Tag: Pembelajaran

  • Media Animasi Dalam Pembelajaran

    Media Animasi Dalam Pembelajaran

    AhmadDahlan.NET – Dalam dunia digital, hampir semua tampilan yang disaksikan oleh mata adalah gambar digital dalam bentuk animasi baik itu real life animasi seperti video atau animasi berupa gambar digital. Video yang tayang di YouTube misalnya, Video tersebut tidak lain adalah kumpulan gambar yang berganti secara cepat sesuai dengan kecepatan yang dipilih, kemudian menghasilkan kesan bergerak.

    Animasi

    Animasi adalah sekumpulan gambar statis yang yang saling berhubungan kemudian ditayangkan bergantian dalam waktu waktu cepat. Gambar atau frame ditayangkan saling bergantian dengan cepat selanjutnya disebut sebagai frame to frame. Penayangan frame to frame ini memiliki tujuan menghasilkan efek visual berupa gambar bergerak atau motion picture.

    Pengertian Animisi Pembelajaran

    Gambar di atas merupakan cuplikan dari sebuah storyboard bertipe card untuk menunjukkan pembuatan animasi bola yang jatuh lalu terpantul di atas sebuah bidang datar yang keras. Gerakan bola membentuk gerak para bola sehingga memiliki perubahan terhadap sumbu x. Nomor-nomor di atas menjelaskan menganai jumlah frame disertai dengan urutan frame-nya.

    Misalnya gambar pertama akan dimulai dengan bola yang berada pada nomor satu, seperti gambar di bawah ini.

    Penjelasan mengenai Frame to frame bola jatuh

    Setelah gambar tersebut, kemudian gambar penggantinya adalah bola dengan posisi yang berbeda dari posisi sebelumnya seperti gambar berikutnya :

    Posisi ke dua Frame to frame gerak bola jatuh

    Perbedaan gambar satu dan dua adalah posisi bola sedangkan gambar yang lain tetaplah sama. Semua komponen yang bergerak dan diamati dalam gambar selanjutnya disebut sebagai objek kemudian sisanya disebuat sebagai latar (background).

    Kualitas dari Video ditentukan oleh banyak paramater yakni kedalaman warna, kecepatan gambar, dan dimensi gambar. Pada materi pengantar Animasi, pembahasan hanya dibatasi dalam dua hal yakni Kecepatan gambar dan Dimensi Gambar

    a. Frame Rate

    Frame rate adalah kecepatan video yang dapat didefenisikan sebagai banyaknya gambar yang berganti dalam satuan waktu. Frame dinyatakan dalam frame per second atau fps. Perhatikan gambar di bawah, kemudian tekan tanda panah ke sampai ke arah samping. (Akan lebih baik jika menggunakan Device berupa PC atau Laptop)

    Gambar yang ada di atas sudah tersusun seusai dengan alur yang akan menunjukkan gerak bola, namun efek gerakan yang ditampilkan bergantung dari kecepatan perangkat menayangkan pergantian gambar ke gambar berikutnya. Kecepatan pergantian gambar ini selanjutnya disebut sebagai fps atau frame per secon. Frame rate kemudian menjadi satuan kecepatan gambar dan dijadikan salah satu standar kuantitas dari animasi. Misalnya Animasi dengan kecepatan 8 fps berarti ada 8 gambar yang ditayangkan dalam satu detik. Semakin cepat gambar berganti (semakin tinggi fps) maka semakin baik kualitas motion yang dihasilkan dari sebuah animasi.

    Hal tersebut juga berlaku pada siaran broadcasting yang ada pada televisi, dimana Standar yang digunakan di Indonesia adalah PAL (Phase Alternating Line) yakni sebesar 25 fps. Saat ini kecepatan perekam dan pemutar animasi kemersial sudah mencapai 120 fps seperti Sony Alfa 7s Mark II.

    Teknologi perekaman saat ini sudah mampu merekam gambar dengan kecepatan tinggi. Kamera kecepatan tinggi ini bisa diset dengan sampai dengan kecepatan 10.000 gambar persekon atau 10.000 fps. Kamera kecepatan tinggi ini pada awalanya banyak digunakan untuk penelitian efek momentum dan kecepatan pada industri, namun belakangan ini sudah banyak digunakan dalam dunia hiburan.

    b. Dimensi Video

    Video bagaimanapun modelnya (dua dimensi atau tiga dimensi) hanya akan ditayangkan dalam media dua dimensi yang tayang dilayar device. Laya ini memiliki dimensi luas yang besarannya dinyatakan dalam pixel (px) sehingga dimenesi Video bisa difenisikan sebagai ukuran panjang kali lebar dari suatu video.

    Pada gambar statis, Dimensi ini lebih awam dikenal dengan sebutan Megapixel. Misalnya gambar dari kamare dengan dimensi panjang terlebar 1600 px kemudian untuk tinggi adalah 1200 px. Dimensi foto tersebut tidka lain adalah 1600 px x 1200 px = 1.920.000 px atau bisa dibulatkan menjadi 2 Megapixel.

    Pada gambar bergerak, dimensi gambar kebanyakan dinyatakan dalam perbandingan 16 : 9 meskipun tidak semua video memiliki dimensi tersebut namun standar 16:9 dijadikan dasar menentukan kualitas video secara umum. Dimensi tinggi dari video tersebut dijadikan acuan untuk menyebut kualitas dari sebuah video.

    Video dengan kualitas gambar 720 p disepakati merujuk untuk video dengan dimensi 1280 px x 720 px. Dimensi baku dalam pembuatan video adalah :

    Dimensi (px)Kualitas
    426 x 240 px 240p
    640 x 360 px360p
    852 x 480 px 480p – Standar Definition
    1280 x 720 px 720p – High Definition
    1920 x 1080 px 1080p – Full High Definition
    2560 x 1440 px 1440p – Ultra HD
    3840 x 2160 px 2160p – 4K UHD

    Dimensi video ini menjadi faktor terbesar dalam menentukan ukuran memori file yang digunakan. Akibatnya semakin besar Dimensi Video maka semakin mutakhir pula Device yang harus digunakan terutama untuk ukuran GPU.

    Animasi dalam Pembelajaran

    Dalam pembelajaran, Animasi digunakan untuk memodelkan fenomena-fenomena alam agar lebih mudah untuk diamati oleh peserta didik. Animasi merupakan media yang efektif digunakan untuk menjelaskan secara detail dari setiap urutan kejadian dari pemodalan yang dilakukan.

    Mayoritas fenomena alam sangat sulit untuk diamati secara langusng karena berbagai faktor seperti (1) berbahaya, (2) terjadi sangat cepat, (3) tidak dapat diamati dengan indra karema terlalu besar atau terlalu kecil, dan (4) bersifat abstrak. Salah satu seperti fenomena gravitasi yang ada pada tata surya. Sangat mustahil untuk mengamati lintasan dari semua planet secara langsung, maka Animasi menjadi salah satu solusi untuk memodelkan gerak-gerak planet di tata surya disertai dengan penjelasannya.

    a. Peran Animasi Dalam Pembelajaran

    Animasi digunakan sebagai media pembelajaran berdasarkan dua tujuan. Tujuan pertama yakni untuk menarik perhatian peserta didik. Animasi memberikan ruang kepada guru untuk mengekspesikan bahan ajar dalam hal ini menunjukkan fenomena alam dengan tampilan yang lebih menarik.

    Animasi pembelajarna bisa disisipkan dengan unsur yang lucu dan penuh warna yang sesuai dengan materi yang sedang di ajarkan. Pemilihan jenis huruf yang berbeda dengan jenis huruf formal yang banyak terdapat pada buku cetak. Hal ini juga menjadi daya dukung animasi dalam meningkatkan ketertarikan peserta didik memperhatikan materi secara seksama.

    Fungsi kedua dari animasi adalah menghindari multi interpretasi dalam menyampaikan materi. Animasi dapat dirancang untuk menunjukkan fenomenan alam melalui pemodelan. Dalam pembelajaran sains, pemodalan cara yang digunakan untuk mengamati sebuah faktor terhadap sebuah fenomena, faktor lain diluar yang ingin diamati akan dihilangkan dan hal ini membutuhkan perlengkapan laboratorium lengkap untuk mengamtinya. Animasi bisa dengan mudah dirancang menghilangkan faktor-faktor yang tidak ingin diamati agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik.

    Li, Ching & Dwiyer (2006) menemukan bahwa animasi memiliki efektifitas yang berbeda-beda untuk setiap level pembelajaran. Animasi membuat peserta didik meningkatkan kesungguhan belajar dibandingkan dengan pembelajaran jika dibandingkan dengan Animasi bersifat statis. Media animasi ini juga efektif dalam membantu peserta didik mengkonstruksi kognitif bersifat faktual dan conceptual.

    Kelemahan Animasi

    Disamping sisi keunggulan dari peran Animasi dalam pembelajaran, Media ini memiliki beberapa kekurangan yang jika tidak ditangani dengan baik, maka media yang dihasilkan bisa jadi membuat miss konspesi pada peserta didik. Skenario yang dikembangkan dalam Animasi harus tepat dalam menerapkan aspek-aspek pemodelan fenomena sains seperti aspek hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan konsep-kosep sains yang sesuai dengan keadaan asli.

    Direktor Animasi harus memiliki keterampilan yang tepat dalam menvisualisasikan pemodelan alam ke dalam media dua dimensi. Scene demi scene di susun secara runut sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sains sehingga membuat direktor harus memiliki pemahaman tentang sains. Informasi harus disajikan secara dinamis sehingga bisa diproses oleh kognitif peserta didik saat menyaksikan animasi.

    Durasi dari tayangan Video juga harus dipertimbangkan, tidak terlalu singkat seperti pada iklan koermsial karena peserta didik harus mendapatkan setiap detail dari animasi yang berkaitan dengan materi secara lengkap. Durasi juga tidak boleh terlalu panjang karena akan membuat peserta didik bosan saat menyaksikan animasi. Guru juga harus memerptimbangkan waktu untuk melakukan konfirmasi pengetahuan yang terbentuk setelah menyaksikan video.

    Distraksi

    Distraksi adalah gangguan yang membuat peserta didik tidak fokus pada tujuan utama dari video pembelajran dibuat. Hal ini juga sering pada peserta didik saat belajar dengan konten mikro learning seperti Animasi pembelajaran. Lowe (2003) menemukan bahwa peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan awal (prior knowledge) akan cenderung lebih tertarik pada gambar-gambar visual pada animasi. Peserta didik tanpa pengetahuan awal akan sulit melakukan konstruksi sehingga fungsi kognisi akan terdistraksi dengan efek visual dari animasi tersebut.

    Selain dari pengetahuan awal, kemampuan spasial juga ikut berpengaruh terhadap hasil belajar dengan menggunakan media animasi. Mayer & Sims (1994) Kroghlanian & Klein, (2002) dan Wender & Muehboek (2003) menemukan bahwa peserta didik dengan kemampuan spasial yang tinggi akan mendapatkan hasil belajar yang lebih bagus dibandingkan yang rendah. Kemampuan spasial ini juga bergantung dari fase kognitif perkembangan peserta didik seperti pada tingkat SD tentu saja akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat SMA, oleh karena guru dan pengembangan animasi harus memperhatikan aspek spasial yang bersesuaian.

  • Peran dan Fungsi e-Learning

    Peran dan Fungsi e-Learning

    AhmadDahlan.NET – Pembelajaran Elektronik (e-Learning) memiliki tiga peran dalam proses pembelajaran. Tiga peran tersebut adalah Suplemen, Komplemen, dan Subtitusi.

    A. Suplemen

    Sebagai suplemen, e-Learning memiliki peran hanya sebagai tambahan dalam pembelajaran. Dalam kasus ini, penggunaan dan pengaksesan e-Learning bukanlah sebagai keharusan untuk di akses dalam pembelajaran. Perna Suplemen dari e-Learning diterapkan pada model Adjunct.

    Peserta didik memiliki kebebasan untuk mengakses atau tidak informasi tambahan yang terkait dengan pembelajaran klasikal peserta didik di kelas, namun pilihan lainnya bisa saja dengan membaca buku, makalah dan laporan di perpustakaan.

    B. Komplemen

    Peran e-Learning sebagai Komplemen adalah bagian dari pembelajaran namun sifatnya sebagai pelengkap pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan sebagai dengan menggunakan model Blended Learning, dimana materi pembelajaran diletakkan pada media elektronik seperti website dan sejenisnya sehingga dapat diakses kapan saja oleh peserta didik di luar dari kelas tatap muka.

    Materi dan bahan ajar yang diakses peserta didik melalui media elektronik sifatnya pokok, enrichment dan reinforcement. Sifat Enrichment diberikan kepada peserta didik yang memiliki nilai tinggi dan ingin mendapatkan informasi lebih dari materi terkait yang dipelajari sedangakn reinforcement diberikan kepada peserta didik yang memiliki skor rendah sehingga harus remedial. Remedial ini terkadang akan sulit dilakukan secara klasikal karena urutan Standar Kompetensi yang harus diprogramkan setiap minggunya oleh guru akan dibantu penyelesaiannya melalui e-Learning.

    C. Subtitusi

    Peran Subtitusi dari e-Learning memiliki defenisi sebagai pengganti pembelajaran klasikal di dalam kelas. Peserta didik akan mendapatkan seluruh proses pembelajaran secara daring melalui kelas Virtual. Peran Subtitusi e-Learning ini wajib melibatkan Learning Management Sisytem (LMS) atau Learning Conten Management System (LCMS).

    Model-model pembelajaran berbasis e-Learning penuh ini sangat beragam, seperti Kelas Virtual, Distance Learning dan Massive Open Online Course (MOOC). Kelas-kelas Daring Penuh (Full Online) ini memiliki ciri khusus seperti pengaksesan kelas yang lebih fleksibel dan bisa dilakukan dimana saja, namun tentu saja masih terbatas dalam menyelesaikan pembelajaran pada kelas-kelas vokasional yang sifatnya membutuhkan keterampilan khusus.

  • Karakteristik e-Learning berbasis Student-Centered

    Karakteristik e-Learning berbasis Student-Centered

    Ahmaddahlan.Net – Pembelajaran e-Learning yang baik haruslah menganut Student-Centered. Pemberian pengalaman belajar dilakukan dengan melibatkan peserta didik dalam seluruh proses belajar, selain itu pengulangan pelatihan berupa retensi dan atenuasi juga diperlukan untuk memaksimalkan hasil setelah pembelajaran dilakukan.

    Pembelajaran klasikal di dalam kelas melibatkan proses transfer pengetahuan kepada peserta didik dengan “dorongan” dari pendidik ke peserta didik. Informasi berasal dari satu arah yakni guru di dalam kelas dan buku-buku yang tersedia di dalam perpusatkaan dan juga literasi yang diberikan guru, sekalipun itu berisfat e-book.

    E-Learning memiliki konsep belajar berbeda dengan klasikal, dimana peserta didik menjadi lakon utama dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki kebabasan untuk mengkases seluruh informasi yang relevan kapan saja dan dimana saja tanpa ada batasan yang diberikan oleh guru. Peran guru adalah merancang pembelajaran dan memberikan verifikasi sumber-sumber belajar dan hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik.

    Tanpa ada peran aktif dari peserta didik dalam e-Learning, proses pembelajaran dapat dipastikan gagal dan tidak memberikan dampak yang berarti bagi pengembangan pengetahuna peserta didik.

    A. Karakteristik e-Learning

    e-Learning dikembangkan berdasarkan karakteristik berikut ini :

    1. Bahasa Inklusif

    e-Learning dikembangkan dengan prinsip student-centered sehingga pemilihan kata harus bersifat inklusif. Bahasa pengantar disusun sedimikian rupa untuk mengajar peserta didik belajar secara mandiri mengenai topik-topik yang akan dipelajari.

    Penggunaan bahasa sapaan juga menjadi salah satu ciri khas yang harus dimasukkan ke dalam pengantar e-Learning karena interaksi sosial juga bagian dari pembelajaran. Bahasa inklusif membantu menciptakan perasaan dalam proses mendapatkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan menghasilkan hubungan emosional dengan konten yang dibuat dan instruktur.

    2. Disertai dengan Refleksi Diri

    Pelajar modern memiliki rasa ingin tahu yang kuat bahwa pelajaran yang mereka dapatkan memiliki dampak langsung bagi mereka. e-Learning harus didesain sedemikian rupa hingga pembelajaran yang mereka kerjakan baik dari segi konten maupun keterampilan memiliki hubungan langsung dengan kondisi mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat peserta didik merasa penting dalam upaya memahami konten yang dibebankan.

    Tugas guru untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah memberikan refleksi dari apa yang telah dipelajari peserta didik . Refeleksi diri juga bisa dijadikan wadah bagi instruktur/guru untuk memotivasi peserta didik mempelajari lebih banyak lagi hal-hal yang berhubungan dengan konten yang dipelajari.

    3. User-Friendly

    User Friendly adalah pengembangan user interface (UI) dari LMS yang digunakan dalam e-Learning haruslah ramah terhadap user (peserta didik). User Interface dikembangkan sesuai dengan taraf kognitif dari peserta. Semakin sederhana tampilan yang diberikan maka semakin baik untuk digunakan namun pada umunya tampilan sederhana akan membatasi fasilitas yang ada, oleh karena desain UI dari LMS yang digunakan hendaknya diefisienkan.

    Kunci dari User-Friendly ini terletak pada sistem navigasi yang baik dan berlaku umum. Menu-menu tersusun dengan baik dan rapi berdasarkan frequently usage-nya, sehingga peserta didik bis alangusng mengakses informasi yang sering dilakukan secara langsung dari menu navigasi utama.

    4. Relevan dan Kontekstual

    Meskipun harus menarik, anda tidak perlu membahas sisi sains dari film Journey to Center of the Earth atau Star Trek dalam kelas e-Learning. e-Learning bukanlah film sains fiksi yang bercerita tentang topik-topik brilian dan luar biasa namun tidak nyata.

    Sebuah kelas E-learning harus dibuat se-relevan mungkin dengan kehidupan nyata peserta didik, seperti memberikan contoh-contoh kasus yang bisa diamati di luar layar CPU. Memberikan masalah nyata yang terdapat di sekitar tempat tinggal atau paling tidak pernah terjadi di daerah peserta didik.

    Hindari meminta peserta didik mengamati masalah Aurora jika mereka tidak tindak di daerah kutub, namun jika topik yang dipilih memang harus Aurora, maka instruktur harus menyediakan konten yang bisa dijadikan model konten bagi peserta didik. Jangan biarkan peserta didik mencari fenomena Aurora tanpa model konten yang sesuai karena bisa jadi mereka akan menemukan fenomenam Aurora yang dipalsukan oleh pemmbuat kontenya karena mereka mengejar pengunjung.

    5. Bisa dipersonalisasikan

    Manusia adalah mahluk narsis meskipun kadarnya ada yang besar dan ada yang kecil. Salah satu hal yang menandai hal ini adalah perasaan ingin menunjukkan jati diri. Begitupun dalam hal penmapilan di dunia Digital seperti di sosial media, termasuk juga akun e-Learning.

    Belajar di dunia digital sudah cukup memberikan kesan berhadap dengan robot dan sistem-sistem LMS. Peserta didik sebaiknya diberi ruang bernafas seperti mempersonalisasikan dirinya di akun media e-learning melalui menu Costimize.

    Costumize memberikan aksen yang membedakan satu akun dengan yang lainnya yang lebih bersifat personal. menu-menu seperti Biodata, Moto, foto dan jika memungkin tampilan dashboard yang berbeda bisa jadi alasan peserta didik semakin rutin mengunjungi akun e-Learning mereka, namun jangan sampai membuat peserta didik hanya fokus di personalisasi semata.

    6. Merespon Kebutuhan Individu

    Tidak bisa dipungkiri, pengembangan e-Learning mengambil pola umum ke khusus, dalam kasus ini berarti seorang instruktur/guru harus mengakodomir kebutuhan kelas dan tujuan pembelajaran. Tujuan pembeljarna diatur dalam Standar Kompetensi lulusan yang diatur oleh lembaga penyelenggara pendidikan terkait. Seperti untuk SKL peserta didik di sekolah maka SKL-nya ditentukan oleh Kemendikbud melalui BSNP.

    Akan tetapi kebutuhan peserta didik itu bersifat dinamis dan unik untuk setiap peserta didik-nya. e-Learning yang baik harusnya mampu merespon kebutuhan masing-masing peserta didik, dalam kasus pengetahuan awal peserta didik. Pre-Testing di e-Learning akan memberikan informasi yang lebih mudah untuk dilacak karena telah tersimpan di sistem dan sisak di sinkronkan.

    Peserta didik harusnya lebih fokus untuk mendapatkan pengajaran dan materi yang sesuai dengan hasil pre-testing yang dilakukan. Keunggulan dari e-Learning lainya yang tidak bisa dilakukan di kelas klasikal adlah kemungkinan peserta didik mendapatkan materi yang berbeda di time line waktu yang sama.

    7. Mengakomodasi Multi-Sensori

    Meskipun belum bisa diakomodir secara maksimal dengan LMS yang ada, namun sebisa mungkin kelas e-Learning bisa dikembangkan untuk dioperasikan dengan melibatkan multi sensori seperti Audio, Visual, dan Kinestetik. Hal ini memungkinkan bisa dilakukan karena console game modern sudah bisa melibatkan kinestetik, hanya saja belum dikembangkan untuk pembelajran.

  • Jenis dan Model-Model E-Learning

    Jenis dan Model-Model E-Learning

    Ahmaddahlan.NET – Secara sederhana, E-Learning adalah sebuah penyelenggaraan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar mengejar. Peran media elektronik dalam e-learning menentukan model-model pembelajaran.

    Adapun model pembelajaran e-learning terbagi atas tiga model umum.

    A. Model Adjunct

    Model Adjuct adalah model pembelajaran tatap muka di dalam kelas di mana media elektronik hanya dijadikan sebagai penunjang pembelajaran. Model ini juga dikenal sebagai Model tradisional plus dimana model pembelajaran konvensional dengan media elektronik sebagai pendukung pembelajaran.

    Media elektronik hanya dijadikan optional ketika sumber belajar tidak bisa diadakan. Sebagai contoh penggunaan Program Simulasi Laboratorium Elektronik pada percobaan ikatan kimia karena percobaan ledakan ikatan kimia terlalu berbahaya.

    B. Model Blended Learning

    Model blended learning adalah model campuran dimana pembelajaran dilakukan dengan dua metode yakni tatap muka di dalam kelas kemudian dipadukan dengan pembelajaran dalam jaringan. Metode ini pada umunya terbagi atas dua jenis yakni tipe Konstruksi-Konfirmasi dan type Konfirmasi-Konstruksi.

    Model Konstruksi-Konfirmasi dilakukan dengan cara kosntruksi pengetahuan dilakukan di dalam kelas dengan sumber pengetahuan didominasi oleh pendidik, konfirmasi dilakukan di luar kelas dengan menggunakan metode daring. Metode ini banyak digunakan untuk materi yang gemuk dan banyak membutuhkan keterampilan khusus. seperti pelatihan yang membutuhakn laboratoriun seperti pada kelas-kelas kesehatan dan kedokteran, kelas elektronik dan sejenisnya.

    Model kedua adalah model Konfirmasi-Konstruksi. Model ini mengarahkan peserta didik untuk membangun pengetahuan di luar kelas kemudian melakukan konfirmasi pengetahuan di dalam kelas. Tujuan dari konfirmasi ini untuk memastikan proses pembelajaran dilakuakn dengan benar di luar kelas dan dari sumber-sumber yang valid. Peserta didik dianggap belum memiliki pengetahuan yang cukup baik untuk melakukan konfirmasi sumber-sumber belajar.

    C. Model Fully Online

    Model selanjutnya adalah Fully Online Model atau Model Daring Penuh dimana pembelajaran dilakukan penuh. Dalam model ini Instruktur dan peserta didik tidak saling bertemu dan tetap berada di tempat masing-masing, hal ini juga membuat model ini disebut sebagai Distance Learning atau pembelajaran jarak jauh.

    Model Fully Online memanfaatkan aplikasi dan sistem Learning Manajemen System yang perannya merubah porses pembelajaran klasikal di dalam kelas ke dalam ruang-ruang digital. Prinsip menganut semua model pembelajaran tatap muka hanya saja dilakukan di dalam kelas seperti waktu masuk, absen, ujian, interkasi seperti diskusi, pembagian kelompok, asesmen dan pada belakangan ini LMS juga dilengkapi dengan sistem conference yang memungkinkan tatap muka antara guru dan peserta didik langsung.

    Model Fully Online ini tetbagi atas dua jenis yakni synchrounous dimana pertemuan dilakukan dengan melibatkan sisi humanis manusia seperti interaksi sosial, pengembangan karakter dan aturan-aturan terkait dengan kesopanan. Model synchrounous hanya menggantikan ruang kelas fisik ke kelas digital, hanya saja model ini masih relatif mahal saat ini. Pengembang media video conference dengan kualitas stabil masih cenderung mahal baik dari segi lisensi dan juga biaya konektivitas, seperti Applikasi Zoom.

    Model selajutnya adalah model asynchrounous yakni instruktur dan peserta didik tidak saling bertemu. Instruktur hanya menyiapkan kelas-kelas dalam ruang-ruang LMS secara lengkap seperti aktifitas, penugasan dan proyek. Selanjutnya peserta didik bisa belajar sesaui dengan jadwal yang disediakan mapuan dibuat fleksibel karena tujuan utama berada pada keterampilan bukan dari sisi humanis dan interkasi sosial. Instruktur baru akan memberikan feed back setelah pembelajaran berlangsung baik itu harian, mingguan dan juga setelah program pembelajaran selesai.

    Jenis KelasKeterlibatan Perangkat elektornikPersentasi
    Kelas Luring0 %
    Adjunct (Enhanced)1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    < 30 %
    Hybrid Learning1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    3. Diskusi
    4. Tugas
    30 % ~ 70 %
    Fully Online
    (Distance Learning)
    1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    3. Diskusi dan Chatting (synchrounous)
    4. Tugas
    5. Online Meeting (synchrounous)
    6. Absensi
    7. Manajemen Kelas
    > 70%

    a. Jenis-Jenis E-Learning

    Model-model e-learning pembelajan Daring penuh terbagi ke dalam beberapa jenis. Adapaun jenisnya sebagai berikut :

    1. Web-Based Learning

    Pembelajaran berbasis Websiate learning dimana proses pembelajaran dilakukan melalui dalam jaringan dengan memanfaatkan Learning Management System. Kegiatan ini dilakukan melalui jarak jauh atau distance learning.

    Seluruh proses komunikasi antara Instruktur dan Peserta Didik dilakukan melalui LMS baik dengan sistem Synchronous dan Aynchronous. Pembelajaran ini bergantung penuh pada jaringan dan sistem LMS. Sistem LMS yang paling banyak digunakna di Indoensia sendiri adalah Moodle karena bertiep open source dan boleh dilakukan self hosting.

    2. Computer-Based Learning

    Computer-Based Learning adalah proses pembelajaran dilakukan menggunakan komputer. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara mandiri oleh peserta didik dengan masing-masing komputernya. Hal ini sudah sering dilakukan pada level sekolah menengah untuk praktikum komputer atau dilakukan oleh kursus-kursus berbasis Komputer.

    Tuags dari instruktur adalah membuat pembelajran dalam bentuk aplikasi atau sistem belajar dalam sebuah CPU dan tugas dari peserta didik menuntaskan tugas-tugas yang ada dalam aplikasi tersebut. Interaksi dari Computer-Based Learning hampir tidak ada karena tujuannya sudah dicantumkan secara lengkap sehingga fasilitas Feed back tidak tersedia.

    3. Virtual Education

    Virtual education adalah proses pembelajaran yang dilakukan dimana peserta didik tidak bertemu dengan isntruktur. Instruktur membuat bahan-bahan ajar dalam bentuk virtual seperti manajemen LMS atau Video pembelajaran.

    Setelah sistem yang dirancang disipakan, peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran dengan instruktur virtual. Hal ini membuat Virtual Education masuk dalam kategori asynchrounous. Keuntungan dari jenis ini adalah satu instruktur kemungkinan mengajar banyak kelas sekaligus karena bisa dengan mudah diperbanyak.

    Kekurangannya Virtual Education adalah feed back agak sulit dilakukan, karena jiak dilakukan feed Back maka pembelajran ini masuk dalam kategori Web-Based Learning.

    4. Digital Colaboration

    Kolaborasi Digital adalah kegiatan pembelajaran yang menggabungkan banyak kelas yang berbeda instruktur dalam satu kelas. Tugas ini dilakukan untuk menyelesaikan sebuah proyek yang mungkin saja membutuhkan dua ahli yang berasal dari isntansi yang berbeda kemudian digabungkan dengan memanfaatkan tekonologi informasi dan komunikasi.

  • Pengertian Model Pembelajaran

    Pengertian Model Pembelajaran

    Pengertian Model Pembelajaran

    Ahmad Dahlan –  Model pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagi sebuah prosedur yang dilakuakn secara sistematis dengan tujuan melakukan koordinasi terhadap-terhadap pengalaman pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta di dalam kelas. Sistem belajar dalam sebuah model pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.   

    Model Pembelajaran Joyce dan Will

    Sebuah proses pembelajaran yang dilakuakn secara terstruktur dan dilakukan berulang-ulang akan membentuk sebuah pola dalam setiap kali pertemuan atau setiap tujuan pembelajaran tercapai. Joyce & Weil (1980: 3) menyatakan bahwa pola-pola yang telah direncakan di dalam kelas merupakan rancangan dari bentuk model pembelajaran.

    Model Pembelajaran ini selanjutnya sangat memabntu dalam menentukan kurikulum, pengajaran, pemiihan materi pelajaran dan proses bimbingan yang dilakukan oleh guru.   Joyce & Weil (1986) kemudian memberikan spesifikasi bahwa setiap model pembelajaran akan memiliki karakater tersendiri yang membuatnya berbeda antara satu model pembelajaran dan model pembelajaran lainnya, namun paling tidka model pembeljaran dapat dikenal melalui ciri ciri umum yang dibedakan berdasarkan unsur:  

    1. Sintaks – Berisi tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan model pembelajaran.
    2. Sistem Sosial – Situasi standar dimana model tersebut dapat diterapkan
    3. Prinsip Reaksi – Bentuk respon-respon yang dilakukan oleh guru berdasarkan kegiatan yang dilakuakn peserta didik selama model diterapkan.
    4. Sistem Pendukung – Seluruh sarana dan prasaran yang dibutuhkan ketika model diterapkan. Hal ini juga terkait dengan kesiapan guru, alat dan juga bahan.
    5. Dampak Instruksional – Hasil belajar  dan pengelaman belajar yang secara langsung didapatkan oleh peserta didik setelah melewati proses pembelajaran. Hali ini tertuang dalam tujuan pembejalaran yang dirancang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
    6. Dampak Penggiring – Hasil belajaran tambahan yang didapatkan selama proses pembelajaran dilaksanakan tanpa ada rencana yang dilakukan oleh guru. Hasil ini didapatkan dari pengalaman yang didapatkan peserta didik selama proses pembelajaran.

    Secara keseluruhan sebuah rancangan proses pembelajaran dapat dikatakan sebuah model pemebejaran jika ke 6 unsur umum tersebut dapat diamati dan dilaksanakan.

    4 Kelompok Model Pembelajaran Menurut Joyce & Will

     Joyce & Weil (1986) juga melakukan pengelompokkan model pembelajaran ke dalam 4 model. yakni:

    1. The information processing sources 
    2. The personal sources 
    3. The social interaction sources 
    4. Behavior modification as a sources 

    1.  The information processing sources 

    The information processing sources  atau model pemrosesan Informasi adalalh sebuah model pembelajaran yang berbasis pengetahuan Kognitif. Pembelajaran akan lebih ditekankan pada pengembalian, penguasaan dan pemrosesa informasi dengan dasar dari teori belajar Kognitif. Orientasi pemebajaran ditingkatkan pada konsep pengetahuan dengan asumsi bahwa peserta didik yang memproses imformasi akan berdampak pada peningkatan hasil belajar.

    Imformasi yang didapatkan peserta didik didapatkan dari lingkungan belajar (suasan belajar dalam kelas) baik berupa mengumpulkan informasi, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan sebuah konsep atau menggunakan bahasa verbal dan visual untuk menyampaikan informasi yang didapatkan.

    Asumsi dalam model pemrosesan Infomasi menganggap bahwa faktor yang berperan penting dalam pembelajaran adalah hasil belajar dan hal ini bersifat komutatif. Proses akan berlangsung disertai dengan penerimaan informasi yang menghasilkan output buerupa hasil belajar. Output dari hasil belajar ini dapat berupa : (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.

    No.ModelTokohTujuan
    1.Model pencapaian konsep (concept attainment)Jerome BrunerDirancang untuk mengembangkan dan menganalisis konsep dengan menggunakan pola nalar induktif.
    2.Model berfikir induktif (inductive thinking)Hilda TabaDirancang untuk mengembangkan proses mental induktif dan penalaran atau pembentukan teori.
    3.Model latihan penelitian (inqury training)Richard SuchmanDirancang untuk memberikan pengelaman belajar kepada peserta didik dalam menghadapi penalaran kausal, lebih fasih dan tepat dalam mengajukan pertanyaan, membentuk konsep, serta hipotesis.
    4.Model penelitian ilmiah (scientific inquiry)Joseph J. SchwabDirancang untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu disiplin ilmu, tetapi diharapkan juga memiliki efek dalam kawasan lain.
    5.Model pengembangan intelek (developing intellect)Jean Piaget, Irving Sigel, Edmund, Sulivand, dkk.Dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi juga dapat diterapkan pada perkembangan sosial.
    6.Model penata lanjutan (advance organizer)David AusubelDirancang untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
    7.Model memorisasi (memorization)Harry Lorayne & Jerry LucasDirancang untuk meningkatkan daya ingat siswa.

    2. The personal sources

    The personal Source merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan model pembelajaran berdasarakan kemempaun indibidu dalam mengembangkan konsep yang terkait dengan materi pembelajaran. Hal hal yang meliputi pengembangan yang dilakukan Indovidu adalah mebangun pengetahuan dari diri sendiri, menemukan konsep dan melakukan organisasi dari seluruh potongan-potongan pengetahuan yang telah individu pelajari.

    Model pembelajaran personal berkiblat pada teori belajar Humanistik yanh lebih emosional dan berorientasi terhadapa perkembengan Individu. Perkembangan pengatahuan peserta didik tidak serta merta di dapatkan sendiri tetapi juga memperhatikan hubungan dengan lingkungan dan sosial. Model ini menuntut peserta didik mempu untuk membangun pengetahuan dari lingkungan sehingga individu harus memiliki hubungan harmonis antar sesama agar informasi dapatterkumpul secara efektif.

    No.ModelTokohTujuan
    1.Model non direktifCarl RogersMemberikan tekanan pada pembentukan kemampuan dalam perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan mengenal konsep diri.
    2.Model latihan kesadaranFritz Perls & William ScuhtzMeningkatkan kemampuan individu peserta didik untuk mengeksplorasi diri dan kesadaran diri.
    3.Model sinektikWilliam GordonMenekankan pada perkembangan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
    4.Model sistem-sistem konseptualDavid HuntMeningkatkan kompleksivitas dan keluwesan pribadi.
    5.Model pertemuan kelasWilliam GlasserMenekankan pada perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri serta kelompok sosial.

    3. The Social Interaction Sources

    The Social Interaction Sources atau Model interaksi sosial merupakan model pembelajaran yang menekankan proses pembelajaran pada hubungan individu dan sosial kemasyarakatan. Proses pembelajaran dalam model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi antara masyarakat terhadap orang lain, bersifat demokratis, bekerja secara produktif dalam masyarakat dan menerima perbedaan. Teori belajar utama yang mendukung model pembelajaran ini adalah teori belajar Gestalt atau Field-Theory.

    Dalam teroi belajar ini interkasi dan hubungan harmonis yang terjadi antara individu dan masyarakat menjadi fokus utama dari tujuan pembelajaran. Sebuah peristiwa dianggap benar jika dipandang secara keseluruhan bukan secara sebagian atau cuplikan pengetahuan. Secara khusu pembelajaran dianggap memiliki makna jika materi dipahami secara utuh.

    No.ModelTokohTujuan
    1.Model investigasi kelompokHerbert Telen & John DeweyMengembangkan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan keterampilan-keterampilan penentuan akademik.
    2.Model inkuiri sosialByron Massiales & Benjamin CoxMenekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan sosial dan penalaran logis.
    3.Model latihan laboratorisBethel MaineMenekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi.
    4.Model penelitian yurisprudensialDonald Olever & James P. ShaverDirancang untuk pembelajaran kerangka acuan yurisprudensial sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial.
    5.Model bermain peranFainie Shafel & George FhafelDirancang untuk mempengaruhi peserta didik agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial.
    6.Model simulasi sosialSarene Bookock & HaroldDirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial serta untuk menguji pemerolehan konsep keterampilan perbuatan dan keputusan

    4. Behavior modivication as a sources

    Kategori model pembelajaran Behavior modivication as a sources atau model modifikasi tingkah laku berpusat pada perubahan yang tampak pada individu sehinggaindividu konsisten terhadap konsep diri sendiri.

    Model ini berkiblat pada teori belajar Behavioristik dengan mengembangkan sistem efisien untuk mengurutukan tugas-tugas belajar yang dapat membentuk tingkah laku. Model ini berpandangan bahwa tugas tugas harus diberikan dalam bentuk bagian-bagian kecil yang berurutan dan mengandung perilaku khusus.

    Model ini memiliki asumsi bahwa proses belajar di dapatkan dari manipulasi keadaan yang dialami peserta didik sehingga dengan terpaksa melakukan perubahan-perubahan perilaku. Aspek perubahan terkait dengan hal-hal yang bersifat psikologis dan perilaku yang tidka dapat diamati.

    No.ModelTokohTujuan
    1.Managemen kontingensiB.F. SkinnerMenekankan pada kemampuan memahami fakta-fakta, konsep, dan keterampilan.
    2.Kontrol diriB.F. SkinnerMenekankan pada pengendalian prilaku dan keterampilan sosial dalam mengontrol dirinya.
    3.RelaksasiRimm, Masters, & WolfeMenekankan pada tujuan pribadi (mengurangi ketegangan dan kecemasan).
    4.Pengurangan keteganganRimm, Masters, & WolfeMenitik beratkan pada pengalihan pada kesantaian dari kecemasan dalam situasi sosial
    5.Latihan Asertif desensitasWolfe, Lazarus, & SalterBerorientasi pada ekspresi perasaan secara langsung dan spontan dalan situasi sosial.
    6.Latihan langsungGagne, Smith & SmithMenekankan pada pola-pola prilaku dan  keterampilan pada diri peserta didik.

    Referensi 
    Joyce, B., & Weil, M. (1980) Models of Teaching (Second Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
    ——–, (1986). Models of Teaching (Third Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

  • Pengertian Belajar – Pandangan Empirisme, Behavioral dan Konstruktivisme

    Pengertian Belajar – Pandangan Empirisme, Behavioral dan Konstruktivisme

    Ahmad Dahlan. Belajar adalah sebuah proses memberikan informasi baru kepada diri sendiri yang tidak bisa dipelajari. Morgan, et al (1986) menyatakan bahwa jika belajar merupakan kegiatan mental yang tidak bisa diamati secara fisik.

    Peserta didik yang terlihat sedang mendengarkan penjelasan guru atau mengerjakan tugas praktikum yang ditugaskan oleh pembimbingnya secara fisik terlihat sedang belajar, namun bukan berarti mereka telah mendapatkan perubahan mental melalui proses tersebut.

    Bisa jadi peserta didik hanya melakukan kegiatan fisik tanpa mendapatkan pengalaman yang dapat merubah mental mereka. Jika demikian proses ini tidak bisa dikategorikan sebagai proses pembelajaran.

    Hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik bersifat permanen (Ormrod – 1995) atau dengan kata lain tidak hanya ditunjukkan pada proses pembelajaran semata tapi juga dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Hal ini disebut sebagai pengalaman yang didapatkan melalui proses belajar Padangan ini merupakan padangan empirisme yang menitikberatkan pada hasil yang dicapai.

    Meskipun tidak dapat proses belajar tidak dapat diamati, namun seseorang yang telah melakukan pembelajaran akan menunjukkan perubahan yang dapat ditunjukkan dari perbedaan indikator yang ada pada peserta didik sebelum dan setelah melakukan proses pembelajaran.

    Pengertian Pembelajaran

    Proses mendapatkan pengelaman belajar dari peserta didik disebut sebagai pembelajaran. Degeng (1997) menyatakan bahwa pembelajran adalah proses membuat peserta didik belajar.

    Pembelajaran merupakan proses yang tidak dibatasi ruang dan waktu tapi terikat pada hasil yang dicapai oleh peserta didik. Hal disebabkan oleh mataeri / objek yang dipelajari sangatlah luas sehingga ruang kelas menjadi sebuah pembatas yang tidak mungkin menjelaskan materi-materi yang kontekstual.

    Sebagai contoh pada subjek Geofisika dimana seorang guru mungkin saja bisa membuat sebuah pemodelan media pembelajaran gunung berapi, namun tentu saja hal tersebut tidak cukup detail untuk menjelaskan dampak dari gunung yang sedang meletus.

    Dalam kaitannya dengan pendidikan / Edukasi, pembelajaran merupakan sebuah proses yang membangun pemahaman peserta didik, tidak hanya mengendalkan pengetahuan yang mengandalkan ingatan.

    Hasil belajar haruslah memiliki manfaat yang nyata bagi pebelajar Nikson (1992). sehingga pemodelan materi yang dilakukan selama proses pembelajaran dapat diadaptasi untuk menyelesaikan masalah yang mereka temukan di dunia nyata.

    Belajar dalam Pandangan Behavioral 

    Belajar dari sudut padang behavioral (tingkah laku) adalah kecapakan yang didapatkan oleh peserta didik yang didapatkan dari latihan yang dilakukan selama proses pembelajaran. Pandangan ini diawali oleh teori Anjing Pavlov dimana proses belajaran hanya bisa dilakuakn melalui proses pengkondisian.

    Pavlov mengamati bawah seekor anjing yang hanya akan mengeluarkan liur ketika hendak di beri makan namun tidak dengan kondisi lain. Pavlov kemudian melakukan pengkondisian dimana anjing tersebut akan diberi makan tidak lama setelah Pavlov memukul lonceng.

    Anjing akan mendapatkan makanan tidak lama setelah lonceng dibunyikan. Lama kelamaan perilaku anjing bergeser dari yang awalnya mengeluarkan air liur hanya pada saat melihat makanan kini setiap kali mendengar lonceng. Si anjing akan membuat asosiasi secara alami bahwa bunyi lonceng adalah tanda makanan akan diberikan.

    Pavlov kemudian melakukan modifiaksi lagi dimana tidak setiap kali bunyi lonceng akan diberikan makanan, namun frekuensi hanya sedikit, lama kelamaan frekuensi bunyi lonceng tanpa makanan diperbanyak sampai akhirnya Anjing tersebut akan mengeluarkan liur hanya dengan mendengarkan bunyi lonceng meskipun tanpa diberi makanan lagi.

    Proses ini bisa saja terjadi berulang-ulang diman sang anjing mungkin tidak mengeluarkan air liur di tengah ekspremen. Untuk menyelesaikan masalah ini, PAvlov kemabli akan memberikan makan ketika lonceng dibunyikan namun air liur anjing tidak keluar.

    Upaya tersebut merukan atenuasi atau proses penguatan perlakuan yang diberikan Pavlov terhadap subjeknya. Hamalik (2001) justru meyakini jika proses belajar yang utama ada pada proses pelatihan termasuk Atenuasi bukan pada penentuan tujuan awal.

    Belajar merupakan suatu kegiatan atau proses yang menghasilkan sebuah produk dan tujuan dari belajar. Belajara diartikan sebagai suatu proses mengalami dan mengingat berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Oemar hamalik seolah-olah menegaskan bahwa belajar bukanlan suatu hasil latihan melainkan suatu proses perubahan kelakuan.

    Belajar dalam Pandangan Konstruktivis 

    Pada kenyataannya, terdapat pandangan lain mengenai belajar. Teori konstruktivis menunjukkan bahwa belajar merupakan hasil dari sebuah pembangunan keterampilan yang didapatkan tidak hanya melalui sebuah pengalaman tetapi juga melatih keterampilan tertentu. John Dewey berpendapat belajar lebih dari sekedar mengalami tapi mengambil pelajaran dari apa yang telah dialami sehingga dapat diambil langkah yang lebih baik dari sebelumnya. Sebuah pengalaman yang dilalui begitu saja tentunya tidak akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru. Kajian mendalam mulai dari mencoba mengingat kejadian sampai dengan menciptakan sebuah produk merupakan sebuah proses belajara yang kompleks.

    Serupa dengan yang disampaikan oleh Dewey, Gredler (1986) mengatakan bahwa proses belajar didapatkan dari sebuah perubahan tingkah laku dan proses belajar didapatkan melalui perlakuan dari lingkungan buatan (eksperimen) dan sebagian kecil berasal dari lingkungan alami. Lingkungan alami cenderung membuat orang merasa nyaman dan tidak akan melakukan upaya mencari lebih dari sekedar yang dibutuhkan dalam lingkungan alami.

    Perubahan lingkungan yang dilakukan secara sengaja membuat seseorang harus mencari tahu mengenai hal yang dibutuhkan dalam melewati perubahan tersebut.   Sebuah proses belajar dilakukan dalam waktu yang lama, hal ini akan membedakan dengan insting manusia. Proses belajar tentunya sangat berbeda dengan merasakan api atau berjalan di atas tali dari sebuah gedung pencakar langit. Belajar membutuhkan sebuah proses sintesis pengetahuan yang didapatkan baik dari pengalaman dan juga perubahan keadaan.

    Seorang peserta didik yang diajar dengan menggunakan metode eksperimen tidak akan langsung paham mengenai sebuah metode meskipun peserta didik tersebut sudah mampu melakukan langkah-langkah yang diberikan. Dibutuhkan proses analisis dan sintesi yang ada dalam pikiran peserta didik itu sendiri agar mendapatkan pengetahuan secara holistik. Meskipun teori ini terlihat seperti proses menanggapi ransangan dari sebuah stimulus yang diberikan, namun belajar memiliki makna yang lebih kompleks dibandingkan dengan menanggapi rangsangan yang dimaksud.  

    Sebuah proses belajar akan mengarahkan seseorang berubah dalam ranah pengetahuan baik dari segi kemampuan kognitif, perubahan sikap yang muncul, keterampilan gerak dari proses latihan atau keterampilan lain yang menjadi dampak setelah peserta didik melalui sebuah proses belajar. Proses akan terus berkembang seiring dengan perubahan pengalaman yang didapatkan oleh peserta didik setelah melalui proses belajar.

    Rujukan

    Degeng, Sudana, I Nyoman. (1997). Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi Dengan Model Elaborasi. Jakarta: IKIP Malang dengan Biro Penerbitan Ikatan Profesi

    Morgan, Clifford T et.al . (1986). Introduction to psychology. New York : McGraw-Hill Book Company

    Ormrod, Jeanne Ellis. (1995). Human Learning. Columbus : Merrill