Kategori: Fisika

Kumpulan Artikel Tentang Materi-MAteri Fisika baik di Sekolah Menengah atas maupun di Universitas

  • Modul Praktikum Bandul Matematis

    Modul Praktikum Bandul Matematis

    Bandul matematis adalah sebuah percobaan menggunakan gerak harmonis sederhana dengan mengikat sbeuah beban pada seutas tali ringan kemudian diberi simpangan kecil. Metode Bandul Matematis secara umum digunakan untuk menentukan percepatan grafitasi bumi.

    Praktikum Bandul Matematis

    A. Tujuan Praktikum

    1. Menentukan percepatan gravitasi bumi (g) menggunakan metode bandul matematis.

    B. Alat dan Bahan

    1. Statif dan Klem
    2. Tiang Penyangga
    3. Beban
    4. Tali Penggantung
    5. Stops Watch

    C. Metode Praktikum

    1. Rangkailah alat percobaan seperti gambar di atas!
    2. Ikatkan bila pejal bermassa 50 gram pada tali dengan panjang 0,5 m
    3. Siapkan stopwatch
    4. Berikan simpangan kecil pada tali (10o), lalu tetapkan sebuah titik acuan untuk menghitung satu getaran.
    5. Lepaskan bandul lalu biarkan beberapa saat sebelum mulai menghitung durasi waktu yang dibutuhkan untuk membentuk 10 getaran.
    6. Catat data hasil penelitian
    7. Ulangi kegiatan pengukuran sebanyak 5 kali.

    D. Tabel Pengamatan

    NoJumlah Getaran (n kali)t (s)
    1
    2
    3
    4
    5

    E. Analsisi Data

    1. Periode (T)

    T =\frac{t}{n}

    2. Gravitasi Bumi (g)

    T = 2\pi \sqrt{\frac{l}{g}}
    \left( \frac{T}{2\pi}\right)^2 = \frac{l}{g}
    g = l\left( \frac{2\pi}{T}\right)^2 

    3. Rerata Gravitasi

    \bar g =\frac{g_1+g_2+g_3+g_4+g_5}{5}

  • Kecepatan Sesaat

    Kecepatan Sesaat

    Pada saat mobil dikendarai di jalan tol, kecepatan mobil yang dikendarai berubah-ubah. Kadang 40 km/h kadang tiba-tiba berubah 80 km/h. Kecepatan yang terbaca pada spedometer adalah kecepatan sesaat. Kecepatan sesaat ini yang membawa momentum dan inersia dari sebuah benda yang bergerak.

    Konsep Kecepatan Sesaat

    Kecepatan sesaat (v) adalah besar kecepatan pada saat t dengan interval waktu Δt mendekati 0. Kecilnya interval waktu pengukuran ini membuat besarnya kecepatan tersebut memiliki nilai yang sama dengan kecepatan rata-rata.

    Kecepatan sesaat ini dapat diukur menjadi :

    v = \lim_{Δt→0}\frac{\Delta x}{\Delta t} \ \ \ \ \ ...(1)

    Δt dalam kasus ini adalah :

    Δt=t_2-t_1 \ \ \ \ \ ...(2)

    kecepatan pada saat t ini ada diantara t2 dan t1 dengan selang waktu antara t ke t2 dan t ke t1 sangat kecil.

    t_2 < t < t_1 \ \ \ \ \ ...(3)

    Posisi (x) pada saat t dapat digambarkan pada grafik di bawah ini.

    Kecepatan sesaat t

    Perhatikan tanda panah yang ada pada t2 dan t1, tanda tersebut menujukkan jika Δt yang dimaksud sangat kecil atau mendekati 0, namun nilainya tidak 0. Karena t1 ≤ t ≤ t2, maka kita dapat asumsikan jika t1 = t. Dengan demikian maka t2 akan lebih dekat dengan t1. Ilustarinya dapat diasumsikan berubah menjadi :

    Grafik Kecepatan Sesaat dimana t mendekati 0

    Karena Δt = t2 − t1 dan t1 = t, maka persamaan ini menjadi :

    Δt = t_2 − t \ \ \ \ \ ...(4)

    Persamaan ini dapat ditulis menjadi :

    t_2 = t + Δt \ \ \ \ \ ...(5)

    Dengan demikian Δt adalah interval waktu antara t dan t + Δ.

    Grafik Kecepatan Sesaat dimana t mendekati 0

    Interval waktu (Δt) yang singkat ini akan sama dimanapun Δx diukur. Dengan demikian Δx menjadi :

    Δx = x_{t+Δt}− x_t

    Dengan demikian persamaan (1) dapat ditulis menjadi :

    v=\lim_{Δt→0}\frac{x_{t+Δt}− x_t}{Δt}

  • Gerak Lurus Beraturan

    Gerak Lurus Beraturan

    Gerak Lurus Beraturan (GLB) merupakan konsep gerak dalam fisika dimana kecepatan gerak sebuah partikel konstan. GLB bekerja berdasarkan hukum I Newton dimana sigma gaya-gaya yang bekerja pada partikel adalah 0. Hanya saja, GLB umumnya, ditinjau dalam kajian Kinematika yakni meninjau gerak tanpa memperhatikan penyebab geraknya.

    Konsep GLB

    Konsep GLB digambarkan sebagai gerak partikel dengan kecepatan konstan pada lintasan lurus. Kecepatan konstan ini dapat dilihat jika perubahan posisi (ds) sama pada selang waktu (dt) yang sama.

    v=\frac{ds}{dt} \ \ \ \ \ \ ...(1)

    A. Grafik v-t

    Dalam grafik v terhadap t, Kecepatan ditunjukkan oleh garis datar lurus. Garis ini mengindikasikan bahwa kecepatan akan selalu sama atau tidak akan pernah berubah terhadap waktu.

    Grafik kecepatan terhadap Waktu GLB

    B. Grafik s-t

    Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, jika GLB adalah gerak dengan kecepatan tetap seiring waktu, dengan demikian perubahaa jarak (ds) akan selalu sama pada iinterval waktu yang sama (dt). Pada grafik s terhadap t, kemiringan dari grafik s-t akan selalu sama.

    Bentuk grafik dariu GLB adalah

    Grafik S terhadap t gerak lurus beraturan GLB

    Dari grafik ini dapat dilihat bahwa gradien (m) grafik ini adalah

    m=\frac{x_2-x_1}{t_2-t_1} \ \ \ \ \ ...(2)

    m pada persamaan 2 ini memiliki nilai konstan yang selanjutnya disebut sebagai kecepatan. Jika m diganti dengan v, maka Persamaan 2 ini dapat ditulis dalam bentuk :

    v(t_2-t_1)=(x_2-x_1) \ \ \ \ \ ... (3)

    Karena jarak (x) adalah besaran yang nilainya bergantung dari seberapa lama benda bergerak maka komponen x pada persamaan (3) dipindahkan ke sisi kanan. Persamaan (3) ditulis menjadi :

    (x_2-x_1) =v(t_2-t_1) \ \ \ \ \ ... (4)

    Misalkan kita tinjau sebuah partikel bergerak dari keadaan awal pada saat t = 0 dengan demikian t1 dapat disebuat sebagai t0. Tinjauan ini juga membuat x1 disebut sebagai posisi awal pada saat t = 0 atau x0.

    Gerak benda pada saat t dapat ditulis sebagai berikut :

    (x_t-x_0) =v(t-t_0) \ \ \ \ \ ... (5)

    Atau

    x_t=x_0+v(t-t_0) \ \ \ \ \ ... (6)

    karena t0 = 0 maja persamaan 6 dapat ditulis menjadi

    x_t=x_0+vt \ \ \ \ \ ... (7)

    Dimana

    xt = posisi pada saat t (m)
    x0 = posisi awal (m)
    v = Kecepatan gerak (m/s)
    t = selang waktu t (s)

    x0 dalam persamaan (7) berfungsi sebagai kerangka acuan sebuah GLB ditinjau. Jika kita memulai menghitung x0 pada titik acuan awal atau 0 meter, maka persamaan 7 berubah menjadi

    x_t=vt \ \ \ \ \ ... (8)

    Persamaan 7 dan persamaan 8 ini disebut sebagai persamaan umum GLB.

  • Dampak Negatif dan Kelemahan PLTA

    Dampak Negatif dan Kelemahan PLTA

    Pembangkit listrik tenaga air atau PLTA merupakan salah satu jenis sumber energi hijau yang secara langsung tidak menghasilkan karbon sebagai zat sisa. Hal ini membuat PLTA masuk dalam kategori Blue Energi. Namun meskipun demikian masih terdapat Kelemahan PLTA yang harus dipertimbangkan.

    Kelemahan PLTA

    Ditinjau dari konsep pembangunan dan beberapa aspek sosial, PLTA masih memiliki beberapa kelemahan dan dampak negatif. Misalnya

    1. Merusak Ekosistem Alami

    Pembangunan PLTA biasa dilakukan pada daerah dengan aliran air yang mengalir sepanjang tahun namun debit air terbilang kecil. Untuk membuat Debit air ini besar, dilakukan rekayasa aliran air seperti membuat bendungan besar.

    Pembuatan bendungan ini membuat daerah sekitar aliran sungai akan berubah secara drastis. Awalnya ekosistem aliran sungai kecil mungkin saja terdiri dari sejumlah jenis ekosistem alami seperti sungai arus lemah, Ekosistem Rawa, Ekosistem Hutan, Ekosistem Semak, Ekosistem Padang Rumput dan sejenisnya. Namun dengan pembangunan PLTA membuat Ekosistem yang ada berubah menjadi satu ekosistem buatan.

    Tidak jarang masalah ini membuat perubahan struktur spesies terumata hewan air. Misalnya keaneragaman hayati menjadi berkurang terumata spesies ikan. Ekosistem waduk biasanya diisi oleh ikan-ikan berjenis Invasif seperti Ikan Nila dan Ikan Sapu-sapu.

    2. Bergantung Musim

    Sebagian besar sumber air PLTA berasal dari cadangan air yang ditampung dari atas gunung. Volume cadangan air ini berkurang siring dengan durasi musim kemarau. Beberapa waduk buatan biasanya akan kehabisan debit air di penghujung musim kemarau terutama daerah yang hulu sungainya sudah banyak dimukimi.

    Hal ini berdampak pada penurunan debit air pada bendungan dan membuat suplay energi kinentik pada turbin berkurang. Dampak selanjutnya akan berakibat pada berkurangnya pasokan energi listrik. Tahun 2023 saja banyak laporan pemadangan bergilir karena musim kemarau yang berkepanjangan.

    PLTA Bili Bili Gowa kekeirangan akibat kemarau El Nino panjang
    PLTA Bili-Bili Kering Dampak Dari El Nino 2023

    3. Transmisi yang Tidak Efisien

    Lokasi pembangunan PLTA pada umumnya dibangun di daerah pegunungan atau dataran tinggi. Hal ini mendukung besarnya energi potensial air yang akan dikonversi menjadi energi kinetik melalui debit air.

    Masalahnya ada pada jumlah pengguna terbesar energi listrik mayoritas di perkotaan. Hal ini membuat sistem transmisi energi listrik akan dialirkan melalaui kabel-kabel besi yang panjangnya bisa mencapai belasa hingga puluhan KM dari sumber.

    Semakin panjang kawat logam yang dilalui listrik semakin banyak energi yang terbuang dan terkorversi menjadi energi panas. Besar energi yang hilang ini dipengaruhi oleh besar hambat jenis logam yang digunakan. Besar hambatan kawat besi ini dapat dhitung dengan persamaan

    R=\frac{ρ l}{A}

    Dimana

    R : Hambatan / Resistensi (Ω)
    ρ : Hambatan Jenis Kawat (Ωm)
    l : Panjang kawat
    A : Luas Penampang Kawat

    Nilai hambatan jenis kawat sendiri bergantung jenisnya.

    Jenis LogamHambatan Jenis Kawat (suhu 20oC) dalam Ωm.
    Besi9,71 x 10-8
    Tembaga1,72 x 10-5
    Perak1,59 x 10-8

    Jauhnya jarak transimisi ini juga membuat tegangan dari aliran listrik pada pengguna semakin lemah. Dalam upaya menangani masalah ini maka dibutuhkan Transformator Step UP agar tegangan yang dihasilkan sesaui dengan kebutuhan alat elektronik.

    4. Pengamanan Jalur Transmisi

    Aliran listrik yang dialirkan PLTA dari Desa ke Kota menempuh jarak belasan hingga ribuan kilometer. Hal ini membuat semakin luasnya daerah yang perlu diamankan oleh penyelengara Listrik dalam hal ini PLN.

    Salah satu dampak negatif adalah Sengatan listrik. Hal ini disebabkan dari jaringan transmisi Tegangan Menengah hingga Tinggi menggunakan kabel yang tidak dibungkus oleh isolator. Maka potensi sengatan listrik disekitar area tersebut cukup besar

    SUTET dan Bahaya MEdan Magnet disekitarnya

    Aliran listrik tegangan tinggi dapat menghasilkan medan magnet. Besar medang magnet ini sebanding dengan besarnya kuat arus listrik yang mengalir di kabel. Salah satu upaya mengurangi dampak negatif ini adalah membangun jaringan transmisi yang tinggi sehingga jangkauan medan magnet yang mencapi manusia sudah tidak mengganggu lagi.

    5. Relokasi Warga dan Besarnya Biaya Pembuatan

    Salah satu kelemahan dari PLTA adalah besarnya biaya pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembangunan langsung misalnya kebutuhan konstruksi bendungan, Generator listrik dan biaya transmisi.

    Kebutuhan tidak langsungnya adalah relokasi warga di sekitar bendungan baik yang dijadikan lokasi bendungan maupun daerah sekitar bendungan. Hal ini membuat biaya penggantian lahan membengkak. Selian itu isu sosial dari proses relokasi warga juga ini memakan biaya yang tidak kecil.

  • Kisah Bohr Mengukur Ketinggian Gedung Dengan Barometer

    Kisah Bohr Mengukur Ketinggian Gedung Dengan Barometer

    Salah satu pengantar mata kuliah fisika yang paling terkenal adalah kisah mengukur ketinggian gedung dengan Barometer. Konon seorang dosen fisika meminta mahasiswa-nya memperkirakan tinggi gedung dengan menggunakan Barometer.

    Barometer dan Bohr

    Seorang mahasiswa protes kepada dosen-nya karena diberikan nilai 0 atas jawaban yang ia berikan dari sebuah soal. Soal tersebut meminta mahasiswa mengukur tinggi gedung dengan menggunakan Barometer.

    Mahasiswa tersebut protes karena mendapatkan skor 0 atas jawaban yang ia berikan. Lalu ia keberataan kepada sang dosen dan akhirnya disetujui untuk diadakan sidang kecil tertutup.

    Dosen : Jelaskan bagaimana cara mengukur ketinggian dengan menggunakan Barometer?

    Dan respn sang Mahasiswa sebagai berikut

    Saya melihat ada banyak cara mengukur ketinggian gedung dengan Barometer. Misalnya saja saya akan mengikat barometer dengan tali lalu naik ke atas gedung kemudian turunkan ke bawah sampai ke lantai dasar. Maka kita dapat mengetahui tinggi gedung dengan mengukur panjang tali lalu tambahkan dengan tinggi barometer.

    Hanya saja jawaban ini masih kurang dari sisi konsep fisika. Jadi saya memikirkan jawaban lain yang lebih erat kaitannya dengan konsep fisika. Misalnya, kita jatuhkan barometer tepat dari atas gedung dengan gerak jatuh bebas. Ketinggian gedung dapat ditaksir dengan persamaan gerak yakni:

    h=\frac12gt^2

    Tapi cara ini kurang etis karena pada akhirnya kita tidak bisa menggunakan Barometer yang pecah pada proses pengukuran. Tentu saja masih ada banyak metode lain.

    Mari kita asumsikan saja hari ini sedang cerah dan matahari bersinar terang. Akan ada bayangan gedung yang terbentuk di tanah. Proporsi bayangan gedung akan sama dengan bayangan Barometer sehingga ketinggian gedung bisa dihitung dengan persamaan :

    \frac{h_g}{l_g}=\frac{h_b}{l_b}

    Sayangnya Ketinggian gedung dan Barometer terlampau jauh berbeda sehingga pengukurannya akan menghasilkan ketidakpastian relatif sangat besar.

    Ada cara lain yang lebih sederhana dengan pergi ke tangga lalu membandingkan anak tangga dengan tinggi barometer. Setelah hitung jumlah seluruh anak tangga. Hanya saja ada bagian lantai atas yang tidak punya anak tangga jadi jawaban ini masih sulit memberikan tinggi gedung.

    Ada salah satu metode yang mungkin saja lebih detail dalam menentukan tinggi gedung yakni dengan cara mengikat barometer denagn benang lalu buatlah pendulum. Kita bisa mengetahui perbedaan ketinggian di lantai daasar dengan lantai atas dengan membandingkan frekuensi alami-nya.

    Namun diantara sekian banyak metode yang saya pikirkan, ada satu metode yang memberikan jaminan ketinggian gedung dengan barometer. Caranya dengan mendatangi bagian arsip gedung lalu katakan, saya punya Barometer yang bagus untuk anda jika anda tahu berapa tinggi bangunan ini. Dan saya lebih menyukai jawaban ini.

  • Apakah Cahaya Memiliki Massa? Mengingat Cahaya Memiliki Momentum dan Tidak Bisa Keluar dari Black Hole

    Apakah Cahaya Memiliki Massa? Mengingat Cahaya Memiliki Momentum dan Tidak Bisa Keluar dari Black Hole

    Secara teknis cahaya tidak memiliki massa. Namun hal lain ditunjukkan melalui fenomena efek fotolistrik dimana elektron terluar dari atom logam dianalogi ketika “bertumbukan” oleh foton-foton cahaya.

    Dualisme Cahaya

    Pada era fisika klasik, era dimana Hukum Newton dan Hukum Maxwell dianggap sudah paripurna menjelaskan semua fenomena fisika yang ada, cahaya (gelombang) dan materi dianggap sebagai entitas yang saling bertolak belakang. Materi dianggap sebagai entintas yang sifatnya disktrit dan memiliki massa sedangkan gelombang memiliki sifat kontinu dan tidak memiliki massa.

    Tidak ada satupun entitas yang memiliki kedua sifat tersebut secara bersamaan yakni Gelombang dan Materi. Cahaya sendiri sudah sejak lama diamati sebagai gelombang, kecuali Newton yang menganggap cahaya sebagai Partikel namun pandangan tersebut tidak mewakilkan cahaya sebagai partikel seperti yang dikenal saat ini. Dengan kata lain, Newton keliru dengan pandangan sebagai partikel.

    Cahaya sebagai gelombang dianggap Paripurna, paling tidak pandangan dari fisika klasik. Pandangan ini mulai berubah ketika Max Plank memperkenalkan teori kuanta. Plank menjelaskan bahwa radiasi gelombang tidak pancarkan secara kontinu melainkan dalam bentuk paket-paket energi dalam jumlah kecil. Paket energi ini selanjutnya disebut sebagai kuanta.

    Setiap jenis radiasi memiliki jenis paket energi yang berbeda, misalnya Boson dan Fermion. Cahaya sendiri memiliki paket energi yang disebut sebagai Foton. Dengan demikian pandangan bahwa Cahaya hanya bersifat kontinu sudah gugur khususnya untuk ukuran elementer yang lebih dikenal sebagai ukuran kuantum.

    Efek Fotolistrik

    Foton pertama kali dideskripsikan sebagai sifat cahaya sebagai partikel oelh Albert Einstein melalui percobaan Efek Fotolistrik. Percobaan ini diawali oleh Kirchoff lalu disempurnkan oleh Einstein. Hasilnya menunjukkan bahwa Elektron terluar dari Logam yang diterpa cahaya pda frekuensi tertentu akan terlepas dari permukaan logam secara spontan. Fenomena dianalogikan sebagai proses tumbukan dimana elektron akan langsung terlepas begitu diterpa seperti bola billiar yang langsung terhempas begitu ditabrak bola lainnya.

    Mengapa gelombang elektromagnetik tidak lagi kontinyu?

    Frekuensi radiasi ini unik bergantung dari jenis logam yang diterpa dan dikenal sebagai frekuensi kerja. Jika cahaya bersifat kontinyu, harusnya elektron akan terlepas jika logam disinari oleh radiasi GEM berapun frekuensi-nya. Jika energi dari frekuensi GEM kurang maka akan tersimpan dan suatu saat akan terlepas namun kenyataan tidak. Jika frekuensi yang diberikan lebih rendah dari frekuensi kerja, elektron tidak akan pernah terlepas dari permukaan loga.

    Hasil ini dijelaskan sebagai momentum foton yang nilanya adalah :

    P = hf

    Dengan demikian meskipun cahaya memiliki momentum, energi tubukan cahaya tidak berasal dari massa. Sifat alami dari cahaya sebagai GEM membuatnya tidak memiliki massa. Moentum ini hanya didapatkan ketika cahaya bergerak sehingga disebut juga sebagai massa bergerak, kendati demikian ini bukanlah massa yang sama dengan materi.

    Defenisi dari Dualisme Cahaya ini hanya karakteristik cahaya yang berperilaku sebagai Materi dan Gelombang. Bukan benar-benar cahaya adalah Partikel dan memiliki momentum sebagai Hukum Newton tentang gerak menjelaskan momentum.

    Gravitasi Umum

    Jika tidak punya massa? mengapa Cahaya tidak bisa keluar dari lubang hitam? Apakah karena lubang hitam memiliki kekuatan gravitasi yang sangat kuat? Jika cahaya tidak memiliki massa, lantas mengapa cahaya dapat ditarik oleh Lubang hitam?

    Cahaya tidak pernah tertarik ke lubang hitam. Sebagai gelombang, cahaya bergerak lurus berdasarkan raung yang ia lalui. Cahaya tidak benar-benar ditarik gravitasi.

    Fenomena disebut kelengkungan ruang karena gravitasi. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Albert Einstein lagi dimana Gravitasi membentuk ruang (Spase) dan dibuktikan oleh Arthur Eddington melalui pengamatan Gerhana Matahari di Principe, Afrika. Hasl pengamatan menunjukkan bahwa posisi bintang berubah karena foto-foto letak bintang berpindah dari satu foto dengan foto gravitasi sebelumnya.

    Ada kesimpulan yang dihasilkan yakni

    1. Alam semesta ini berkembang, sehingga teori steady stay Newton runtuh.
    2. Einstein benar jika Gravitasi mempengaruhi ruang disekitarnya.
    Ilustrasi Perubahan Ruang karena pengaruh Gravitasi

    Gambar tersebut menunjukkan ilustrasi bintang yang posisinya harusnya tidak bisa diamati pada peristiwa gerhana matahari di Principe, namun kenyatannya bisa diamati. Hasil ini mengantar pada kesimpulan bahwa lintasan cahaya ini berubah karena ruang di sekitar matahari berubah akibat gravitasi matahari itu sendiri. Fenomena ini disebut kelengkungan ruang, namun tidak sesederhana besi lurus yang dilengkungkan.

    Jadi tidak mesti Black Hole.

    Black Hole adalah lubang hitam tidaklah benar-benar hitam tapi bintang raksasa yang mati dan memiliki gaya gravitasi yang sangat besar. Semakin besar gravitasi maka semakin besar pula kelengkungannya yang dihasilkan. Semakin besar kelengkungan samakin jauh cahaya menyimpan dari lintasan yang harusnya dilalui, relatif terhadap pengamat.

    Lubang hitam memiliki gravitasi yang sangat kuat atau kita sebut saja maha kuat. Kekuatannya gravitasi membuat kelengkuangan ruang yang sangat besar disekitarnya. Hal ini membuat lintasan cahaya berubah sangat jauh. Jika gravitasi cukup kuat untuk membuat singularitas ruang dan waktu, maka cahaya akan terlihat terperangkap di daerah lubang hitam. Namun, cahaya tidak benar-benar tertarik seperti gravitasi bumi menarik apel Newton.

  • Cara Menentukan Arah Utara Sejati Dengan Bayangan Matahari

    Arah Utara Sejati adalah arah utara geografis. Arah ini berbeda dengan arah kompas dimana arah utara kompas tidaklah tetap sepanjang masa. Perubahan arah utara kompas itu dipengaruhi oleh banyak hal seperti medan magnet di lokasi pengukuran dan medan magnet bumi sendiri. Hal ini membuat penunjukan arah utara kompas tidak tetap.

    Menentukan Arah Utara

    Untuk menentukan arah utara, kita membutuhkan penanda yang ada di alam yang posisinya tetap atau tidak berubah. Jika posisinya berubah maka perubahan memiliki pola yang tetap sehingga pergerakannya dapat diprediksi. Dari defenisi ni terdapat dua penanda yakni

    1. Bintang dan Rasi Bintang
    2. Matahari

    Bintang memiliki pola gerak teratur namun kompleks sehingga dibutuhkan informasi tambahan mengenai waktu, posisi geografis tempat mengamati. Bagi mereka yang tinggal di khatulistiwa, cara paling mudah menentukan arah utara sesungguhnya dengan bantuan matahari.

    Asumsi pertama yang dibangun adalah konsep Matahari bergerak dari timur ke barat, padahal sejatinya matahari tidaklah bergerak namun bumi berotasi dari arah barat ke timur. Jadi kita dapat menentukan arah utara dengan bayangan dari tongkat saat siang hari.

    A. Metode 15 menit

    Dinamakan metode 15 menit karena kita membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mengamati. Waktu pengamatan boleh dilakukan kapan saja asal bayangan matahari sudah terbentuk namun sebaiknya dilakukan di atas jam 8 pagi dan sebelum jam 4 sore.

    Alat yang dibutuhkan adalah :

    1. Tonkat Lurus
    2. Mistar
    3. Busur Derajat
    4. Penanda (Pensil, Spidol dan sejenisnya)

    Prosedur kerja

    • Tancapkanlah tongkat lurus sehingga ada bayangan yang terbentuk di tanah.
    • Berilah tanda x pada bayangan tersebut lalu tandai sebagai titik A.
    • Tunggu sekitar 15 menit kemudian, maka posisi bayangan akan bergeser ke timur karena matahari bergerak ke barat.
    • Tanda bayangan tersebut dengan tanda x lalau tandai sebagai. ILustrasi sebagai berikut
    Cara menentukan arah Utara sejati dan kiblat dengan matahari
    • Selanjutnya lepaskan tongkat sehingga ada dua tanda di tanah yakni tanda A dan B.
    • Buat garis yang mehubungkan titik tengah tanda.
    • Ambil busur derajat dan ukurlah sudut 90o. Arah yang ditunjuk 90o adalah arah utara sejati.
    Arah Utara Sejati dengan Bayangan Matahari

    A sendiri adalh arah barat dan B adalah arah timur. Metode ini juga bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat tanpa kompas. Anda hanya perlu mengetahui posisi anda lalu menghitung besar sudut arah kiblat. Informasi besar sudut arah kiblat biasanya di sampaikan oleh MUI setempat.

    Misalkan kita berada di Makassar. Arah kiblat kota makassar adalah 292o, maka anda hanya perlu busur derajat dan mengukur ke arah 292o. Ilustrasi sebagai berikut

    Cara menentukan arah kiblat dengan matahari

    B. Metode Ante-Post Meridian

    Namanya metode Ante-Post meridian karena proses pengkurannya dilakukan mulai matahari berada pada Ante Meridiem (AM) sampai Post Meridiem (PM). Pengukuran dilakukan sekitar 1 Jam sebelum tengah hari hingga 1 jam setelah tengah hari.

    Alat dan Bahan

    1. Tongkat lurus
    2. Kertas / Kertas Grafik (lebih disarakan)
    3. Tali
    4. Penanda
    5. Busur Derajat

    Prosedur kerja

    • Waktu memulai pengamatan sebaiknya sekitar pukul 11.05
    • Tegakkan tongkat di atas tanah yang sudah dilapisi kerta. Atur agar tongkat kokoh dan tidak mudah digerakkan.
    • Ikat ujung bagian bawah dengan tali yang bisa digunakan untuk membuat lingkaran. Panjang ujung tali sepanjang ujung bayangan pertama, lalu gunting benang.
    Cara menentukan Arah Kiblat tanpa kompas dan alat bantu
    • Tandai titk yang saling bersentuhan anraea lingkaran dan bayangan.
    • Jika pengamatan diteruskan maka bayangan ini akan memendek dan tidak bersentuhan lagi dengan garis.
    • Langskah selanjutnya adalah memilih titik baru yang bersentuhan. Titik ini adalah titik balik sehingga waktu yang dibutuhkan akan sama sebelum matahari ke puncah sampai kembali. Misalnya jika pada hari itu titidak balik matahari pukul 12.00 dan anda memilai waktu pengamatan pukul 11.00 maka pengematan garis perpotangan berikutnya ada pada pukul 13.00
    • Setelah mendapatkan dua garis lurus ini, langkah selanjutnya adalah membuat sudut 90o. Arah yang ditunjukkan sudut 90o ini adalah arah kiblat.

    Catatan

    Tingkat akurasi pengukuran menggunakan metode tongkat ini masih terbilang cukup kasar. Hal ini bergantung dari ujung tingkat dan besar garis bayangan yang bisa ditandai. Semakin lancip ujungnya semakin akurat hasil pengukurannya.

  • Ringkasan Materi Gas dan Termodinamika

    Ringkasan Materi Gas dan Termodinamika

    Gas dan Termodinamika

    Partikel gas dalam ruang berhubungan dengan tekanan, volume dan suhu. Berapapun partikel gas, dapat diletakkan dalam suatu ruangan dengan volume tertentu, begitupula sebaliknya.

    Gas terdiri atas gas ideal dan gas sejati. Sifat-sifat gas ideal:

    1. Gas ideal memiliki ukuran partikel yang sangat kecil dibanding ruangannya.
    2. Gas ideal bergerak secara cepat dan sembarang, menurut garis lurus.
    3. Gas ideal bergerak akibat tumbukan antarpartikel atau tumbukan dengan ruangannya yang lenting sempurna.
    4. Gas ideal memiliki gaya tarik menarik antarpartikel yang lemah.

    A. Persamaan Gas Ideal

    Persamaan Umum Gas Ideal

    PV = nRT
    PV = NkT

    P = tekanan gas (N/m2 atau Pa)
    V = volume gas (m3)
    n = jumlah mol partikel (mol)
    N = jumlah partikel (partikel)
    R = tetapan gas ideal (8,314 J/mol.K atau 0,082 atm.L/mol.K)
    k = tetapan Boltzmann (1,38 x 10-23 J/K)
    T = suhu mutlak gas (K)

    Satuan tekanan yang sering digunakan:

    1. 1 bar = 105 Pa
    2. 1 atm = 76 cmHg = 760 mmHg = 1,01 bar = 1,01 x 105 Pa

    Hubungan tetapan, mol, dan jumlah partikel persamaan gas ideal:

    k=\frac{R}{N_A}
    n=\frac{N}{N_A}
    n=\frac{m}{M_r}

    NA atau L = bilangan Avogadro (6,02 x 1023 partikel)
    m = massa benda (gram)
    M atau mm = massa molar (Ar atau Mr) (gram/mol)

    1. Proses Isometrik

    Proses isotermik adalah keadaan dimana suhu selalu konstan, dan berlaku hukum Boyle yang menghubungkan volume dengan tekanan gas.

    Bagan Proses dan Rumus Isomterik

    2. Proses Isohorik

    Proses isokhorik adalah keadaan dimana volume selalu konstan, dan berlaku hukum GayLussac yang menghubungkan tekanan dengan suhu gas.

    Proses Isohorik dan Rumus Kesamaan Volume Termodinamika

    3. Proses Isobarik

    Proses isobarik adalah keadaan dimana tekanan selalu konstan, dan berlaku hukum Charles (Boyle Gay-Lussac) yang menghubungkan volume dengan suhu gas.

    Proses dan Rumus Isobarik Termodinamika

    B. Energi Kinetik Gas

    Energi kinetik gas (Ek) adalah energi yang dimiliki gas akibat bergerak. Energi kinetik rata-rata suatu partikel gas secara umum dapat dirumuskan:

    \bar{E_k}=\frac{1}{2}m\bar{v^2}
    \bar{E_k}=\frac{3}{2}kT

    mo = massa tiap partikel (kg)
    v̅ = kecepatan rata-rata (m/s2)

    1. Teori Ekuipartisi

    Teori ekuipartisi energi menjelaskan bahwa energi kinetik rata-rata dipengaruhi derajat kebebasan partikel gas.

    \bar{E_k}=\frac{1}{2}fkt
    \bar{E_k}=\frac{1}{2}f\frac{PV}{N}

    Derajat kebebasan adalah kebebasan partikel gas untuk bergerak dalam ruang akibat gerak translasi (vibrasi) dan gerak rotasi. Energi kinetik rata-rata menurut teori ekuipartisi energi:

    1. Gas monoatomik

    Gas monoatomik hanya melakukan gerak translasi (vibrasi) ke tiga sumbu, sehingga f = 3.

    Gas Monoatomik Energi Kinetik
    2. Gas diatomik

    Gas diatomik melakukan gerak translasi (vibrasi) ke tiga sumbu dan gerak rotasi pada sumbu y dan z, sehingga f = 5.

    Teori Ekipartisi Gas Diatomik

    Kecepatan rata-rata atau efektif (vrms) gas ideal dapat dirumuskan:

    v_{rms}=\sqrt{\frac{3kT}{m_o}}=\sqrt{\frac{3RT}{M}}=\sqrt{\frac{3P}{\rho}}

    mo = massa tiap partikel (kg)
    ρ = massa jenis gas (kg/m3)

    Energi dalam gas (U) adalah total energi kinetik seluruh partikel gas dalam suatu ruangan.

    U= N\bar{E_k}{}
    U=N\frac{1}{2}fkT
    U=\frac{1}{2}fnRT

    U = Energi Dalam (J)
    mo = massa tiap partikel (kg)
    ρ = massa jenis gas (kg/m3)

    Derajat kebebasan gas pada energi dalam gas dipengaruhi oleh suhu juga.

    1. Gas monoatomik memiliki f = 3, tidak dipengaruhi suhu.
    2. Gas diatomik dipengaruhi suhu:
      1. Suhu rendah (0-300 K) memiliki f = 3,
      2. Suhu sedang (300-500 K) memiliki f = 5,
      3. Suhu tinggi (500-1000 K) memiliki f = 7

    D. Hukum Termodinamika I

    Hukum termodinamika I adalah hukum kekekalan energi pada gas, berbunyi:

    Kalor yang diterima gas digunakan untuk mengubah energi dalam gas menjadi usaha.

    Persamaan hukum termodinamika I :

    Q = ΔU + W

    Q = energi kalor (J)
    ΔU = perubahan energi dalam (J)
    W = usaha gas (J)

    Usaha (W) pada gas dapat dirumuskan:

    W = PΔV
    W = nRΔT
    W=\int^{V_2}_{V_1}PdV

    Usaha pada grafik hubungan P-V:

    Grafik PV Usaha Termodinamika

    Perubahan energi dalam (U) dapat dirumuskan:

    ΔU = U_2 – U_1
    ΔU =\frac{3}{2}nRΔT

    Makna nilai usaha dan perubahan energi dalam:

    1. +W berarti gas melakukan usaha, volume bertambah (ekspansi).
    2. -W berarti gas menerima usaha, volume berkurang (kompresi).
    3. +ΔU berarti terbentuk energi dalam, suhu naik.
    4. -ΔU berarti energi dalam berubah menjadi usaha, suhu turun.

    Proses-proses pada gas:

    1. Proses isobarik (P konstan)

    Grafik dan Rumus Porses Isobarik Usaha Gas Termodinamika

    Pada proses isobarik, berlaku:

    P_1 = P_2
    ΔU = U_2 – U_1
    W = P. ΔV

    Hukum termodinamika I : Q = ΔU + W

    2. Proses isokhorik (V konstan)

    Grafik dan Rumus IsoVolume Usaha Gas Termodinamika

    Pada proses isokhorik, berlaku:

    V_1 = V_2
    ΔV = 0
    ΔU = U_2 – U_1
    W = 0

    Hukum termodinamika I : Q = ΔU

    3. Proses isotermik (T konstan)

    Proses Isotermik dan Rumus dan Grafik Usaha Termodinamika

    Pada proses isotermik, berlaku:

    T_1 = T_2
    ΔT = 0
    ΔU = 0
    W = nRT\ln\frac{V_2}{V_1}

    Hukum termodinamika I : Q = W

    4. Proses adiabatik (Q = 0)

    Grafik Proses Adibatik

    Pada proses adiabatik, berlaku : Q = 0

    Tetapan Laplace adalah perbandingan kapasitas kalor gas pada P konstan dengan kapasitas kalor gas pada V konstan.

    γ = \frac{C_P}{C_V}

    Cp = kalor jenis pada P konstan (J/kg.K)
    CV = kalor jenis pada V konstan (J/kg.K)
    γ = tetapan Laplace (>1)Tetapan Laplace pada gas monoatomik:

    Tetapan Laplace pada gas monoatomik:

    C_P =\frac{5}{2}nR
    
    C_V =\frac{3}{2}nR
    γ ≈ 1,6

    Tetapan Laplace pada gas diatomik:

    C_P =\frac{7}{2}nR
    
    C_V =\frac{5}{2}nR
    γ ≈ 1,4

    Hubungan kapasitas kalor Cp dan CV:

    C_P – C_V = nR
    W = (C_P – C_V)ΔT

    Hukum termodinamika I : W = –ΔU

    5. Siklus (ISotermik)

    Siklus Isotermik Termodinamika Gas

    Pada siklus gas, segala sesuatu tidak bergantung proses, tetapi bergantung pada awal dan akhir siklus.

    T_1 = T_2
    ΔT = 0
    ΔU = 0

    Hukum termodinamika I : Q = W

    D. Hukum Termodinamika II

    Hukum termodinamika II dinyatakan oleh Clausius dan Thomas-Kevin-Planck.

    1. Kalor tidak mengalir spontan dari dingin ke panas, kecuali ada usaha dari luar.
    2. Tidak ada mesin yang dapat mengubah kalor menjadi usaha secara utuh dan reversibel.
    3. Tidak ada mesin yang bekerja hanya dengan mengambil energi dari reservoir panas kemudian membuangnya kembali untuk menghasilkan mesin abadi.

    A. Mesin Kalor

    Mesin kalor/panas adalah mesin yang mengubah kalor dari suatu sumber kalor (reservoir panas) menjadi usaha dan sebagian lainnya dibuang ke lingkungan (reservoir dingin).

    Bagan Reservoir Panas Mesin Termodinamika

    Hukum termodinamika II

    Q_1 = W + Q_2
    W = Q_1 – Q_2

    Efisiensi mesin panas

    η =\frac{W}{Q_1} 100\%
    η =(1-\frac{Q_2}{Q_1}) 100\%

    B. Mesin Carnot

    Mesin panas Carnot adalah mesin panas yang efisiensinya mendekati 100% atau mesin ideal.

    Grafik Siklus Carnot dengan ISbarik dan Adiabatik
    \frac{Q_2}{Q_1}=\frac{T_2}{T_1}

    Q1 dan Q2 = kalor input dan output (J)
    T1 dan T2 = suhu tinggi dan rendah (K)

    Efisiensi mesin panas

    η =(1-\frac{T_2}{T_1}) 100\%
    \frac{W}{Q_1}= 1 – \frac{T_2}{T_1}

    C. Mesin Dingin

    Mesin dingin/pendingin (refrigerator) adalah mesin yang menggunakan usaha untuk membuang kalor dari lingkungan dalam (reservoir dingin) ke lingkungan luar (reservoir panas).

    Bagan Mesin Pendingin Refrigerator Hukum II Termodinamika

    Hukum termodinamika II

    W + Q_2 = Q_1
    W = Q_1 – Q_2

    Koefisien performansi mesin dingin

    k_P =\frac{Q_2}{W}=\frac{Q_2}{Q_1-Q_2}

    kp = koefisien performansi (>1)
    Q2 = kalor yg dipindahkan dari reservoir dingin (J)
    W = usaha (J)

  • Ringkasan Materi Kalor

    Ringkasan Materi Kalor

    Kalor

    Kalor adalah energi yang mengalir bari sebuah benda/sistem ke benda/sistem lain karena terdapat peberdaan suhu (Tida setimbang Termal). Perpindahan kalor terjadi secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah, hingga akhirnya terjadi kesetimbangan termal.

    Satuan kalor yang sering digunakan:

    1. 1 J = 0,24 kal
    2. 1 kal = 4,2 J

    Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 K pada 1 kg benda.

    c =\frac{Q}{m\Delta T}

    c = kalor jenis (J/kg K)
    Q = energi kalor (J)
    m = massa benda (kg)
    ΔT = perubahan suhu (K)

    Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 K.

    C=\frac{Q}{\Delta T}

    C = kapasitas kalor (J/K)

    Energi kalor dapat dirumuskan:

    Q=mc\Delta T
    Q=C\Delta T

    A. Azas Black

    Azas Black menjelaskan kekekalan energi kalor:

    Banyaknya kalor yang dilepas sama dengan banyak kalor yang diterima.

    Q_l=Q_t

    Ql= Kalor lepas (J)
    Qt= Kalor Terima

    Suhu akhir (campuran) adalah suhu yang dihasilkan oleh benda yang berbeda suhu yang telah mencapai kesetimbangan termal. Azas Black dapat dirumuskan:

    m_1c_1(T_1-T_c) = m_2c_2(T_c-T_2)

    m = massa benda (kg)
    c = kalor jenis (J/kg K)
    Tc = suhu campuran (K)

    Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Kalorimeter bekerja berdasarkan azas Black. Kalorimeter adalah sistem terisolasi, sehingga tidak ada energi kalor yang terbuang ke lingkungan.

    B. Perubahan Wujud oleh Kalor

    Kalor dapat menyebabkan perubahan wujud.

    Bagan Perubahan Wujud karena Kalor
    1. Peleburan, proses perubahan zat cair menjadi zat padat.
    2. Pembekuan, proses perubahan zat padat menjadi zat cair.
    3. Penguapan, proses perubahan zat cair menjadi gas.
    4. Pengembunan, proses perubahan gas menjadi zat cair.
    5. Pengkristalan/ deposisi, proses perubahan gas menjadi zat padat.
    6. Penyumbliman, proses perubahan zat padat menjadi gas.

    Kalor laten adalah kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud zat tanpa kenaikan suhu tiap satuan massa. Kalor laten terdiri dari kalor lebur/beku dan kalor uap/embun.

    Energi kalor yang dihasilkan kalor laten dapat dirumuskan:

    Q=mL

    Q = energi kalor (J)
    m = massa benda (kg)
    L = kalor laten (J/kg)

    Pada perubahan wujud air dari es menjadi uap, terjadi peleburan dan penguapan.

    1. Penguapan air terjadi di permukaan air pada suhu sembarang.
    2. Mendidih adalah peristiwa penguapan di seluruh bagian air, terjadi pada suhu 100oC pada tekanan 1 atm.
    3. Tekanan mempengaruhi titik didih dan titik beku air.

    Tekanan berbanding lurus dengan titik didih dan berbanding terbalik dengan titik beku air.

    Grafik Perubahan Wujud Zat Suhu dan terhadap Waktu

    C. Perpindahan Kalor

    Kalor berpindah menurut tiga cara, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

    Ilustrasi Perpindahan Kalor Konveksi Konduksi dan Radiasi

    1. Konduksi

    Konduksi adalah perpindahan kalor dengan zat perantara tanpa disertai perpindahan partikel partikel zat.

    Q= \frac{kAt∆T}{L}
    H=\frac{Q}{t}=\frac{kA∆T}{L}

    Q = energi kalor (J)
    H = laju perpindahan kalor (J/s)
    t = waktu perpindahan kalor (s)
    k = koefisien konduktivitas termal (W/mK)
    A = luas penampang (m2)
    L = panjang batang (m)
    ΔT = selisih suhu tinggi dengan suhu rendah (K)

    Proses konduksi yaitu:

    1. Pada benda non-logam, perpindahan terjadi akibat getaran partikel yang menumbuk partikel di sebelahnya, sehingga berlangsung lambat.
    2. Pada benda logam, perpindahan terjadi melalui elektron bebas pada lautan valensi ikatan logam yang mudah berpindah, sehingga berlangsung cepat.

    Contoh peristiwa konduksi:

    1. Alat masak memanaskan isinya dengan prinsip konduksi.
    2. Sendok apabila dipanaskan salah satu ujungnya, maka unjung lainnya akan terasa panas.

    2. Konveksi

    Konveksi terjadi pada zat yang merupakan fluida, yaitu air atau gas. Konveksi terjadi akibat perbedaan massa jenis.

    Jenis-jenis konveksi:

    1. Konveksi alamiah, terjadi akibat perbedaan massa jenis.
      • Contoh: pemanasan air, ventilasi udara, cerobong asap, angin darat dan angin laut.
    2. Konveksi paksa, terjadi akibat adanya tambahan seperti peniupan atau pemompaan zat yang dipanaskan ke suatu tempat.
      • Contoh: radiator mobil, pengering rambut, lemari es.

    3. Radiasi

    Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa zat perantara yang hanya melalui pancaran gelombang elektromagnetik.

    Q = eσAtT^4
    H= \frac{Q}{t}=eσAT^4
    I =\frac{Q}{At}=eσT^4

    Q = energi kalor (J)
    H = laju perpindahan kalor (J/s)
    t = waktu perpindahan kalor (s)
    I = intensitas radiasi (W/m2)
    e = koefisien emisivitas
    σ = tetapan Stefan-Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2.K4)
    A = luas permukaan (m2)
    T = suhu mutlak benda (K)

    Radiasi dipancarkan oleh seluruh benda yang memiliki suhu, dan dipengaruhi oleh warna permukaan. Warna permukaan mempengaruhi nilai emisivitas benda (e):

    1. Nilai emisivitas benda berkisar 0 ≤ e ≤ 1.
    2. Warna hitam memiliki nilai e = 1, yang merupakan penyerap dan pemancar kalor yang baik.
    3. Warna putih memiliki nilai e = 0 , yang merupakan penyerap dan pemancar kalor yang buruk.

    Contoh peristiwa radiasi:

    1. Sinar matahari dapat memancar ke bumi karena radiasi.
    2. Api unggun memancarkan panas secara radiasi.
    3. Panel surya dan rumah kaca menyerap panas dari radiasi.
  • Ringkasan Materi Suhu dan Pemuaian

    Ringkasan Materi Suhu dan Pemuaian

    Suhu

    Suhu adalah ukuran energi kinteik rata-rata dari seluruh molekul baik benda maupun sistem. Secara sederhana suhu didefenisikan sebagai derajat panas dingin dari sebuah sistem dan benda itu sendiri.

    Suatu benda dikatakan:

    1. Bersuhu tinggi jika benda itu panas, memiliki energi kinetik molekul rata-rata yang tinggi, dan gerakan molekul yang cepat.
    2. Bersuhu rendah jika benda itu dingin, dan memiliki energi kinetik molekul rata-rata yang rendah, dan gerakan molekul yang lambat.

    Perubahan suhu dapat menyebabkan perubahan sifat benda yang disebut dengan sifat termometrik. Sifat termometrik antara lain:

    1. Perubahan wujud
    2. Perubahan tekanan
    3. Perubahan ukuran
    4. Perubahan warna (peristiwa radiasi)
    5. Perubahan daya hantar listrik

    A. Termometer

    Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu. Termometer dibuat berdasarkan sifat termometrik.

    Macam-macam termometer:

    1. Termometer raksa/klinis, didalamnya diisi raksa yang dapat memuai dan menyusut.
    2. Termometer gas, didalamnya diisi gas hidrogen atau helium yang dapat memuai dan menyusut.
    3. Termometer hambatan, terbuat dari platina yang kenaikan nilai hambatan listriknya berbanding lurus dengan kenaikan suhu.
    4. Termometer paramagnetik, terbuat dari logam yang diamati sifat magnetiknya.
    5. Termometer optik (pirometer), terbuat dari logam yang diamati perubahan warnanya.
    6. Termometer bimetal, terbuat dari dua keping logam tipis yang tingkat kelengkungannya berbanding lurus dengan kenaikan suhu.
    7. Termokopel (thermocouple), terbuat dari dua kawat dengan jenis logam yang berbeda dan terhubung ke amperemeter.

    Skala

    Termometer memiliki beberapa skala, diantaranya adalah skala Celcius, Reamur, Fahrenheit dan Kelvin. Penetapan skala termometer didasarkan atas dua titik acuan skala, yaitu titik tetap atas dan titik tetap bawah.

    1. Titik tetap atas (TA) adalah titik didih air pada tekanan 1 atm.
    2. Titik tetap bawah (TB) adalah titik beku air pada tekanan 1 atm
    Jenis-Jenis Skala Pada Termometer

    Konversi skala dapat dirumuskan:

    \frac{X-X_B}{X_A-X_B}=\frac{Y-Y_B}{Y_A-Y_B}

    X = suhu terukur oX
    Y = suhu terukur oY
    XA = titik atas skala oX
    XB = titik bawah skala oX
    YA = titik atas skala oY
    YB = titik bawah skala oX

    Persamaan konversi skala secara umum dapat ditulis

    \frac{C}{5}=\frac{R}{4}=\frac{F-32}{9}=\frac{K-273}{5}

    B. Pemuaian Zat

    Benda yang mengalami perubahan suhu dapat memuai dan menyusut. Pemuaian zat terdiri dari pemuaian zat padat, zat cair dan gas. Pemuaian zat padat yang dapat terjadi adalah pemuaian panjang, luas, dan volume.

    1. Pemuaian Panjang

    Rumus Pemuaian Panjang
    ΔL = L_oαΔT
    L’ = L_o + ΔL
    L’ = L_o(1 + αΔT)

    Lo = panjang awal (m)
    ΔL = perubahan panjang (m)
    L’ = panjang akhir (m)
    α = koefisien muaipanjang (K-1)
    ΔT = perubahan suhu (K)

    2. Pemuaian Panjang

    Pemuaian luas dapat dirumuskan:

    Ilustrasi dan Rumus Pemuaian Luas
    ΔA= A_o\beta ΔT
    A’ = A_o + ΔA
    A’ = A_o(1 + βΔT)

    Ao = luas awal (m2)
    ΔA = perubahan luas (m2)
    A’ = luas akhir (m2)
    β = koefisien muai luas (K-1)
    ΔT = perubahan suhu (K)

    3. Pemuaian Ruang

    Ilustrasi Pemuaian Ruang Volume
    ΔV= V_o\gamma ΔT
    V’ =V_o + ΔV
    V’ = V_o(1 + γΔT)

    Vo = volume awal (m3)
    ΔV = perubahan volume (m3)
    V’ = volume akhir (m3)
    γ = koefisien muai volume (K-1)
    ΔT = perubahan suhu (K)

    4. Pemuaian pada Fluida

    Volume zat cair yang mengalami perubahan suhu berbanding lurus dengan kenaikan suhu. Anomali air adalah sifat tidak teratur air yang terjadi pada suhu 0 – 4oC. Pada suhu tersebut, zat cair yang dipanaskan bukannya memuai, namun justru menyusut. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peristiwa perubahan wujud es menjadi air.

    Pemuaian gas yang dapat terjadi adalah pemuaian volume yang berhubungan dengan tekanan dan suhu. Pemuaian gas dijelaskan oleh hukum Boyle, hukum Gay-Lussac, hukum Charles, dan persamaan gas ideal.

    a. Hukum Boyle

    Hukum Boyle menghubungkan volume dengan tekanan gas.

    Tekanan gas pada suhu konstan berbanding terbalik dengan volume gas, atau hasil kali antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan adalah konstan.

    dapat dirumuskan:

    P_1V_1=P_2V_2

    P = tekanan gas (Pa)
    V = volume gas (L)

    b. Hukum Gay-Lussac

    Hukum Gay-Lussac menghubungkan tekanan dengan suhu gas.

    Tekanan mutlak gas pada volume konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.

    \frac{P_1}{T_1}=\frac{P_2}{T_2}

    P = tekanan gas (Pa)
    T = suhu gas (K)

    c. Hukum Charles

    Hukum Charles menghubungkan volume dengan suhu gas.

    Volume gas pada tekanan konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.

    \frac{V_1}{T_1}=\frac{V_2}{T_2}

    V = volume gas (Pa)
    T = suhu gas (K)

    Persamaan gas ideal adalah gabungan dari ketiga hukum di atas, dimana tidak ada variabel yang dijaga konstan.

    \frac{P_1V_1}{T_1}=\frac{P_2V_2}{T_2}