Catatan : Apakah Agama membutuhkan Logika Manusia adalah Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan dan membuat saya agak gatal untuk menjawab.
Dalam kepercayaan saya Agama tidak membutuhkan logika namun manusia membutuhkan logika untuk beragama.
Saya pikir ini adalah jawab yang sifatnya terlalu subjetif untuk dijadikan referensi karena kita mungkin saja memiliki agama yang berbeda. Tidak hanya itu bisa saja kita memiliki agama yang sama namun pada cabang yang berbeda.
Jadi mari kita coba jawab dengan jawaban yang agak berbeda.
Daftar Isi
Logika dan Agama
Dalam kajian filsafat Pengetahuan digambarkan sebaga pohon ilmu pengetahuan. Pohon ini memiliki 4 subtansi utama yakni (1) Kenyataan, (2) Keyakinan, (3) Kebenaran dan (4) Pengetahuan.
Kenyataan atau fakta adalah segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh benar. Levelnya hanya pada dapat ditangkap oleh indra. Misalnya saja
- Pedagang yang jualan habis
- Suhu malam hari yang dingin
- matahari terbit dari timur
Subtansi ini kadang tidak benar-benar nyata. Misalnya saja fakta nomor 3 yang menunjukkan matahari terbit dari timur. Indra kita melihat kejadian ini sehari-hari padahal bumi lah yang mengelilingi matahari setiap detiknya.
Dibutuhkan lebih dari sekedar pengamatan saja untuk mengetahui hal ini sehingga fakta saja tidak cukup.
Kepercayaan adalah subtansi yang melibatkan indra dan juga rasional seseorang namun pada umumnya tidak membuthkan sesuatu untuk dibuktikan. Misalnya anda yakin bahwa Ibu yang merawat anda adalah ibu kandung anda tanpa membuktikan melalui metode-metode kompleks
Anda yakin akan cinta kekasih ada hanya dari beberapa perlakuan yang diberikan. Dalam sains kita juga menyederhakan kasus dimana 1 + 1 = 2. Semua anak SD yang paham proses perhitungan dasar akan sama-sama percaya bahwa 1+1 = 2, tanpa pernah membuktikan dengan berbagai metode 1 + 1 = 2 atau tanpa paham aksioma yang digunakan. Padahal ada aksioma yang digunakan untuk membenarkan 1 + 1 = 2. Karena bisa jadi 1 + 1 = 10 jika aksioma yang digunakan adalah Biner 8 Bit.
Aristoteles yakin bahwa bahwa sebuah batu akan tetap diam dan tidak akan bergerak selama tidak ada gaya yang bekerja pada batu tersebut. Hal ini adalah keyakinan Aristotels. Padahal Newton menemukan bahwa ada gaya yag bekerja pad asebuah benda sehingga benda tersebut diam.
Kebenaran dan Pengetahuan jauh lebih komplek dari ini dan bahkan bisa dilakukan pembuktian atas seluruh objek yang sedang dikaji. Pada dua subtansi ini dibutuhkan lebih dari sekedar kepercayaan tapi juga logika. Logika bukan satu-satunya syarat untuk berada pada subtansi Kebenaran dan Pengetahuan tapi logika menjadi syarat mutlak.
Apa itu Logika?
Ada banyak defenisi dari Logika namun saya paling suka dengan defenisi adalah suatu metode rasional yang digunakan dalam menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan dan premis-premis yang ada. Semua kesimpulan dianggap benar jika tidak bertentangan dengan premis dan kesimpulan yang ada. Premis ini bisa jadi buah pemikiran namun pada umumnya ditarik dari data yang sifat faktual.
Kesalan kesimpulan bisa saja terjadi sekalipun metode pengambilan kesimpulan sudah benar. Hal ini disebabkan kurangnya data sehingga premis yang digunakna prematur. Kesalaha kesimpulan ini bukanlah kesalahan logika tapi kesalah data.
Misalnya saja
- orang yang kerja itu punya uang
- orang yang punya uang itu kaya
- Budi adalah orang bekerja
Berdasarkan premis ini kesimpulannya jelas “budi adalah orang kaya”. Namun bisa jadi Budi bukanlah orang kaya karena bisa jadi ada premis yang bukan fakta. Misalnya saja orang yang punya uang itu kaya, harusnya orang kaya itu punya uang.
Kesalah lain bisa saja muncul karena kurangnya fakta yang diambil bisa tidak ada informasi tentang pekerjaan yang dilakukan oleh Budi atapun standar jumlah yang seseorang agar dikatakan kaya. Dalam kasus ini kebenaran butuh lebih sekedar dari Logika saja tapi juga data empirik yang memadai.
Agama dan Kepercayaan
Baik mari kita kembali ke Agama yang erat kaitanya dengan sosok yang maha segalanya di baliknya. Sebuat saja Tuhan. Tuhan ada sosok maha segalanya ini bahkan tidak bisa dilihat oleh Indera. Tidak ada satupun yang pernah melihat sosok tuhan yang dimaksud, apalagi membutiknya secara saintifik.
Sehingga Agama dan Kasus ini subtansi ketuhanan hanya akan diterima dalam bentuk Kepercayaan. Akan selalu ada perdebatan tentang tanda-tanda kehdariian tuhan melalui kisah-kisah di masa lampau atau kejadian di masa yang termaktub dalam Kitab Suci namun hal ini hanya akan diterima oleh sebagian orang yang mempercayai-nya saja. Tidak demikian dengan orang lain yang tidak percaya.
Berbeda dengan Gravitasi yang sekalipun disepakati bersama bahwa gravitasi tidak ada maka setiap orang yang loncat dari menara eifel akan tertarik kebawa dan kemungkinan besar berakhir pada kematian. Kebenaran dan Pengetahuan sifatnya lebih objektif. Dua hal ini adalah produk dari rasional ditambah aspek lain seperti empirik, saintifik dan masih banyak lagi.
Apakah Agama Butuh Logika Manusia?
Sepertinya tidak. Doktrin paling tinggi dalam banyak agama ada pada level Keimanan yang berarti Percaya. Misalnya pada Islam, ada 6 Doktrin yang tidak bisa dibuktikan oleh manusia yang disebut rukun Iman. Dari 6 Rukun iman tersebut hanya satu yang dapat ditangkap oleh Indera. Dengan demikian akan tidak butuh logika manusia.
Hanya saja ini bukan jawaban final. Saya ingin kembali Stefen Hawking bapak dari teori of everything yang menejlaskan tentang asal-usul alam semesta. Hawking menjelaskan bahwa alam semesta ada dari ketidakadaan dimana alam semesta menciptakan diri sendirinya. (Butuh tambahan Fisika Kuantum dengan segentong besar kemampuan matematika kompleks untuk memahami ini karena ini lebih dari sekedar defenisi sederhana Qun faya Qun)
Sederhananya Hawking menganggap bahwa Hukum Kekekalan energi berlaku dan sifatnya dimana energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat musnahkan. Setiap energi yang ada di alam semesta ini seperti Energi dan Massa (disebut energi positif) memiliki konsekuensi Energi Negatif yang jika dijumlahkan hasilnya adalah 0 karena tunduk pada hukum Kekekalan Energi. Pengamatan tentang God Particle memperkuat teori ini sehingga Hawking percaya tidak ada tuhan di atas sana atau dimana saja.
Hanya ada satu pertanyaan mendasar yang tidak bisa dijawab dari teori ini. Jika Alam semesta ini menciptakan diri sendirinya dan dimulai dari partikel kuantum paling sederhana. Pertanyaan yang muncul adalah “manakah yang lebih dulu muncul, Partikel Kuantum (fenomena kuantum) atau hukum-hukum kuantum yang mengatur fenomena tersebut?” Aneh rasanya kalau menjawabnya dengan muncul bersamaan karena pernyataan ini akan memicu lebih banyak pertanyaan lain.
Jawaban dari pertanyaan ini tidak akan muncul pada level Kebenaran dan Pengetahuan karena memang belum bisa dibuktikan. Meskipun belum ada jawabannya, semua saintis memiliki keyakinan bahwa pertanyaan ini punya jawaban.
Dedengan demikian kesimpulan sementara “Bukan berarti karena tidak bisa dibuktikan dengan metode kompleks yang saintifik makan objek tersebut tidak ada”.
Ada satu jawaban tendesius yang paling sederhana untuk menjawab pertanyaan ini adalah “Jika tuhan menciptakan segalanya dengan ucapan Kun Faya Kun artinya tuhan punya kemampuan yang tak terhingga. Dengan demikian sangat sulit untuk mendefenisikan tak terhingga, terkadang kita hanya mampu memahami tanpa mengetahui seperti paradoks Hotel Hilberg”
Kesimpulannya semua yang terdefenisikan itu, didefenisikan tidak mewakili tuhan. Karena defenisi itu adalah pembatasan mengenai defenisi sesuatu sedangkan tuhan sendiri tidak terbatas.
Kesimpulan ini juga mendukung bahwa Agama Tidak Butuh Logika manusia namun manusia butuh logika untuk agama.