Tag: Optik

  • Membuat Desain Teropong Bintang Refraktor

    Membuat Desain Teropong Bintang Refraktor

    AhmadDahlan.NET – Teropong bintang pertama dikembangkan oleh Galilei Galileo dengan menggunakan dua buah lensa. Lensa objektif yang berbentuk lensa Cembung (konveks) yang digunakan untuk membuat bayangan fokus di belakang lensa dengan sifat diperkecil. Sebelum akhirnya garis-garis sinar dari bayangan singular di titip fokus, sebuah lensa cembung (konkaf) diletakkan di depan titik fokus lensa cembung agar bayangan yang ditangkap oleh mata dapat terlihat.

    Bagan dari teropong bintang Galileo seperti berikut ini :

    Bagan teropong dan teleskop bintang Galileo

    Bagan di atas digunakan untuk menunjukkan bahwa cahaya yang masuk pada lensa yang ketebalannya dapat diabaikan atau lensa tipis. Namun pada kenyataannya tidak ada lensa yang benar-benar tipis.

    Membuat teropong berukuran besar dengan menggunakan alat optik dari lensa jauh lebih sulit dari sekedar bagan di atas. Hal ini disebabkan oleh ketebalan lensa yang semakin besar siring dengan bertambahnya focal point dari lensa. Padahal kita membutuhkan pembiasan minimal yang terjadi di dalam lensa untuk menghindari cacat produksi bayangan yang terbentuk setelah cahaya melalui lensa.

    Ketebalan lensa akan menghasilkan pembiasan yang besar di dalam lensa. Dampaknya akan terbentuk Aberasi yang membuat bayangan yang terbentuk tidak fokus (blur). Blur ini disebabkan oleh pembiasan cahaya yang juga ikut mengurai cahaya polikormatik menjadi monocromatik. Bayangan seperti warna pelangi akan terbentuk disekitar objek sehingga objek sulit untuk diamati.

    Selain itu, ketebalan lensa juga dapat membuat penyerapan cahaya di dalam lensa semakin besar. Cahaya yang diteruskan jumlahnya jauh lebih sedikit sehingga akan menyulitkan proses pengamatan pada bintang-bintang yang intensitas cahayanya rendah. Sinar dari bintang-bintang Redup ini tidak akan cukup kuta untuk menembuh ketebalan lensa.

    Faktor lain yang membuat lensa menjadi tidak efisien digunakan sebagai alat bantu pada objektif pada teropong adalah ukuran massanya. Karena terbuat dari kaca maka bobot dari lensa dengan ukuran besar akan menyulitkan penggunaan teropong. Terutama untuk mengamati benda-benda langit dengan gerakan yang relatif cepat dari bumi.

    Faktor-faktor tersebut mendorong mencari instrumen lain yang memiliki prinsip kerja analog dengan lensa namun bisa menutupi kekurangan dari lensa. Solusi yang dipilih adalah cermin cekung. Cermin cekung memiliki karakteristik mengumpulkan cahaya pada satu titik fokus. Karakteristik ini mirip dengan lensa cembung sebagai lensa konfeks.

    Sir Isaac Newton (1879) adalah orang yang pertama yang menyusun lensa dengan instrumen cermin cekung sebagai objektif dari lensa. Pada awalnya Newton membuat Teropong dengan diameter tabung sebesar 100 cm dengan panjang focal point lensa sekitar 18 meter.

    Cermin relatif lebih efektif dibandingkan dengan lensa, dimana proses pemantulan akan terjadi di permukaan cermin yang membuat cermin tidak mengalami pembiasan yang tidak perlu di bagian dalam optik sebagaimana yang terjadi pada lensa. Dengan demikian Kromatik Aberasi tidak akan ditemukan.

    Teropong dengan objektif dari cermin ini disebut sebagai Teleskop Refraktor. Prinsipnya sama, yakni cahaya yang berasal dari jarak tak terhingga dipantulkan menuju titik fokus di depan cermin. Hanya saja hal ini membuat sulit dilakukan pengamatan mengingat cahaya dan arah jatunya bayangan berada pada ruang yang sama.

    Sebuah lensa datar dengan indeks bias besar ditempatkan di daerah fokus digunakan untuk memantulkan cahay ke sisi teropong. Hal ini membuat pengamatan jadi bisa dilakukan. Bagan dari teropong refraktor Newton ini ditunjukkan pada gambar di bawah !

    Bagan Pembuatan lensa pada teropong bintang reflection

    Teropong Refraktor Newton membuat desain dari teropong Galilei Galeleo banyak ditinggalkan. Di Indonesia sendiri, teropong paling besar yang ada di Observatorium Bosscha, Bandung, menggunakan prinsip pemantulan pada Objektifnya. Dimensi dari teropong paling besar di Bosscha memiliki diameter sekitar 60 cm dengan panjang focal point dari Objektifnya sebesar 11 meter.

    Teropong BIntang Boscaa di Bandung

    Ukuran yang sangat besar ini membuat Teropong baru bisa digerakkan dengan bantuan mesin untuk mengamati benda-benda langit yang bergerak. Pengamatannya pun sudah dilakukan dengan bantuan Komputer sehingga kita tidak perlu lagi mengamati melalui bidang intip dari Teropong.

    Uji Pemahaman.

    1. Jelaskan penyebab lensa cembung tidak efektif digunakan sebagai lensa objektif dari teropong bintang!
    2. Jelaskan penyebab lensa cembung tidak efisiens digunakan sebagai lensa objektif dari teropong bintang!
    3. Jika lensa cembung tidak efektif digunakan sebagai lensa objektif pada teropong bintang, mengapa teropong bumi masih menggunakan lensa cembung sebagai lensa objektif?

    Konsep

    1. Jika sebuah lensa okuler yang digunakan untuk mengamati bintang pada teropong Boscha memiliki focal point sebesar 2,5 cm. Berapakah kekuatan teropong tersebut?
  • Prinsip Kerja Teropong Bintang dan Analisis Pembentukan Bayangan

    Prinsip Kerja Teropong Bintang dan Analisis Pembentukan Bayangan

    Ahmaddahlan.NET – Teropong atau telescope adalah instrument yang memanfatkan konsep optik pada lensa untuk mengamati benda-benda yang jaraknya jauh. Bayangan yang terbentuk pada lensa menggunakan teropong akan “lebih besar” dibandingkan bayangan yang terbentuk jika hanya menggunakan mata telanjang.

    Galilei Galileo adalah orang yang pertama tercatat dalam sejarah menyusun teleskop dengan dua buah lensa yang digunakan untuk mengamati benda-benda langit pada tahun 1600-an. Teleskop tersebut kemudian membantu Galileo menemukan Bulan dari Planet Jupiter, Danau dan Gunung yang ada di Bulan, dan Bintik Matahari.

    A. Struktur Teleskop

    Teleskop terbagi atas ada dua jenis yakni teropong bintang yang digunakan melihat benda-benda jauh di langit dengan asumsi jarak tidak terhingga dan teropong bumi yang digunakan untuk melihat benda yang ada di bumi saja dengan asumsi jarak bayangan terhingga.

    1. Teropong Galileo

    Galileo membuat teropong bintang dengan menggabungkan dua buah lensa yakni lensa konveks di bagian objektif dan lensa konkaf di bagian celah mengintip. Tujuan dari lensa Konveks adalah memperbesar bayangan didapatkan oleh mata namun bayangan fokus yang terbentuk pada lensa konveks dari objek dengan jarak tak terhingga dengan focal point pendek akan selalu terbalik seperti ilustrasi berikut :

    Ilustrasi pembentukan bayangan pada lensa konveks

    Pada penggunaan lensa tunggal, bayangan dari lensa konveks yang dibentuk sifatnya diperkecil dan terbalik. Agar bayangan ini dapat ditangkap mata dengan ukuran besar maka galielo menempatkan lensa Konkave sebagai lensa okuler. Bagan pemebentukan bayangan pada teropong Galileo sebagai berikut :

    Rancangan Teropong Galileo dengan gabungan lensa koncave dan konveks

    Lensa Konkave diletakkan sebelum jatuh pada titik fokus agar sinar datang tidak terbalik sebelum sampai di mata. Dari ilustrasi di atas juga dapat dilihat jika bayangan yang terbentuk diperbesar dengan posisi yang sudah dekat dengan mata pengamat.

    2. Teropong Bintang

    Teropong bintang modern adalah teropong yang dikembangakn dari teropong galileo yang fungsinya digunakan untuk mengamati benda-benda jauh. Umumnya dirancang dengan dua buah lensa positif (konkave) yakni (1) lensa objektif yang fungsinya membentuk bayangan menjadi lebih dekat, kemudian lensa okuler (eyepiece) fungsinya membuat bayangan yang dibentuk lensa objektif menjadi lebih besar.

    Lensa Objektif dan Okuler yang ada pada teropong bintang

    Panjang teropong ini tidak boleh lebih dari totla panjang focal point dari lensa objektif dan dan lensa okuler agar bayangan yang terbentuk masih jatuh tepat di daerah fokus mata. Perbesaran bayangan yang didapatkan adalah :

    m=-\frac{f_o}{f_e}

    Pada teropong bintang, posisi objek terletak sangat jauh dibandingkan dengan panjang focal point dari lensa objektif yang jika dikomprasikan posisi-nya berasal dari jarak yang tak terhingga. Pada kondisi ini sinar-sinar dari objek akan jatuh tepat di titik fokus lensa objektif dengan demikian jarak bayangan dari okuler sama dengan focal point lensa.

    d_i^{obj}=f^{obj}

    Sifat bayangan yang terbentuk akan diperkecil. Bayangan yang terbentuk ini akan terlihat jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan mata telanjang.

    Perbesaran bayangan yang terjadi pada teleskop besaran dari perbesara sudut jatuh bayangan yakni θi berbanding dengan θo. Perbesaran bayangan adalah :

    M = \frac{θ_i}{θ_o}

    B. Analisis Pembentukan Bayangan Pada Teleskop

    Untuk memudahkan proses analisis mari kita balik pembentukan bayangan pada teleskop agar arahnya ke ats seperti gambar berikut :

    Analisis Pembentukan bayangan pada lensa objektif

    Pada teropong bintang, benda yang diamati berada pada lokasi yang sangat jauh sehingga bisa dinggap sinar datang berasal dari garis-garis pararel. Sinar ini kemudian difokuskan pada titik fokus lensa objektif. Lensa okuler diaur memiliki titik fokus tepat jatuh titik fokus lensa objektif dengan demikian bisa disimpulkan bahwa jarak antar lensa adalah totoal titik fokus masing-masing lensa.

    d = f_{ob}+f_{ok}

    Karena posisi dari objek yang sanga jauh maka kita asumsikan bahwa θo dan θi adalah sudut yang sangat kecil sehingga nilai tan θθ. jika bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif memiliki tinggi h, maka

    θ_o ≈ \tan θ_o = \frac{h}{f_{ob}}

    demikian pula di lensa okuler

    θ_i ≈ \tan θ_i = \frac{-h}{f_{ok}}

    tanda negatif (-h) pada lensa okuler karena bayangan yang terbentuk terbalik dari sumber di fob. Masukkan dua persamaan di atas ke dalam persamaan perbesaran bayangan :

    M = -\frac{h_i}{h_o}=-\frac{-h_i}{f_{ok}}.\frac{f_{ob}}{h_i}

    maka perbesaran bayangan adalah :

    M = \frac{f_{ob}}{f_{ok}}

    Persamaan ini menunjukkan jika perbesaran bayangan yang dapat dibentuk oleh teropong hanya dipengaruhi oleh fokal point dari lensa objektif dna lensa okulernya.

    Pada umumnya teropong yang dijual memiliki focal lensa okuler 2,5 cm atu 1,25 cm untuk lensa objektif dengan ukuran fokal point 1 m, sehingga perbesaran dihasilkan adalah 40 dan 80 kali. Perbesaran ini sebenarnya bukanlah ukuran dari ojek tapi membuat jarak dari objek tersebut lebih depat 40 sampai 80 kali. Ukuran bayangannya tetap saja diperkecil.

    Soal Latihan

    1. Sebuah teropong bintang disusun dari lensa objektif dengan ukuran titik fokus 2 meter dan titik fokus lensa okuler sebesar 2,5 cm., Panjang minimum dan perbesaran teropong adalah …
    2. Teropong bintang pada umumnya dirancang dengan lensa okuler memiliki titik fokus 2,5 cm dan 1,25 cm. Apa yang terjadi jika titik fokus ini dibuat lebih panjang dan lebih pendek dari dua besaran tersebut? Berikan penjelasan anda
  • Pembiasan Pada Lensa Tipis dan Analisis Rumus Pembentukan Bayangan

    Pembiasan Pada Lensa Tipis dan Analisis Rumus Pembentukan Bayangan

    AhmadDahlan.NET – Pembiasan pada lensa tipis adalah bidang kajian optik geometri yang membahas mengenaik jalur sinar yang melewati sebuah lensa dengan ketebalan yang dapat diabaikan. Jalur sinar ini dijadikan acuan untuk memprediksikan pembentukan bayangan yang disebabkan oleh pembiasan lensa tipis.

    Tujuan Pembelajaran

    1. Memahami konsep lensa tipis
    2. Mendeskripsikan Karakteristik Pembiasan Cahaya Pada Lensa Tipis
    3. Menformulasikan persamaan Pembentukan Bayangan Pada Lensa Tipis

    Kata Kunci

    Focal Point : Titik Fokus yang merupakan titik acuan dalam pembaisan pada lensa. Jarak titik fokus ini adalah 1/2 dari jari-jari kelengkungan lensa.

    Lensa Tipis : Lensa tipis adalah lensa yang ketebalannnya dapat sangat tipis sehingga pembiasan dan lensa aberasi di dalam lensa dapat diabaikan

    A. Lensa Tipis

    Lensa adalah alat optik yang memiliki peran penting dalam perkembangan sains dan perlatan manusia. Perkembangan penggunaan lensa sebagai alat bantu manusia dilakukan sekitar abad 16 dan abad 17, meskipun pada Kacamata sudah dikenakan oleh manusia pada abad 3.

    Saat ini lensa ditemukan dibanyak instrumen dan alat bantu manusia seperti teropong, microskop, lensa kamera, proyektor, lup, perlatan kedokteran dan lain sebagainya. Prinsip utama yang digunakan dari alat-alat tersebut adalah kemampuan membuat objek terlihat lebih besar dan objek yang jauh lebih dekat. Prinsip ini bisa ditemukan dengan menggunakan lensa lengkung. Lensa lengkung adalah lensa yang memiliki salah satau atau dua sisinya melengkung.

    Jenis Jenis lensa Cembung dan Cekung

    Pada saat cahaya menerpa bidang batas lensa dan udara maka akan terjadi pembiasaan. Pembiasan pada lensa lengkung baik itu cekung dan cembung berlaku hukum Snellius tentang pembiasan yakni :

    ni sin θi = nr sin θr

    Proses pembiasannya bisa dilukiskan pada ilustrasi berikut ini !

    Proses Pembiasan pada lensa datar dan lensa cembung
    Ilustrasi Pembiasan Pada Kaca Datar dan Lensa

    Jika cahaya keluar dari lensa maka akan terjadi pembiasan lagi. Pembiasaan akhir dari proses ini dipengaruhi oleh ketebalan lensa.

    Dalam upaya memahami prinsip kerja dari lensa maka disusun lensa dengan ketebalan sangat kecil. Halini berdampak pada pembiasaan cahaya di dalam lensa dapat diabaikan sehingga pembiasaan yang diamati hanya pada pembiasan pertama. Jika dihubungkan pada gambar di atas maka kita hanya fokus pada θi dan θr saja, sedangkan θ’i dan θ’r diabaikan saja karena nilai terlalu kecil.

    Lensa Lengkung

    Lensa lengkung memiliki bentuk yang analog dengan cermin lengkung yakni memiliki kelengkungan yang bentuknya bulat sempurna namun dipotong. Karakteristik dari lensa lengkung ini ditentukan oleh jari-jari kelengkungan dan ketebalan lensa, karakteristik ini disebut titik fokus focal point. Tidak seperti cermin, titik fokus (f) pada lensa tidaklah 1/2 jari-jarinya namun pada pembahasan lensa tipis, karena arah pembiasan di dalam lensa dapat diabaikan maka

    f=\frac{1}{2}R

    Nilai f ini memiliki kebalikan dari cermin dimana lensa cekung memiliki f negatif dan lensa cembung memiliki f positif.

    B. Sinar-Sinar Istimewa Pada Lensa Tipis

    Pembahasan utama pada lensa tipis adalah proses pembentukan bayangan yang terjadi setelah cahaya melalui lensa tersebut. Agar memudahkan pemodelan pembentukan bayangan dilakukan dengan bantuan sinar-sinar istimewa yakni :

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama
    2. Sinar datang yang berasal dari titik fokus
    3. Sinar datang menuju pusat lensa

    1. Lensa Cembung

    Lensa cembung adalah lensa yang jari-jari kelengkungan berada di belakang arah datang cahaya. Proses pembentukan Bayangan terjadi melalui 3 sinar istimewa yakni

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dibiaskan menunju titik fokus
    2. Sinar datang yang berasal dari titik f dibiaskan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar datang menuju pusat lensa tidak dibiakan.

    Ilustrasinya seperti pada gambar berikut :

    Sinar Sinar Istimewa Pada Lensa Cembung

    Bayangan dapat terbentuk pada titik di mana tigas garis ini berpotongan, namun untuk melukiskan bayangan biiasanya kita hanya butuh dua sinar istimewa saja.

    Persamaan Lensa Cembung

    Untuk mendapatkan persamaan pada lensa cembung kita sederhana gambar diatas dengan dua buah sinar :

    Cara Membuktikan Rumus dan Persamaan Pada Lensa Cekung

    Perhatikan gambar di atas, kita memiliki dua perbandingan segitiga yang bisa digunakan untuk menghitung persamaan pada lensa cembung. Segitiga yang pertama adalah AfB sebangun dengan ifi’. sehingga

    \frac{h_o}{f}=\frac{h_i}{s_i-f}

    atau

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i-f}{f}

    Selanjutnya adalah adalah segitiga Ai’D sebangun dengan O’AO, dengan demikian

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i}{s_o}

    Masukkan persamaan awal ke persamaan ini,

    \frac{s_i-f}{f}=\frac{s_i}{s_o}
    \frac{s_i}{f}-1=\frac{s_i}{s_o}

    atau

    \frac{s_i}{f}=\frac{s_i}{s_o}+1

    bagi kedua ruas dengan si, maka

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s_o}+\frac{1}{s_i}

    dimana

    f : titik fokus (m)
    so : jarak objek ke lensa
    si : jarak bayangan ke lensa

    2. Lensa Cekung

    Lensa cekung adalah lensa yang kelengkungan mengarah berlawan arah dengan arah datang cahaya. Jari-jarinya bernilai bernilai negatif dengan tiga buah sinar istimewa yakni

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dibisakan seolah-olah berasal dari titik fokus
    2. Sinar datang mengarah ke titik fokus semu di belakang lensa dibiaskan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar datang yang menuju titik pusat akan diteruskan tanpa dibiaskan.

    Ilustrasi sinar-sinar istimewa sebagai berikut :

    Sinar sinar istimewa pada lensa cekung

    Proses pembentukan bayangan bisa dilakukan dengan perpotongan minimal dua sinar istimewa.

    Persamaan Lensa Cekung

    Proses penurunan formulasi persamaan lensa cekung bisa dilakukan dengan bantuan pembentukan bayangan berikut :

    Proses Penurunan Rumus Lensa Cekung dengan Segitiga Geometri

    Proses analisis persamaan dapat dilakukan dengan 2 perbadingan segitiga sebangun. Mulai dari segitiga CfO sebangun dengan DfE, dengan demikian

    \frac{h_i}{f-s_i}=\frac{h_o}{f}

    atau

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{f-s_i}{f}

    kemdua perbandingan segitiga DOE sebangun dengan BOA.

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i}{s_o}

    Persamaan ini juga bias adisebut sebagai rumus perbesaran bayangan baik di lensa cekung dan cembung. Selanjutnya adalah memasukkan persamaan ini ke persamaan di atas :

    \frac{s_i}{s_o}=\frac{f-s_i}{f}
    \frac{s_i}{s_o}=1-\frac{s_i}{f}

    maka

    -\frac{s_i}{f} =\frac{s_i}{s_o}-1

    masing-masing dibagi dengan si, maka hasilnya

    -\frac{1}{f} =\frac{1}{s_o}-\frac{1}{s_i}

    Perhatikan persamaan ini memiliki f dan si yang bernilai negatif. Hal ini menunjukkan jika jara tersebut berlawanan arah dengan sinar datang di sifatnta f negatif adalah divergen, sedangkan pada lensa cekung yang nila f positif disebut konvergen.

    Soal Latihan :

    1. Sebuah objek terletak 1 meter di depan sebauh lensa dengan panjang fokus sebesar 50 mm. Jika tinggi daun adalah 7,6 cm maka
      1. dimanakah layar harus diletakkan agar bayangan daun dapat tertangkap oleh layar?
      2. berpakah tinggi bayangan yang tertebntuk?
    2. Dua buah lensa konvergen diletakkan terpisah sejauh 80 cm satau sama lain. Kedua lensa tersebut memiliki fokus f1 = 20 cm dan f2 = 25 cm. Jika sebuah benda diletakkan di depan lensa pertama sejauh 60 cm, tentukan :
      1. Posisi bayangan
      2. Ukuran bayangan yang terbentuk
  • Pembiasan Cahaya dan Indeks Bias

    Pembiasan Cahaya dan Indeks Bias

    AhmadDahlan.NET – Pembiasan cahaya adalah proses perubahan arah laju cahaya ketika melawati medium dengan kerapatan yang berbeda dari sumber cahaya. Perubahan arah laju ini membuat cahaya seolah-olah berbelok dari arah asalnya sehingga disebut sebagai pembelokan cahaya

    Peristiwa dapat dengan jelas dilihat dalam kehidupan sehari-hari saat kita melihat sedotan yang berada dalam gelas being berisi air.

    Fenoeman PEmbiasan Cahaya karena PErebdaan Indeks bias air dan udara di sedotan gelas
    Gambar 1. Jus seolah-olah bengkok di dalam gelas

    Bentuk sedotan terlihat tidak lurus pada bagian gelas yang berisi air yang kerapatan lebih tinggi dari udara. Hal ini disebabkan oleh perubahan kecepatan cahaya saat melalui dua medium yang berbeda kerapatannya. Kerapatan medium ini membuat cahaya akan melaju lebih lambat oleh karena pembelokan cahaya akan terjadi tepat di bidang batas dua medium tersebut.

    Ilustrasi Pembiasan Cahaya pada Dua Medium yang berbeda
    Gambar 2. Ilustrasi Pembiasan

    Pada saat cahaya berasal dari medium dari kurang rapat ke lebih rapat maka sinar akan dibelokkan mendekati sudut normal seperti yang terjadi cahaya yang berasal dari udara kemudian menembus air.

    A. Indeks Bias (n)

    Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, besarnya perubahan arah cahaya ini tergantung dari dua variabel yakni :

    1. Perubahan Kecepatan cahaya
    2. Sudut jatuh cahaya (sudut datang)
    n = \frac{c}{v_n}

    Kecepatan cahaya pada ruang hampa adalah c = 2,99792458 x 108 m/s namun dalam optik geometri biasanya digunakan nilai c = 3,00 x 108 m/s. Faktor yang mempengaruhi pembiasan cahaya ini kemudian disebut sebagai indeks bias (n). Karena hanya terjadi pada saat cahaya melalui dua medium yang berbeda maka indeks bias cahaya tidak melekat satu medium namun terhadap dua medium.

    Indeks bias yang dimasukkan dalam nilai tabel biasanya dibandingkan dengan indeks bias di ruang hampa seperti pada daftar tabel berikut :

    Materialn = c/vn
    Ruang hampa1
    Udara (STP)1,0003
    Air1,33
    Etil Alkohol1,36
    Kaca Kuarsa1,46
    Kaca Korona1,52
    Berlian2,42

    B. Hukum Snellius tentang Pembiasan

    Pada saat cahaya melewati dua bidang yang tembus pandang, maka cahaya kecepatan cahaya akan berkurang. Jika arah jatuhnya cahaya tidak tegak lurus terhadap bidang maka, cahaya mengelami pembelokan arah tepat di permukaan antara dua bidang tersebut. Pembelokan cahaya mengikuti hukum Snelius tentang pembiasan yakni

    Sudut Bias bergantung pada sudut datang dan kecepatan cahaya. Nilai antara indek bias dikali dengan sin θ akan sama di kedua medium.

    Formulasi matematis hukum ini adalah :

    n_1 \sin θ_1=n_2 \sin θ_2

    Dari persamaan di atas bisa disimpulkan jika n2 > n1 maka θ2 < θ1, dengan demikian implikasinya, jika sinar datang dari medium yang lebih rapat maka sinar datang akan dibiaskan mendekati garis normal dan begitu pula sebaliknya.

    Bentuk Lain Formulasi Hukum Snelius

    Jika nilai n adalah c/vn, maka hukum Snellius dapat ditulis :

    \frac{c}{v_1}\sin θ_1 = \frac{c}{v_2}\sin θ_2

    atau

    \frac{\sin θ_1 }{v_1}= \frac{\sin θ_2}{v_2}

    kecepatan cahaya (v) tidak lain λf, maka persaman ini dapat ditulis lagi dalam bentuk

    \frac{\sin θ_1 }{λ_1f_1}= \frac{\sin θ_2}{λ_2f_2}

    karena frekuensi cahaya yang masuk pada medium tidak berubah, maka f1 = f2, sehingga

    \frac{\sin θ_1 }{λ_1}= \frac{\sin θ_2}{λ_2}

    C. Mengapa Kecepatan Cahaya Bisa Berubah?

    Cahaya tampak (Visible Light) yang diamati pada percobaan optik geometri merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat bergerak pada ruang hampa. Pada saat memasuki ruang yang memiliki medium proses propagasi cahaya menjadi berubah yang tadinya hanya bejalan saja di ruang hampa menjadi diserap oleh partikel sebuah medium kemudian diemesikan lagi.

    Meskipun sangat kecil, ada delai yang terjadi antara antara proses penyerapan dan proses emisikan. Semakin banyak / padat medium maka dilai dari proses serap dan emisi ini akan semakin banyak dan akan membuat kecepatannya semakin berkurang.

    Untuk lebih jelas silahkan baca : propagasi gelombang elektromagnetik pada ruang hampa dan medium.

  • Optika Geometri – Hukum Pemantulan Snellius Pada Cermin Datar, Cekung dan Cembung

    Optika Geometri – Hukum Pemantulan Snellius Pada Cermin Datar, Cekung dan Cembung

    Ahmaddahlan.NET – Cahaya adalah fenomena alam yang dapat ditinjau dari 3 instrumen yakni Optika Geometri, Optika Fisis, dan Optika Kuantum. Masing-masing insrtumen Optika ini digunakan untuk mengkaji sifat cahaya dari berbagai aspek seperti pandangan cahaya sebagai berkas di optika geometri, sifat fisis cahaya sebagai gelombang elektormagnetik di optika fisis dan perilaku cahaya sebagai fenomena kuantum di Optika Kuantum.

    Optika Geometri

    Optik Geometri adalah instrumen yang digunakan untuk mempelajari karakteristik cahaya sebagai berkas cahaya yang merambat lurus yang dapat dibisakan dan dipantulkan. Kajian pada Optik Geometri ini dikaji dari sifat-sifat garis yang terbentuk dalam pembiasan dan pemantulan di berbagai bidang sehingga hanya ditinjau dari sisi geometri semata.

    1. Pemantulan Cahaya

    Cahaya memiliki karakteristik dalam dipantulkan ketika bertumbukan dengan semua benda. Semua benda yang dilihat di mata manusia muncul karena ada fenomena pemantulan cahaya namun dalam kajian Optik Geometri kajian pemantulan seluruhnya pada cermin dan pemantulan sebagaian pada lensa.

    Karakteristik pemantulan cahaya terjadi sesuai dengan hukum Snelius yakni :

    1. Sinar datang, sinar pantul, bidang pantul dan garis normal terletak pada bidang yang sama
    2. Sudut datang sama dengan sudut pantul
    Hukum Pemantulan Snelius

    θi : Sudut datang (Incident)
    θr : Sudut Pantul (Reflection)

    a. Cermin Datar

    Bayangan pada cermin datar terjadi berdasarkan hukum Snelius tentang pemantulan. Misalkan sebuah benda di depan cermin datar setinggi ho sejauh so akan membentuk bayangan seperti pada gambar di bawah ini!

    Contoh dan ilustrasi pembentukan banyangan pada cermin datar

    Analisi gambar dan bayangan digunakan melalui bantuan Geomteri

    so = jarak benda ke cermin
    si = jarak benda ke bayangan (si = 2so)
    hi = Tinggi bayangan (hi = ho)
    hc = Tinggi cermin minimal

    Dari gambar di atas dapat bahwa θsohc = θsihi dengan demikian

    \tanθ_{s_oh_c}=\tan θ{s_ih_i}
    \frac{s_o}{h_c}=\frac{s_i}{h_i}

    ganti nilai si = 2so dan hi = ho

    h_c=\frac{s_oh_o}{2s_o}
    h_c=\frac{h_o}{2}

    b. Cermin Cekung

    Cermin Cekung adalah cermin yang memiliki bentuk potongan dari cermin melingkar. Kelengkungan dari cermin ditentukan dari jari-jari lingkaran cermin seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pembentukan Cermin Melingkar

    Garis tebal biru adalah bentuk cermin lengkung dengan kelengkungan ditentukan oleh jari-jari lingkaran. Dalam aturan Geomteri Bangun datar, jari-jari (r) lingkaran adalah jarak terdekat antara permukaan lingkaran ke pusat lingkaran (o) dalam cermin kadang disimbolkan sebagai m. Jari-jari ini tegak luru dengan permukaan lengkung lingkaran.

    Jika garis normal pada cermin menurut hukum Snelius tegak lurus dengan bidang pantul maka r adalah adalah garis normal pada cermin lengkung. Proses menentukan sudut bayangan diukur dari r. Proses pemantulan berkas cahaya seperti ilustrasi di bawah ini!

    Bentuk pemnantulan pada cermin lengkung untuk sinar tidak istimewa

    Pada sinar-sinar yang berasal sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan mengikuti hukum snelius yakni sudut datang (θi)sama dengan sudut pantul (θr). Ilustrasinya seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pemantulan pada cermin cekung dengan sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama

    Semua sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan pada sebuah titik. Titik ini adalah titik berkumpulnya cahaya sehingga daerah akan terlihat lebih terang dan panas. Oleh karena ini titik ini disebut titik fokus (f) atau titik api. Sifat ini dijadikan sebagai salah satu sifat sinar istimewa dengan nilai f setengah dari m.

    Konsep Sinar Istimewa Cermin cekung

    Konsep sinar istimewa adalah adalah tiga sinar yang berhubungan dengan sumbu utama, titik f dan titik m. Ada tiga sinar istimewa yang bisa digunakan membantuk mengilustrasikan pembentukan bayangan pada cermin cekung yakni :

    1. Sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik f
    2. Sinar datang yang melalui titik f akan dipantulkan pada sumbu utama
    3. Sinar datang dari titik m akan dipantulkan kembali sudut datang.

    Ilustrasi Sinar-Sinar Istimewa

    Ilustrasi Sinar Sinar Istimewa pada cermin lengkung

    Ilustrasi pembetukan bayangan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar-sinar istimewa seperti gambar di bawah ini :

    Bentuk ilustrasi Pembentukan bayangan pada cermin cekung

    Dengan Rumus lensa cekung :

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s_o}+\frac{1}{s_i}

    dimana :

    f : jarak fokus (m)
    so = jarak benda ke cermin (m)
    si = jarak bayangan ke cermin (m)

    karena titik fokus lensa cekung berada berada di depan cermin maka nilai f negatif.

    perbesaran bayangan pada cermin adalah :

    M=\frac{h_i}{h_o}

    c. Cermin Cembung

    Cermin cembung adalah kebalikan dari cermin cekung hanya saja sisi cermin berada di sisi luar dari lingkaran. Jari-jari cermin berada di belakang cermin sehingga nilai f positif. Karena bagian dari cermin maka pada cermin datar ilustrasi pemantulan ada pada gambar di bawah ini!

    Proses pembentukan bayangan pada cermin Cembung

    Pada sinar-sinar yang berasal sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan mengikuti hukum snelius yakni sudut datang (θi) sama dengan sudut pantul (θr). Ilustrasinya seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pemebntukan bayangan pada cermin cembung

    Ilustrasi di atas menunjukkan semua sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan dari arah sebuah titik yang posisinya setangah dari m dari cermin. Titik ini adalah titik semu yang disebut sebagai titik fokus lesa cembung.

    Sinar ini digunakan untuk membuat sinar-sinar istimewa pada cermin cembung yakni :

    1. Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah sinarnya berasal dari titik fokus.
    2. Sinar yang datang menujuk titik fokus akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar yang datang menuju titik m dipantulkan kembali ke asalnya.

    Sama seperti cermin cekung, pembentukan bayangan bisa diilustrasikan minimal menggunakan dua buah sinar istimewa seperti pada gambar di bawah ini.

    Ilustrasi pembentukan bayangan pada cermin cembung

    rumus pembentukan bayangan pada cermin cembung sama dengan cermin cekung hanya saja nilai f bernilai positif karena posisinya kebalikan dari cermin cekung.

    Soal Latihan :

    1. Sebuah benda diletakkan 15 cm depan lensa cermin cekung dengan jari-jari kelengkungan lensa 20 cm. Jika tinggi benda adalah 2 cm, tentukan tinggi bayangan yang terbentuk!
    2. Budi adalah seorang pria dengan tinggi badan 180 cm, jika jarak mata dan ujung kepala Budi adalah 7 cm, berapakah ketinggian maksimum cermin dari permukaan tanah agar Budi dapat melihat seluruh badannya?
  • Contoh Soal Fisika Level Analisis C4  – Menentukan Ketinggian Maksimum Cermin Datar

    Contoh Soal Fisika Level Analisis C4 – Menentukan Ketinggian Maksimum Cermin Datar

    Ahmaddahlan.NET – Budi adalah seorang pria dengan tinggi badan 180 cm, jika jarak mata dan ujung kepala Budi adalah 7 cm, berapakah ketinggian maksimum cermin dari permukaan tanah agar Budi dapat melihat seluruh badannya?

    Solusi :

    A. Ketinggian Maksimum Cermin

    Mari kita ilustrasikan bagan pemebntukan bayangan terlebih dahulu gambarnya :

    Contoh soal dan pembahasan Pemantulan ada cermin datar

    Perhatikan segitga yang terbentuk antara mata dan kaki bayangan sebut saja titik O. Disana terdapat dua segitiga sebangun yakni Δ Ohc sebangun dengan segitiga Δ Om.

    Δ Oh_c = ΔOm

    maka tangan kedua segitiga akan sama

    \frac{s_i}{h_c}=\frac{s_o+s_i}{m}

    karena so= si, maka so+ si = 2si atau bisa juga so+ si = 2so

    \frac{s_i}{h_c}=\frac{2s_i}{m}

    masukkan nilai m,

    h_c=m\frac{s_i}{2s_i}
    h_c=173 (\frac{1}{2})

    hc = 86,5 cm.

    Maka ketinggian maximum cermin adalah 86,5 cm dari permukaan tanah. Jika lebih tinggi dari 86,5 cm maka bagian ujung kaki tidak akan terlihat dari mata.

    B. Tinggi Minimum Cermin

    Untuk tinggi minimun cermin bisa kita hitung dengan ilustrasi berikut :

    Ilustrasi Pemebtnukan bayangan pada cermin

    Panjang cermin atau tinggi minimun cermin kita misalka sc. maka kita mendapatkan sebagun antara Δmsc dan Δmhi.

    Δ ms_c = Δmh_i

    maka :

    \frac{s_c}{s_o}=\frac{h_i}{s_o+s_i}
    s_c=h_i\frac{s_o+s_i}{s_o}

    karena so= si, maka so+ si = 2si atau bisa juga so+ si = 2so sehingga

    s_c=h_i (\frac{1}{2})

    Persamaan ini juga bisa dikenal sebagai rumus umum tinggi minimun cermin datar.

    s_c=180 (\frac{1}{2})

    sc = 90 cm.

    Tambahan

    Apakah Jarak orang ke cermin mempengaruhi ketinggian maksimum dan tinggi minimum cermin agar bayangan bisa terlihat?

    Ilustrasi pembentukan bayangan pada cermin tidak berpengaruh terhadap jarak cermin dan objek

    Jawabannya tidak.

    Segitiga yan terbentuk dalam proses pemantulan cermin di atas akan selalu sebangun meskiun jaraknya semakin jauh dari objek namun dengan asumsi mata dari objek tidak memiliki sudut mati dan tetap bisa melihat benda yang jauh.

  • Pengantar Awal Sistem Optik dan Cahaya

    Pengantar Awal Sistem Optik dan Cahaya

    Ahmaddahlan.NET – Sistem Optik adalah instrumen yang bekerja berdasarkan prinsip kerja Cahaya sebagai sinar (Gelombang yang merambat Lurus). Alat Optik sudah diperkenalkan oleh Aristophanes pada tahun 424 SM berupa Kaca Cekung yang digunakan menyatukan cahaya. Jika cahaya ini diarahkan ke tumpukan jerami, maka jerami tersebut akan terbakar. Sejak saat itu titik fokus disebut titik Api, selanjutnya disebut titik fokus (f).

    Konsep Cermin cekung ini kemudian digunakan oleh Aristoteles (212 SM) sebagai senjata militer pada pada saat Syracuse dikepung oleh tentara Marcus Claudius Marcellus melalui jalur kapal. Kapal-kapal mereka dibakar dengan cermin besar yang memantulkan cahaya ke arah kapal yang dikenal dengan nama Burning Glass.

    Ilustrasi Perang Menggunakan Alat Optik cermin Cembung Syracuse

    Ilustrasi Perang Syracuse uang menggunakan Burning Glass sebagai Senjata Militer.

    Alat-alat optik bekerja berdasarkan karakteristik fisis dari gelombang cahaya. Pemahaman mengenai gelombang cahaya tumbuh beriringan dengan pemahaman mengenai alat-alat optik, hanya saja kajian-kajian awal optik selalu dikaitkan dengan sifat cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Setelah Einstein memperkenalkan sifat dualisme cahaya dari percobaan efek fotolistrik, kajian mengenai cahaya dibagi ke dalam tiga topik utama yakni :

    1. Optik Geometri
    2. Optik Fisis (Optik Gelombang)
    3. Optik Kuantum

    A. Cahaya

    Cahaya adalah hal yang sudah sangat familiar dalam kehidupan manusia. Mulai dari cahaya matahari di siang hari, bintang di malam hari dan cahaya lampu hasil dari ilmu pengetahuan manusia. Meskipun begitu dekat, cahaya adalah entitas sangat kompleks dan telah menarik perhatian para ilmuwan berabad-abad lalu.

    1. Spektra Newton

    Newton adalah orang yang pertama mengatakan bahwa cahaya berupa materi fisis yang sangat kecil dan melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Ibarat bola basket yang amat kecil, sifat cahaya sebagai benda digunakan Newton untuk menjelaskan fenomena pemantulan, dan pembiasan cahaya.

    Newton kemudian melubangi sebuah dinding kecil yang ada di kamarnya sehingga berkas cahaya (sinar) bisa masuk ke dalam. Newton mengamati cahaya ini ternyata memiliki lintasan lurus dari sumber. Jika bertemu dengan benda keras maka cahaya tersebut terpantul meskipun tidak sama terangnya cermin dan lintasan pantulnya juga lurus.

    Setelah itu Newton menghalangi cahaya tersebut dengan sebuah prisma dan terjadi fenomena difraksi dimana cahaya yang tadinya berwarna putih diuraikan ke dalam berbagai macam warna yang disebut Spectre (Hantu). Karena pada masa Newton, Opera musik sangat terkenal, Newton kemudian mengkategorikan cahaya yang lihat ke dalam 7 jenis warna sama dengan tangga nada yang juga jumlahnya 7.

    Prisma dan fenomena cahaya sebagai Gelimbang terdifraksi dengan medium padat

    Ketujuh warna tersebut adalah :

    1. Merah
    2. Jingga (orange)
    3. Kuning
    4. Hijau
    5. Biru (Cyan)
    6. Nilai (Indigo)
    7. Ungu
    Panjang Gelombang Cahaya Tampak pada Gelombang Elektromagnetik

    Sejatinya di sana tidak hanya terdapat 7 warna tapi jutaan warna primer yang bisa dibedakan berdasarkan frekuensi monokromatik dari cahaya tersebut akan tetapi pada tersebut penelitian tentang frekuensi dan panjang gelombang cahaya belum ditemukan.

    2. Cahaya Sebagai Gelombang

    Teori Partikel Cahaya Newton ini bertahan hingga satu abad ke depan hingga akhirnya pengamatan mengenai sifat cahaya seperti difraksi, interferensi, dan polarisasi cahaya. Agar semua fenomena ini bisa tercakup maka pengkajian cahaya sebagai gelombang jauh lebih relevan dibandingkan dengan teori partikel cahaya Newton.

    Sejak cahaya dikaji sebagai gelombang maka pengukuran mengenai kecepatan cahaya dan panjang gelombang-pun dimulai. Kajian ini didasari oleh teori gelombang elektromagnetik Maxwell dimana cahaya adalah gelombang yang bisa merambat tanpa ada medium yang membuatnya berbeda dengan gelombang mekanik seperti gelombang suara.

    Persamaan Maxwell berhasil memformulasikan pengukuran kecepatan cahaya dan ditemukan cahaya bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s pada ruang vakum. Sifat-sifat cahaya sebagai gelombang dapat diamati menggunakan bantuan optik fisis seperti pada percobaan celah tunggal, celah ganda, celah banyak dan sejenisnya

    3. Dualisme Cahaya

    Ketika percobaan mengenai efek fotolistrik yang dilakukan Hertz (1887), Karakteristik baru dari cahaya muncul dan sifat cahaya sebagai gelombang yang kontinyu tidak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Efek Fotolistrik menjelaskan tentang logam yang mengemisikan elektron ketika diterpa berkas cahaya. Hanya saja setiap logam memiliki frekuensi kerja (Fungsi Kerja) agar bisa melepaskan elektron.

    Jika sebuah logam terkena sinar dengan frekuensi yang sama dengan fungsi kerja logam tersebut maka elektron akan secara spontan terlepas dari kulit logam tanpa waktu delay meskipun intensitas cahayanya kecil. Jika frekuensi diturunkan maka tidak peduli seberapa lama logam tersebut diterpa berkas cahaya, Elektron tidak akan terlepas dari permukaan logam.

    Hertz (1887) melakukan percobaan fotolistrik dengan menembakkan sinar berwarna biru ke permukaan logam cesium. Elektron dari permukaan logam langsung terlepas dan menghasilkan arus listrik. Elektron ini selanjutnya disebut sebagai fotoelektron.

    Berdasarkan pandangan gelombang elektromagnetik di fisika klasik,efek fotolistrik terjadi karena transfer energi dari cahaya yang mengenai elektron yang ada di dalam atom cesium. Dari perspektif ini terdapat dua dugaan mengenai fenomena tersebut yakni :

    1. Intensitas cahaya adalah faktor yang berpengaruh terhadap lepasnya elektron dari permukaan logam atau tidak.
    2. Semakin besar intensitas cahaya yang menerpa permukaan logam maka semakin besar emisi fotoelektron

    Hanya saja dugaan ini berbanding terbalik dengan beberapa fenomena yang terjadi di percobaan fotoelektron yakni :

    1. Fotolistrik tetap terjadi pada saat logam diterpa cahaya biru meskipun intensitas cahaya yang diberikan kecil.
    2. Logam tidak akan memancarkan fotoelektron sedikitpun pada saat diterpa dengan cahaya merah seberapapun besar intensitas cahaya yang diberikan.
    3. Kecepatan elektron yang lepas ternyata bergantung pada frekuensi cahaya yang menerpa permukaan logam

    Tiga hal ini mengindikasikan bahwa cahaya sebagai gelombang kontinu gagal karena jika demikian maka lama penyinaran akan membuat energi terakumulasi di permukaan logam dan seharusnya elektron akan terlepas meskipun frekuensi lebih rendah dari fungsi gelombang.

    Dualisme Cahaya

    Tahun 1905, Einstein kemudian menjelaskan fenomena efek fotolistrik dengan menggunakan konsep foton. Einstein beranggapan bahwa cahaya adalah paket-paket energi yang disebut foton, setiap foto membawa sejumlah energi tetap yang besarnya bergantung dari frekuensi-nya. Ketika foton menumbuk permukaan logam dan terjadi efek fotolistrik maka energi foton terpisah ke dua bentuk yakni :

    1. Energi untuk melepas elektron dari permukaan logam
    2. Energi kinetik yang dibawa oleh fotoelektron

    Berdasarkan hukum kekekalan energi maka efek fotolistrik dapat diformulasikan sebagai berikut :

    hf = \frac{1}{2}mv^2+w

    dimana :

    h : Konstanta Plank
    f : Frekuensi cahaya
    m : massa elektron
    v : Kecepatan fotoelektron
    w : fungsi kerja logam

    Fungsi kerja logam adalah jumlah energi terkecil yang dibutuhkan logam untuk melepaskan fotoelektron ketiak diterpa sinar. Persamaan ini menunjukkan bahwa kecepatan fotoelektron terlepas dari logam dipengaruhi oleh frekuensi cahaya yang mengenai permukaan logam bukan dari intensitas cahaya yang didapatkan.

    Konsep ini menunjukan bahwa fenomena fotolistrik lebih cocok dijelaskan melalui teori cahaya sebagai foton dan terkonfirmasi berdasarkan hasil percobaan. Dampaknya adalah lahir teori lain dari cahaya selain bersifat sebagai gelombang tapi berlaku juga sebagai partikel. Namun konsep ini jauh berbeda dengan Partikel Cahaya Newton.

    B. Optik Geometri

    Cahaya bisa dikaji melalui tiga aspek optik yakni Optik Geometri, Optik Fisis, dan Optik Quantum. Kita hanya akan membahas Cahaya dari tinjauan Optik Geometri sedangkan Optik fisis dan Optik Quantum akan dibahas secara terpisah.

    1. Optik Geometri

    Optik Geometri adalah kajian cahaya berdasarkan berkas cahaya yang merambat lurus secara homogens untuk semua berkas cahaya. Hukum-hukum cahaya diformulasikan secara geometri. Sistem Optik Geometri sangat baik dalam menjelaskan hukum pembiasan dan pemantulan cahaya seperti fenomena pembiasan cahaya karena bidang lurus dan melengkung, pendakalan kedalaman air, dispersi cahaya, pembengkokan pensil, prediksi posisi ikan di air dan sejenisnya.

    Hukum yang digunakan dalam kajian optik geometri dilandaskan pada hukum Snellius tentang pemantulan dan pembiasan.

    Hukum Pemantulan Snellius

    1. Sinar datang, sinar pantul dan bidang pantul berada pada bidang yang sama
    2. Garis normal adalah garis khayal yang tegak lurus dengan bidang datar
    3. Sudut datang sama dengan sudut pantul diukur dari garis normal.

    Hukum Pembiasaan Snelius

    Hukum Pembiasaan Snellius menyatakan bahwa nisba sinus sudut datang dan sudut pantul pada bidang manapun nilainya konstan. Penisbahan ini dimabil dari perbandingan sudut datang dan sudut bisa sama dengan perbandingan nisbah kecepatan cahaya pada masing-masing medium. Nisbah ini berbanding terbalik dengan nisbah indeks bias.

    Persamaannya :

    \frac{\sin θ_1}{\sin θ_2}=\frac{v_1}{v_2}=\frac{n_2}{n_1}=\frac{λ_1}{λ_2}

    Indeks 1 merujuk pada sinar datang dan 2 pada sinar pantul.

  • Cara Menentukan Kecepatan Cahaya

    Cara Menentukan Kecepatan Cahaya

    Ahmaddahlan.NET – Defenisi sederhana dari kecepatan adalah jarak yang ditempuh oleh sebuah benda atau gelombang dalam satuan waktu tertentu. Persamaan sederhana membuat pengukuran kecepatan (kecepatan rata-rata) benda bisa dengan mudah dilakukan. Caranya cukup menghitung selisih waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu lalu masukkan ke persamaan :

    \bar{v}= \frac{s}{t}

    s adalah jarak dalam meter dan t adalah selang waktu yang diukur dalam satuan sekon.

    Hal ini tidaklah mudah jika kita meminta anak kecil berjalan ke arah tertentu lalu diukur dengan stop watch namun bagaimana dengan cahaya? Mustahil kita bisa menyadari delai yang terjadi saat lampu berpendar dan akhirnya kita melihat cahayanya.

    Gelombang suara yang bergerak dengan kecepatan sekitar 340 m/s di udara masih bisa kita sadari delain antara suara dari sumber sampai akhirnya terdengar. Cukup dengan meminta teman kita berteriak sambil menelfon kita dari kejauhan mungkin sekitar 1000 meter maka kita akan mendengar suaranya lebih dahulu di telefon lalu sekitar 3 detik kemudian mendengar di udara.

    Angka tiga detik ini dari 1000 m : 340 m/s = 2,94 sekon. Yah tentu saja proses ini harus terjadi di tempat yang sangat sunyi agar suaranya bisa terdengar dari jarak tersebut. Tapi bagaimana dengan cahaya yang bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Kalau kita ini ingi mengamati delai satu sekon dari cahaya yang bergerak. Kita harus terpisah sejauh sejauh 300.000.000 meter dari teman yang inisiatif menyalakan sumber cahaya di seberang sana.

    Jarak ini tempuh ini setara dengan 7,5 kali keliling bumi, itupun selisihnya hanya satu detik dan lintasannya harus lurus. Galileo Galilei tercatat pernah mencoba melakukan ini dengan membuka dan menutup Lantern, namun jarak lampu yang hanya beberapa mil tidak menghasilkan apa-apa.

    A. Pengukuran Kecepatan Cahaya Pertama

    Pengukuran kecepatan cahaya pertama kali dilakukan dilakukan oleh Ole Roemer pada tahun 1676. Pengukuran dilakukan berdasarkan pengamatan bulan dari planet Jupiter dengan geometri dari posisi Bumi, Matahari dan Jupiter. Berdasarkan dua hal tersebut terdapat perbedaaan 1000 detik lebih antara gerhana bulan di Jupiter dengan apa yang diamati di bumi. Perbedaan ini selanjutnya dihitung dengan mempertimbangkan jarak Bumi dan Jupiter lalu didapatkan kecepatan 214.000 km/s

    Kecepatan ini masih jauh dari 300.000 km/s, namun paling tidak di zamannya hal ini sudah sangat rasional mengingat perkiraan jarak antara planet pada masa tersebut belum bisa didefenisikan dengan tepat.

    B. Metode Bradley

    Metode pengukuran caha kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan data-data pengamatan sains. Salah satu metode yang digunakan di tahap awal adalah dengan melakukan pengukuran bintang dengan gerakan revolusi bumi.

    Asumsi Bradley sederhana, ketika kita diam maka kita melihat hujan jatuh tegak lurus ke permukaan tanah namun ketika bergerak maka hujab terlihat seolah-olah jatuh ke arah berlawanan dengan gerak kita. Hal serupa juga terjadi dengan Cahaya bintang yang jika diamati diam harunya jatuh tegak lurus dengan permukaan bumi namun karena Bumi Berevolusi maka posisi bintang terlihat bergeser. Karena kecepatan revolusi bumi terhadap matahari sudah diketahui maka kita bisa mengukur kecepatan cahaya bintang seperti asumsi pada gambar di bawah ini :

    Ilustrasi Asumsi pnegukuran kecepatan cahaya berdasarkan penyimpangan posisi bintang

    Berdasarkan sudut yang terbentuk dari perubahan posisi bintang dan kecepatan revolusi bumi, Bradly (1728) berhasil menghitung kecepatan cahaya dengan nilai 301.000 km/s.

    C. Beam Splitter

    Beams Spliiter adalah instrumen yang terbuat dari optik yang memiliki karakteristik memantulkan sebagain cahaya dan sisinya dibiaskan. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh Armand Hippolyte Fizeau dengan membuat perangkat yang terdiri dari Beams Splitter, Roda Gigi dan Cermin yang diletakkan 8 km jaraknya dari Beam Splitter.

    Bagan percobaannya sebagai berikut :

    Bagan Percobaan Fizeau Pengukuran Kecepatan Cahaya

    Roda gigi ini kemudian di atur dengan motor sehingga dapat bergerak dengan kecepatan tertentu. Tujuannya untuk membuat Cahaya yang dipantulkan oleh beam splitter menuju cerminsejuah 8 km tapi cahaya pantulan tidak bisa menembus roda. Hasil perhitungannya yang dipublikasikan pada tahun 1849 menunjukkan jika kecepatan cahaya sekitar 315.000 km/s.

    Satu tahun berikutnya, Léon Foucault memperbaiki eksperimen Fizeau dengan mengganti roda gigi dengan cermin yang bisa berotasi. Bagan percobaan Léon Foucault sebagai berikut :

    Bagan Percobaan Léon Foucault Pengukuran KEcepatan Cahaya

    Hasil pengukuran yang dipublikasi Foucault’s menunjukkan bahwa kecepatan cahaya sekitar 298.000 km/s. Selain itu Foucault juga menambahkan tabung berisi air diantara cermin yang berotasi dan cermin diam. Hasilnya, Foucault menemukan bahwa cahaya bergerak lebih lambat di medium air.

    Penemuan ini bertolak belakang dengan teori Corpuscular yang menyatakan bahwa cahaya adalah partikel kecil (cospuscules) yang bergerak lurus dengan kecepatan terbatas dan memiliki energi kinetik. Percobaan ini mendukung teori cahaya sebagai gelombang.

    Michelson and Morley

    Tahun 1881, Michelson dan Morley membuat sebuah interferometer yang digunakan untuk menemukan kehadiran ether yang dianggap sebagai medium cahaya untuk merambat. Interfermeter ini dikembangkan dengan dari percobaan Foucault dengan tujuan membandingkan gelobang fase gelombang awal dan fase gelombang pantulan yang ditangkap pada sebuah layar.

    Hasilnya penelitian menunjukkan bawah mereka gagal menemukan Ether dan disimpulkan bahwa cahay merambat tampa perantara. Hasil ini memicu dua hal baru dalam fisika yakni pengenalan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik dan membantu Eistein dalam membuat teori relativitas dimana Cahaya akan bergerak sama untuk semua kerangka acuan. Percobaan ini pun menghasilkan pengukuran kecepatan cahaya pada 299,853 km/s.

    Penentuan Interfermoeter Michelson Morley Kecepatan Cahaya

    D. Persamaan Kecepatan Cahaya

    Hasil yang ditunjukkan oleh Michelson diterima sampai pada tahun 1926, pengukuran kecepatan cahaya dihitung dengan pendekatan fisika teoretik. Salah satunya adalah menggunakan teknik resonator berongga (cavity resonator). Perangkat ini menghasilkan arus listrik yang hasilnya mendukung teori Maxwell yang menyatakan bahwa cahaya dan listrik adalah fenomena gelombang elektromagnetik dan keduanya sama-sama bergerak dengan kecepatan yang sama.

    Hasilnya pernyataan ini digunakan untuk mengukur c tanpa melibatkan cahaya lagi namun dari membandingkan permeabilitas magnetik dan premeabilitas lisrtrik di ruang hampa. Rosa and Dorsey adalah ilmuwan yang melakukan pertama kali dan menemukan C sebesar 299,788 km/s.

    Tahun 1950, Louis Essen and A.C. Gordon-Smith juga membuat Resonator berongga dengan tujuan mengukur panjang gelombang cahaya dan frekuensnya. ASumsinay adalah kecepatan cahaya adalah total jarak yang ditempuh oleh cahaya (d) dibagi dengan selang waktu :

    c = \frac{d}{\Delta t}

    Misalkan lama waktu satu buah gelombang (λ) terbentuk disebut Periode maka persamaan gerak cahaya tidak lain adalah :

    c = vλ

    dimana v adalah frekuensi.

    Alat tersebut disebut Cavity Resonator Wavemeter. Cavity Resonator Wavemeter mampu menghasilkan arus listrik dengan frekuensi yang dapat diketahui. Panjang gelombang diukur dari diensi yang terbentuk di wavemeter dan berdasarkan persamaan c = vλ didapatkan kecepatan cahaya sebesar 299,792 km/s.

    Peran Teknologi Modern di Pengukuran Kecepatan Cahaya

    Dalam dunia fisika modern, banyak alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pengukuran mengenai kecepatan cahaya. Salah satu menggunakan laser Monocromatic. Laser ini kemudian digunakan untuk menggantikan cahaya lampu biasa dari percobaan Fizeau and Foucault. Hasilnya tentu saja jauh lebih akurat.

    Selain penggunaan Cahaya, Pola cahaya yang terbentuk baik pantulan dan cahaya asal tidak lagi diamati dengan mata telanjang yang bisa saja banyak menghasilkan kesalahan. Pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi dan bentuk gelombang yang terkeam oleh Osiloskop. Hasilnya menunjukkan kecepatan cahaya di ruang hampa mencapai 300.000 km/s.

    Standar Satuan Panjang

    Penemuan mengenai kecepatan cahaya ini kemudian disepekati oleh ilmuwan untuk merubah defenisi panjang yang pada awalnya adalah jarak 1/10.000.000 meter dari kutub utara ke equator karena hal fakta lain ditemakan bahwa bumi tidaklah bulat sempurna sehingga hal ini tidak lah standar.

    1 Meter kemudian dirubah pad atahun 1983 dengan mengukur emisi gelombang cahaya atom Kryption-86 diruang hampa selama satu detik. Hasilnya 1 meter didefenisikan sebagai jarak yang ditempuah cahaya dalam selang waktu 1/299,792,458 detik dimana 1 detik adalah waktuparuh zat radioaktif atom Cesium-133.

  • Optik Geometri – Hukum Pemantulan Snelius Pada Cermin Datar

    Optik Geometri – Hukum Pemantulan Snelius Pada Cermin Datar

    Ahmad Dahlan – Cahaya merupakan energi dalam bentuk gelombang yang secara sederhana berfungsi sebagai energi yang membuat sesorang dapat melihat sebuah benda. Tanpa keberadan cahaya seseorang tidak mungkin bisa melihat benda, dan kondisi tanpa cahaya ini akan didefenisikan otak manusia sebagai hitam. Oleh sebab itu dalam sains, Hitam bukanlah warna melainkan kondisi tanpa ada emisi energi sama sekali dari sebuah objek.

    A. Model Berkas Cahaya

    Cahaya dalam keadaaan alami akan merambat ke arah lurus. Hal ini bisa diamati pada lampu senter yang mengarah lurus ke dapan atau keras cahaya yang melewati sebuah lubang kecil akan membentuk garis lurus.

    Hasil menjadi landasan logis mengenai model dari gerak sebuah cahaya dan selanjutnya model ini dikenal dengan model berkas cahaya. Meskipun terlihat lurus, namun sejatinya cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang sangat rapat maka sangat sulit untuk melihat lekukan pada berkas cahaya, sehingga Model Berkas Cahaya ini merupakan bentuk idealisasi dari berkas gelombang.

    Model berkas cahaya ini kemudian dijadikan dasar dalam pengembangan konsep-konsep yang berkaitan dengan karakteristik cahaya sebagai gelombang dalam bidang kajian Optik Geomteri.

    B. Pantulan dan Pembentukan Bayangan

    Ketika seberkas cahaya datang menuju sebuah benda yang dapat terlihat, maka berkas cahaya tersebut akan diserap sebagain dan sebagian besarnya akan dipantulkan ke mata sehingga otak dapat medefenisikan benda tersebut. Kecuali pada kondisi tertentu seperti lubang hitam dimana benda tersebut hampis sama sekali tidak mengemisikan energi yang menerpanya.

    Dalam pembahasan Optik Geomtrik kita akan membahasa kejadian umum semata yakni kondisi cahaya menerpa (1) benda yang menyerap sebagian energi dan memantulkan sebagain besar energi cayaha yang menerpa, (2) benda yang memantulkan secara keseluruhan cahaya yang disebut cermin, dan (3) beda yang meneruskan cahaya atau lensa.

    Ketika seberkas cahaya yang datang dari sudut tertentu menerpa permukaan bidang datar maka kondisi ini disebut sebagai sinar datang dengan sudut datang θi. Sudut ini dihitung dari garis normal yang tegak lurus terhadap tepat bidang pantul sinar datang. Sinar ini kemudian dipantulkan dengan sudut pantul θr yang sama besar dengan dengan θi.

    Sinar datang, sinar pantul dan garis normal ini berada pada bidang yang sama dan dikenal sebagai hukum pemantulan Snelius, kendati demikian bukan snelius yang pertama kali mengamati hal ini namun orang-orang Yunani kuno sudah memanfaatkan fenomena pemantulan ini.

    Hukum pemantulan Snellius pada cermin datar

    Hal yang serupa juga terjadi pada permukaan yang kasar. Berkas cahaya akan akan diantulkan pada garis normal tepat pada bidang tipis dimana caha dipantulkan, karena garis normal bidang yang tidak beraturan maka pemnatulan yang dihasilkan adalah pemantulan baur.

    1. Pemantulan Pada Cermin Datar 

    Pada saat anda berkaca di depan sebuah cermin datar yang relatif besar, maka pada jrak yang tepat, anda akan melihat seluruh tubuhmu secara keseluruhan, persis sama dari ujung rambut sampai ujung kaki, kecuali bagian yang ada di kiri kamu akan berada di sisi kanan pada cermin di depan kamu. Hal ini tidak menjadi malasah karena bergantung dari referensi kita memulai kiri dan kanan.

    Bayangan dihasilkan oleh cermin datar bersifat maya, sama besar dan tegal lurus, karen abayanga tidak akan pernah bisa ditangkap meskipun kita meletakkan layar di belakang cermin.

    Bayangan yang terlihat pada cermin datar bukan sebuah berkas cahaya semata, tapi kumpulan berkas cahaya dengan jumlah yang sangat banyak dan membentuk ssuatu bayangan, namun untuk memudahkan analisis dilakukan pemodelan berkas cahaya mulai dari satu ujung ke ujung lainnya. Seperti pada gambar di bawah ini.

    Bekras cahaya pada cermin datar

    Pada gambar di atas terlihat garis-garis yang membentuk bayang sebuah botol dari depan sebuah cermin pada mata seseirang.

    Perhatikan secara seksama sinar pada titik A yang dipnatulkan pada titik B kemudian di teruskan ke mata. Relatif terhadap cermin, maka proses pembentukan bayangan tersebut akan membentuk sabuah budang dimana ABD akan kongruen dengan bidang DBC dimana AD = DC memiliki jarak yang sama besarnya.

    Oleh karena jarak adatar do dan di pada cermian sama besarnya pual dengan demikian pemantulan bayangan pada cermin datar memiliki sifat sama besar.