang tidak dalam bentuk kontinue membuat hubungan antara massa dan energi semakin jelas. Energi yang dulu dianggap kontinu, dalam fisika kuantum dipandang bisa berpindah dalam bentuk paket-paket energi yang diskrit yang selanjutnya disebut sebagai Quanta. Setiap energi memiliki quanta-quanta mereka sendiri.

    Cahaya misalnya, Paket-paket energi dari cahaya dengan frekuensi tetap memiliki quanta yang disebut Foton. Setiap foton pada frekuensi yang sama akan memiliki jumlah energi yang sama pula. Energi dari foton ini tidak bisa lagi dipecah ke paket energi yang lebih kecil. Quanta sendiri diadopsi dari bahasa latin yakni Quantum yang secara harfiah berarti “Seberapa banyak”.

    Fisika Kuantum mengubah interpretasi kita terhadap model konseptual dari atom seperti yang diajukan Rutherford dimana atom terdiri dari Inti yang dikelilingi oleh elektron. Rutherford sendiri mengajukan model gaya-gaya Newton yang bertanggung jawab menjaga elektron tetap berada pada orbitnya sebagaimana planet mengitari tata surya dan satelit yang mengitari planet.

    Dalam dunia kuantum, Elektron dianggap mengitari inti dalam orbit-orbit dengan tingkatan energi tertentu. Posisi elektron ini tidak bisa diketahui secara pasti, namun pemodelan matematis dapat menentukan posisi tersebut. Hanya saja, posisi elektron mengitari inti dalam bentuk kemungkinan (probabilitas) dan tidak menunutup kemungkinan sebuah elektron dapat ditemukan di dua orbit yang berbeda dalam waktu bersamaan.

    Elektron mengorbit tidaklah analog dengan gaya gravitasi Newton tapi menempati orbit-orbit dengan tingkat energi tertentu. Untuk berpidanh dari satu tingkat orbit, elektron membutuhkan energi sejumlah tingkat energi pada orbit berikutnya dan begitu sebaliknya namun elektron tidak bisa berada diantara kedua tingkat energi tersebut. Dengan kata lain, tingkat energi ini bukanlah hal yang bersifat kontinu.

    Ilustrasi Efek Fotolistrik Cahaya Sebagai Partikel

    Konsep Lahirnya Kuantum

    Ada beberapa hal yang membuat Fisika Kuantum terpaksa lahir dan mengakhiri superioritas dari Hukum Newton dan Persamaan Maxwell dalam membahas fenomena fisika seperti :

    • Dualisme Partikel – Teori ini diawali oleh kesimpulan Einstein setelah melakukan percobaan ulang foto listrik Frank Herzt. Einstein berkesimpulan bahwa momentumlah yang membuat elektron terlecut pada logam cesium ketika di terpa cahaya dengan frekuensi tertentu sehingga Intensitas bukan satu-satunya faktor yang menentukan banyak elektron yang terlecut. Dengan demikian Cahaya dianggap bisa berperilaku sebagai gelombang dan partikel secara terpisah. Hal ini tergantung dari bagaiman Cahaya ditinjau dan di ukur. Sama halnya Cahaya, Partikel dengan syarat tertentu juga dapat ditinjau sebagai Partikel dan Gelombang
    • Superposisi – Prinsip superposisi yang dianalisi melalui fisika statistik yang memungkinkan sebuah objek dapat ditinjau dari banyak bentuk, (gelombang, massa, energi dan sebagai) dalam waktu yang bersamaan
    • Prinsip Ketidakpastian – Prinsip ini adalah konsep matematikan yang memperbolehkan pertukuran kerangka acuan yang digunakan fisika untuk menjelaskan posisi dan kecepatan sebuah benda. Kecepatan dan posisi sebuah benda tidak dapat diketahui dengan tepat secara bersamaan. Milsakan saja kita mengukur posisi elektron secara tepat maka kita tidak akan bisa mengukur kecepatannya secara tepat dan begitu pula sebaliknya.
    • Keterikatan – Konsep ini menjelaskan tentang hubungan antara dua buah objek atau lebih sehingga daapat dianggap sebagai sebuah sistem, sekalipun ke dua objek berjauh. Keadaan fisis dari sebuah objek dalam sebuah sistem tidak bisa sepenuhnya dijelaskan tanpa adanya informasi dari keadaan objek lain. Dengan demikian pada saat kita mempelajari informasi sebuah objek secara otomatis kita akan mendapatkan informasi tentang objek lain dan sebaliknya.

    Matematika dan Sifat Probabilistik Objek-Objek Kuantum

    Banyaknya objek dan konsep fisika kuantum yang sangat sulit untuk divisualisasikan maka matematika dan teorema probabilistik sangat berperan dalam mengkaji fenomena-fenomena tersebut. Persamaan dan Pemodelan matematis sangat bermanfaat untuk menggambar dan memprediksikan objek-objek dalam fisika Kuantum. Hal ini karena visaulisasi dari objek kuantum sulit untuk diimajanasikan.

    Mungkin saja kita bisa dengan mudah membayangkan ruang 3 dimensi dimana setiap sumbu xyz atau koordinat bola dengan sumbu r, θ dan φ namun bagaimana menvisualisasikan fenomena singularitas ruang dan waktu atau sifat dari diskrit dari cahaya.

    Pemodelan matematika juga di butuhkan dalam menjelaskan sifat probabilistik dari fenomena kuantum seperti posisi elektron yang tidak bisa di tentukan secara pasti. Pemodalan ini membantu kita menggambarkan kebolehjadian elektron berada dalam satu orbital.

    Karena sifat probalitias ini, objek-objek kuantum lebih sering digambarkan dalam “fungsi gelombang” yang diperkenalkan melalui persamaan Schrödinger. Sebagai catatan, kita bsia dengan mudah mencirikan gelombang air melalui dia titik dari ketinggian rupa gelombang air dan gelombang suara dari tekanan dan regangan pada molekul udara di sekitar sumber suara, namun objek kuantum tidak demikian.

    Fungsi Gelombang tidak menunjukkan properti fisik dari objek sebagaimana dua gelombang di atas. Solusi dari fungsi gelombang memberikan kebolehjadian seorang pengamat menemukan objek pada suatu lokasi tertentu. Hal ini juga membuat objek kuantum boleh jadi ditemukan sekaligus di banyak tempat melalui prinsip superposisi.