Kategori: Fisika

Kumpulan Artikel Tentang Materi-MAteri Fisika baik di Sekolah Menengah atas maupun di Universitas

  • Soal HOT Fisika – Menentukan Kedalaman Laut dengan Sistem Sonar

    Soal HOT Fisika – Menentukan Kedalaman Laut dengan Sistem Sonar

    AhmadDahlan.NET – Proses pengukuran kedalaman laut dapat dilakukan dengan memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik (suara). Suara adalah gelombang mekanik yang daoat dipantulkan ketika menerpa sebuah bidang kasar. Karena bergerak dengan kecepatan v, maka jika kita bisa mengukur selang waktu t, jarak tempuh dari suara tersebut dapat dihitung dengan

    s = vt

    Perangkat ini disebut sebagai SONAR atau Sound Navigation and Rangging. Peralatan ini bisa ditemukan di kapal, radar, USG ibu hamil dan alat bantuk parkir mobil.

    Soal Fisika C3 Terkait Sonar

    Sistem sonar seringkali dijadikan contoh soal fisika untuk materi gelombang suara. Pada umumnya soal dibuat pada level C3, Aplikasi yang menceritakan sebuah kapal yang menaksir kedalaman laut dengan mengukur interval waktu antara sinyal dikirim dan sinyal pantulan diterima.

    Contoh soalnya sebagai berikut :

    Sebuah kapal sedang mengukur kedalaman laut dengan menggunakan sinyal Ultrasonik. Jika sinyal pantulan diterima setelah 5 detik, berapakah kedalaman laut tersebut? (Asumsikan vs = 1.500 m/s)

    Penyelesaian :

    Ketika sinyal dikirim dari sebuah kapal dalam keadaan diam, sinyal pantulan didapatkan setelah 5 detik kemudian. Dengan demikian sinyal ini telah bergerak dari permukaan kapal ke dasar dipantulkan ke atas dan ditangkap reciever.

    Ilutrasi kejadiannya sebagai berikut :

    Cara menghitung kedalaman laur dengan sistem sonar

    h adalah kedalaman laut dan jarak tempuh sinya adalah

    s =v_st

    karena s = 2h, maka

    2h = v_st

    sehingga

    h=\frac{v_2t}{2}
    h =\frac{(1500\ ms^{-1})(5s)}{2}=3750 \ m

    Berdasarkan kondisi ini maka kedalaman laut yang ditaksir adalah 3.750 m.

    Menyusun Soal HOT Materi Gelombang Suara

    Soal tersebut bisa dikembangkan menjadi soal berlevel (Higher Order Thinking) HOT dengan sedikit modifikasi namun tetap mempertimbangkan aspek kontekstual. Seperti kondisi kapa sangat jarang mengukur kedalaman laut dalam keadaan diam, sehingga kapal mengukur kedalaman laut sambil begerak.

    Contoh Soal HOT

    Sebuah kapal bergerak dengan kecepatan 30 m/s menembakan sinyal ultrasonik ke dalam laut. Jika sinyal pantual ditangkap kembali setelah 5 detik, maka kedalaman laut tersebut adalah …
    (asumsikan kecepatan suara di dalam laut adalah 1.500 m/s)

    Solusi Soal

    Dalam kasus ini berbeda dengan kondisi pertama dimana posisi kapal berubah setelah 5 detik karena kapal bergerak dengan kecepatan 32 m/s. Oleh karena itu sinyal yang diterima tidak lurus dengan laut melainkan membentuk kemiringan seperti pada ilustrasi di bawah ini!

    Cara menghitung kedalaman laut dengan sistem sonar

    Karena kapal dan suara dianggap bergerak dengan kecepatan konstan (GLB) maka kedalaman akan terbentuk segitiga sama kaki dimana tinggi segitiga tersebut adalah kedalaman laut (h). Kedalaman laut ini dapat diselesaikan dengan soal Phytagoras

    Sisi miring (R)

    R = \frac{(V_{sinyal})(t)}{2}
    R=\frac{(1.500)(5)}{2}=3750 \  m

    Perhatikan s adalah setengah jarak jarak yang ditempuh kapal setelah bergerak 5 detik.

    s =\frac{(v_{kapal})(t)}{2}
    s=\frac{(32)(5)}{2}=80 \ m

    Dengan kedalaman laut sama h adalah :

    h=\sqrt{R^2-s^2}
    h=\sqrt{3750^2-80^2}= 3749.17 \ m

    Jadi kedalaman laut tersebut adalah 3749.17 m.

    Soal Latihan

    Sebuah kereta api membunyikan terompet pada sebuah jalur lurus dan berhadapan dengan sebuah gunung. Jika gema dari terompet tersebut terdengar setelah 4 detik kemudian dan kereta api bergerak dengan kecepatan 72 km/j. Berapakah jarak gunung tersebut dengan pada saat pertama kali terompet di bunyikan! (asumsikan kecepatan suara di udara 340 m/s)

  • Usaha dan Proses Termodinamika

    Usaha dan Proses Termodinamika

    AhmadDahlan.NET – Mesin kalor adalah salah implementasi prinsip termodinamika yang paling banyak dimanfaatkan manusia. Proses pembakaran yang terjadi di dalam mesin kalor akan dikonversi ke dalam energi gerak dan selanjutnya disalurkan di roda-roda gigi lalu dimanfaatkan manusia. Dalam kondisi ideal, proses pembakaran ini bisa terjadi dalam 4 jenis keadaan yakni Isobar, Isohoric, Isotermis dan Adiabatis.

    A. Usaha Pada Termodinamika

    Dalam pengamatan usaha yang dilakukan mesin panas di Termodinamika, sebuah kerangka acuan tinjauan yakni sistem dan lingkungan. Gas dikatakan melakukan usaha jika menghasilkan gerak pada piston dalam kasus ini pembakaran gas di dalam piston disebut sistem dan gerak yang terjadi disalurkan pistion ke engkel mesin disebut lingkungan.

    Misalkan sejumlah gas berada dalam ruang tertutup yang bisa bergerak, kemudian dipanaskan sehingga terjadi ekspansi dalam ruangan. Ekspansi ini akan menghasilkan gaya yang mendorong penutup seperti ilustrasi di bawah ini :

    Ilustrasi eksnapsi gas yang menghasilkan gata dan usaha termodinamis

    Besar usaha yang dihasilkan oleh ekspansi gas tersebut adalah :

    W =\int F.ds

    Tutup piston pada silinder tersebut adalah luasan (A) yang bergerak karena ada tekanan (P) dari sisi gas dengan demikian :

    W =\int PA.ds

    Jika A.s = V, maka persamaan ini ditulis ulang menjadi :

    W =\int P.dV

    Persamaan ini disebut persamaan umum suaha termodinamika. Pada saat gas memuai maka V memiliki nilai positif maka nilai W akan bernilai positif atau dengan kata lain sistem melakukan usaha demikian pula sebaliknya jika gas ditekan dari luar (diberi gaya dari luar) maka nilai V akan negatif sehingga nilai W juga ikut negatif.

    B. Proses Termodinamika

    Sebuah sistem termodinamika diberikan energi panas maka akan terjadi perubahan keadaan, namun untuk menyederhakan kita tinjau Usaha dari 4 kondisi yakni Isobaris, Isohoric, Isotermal dan Adiabatik.

    1. Usaha Isotermal

    Usaha isotermal adalah kejadian yang terjadi dengan kondisi suhu yang sama. Prosesnya ada dua kemungkinan misalnya gas ditambahkan sehingga terjadi ekspansi karena penambahan volume atau yang kedua diberikan panas secara perlahan sehingga perubahan suhu tidak terjadi dan hanya terjadi pada perubahaan volume saja.

    Grafis usaha Isotermal pada termodinamika
    W =\int_{V_1}^{V_2} P.dV

    karena pV = nrT maka persamaan ini dapat ditulis

    W =\int_{V_1}^{V_2}nRT \frac{dV}{V}

    maka

    W = nRT \ln V|_{V_1}^{V_2}

    atau

    W = nRT \ln \frac{V_2}{V_1}

    2. Usaha Isohorik

    Isohorik adalah keadaan termodinamis dengan kondisi volume yang sama. Misalkan sebuah gas yang disimpan dalam sistem dengan wadah kaku dipanaskan maka perubahan tekanan akan berdampak pada perubahan suhu gas dalam sistem.

    Grafik Isometrik dalam persamaan keadaan Termodinamika

    Pada proses isohorik, tidak ada perubahan voleme yang terjadi sehingga nilai dV = 0, dengan demikian tidak ada perubahan sehingga

    W =\int_{V_1}^{V_2} P.dV =0

    3. Usaha Isobarik

    Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada kondisi tekanan yang sama.

    Grafik Isobarik pada Perubahan keadaan gas Termodinamis

    Pada proses Isotermis, perubahan terjadi dalam keadaan tekanan tetap sehingga usahanya adalah :

    W =P\int_{V_1}^{V_2} dV

    jadi usahanya adalah :

    W = PV|_{V_1}^{V_2}

    atau

    W = P (\Delta V)

    4. Proses Adiabatik

    Proses adiabatik adalah suatu proses perubahan keadaan gas di mana tidak ada kalor (Q) yang masuk atau keluar dari sistem (gas). Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengisolasi sistem menggunakan bahan yang tidak mudah menghantarkan kalor atau disebut juga bahan adiabatik. Adapun, bahan-bahan yang bersifat mudah menghantarkan kalor disebut bahan diatermik.

    Persamaan ini akan dibahas secara khusus untuk porses Adiabatik

  • Pembiasan Cahaya dan Indeks Bias

    Pembiasan Cahaya dan Indeks Bias

    AhmadDahlan.NET – Pembiasan cahaya adalah proses perubahan arah laju cahaya ketika melawati medium dengan kerapatan yang berbeda dari sumber cahaya. Perubahan arah laju ini membuat cahaya seolah-olah berbelok dari arah asalnya sehingga disebut sebagai pembelokan cahaya

    Peristiwa dapat dengan jelas dilihat dalam kehidupan sehari-hari saat kita melihat sedotan yang berada dalam gelas being berisi air.

    Fenoeman PEmbiasan Cahaya karena PErebdaan Indeks bias air dan udara di sedotan gelas
    Gambar 1. Jus seolah-olah bengkok di dalam gelas

    Bentuk sedotan terlihat tidak lurus pada bagian gelas yang berisi air yang kerapatan lebih tinggi dari udara. Hal ini disebabkan oleh perubahan kecepatan cahaya saat melalui dua medium yang berbeda kerapatannya. Kerapatan medium ini membuat cahaya akan melaju lebih lambat oleh karena pembelokan cahaya akan terjadi tepat di bidang batas dua medium tersebut.

    Ilustrasi Pembiasan Cahaya pada Dua Medium yang berbeda
    Gambar 2. Ilustrasi Pembiasan

    Pada saat cahaya berasal dari medium dari kurang rapat ke lebih rapat maka sinar akan dibelokkan mendekati sudut normal seperti yang terjadi cahaya yang berasal dari udara kemudian menembus air.

    A. Indeks Bias (n)

    Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, besarnya perubahan arah cahaya ini tergantung dari dua variabel yakni :

    1. Perubahan Kecepatan cahaya
    2. Sudut jatuh cahaya (sudut datang)
    n = \frac{c}{v_n}

    Kecepatan cahaya pada ruang hampa adalah c = 2,99792458 x 108 m/s namun dalam optik geometri biasanya digunakan nilai c = 3,00 x 108 m/s. Faktor yang mempengaruhi pembiasan cahaya ini kemudian disebut sebagai indeks bias (n). Karena hanya terjadi pada saat cahaya melalui dua medium yang berbeda maka indeks bias cahaya tidak melekat satu medium namun terhadap dua medium.

    Indeks bias yang dimasukkan dalam nilai tabel biasanya dibandingkan dengan indeks bias di ruang hampa seperti pada daftar tabel berikut :

    Materialn = c/vn
    Ruang hampa1
    Udara (STP)1,0003
    Air1,33
    Etil Alkohol1,36
    Kaca Kuarsa1,46
    Kaca Korona1,52
    Berlian2,42

    B. Hukum Snellius tentang Pembiasan

    Pada saat cahaya melewati dua bidang yang tembus pandang, maka cahaya kecepatan cahaya akan berkurang. Jika arah jatuhnya cahaya tidak tegak lurus terhadap bidang maka, cahaya mengelami pembelokan arah tepat di permukaan antara dua bidang tersebut. Pembelokan cahaya mengikuti hukum Snelius tentang pembiasan yakni

    Sudut Bias bergantung pada sudut datang dan kecepatan cahaya. Nilai antara indek bias dikali dengan sin θ akan sama di kedua medium.

    Formulasi matematis hukum ini adalah :

    n_1 \sin θ_1=n_2 \sin θ_2

    Dari persamaan di atas bisa disimpulkan jika n2 > n1 maka θ2 < θ1, dengan demikian implikasinya, jika sinar datang dari medium yang lebih rapat maka sinar datang akan dibiaskan mendekati garis normal dan begitu pula sebaliknya.

    Bentuk Lain Formulasi Hukum Snelius

    Jika nilai n adalah c/vn, maka hukum Snellius dapat ditulis :

    \frac{c}{v_1}\sin θ_1 = \frac{c}{v_2}\sin θ_2

    atau

    \frac{\sin θ_1 }{v_1}= \frac{\sin θ_2}{v_2}

    kecepatan cahaya (v) tidak lain λf, maka persaman ini dapat ditulis lagi dalam bentuk

    \frac{\sin θ_1 }{λ_1f_1}= \frac{\sin θ_2}{λ_2f_2}

    karena frekuensi cahaya yang masuk pada medium tidak berubah, maka f1 = f2, sehingga

    \frac{\sin θ_1 }{λ_1}= \frac{\sin θ_2}{λ_2}

    C. Mengapa Kecepatan Cahaya Bisa Berubah?

    Cahaya tampak (Visible Light) yang diamati pada percobaan optik geometri merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat bergerak pada ruang hampa. Pada saat memasuki ruang yang memiliki medium proses propagasi cahaya menjadi berubah yang tadinya hanya bejalan saja di ruang hampa menjadi diserap oleh partikel sebuah medium kemudian diemesikan lagi.

    Meskipun sangat kecil, ada delai yang terjadi antara antara proses penyerapan dan proses emisikan. Semakin banyak / padat medium maka dilai dari proses serap dan emisi ini akan semakin banyak dan akan membuat kecepatannya semakin berkurang.

    Untuk lebih jelas silahkan baca : propagasi gelombang elektromagnetik pada ruang hampa dan medium.

  • Optika Geometri – Hukum Pemantulan Snellius Pada Cermin Datar, Cekung dan Cembung

    Optika Geometri – Hukum Pemantulan Snellius Pada Cermin Datar, Cekung dan Cembung

    Ahmaddahlan.NET – Cahaya adalah fenomena alam yang dapat ditinjau dari 3 instrumen yakni Optika Geometri, Optika Fisis, dan Optika Kuantum. Masing-masing insrtumen Optika ini digunakan untuk mengkaji sifat cahaya dari berbagai aspek seperti pandangan cahaya sebagai berkas di optika geometri, sifat fisis cahaya sebagai gelombang elektormagnetik di optika fisis dan perilaku cahaya sebagai fenomena kuantum di Optika Kuantum.

    Optika Geometri

    Optik Geometri adalah instrumen yang digunakan untuk mempelajari karakteristik cahaya sebagai berkas cahaya yang merambat lurus yang dapat dibisakan dan dipantulkan. Kajian pada Optik Geometri ini dikaji dari sifat-sifat garis yang terbentuk dalam pembiasan dan pemantulan di berbagai bidang sehingga hanya ditinjau dari sisi geometri semata.

    1. Pemantulan Cahaya

    Cahaya memiliki karakteristik dalam dipantulkan ketika bertumbukan dengan semua benda. Semua benda yang dilihat di mata manusia muncul karena ada fenomena pemantulan cahaya namun dalam kajian Optik Geometri kajian pemantulan seluruhnya pada cermin dan pemantulan sebagaian pada lensa.

    Karakteristik pemantulan cahaya terjadi sesuai dengan hukum Snelius yakni :

    1. Sinar datang, sinar pantul, bidang pantul dan garis normal terletak pada bidang yang sama
    2. Sudut datang sama dengan sudut pantul
    Hukum Pemantulan Snelius

    θi : Sudut datang (Incident)
    θr : Sudut Pantul (Reflection)

    a. Cermin Datar

    Bayangan pada cermin datar terjadi berdasarkan hukum Snelius tentang pemantulan. Misalkan sebuah benda di depan cermin datar setinggi ho sejauh so akan membentuk bayangan seperti pada gambar di bawah ini!

    Contoh dan ilustrasi pembentukan banyangan pada cermin datar

    Analisi gambar dan bayangan digunakan melalui bantuan Geomteri

    so = jarak benda ke cermin
    si = jarak benda ke bayangan (si = 2so)
    hi = Tinggi bayangan (hi = ho)
    hc = Tinggi cermin minimal

    Dari gambar di atas dapat bahwa θsohc = θsihi dengan demikian

    \tanθ_{s_oh_c}=\tan θ{s_ih_i}
    \frac{s_o}{h_c}=\frac{s_i}{h_i}

    ganti nilai si = 2so dan hi = ho

    h_c=\frac{s_oh_o}{2s_o}
    h_c=\frac{h_o}{2}

    b. Cermin Cekung

    Cermin Cekung adalah cermin yang memiliki bentuk potongan dari cermin melingkar. Kelengkungan dari cermin ditentukan dari jari-jari lingkaran cermin seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pembentukan Cermin Melingkar

    Garis tebal biru adalah bentuk cermin lengkung dengan kelengkungan ditentukan oleh jari-jari lingkaran. Dalam aturan Geomteri Bangun datar, jari-jari (r) lingkaran adalah jarak terdekat antara permukaan lingkaran ke pusat lingkaran (o) dalam cermin kadang disimbolkan sebagai m. Jari-jari ini tegak luru dengan permukaan lengkung lingkaran.

    Jika garis normal pada cermin menurut hukum Snelius tegak lurus dengan bidang pantul maka r adalah adalah garis normal pada cermin lengkung. Proses menentukan sudut bayangan diukur dari r. Proses pemantulan berkas cahaya seperti ilustrasi di bawah ini!

    Bentuk pemnantulan pada cermin lengkung untuk sinar tidak istimewa

    Pada sinar-sinar yang berasal sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan mengikuti hukum snelius yakni sudut datang (θi)sama dengan sudut pantul (θr). Ilustrasinya seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pemantulan pada cermin cekung dengan sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama

    Semua sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan pada sebuah titik. Titik ini adalah titik berkumpulnya cahaya sehingga daerah akan terlihat lebih terang dan panas. Oleh karena ini titik ini disebut titik fokus (f) atau titik api. Sifat ini dijadikan sebagai salah satu sifat sinar istimewa dengan nilai f setengah dari m.

    Konsep Sinar Istimewa Cermin cekung

    Konsep sinar istimewa adalah adalah tiga sinar yang berhubungan dengan sumbu utama, titik f dan titik m. Ada tiga sinar istimewa yang bisa digunakan membantuk mengilustrasikan pembentukan bayangan pada cermin cekung yakni :

    1. Sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik f
    2. Sinar datang yang melalui titik f akan dipantulkan pada sumbu utama
    3. Sinar datang dari titik m akan dipantulkan kembali sudut datang.

    Ilustrasi Sinar-Sinar Istimewa

    Ilustrasi Sinar Sinar Istimewa pada cermin lengkung

    Ilustrasi pembetukan bayangan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar-sinar istimewa seperti gambar di bawah ini :

    Bentuk ilustrasi Pembentukan bayangan pada cermin cekung

    Dengan Rumus lensa cekung :

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s_o}+\frac{1}{s_i}

    dimana :

    f : jarak fokus (m)
    so = jarak benda ke cermin (m)
    si = jarak bayangan ke cermin (m)

    karena titik fokus lensa cekung berada berada di depan cermin maka nilai f negatif.

    perbesaran bayangan pada cermin adalah :

    M=\frac{h_i}{h_o}

    c. Cermin Cembung

    Cermin cembung adalah kebalikan dari cermin cekung hanya saja sisi cermin berada di sisi luar dari lingkaran. Jari-jari cermin berada di belakang cermin sehingga nilai f positif. Karena bagian dari cermin maka pada cermin datar ilustrasi pemantulan ada pada gambar di bawah ini!

    Proses pembentukan bayangan pada cermin Cembung

    Pada sinar-sinar yang berasal sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan mengikuti hukum snelius yakni sudut datang (θi) sama dengan sudut pantul (θr). Ilustrasinya seperti pada gambar di bawah ini !

    Ilustrasi pemebntukan bayangan pada cermin cembung

    Ilustrasi di atas menunjukkan semua sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan dari arah sebuah titik yang posisinya setangah dari m dari cermin. Titik ini adalah titik semu yang disebut sebagai titik fokus lesa cembung.

    Sinar ini digunakan untuk membuat sinar-sinar istimewa pada cermin cembung yakni :

    1. Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah sinarnya berasal dari titik fokus.
    2. Sinar yang datang menujuk titik fokus akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar yang datang menuju titik m dipantulkan kembali ke asalnya.

    Sama seperti cermin cekung, pembentukan bayangan bisa diilustrasikan minimal menggunakan dua buah sinar istimewa seperti pada gambar di bawah ini.

    Ilustrasi pembentukan bayangan pada cermin cembung

    rumus pembentukan bayangan pada cermin cembung sama dengan cermin cekung hanya saja nilai f bernilai positif karena posisinya kebalikan dari cermin cekung.

    Soal Latihan :

    1. Sebuah benda diletakkan 15 cm depan lensa cermin cekung dengan jari-jari kelengkungan lensa 20 cm. Jika tinggi benda adalah 2 cm, tentukan tinggi bayangan yang terbentuk!
    2. Budi adalah seorang pria dengan tinggi badan 180 cm, jika jarak mata dan ujung kepala Budi adalah 7 cm, berapakah ketinggian maksimum cermin dari permukaan tanah agar Budi dapat melihat seluruh badannya?
  • Contoh Soal Fisika Level Analisis C4  – Menentukan Ketinggian Maksimum Cermin Datar

    Contoh Soal Fisika Level Analisis C4 – Menentukan Ketinggian Maksimum Cermin Datar

    Ahmaddahlan.NET – Budi adalah seorang pria dengan tinggi badan 180 cm, jika jarak mata dan ujung kepala Budi adalah 7 cm, berapakah ketinggian maksimum cermin dari permukaan tanah agar Budi dapat melihat seluruh badannya?

    Solusi :

    A. Ketinggian Maksimum Cermin

    Mari kita ilustrasikan bagan pemebntukan bayangan terlebih dahulu gambarnya :

    Contoh soal dan pembahasan Pemantulan ada cermin datar

    Perhatikan segitga yang terbentuk antara mata dan kaki bayangan sebut saja titik O. Disana terdapat dua segitiga sebangun yakni Δ Ohc sebangun dengan segitiga Δ Om.

    Δ Oh_c = ΔOm

    maka tangan kedua segitiga akan sama

    \frac{s_i}{h_c}=\frac{s_o+s_i}{m}

    karena so= si, maka so+ si = 2si atau bisa juga so+ si = 2so

    \frac{s_i}{h_c}=\frac{2s_i}{m}

    masukkan nilai m,

    h_c=m\frac{s_i}{2s_i}
    h_c=173 (\frac{1}{2})

    hc = 86,5 cm.

    Maka ketinggian maximum cermin adalah 86,5 cm dari permukaan tanah. Jika lebih tinggi dari 86,5 cm maka bagian ujung kaki tidak akan terlihat dari mata.

    B. Tinggi Minimum Cermin

    Untuk tinggi minimun cermin bisa kita hitung dengan ilustrasi berikut :

    Ilustrasi Pemebtnukan bayangan pada cermin

    Panjang cermin atau tinggi minimun cermin kita misalka sc. maka kita mendapatkan sebagun antara Δmsc dan Δmhi.

    Δ ms_c = Δmh_i

    maka :

    \frac{s_c}{s_o}=\frac{h_i}{s_o+s_i}
    s_c=h_i\frac{s_o+s_i}{s_o}

    karena so= si, maka so+ si = 2si atau bisa juga so+ si = 2so sehingga

    s_c=h_i (\frac{1}{2})

    Persamaan ini juga bisa dikenal sebagai rumus umum tinggi minimun cermin datar.

    s_c=180 (\frac{1}{2})

    sc = 90 cm.

    Tambahan

    Apakah Jarak orang ke cermin mempengaruhi ketinggian maksimum dan tinggi minimum cermin agar bayangan bisa terlihat?

    Ilustrasi pembentukan bayangan pada cermin tidak berpengaruh terhadap jarak cermin dan objek

    Jawabannya tidak.

    Segitiga yan terbentuk dalam proses pemantulan cermin di atas akan selalu sebangun meskiun jaraknya semakin jauh dari objek namun dengan asumsi mata dari objek tidak memiliki sudut mati dan tetap bisa melihat benda yang jauh.

  • Persamaan Virial Pada Gas Nyata Bertekanan Tinggi

    Persamaan Virial Pada Gas Nyata Bertekanan Tinggi

    AhmadDahlan.NETPersamaan Van Der Waals berhasil mendefenisikan hubungan antara tekanan dan volume gas pada tekanan yang cukup tinggi namun tidak pada gas dengan tekanan yang tinggi. Kammerlingh Onnes kemudian mengembangkan persamaan untuk memahami perilaku gas nyata pada tekanan tinggi yang disebut dengan persaman virial, bentuk umumnya adalah :

    P\bar V=RT\left ( 1+\frac{B}{\bar V} +\frac{C}{\bar V^2}+\frac{D}{\bar V^3}+... \right )

    dimana B, C, D dan seterusnya adalah koefisien virial kedua, ketiga dan seterusnya. Koefisien tersebut memiliki nila yang berubah terhadap suhu dan tergantung dari jenis gas yang diamati.

    Untuk gas-gas Van Der Waals, Koefisien virial bisa diapatkan melalui perbadingan persamaan ditas dengan persaman virial dapat ditulis dalam bentuk :

    Z=\frac{P \bar V}{RT}=1+\frac{B}{V}+\frac{C}{\bar V^2}

    Sedangkan persamaan Van Der Waals dapat ditulis ke dalam bentuk :

    Z=\frac{P \bar V}{RT}=\frac{1}{1-b/ \bar V}-\frac{a}{RT\bar V}

    Kedua persamaan Z di atas fungsi dari Volume. Untuk suku suku yang tinggi, harga dari 1/V semakin kecil sehingga pada kondisi tertentu dapat diabaikan.

    Pada keadaan dengan tekanan rendah, volume gas sangat besar sehingga suku b/V sehingga suku pada ruas kanan Persamaan Van Der Waals 1/(1-b/V) dapat diselesaikan dengan menggunakan deret :

    \frac{1}{1-x}=1+x+x^2+x^3+...

    Dengan demikian persamaan Virial Z dapat dituliskan dalam bentuk :

    Z = 1+ \frac{b}{\bar V}+\left ( \frac{b}{\bar V} \right )^2+...-\frac{a}{RT\bar V}

    bisa dituliskan ulang agar sukunya rapi :

    Z=1+\left (b-\frac{a}{RT}  \right )\left (  \frac{1}{\bar V}\right )+\left ( \frac{b}{\bar V} \right )^2+...

    dimana :

    B= \left (b-\frac{a}{RT}  \right )

    dan

    C= b^2
  • Gas Nyata dan Persaman Van Der Waals

    Gas Nyata dan Persaman Van Der Waals

    Ahmaddahlan.NET – Persamaan-persamaan gas ideal yang disusun berdasarkan hasil percobaan Boyle dan Guy-Lussac berlaku dengan baik di gas-gas ideal dengan tekanan rendah dan temperatur yang tinggi. Pada percobaan mengenai karakteristik gas pada suhu rendah dan tekanan tinggi ternyata menghasilkan Grafik P-V yang dihasilkan menyimpang dari hukum-hukum gas ideal. Penyebabnya tidak lain adalah gaya tarik antar partikel gas pada suhu rendah dan tekanan tinggi tidak dapat diabaikan sebagaimana yang terjadi pada gas-gas ideal. Volume molekum pada gas tidak dapat diabaikan begitu saja.

    Penyimpangan perilaku gas pada kondisi suhu rendah dan tekanan tinggi dapat dinyatakan dengan perbandingan volum molarnya (Volume 1 mol gas) :

    \bar V_{id}=\frac{RT}{P}

    Perbandingan ini disebuat sebagai faktor komprasibilitas (Z) yang dinyatakan dalam bentuk :

    Z=\frac{\bar V}{\bar V_{id}}=\frac{P\bar V}{RT}

    pada gas ideal, Z = 1 dan nialinya tidak bergantung pada tekanan dan suhu namun pada gas tidak ideal, nilai Z tidak selalu 1. Z merupakan nilai yang bergantung pada suhu dan tekanan Z(T,P). Berdasarkan percobaan nilai Z berkisar antara 0,6 sampai 2,2.

    Tabel nilai Z gas nyata
    Nilai Z untuk gas-gas Nyata pada suhu 0oC

    Nilai PV pada gas-gas nyata ini hampir sangat sedikit mendekati gas ideal dan pada konisi terbatas seperti pada tekanan 0 atm. Nilai Z juga tidak menunjukkan hubungan linier dimana semakin tinggi tekanan ternyata tidak membuat nilai Z semakin meningkat kecuali pada gas H2.

    Penyimpanan nilai Z semakin rumit pada gas-gas Poliatomik dengan nilai yang turun pada saat tekanan naik. Uniknya Masing-masing gas memiliki kriteria unik dan titik kritis yang menjadi titik balik peningkatan niali Z.

    A. Persamaan Van Der Walls untuk Gas Nyata

    Gas-gas Ideal adalah gas yang memiliki karakteristik (1) gaya tarik antar molekul sangat lemah sehingga dapat diabaikan dan (2) volume moleku penyusun gas sangat kecil sehingga gas-gas bergerak secara bebas-acak. Pada gas-gas nyata, tidak demikian. Terdapat gaya tarik antar molekul bekerja di masing-masing molekul yang tidak bisa diabaikan, terdapat gaya tarik menarik (kohesi) antara dinding dan molekul gas. Terakhir, Volume Molekul pada gas nyata tidak bisa diabaikan. Dengan demikian nilai P-V dalam persamaan gas ideal harus dikoreksi. Van Der Waals membuat percobaan untuk mengamati koreksi tersebut pada tahun 1873.

    1. Tekanan Kohesi

    Tekanan kohesi adalah tekanan yang terjadi pada molekul gas terhadap dinding ruangan, tekanan ini disebut juga sebagai tekanan termal. Besar tekakan ini juga dipengaruhi oleh gaya kohesi yang terjadi pada saat molekul menambrak dinding pembatas ruang.

    Besar gaya kohesi tersebut sebagai berikut :

    Semakin banyak jumlah molekul yang ada dalam ruangan akan menambah besar tekanan kohesi sebalik jika ruangan semakin besar maka peluang untuk menumbuk dinding akan semakin kecil dengan berbading terbalik dengan volume maka :

    P_{Kohesi}∝\frac{n}{V}

    Karakteristik tekanan kohesi juga berbanding lurus dengan kerapatan molekul gas dengan demikian maka Tekanan Kohesi untuk gas a dan b dapat ditulis :

    P_{Kohesi}∼\frac{n}{V} ∼\frac{n}{V}
    P_{Kohesi}∝\frac{n^2}{V^2}

    atau

    P_{Kohesi}=\frac{an^2}{V^2}

    dimana a adalah sebuah konstanta.

    Gaya antar molekul dalam gas akan membuat tekanan gas semakin rendah (asumsinya gerak gas semakin tidak bebas) maka Tekanan gas nyata dapat dituliskan dalam bentuk

    Pnyata = Pideal – PKohesi

    P = P_{ideal}-\frac{an^2}{V^2}

    Volume fisik molekul gas

    Volume fisik sebuah molekul gas nyata disebut b, maka volume fisik totoal sebuah gas adalah nb. Volume ruang yang menampung gas tidak lain adalah volume gas dan volume bebas dari gas itu sendiri sehingga :

    V = nb +\frac{nRT}{P}

    besar nilai b ini terggantung dari gas. Persamaan diatas dapat disusun ulang dengan persamaan :

    P=\frac{nRT}{V-nb}

    Masukkan faktor koreksi Van Der Waals pada persamaan di atas sehingga persamaanya berubah menjadi :

    P=\frac{nRT}{V-nb} - \frac{an^2}{V^2}

    atau

    \left ( P+\frac{n^2a}{V^2} \right )\left (V-nb  \right )=nRT

    Persamaan ini disebut sebagai persaman tekanan Van Der Waals dengan nila a dan b bergantung dari jenis gas yang diamati. Suku a dinyatakan dalam satuan tekanan atm.liter2/mol2 dan b dalam liter.mol

    Tetapan Van Der Waals untuk beberapa gas

    Gasa (atm.liter2/mol2)b(liter.mol)
    H20,2442,66.10-2
    Helium0,0342,37.10-2
    Nitrogen1,393,91.10-2
    CO23,594,28.10-2

  • Pengantar Awal Sistem Optik dan Cahaya

    Pengantar Awal Sistem Optik dan Cahaya

    Ahmaddahlan.NET – Sistem Optik adalah instrumen yang bekerja berdasarkan prinsip kerja Cahaya sebagai sinar (Gelombang yang merambat Lurus). Alat Optik sudah diperkenalkan oleh Aristophanes pada tahun 424 SM berupa Kaca Cekung yang digunakan menyatukan cahaya. Jika cahaya ini diarahkan ke tumpukan jerami, maka jerami tersebut akan terbakar. Sejak saat itu titik fokus disebut titik Api, selanjutnya disebut titik fokus (f).

    Konsep Cermin cekung ini kemudian digunakan oleh Aristoteles (212 SM) sebagai senjata militer pada pada saat Syracuse dikepung oleh tentara Marcus Claudius Marcellus melalui jalur kapal. Kapal-kapal mereka dibakar dengan cermin besar yang memantulkan cahaya ke arah kapal yang dikenal dengan nama Burning Glass.

    Ilustrasi Perang Menggunakan Alat Optik cermin Cembung Syracuse

    Ilustrasi Perang Syracuse uang menggunakan Burning Glass sebagai Senjata Militer.

    Alat-alat optik bekerja berdasarkan karakteristik fisis dari gelombang cahaya. Pemahaman mengenai gelombang cahaya tumbuh beriringan dengan pemahaman mengenai alat-alat optik, hanya saja kajian-kajian awal optik selalu dikaitkan dengan sifat cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Setelah Einstein memperkenalkan sifat dualisme cahaya dari percobaan efek fotolistrik, kajian mengenai cahaya dibagi ke dalam tiga topik utama yakni :

    1. Optik Geometri
    2. Optik Fisis (Optik Gelombang)
    3. Optik Kuantum

    A. Cahaya

    Cahaya adalah hal yang sudah sangat familiar dalam kehidupan manusia. Mulai dari cahaya matahari di siang hari, bintang di malam hari dan cahaya lampu hasil dari ilmu pengetahuan manusia. Meskipun begitu dekat, cahaya adalah entitas sangat kompleks dan telah menarik perhatian para ilmuwan berabad-abad lalu.

    1. Spektra Newton

    Newton adalah orang yang pertama mengatakan bahwa cahaya berupa materi fisis yang sangat kecil dan melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Ibarat bola basket yang amat kecil, sifat cahaya sebagai benda digunakan Newton untuk menjelaskan fenomena pemantulan, dan pembiasan cahaya.

    Newton kemudian melubangi sebuah dinding kecil yang ada di kamarnya sehingga berkas cahaya (sinar) bisa masuk ke dalam. Newton mengamati cahaya ini ternyata memiliki lintasan lurus dari sumber. Jika bertemu dengan benda keras maka cahaya tersebut terpantul meskipun tidak sama terangnya cermin dan lintasan pantulnya juga lurus.

    Setelah itu Newton menghalangi cahaya tersebut dengan sebuah prisma dan terjadi fenomena difraksi dimana cahaya yang tadinya berwarna putih diuraikan ke dalam berbagai macam warna yang disebut Spectre (Hantu). Karena pada masa Newton, Opera musik sangat terkenal, Newton kemudian mengkategorikan cahaya yang lihat ke dalam 7 jenis warna sama dengan tangga nada yang juga jumlahnya 7.

    Prisma dan fenomena cahaya sebagai Gelimbang terdifraksi dengan medium padat

    Ketujuh warna tersebut adalah :

    1. Merah
    2. Jingga (orange)
    3. Kuning
    4. Hijau
    5. Biru (Cyan)
    6. Nilai (Indigo)
    7. Ungu
    Panjang Gelombang Cahaya Tampak pada Gelombang Elektromagnetik

    Sejatinya di sana tidak hanya terdapat 7 warna tapi jutaan warna primer yang bisa dibedakan berdasarkan frekuensi monokromatik dari cahaya tersebut akan tetapi pada tersebut penelitian tentang frekuensi dan panjang gelombang cahaya belum ditemukan.

    2. Cahaya Sebagai Gelombang

    Teori Partikel Cahaya Newton ini bertahan hingga satu abad ke depan hingga akhirnya pengamatan mengenai sifat cahaya seperti difraksi, interferensi, dan polarisasi cahaya. Agar semua fenomena ini bisa tercakup maka pengkajian cahaya sebagai gelombang jauh lebih relevan dibandingkan dengan teori partikel cahaya Newton.

    Sejak cahaya dikaji sebagai gelombang maka pengukuran mengenai kecepatan cahaya dan panjang gelombang-pun dimulai. Kajian ini didasari oleh teori gelombang elektromagnetik Maxwell dimana cahaya adalah gelombang yang bisa merambat tanpa ada medium yang membuatnya berbeda dengan gelombang mekanik seperti gelombang suara.

    Persamaan Maxwell berhasil memformulasikan pengukuran kecepatan cahaya dan ditemukan cahaya bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s pada ruang vakum. Sifat-sifat cahaya sebagai gelombang dapat diamati menggunakan bantuan optik fisis seperti pada percobaan celah tunggal, celah ganda, celah banyak dan sejenisnya

    3. Dualisme Cahaya

    Ketika percobaan mengenai efek fotolistrik yang dilakukan Hertz (1887), Karakteristik baru dari cahaya muncul dan sifat cahaya sebagai gelombang yang kontinyu tidak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Efek Fotolistrik menjelaskan tentang logam yang mengemisikan elektron ketika diterpa berkas cahaya. Hanya saja setiap logam memiliki frekuensi kerja (Fungsi Kerja) agar bisa melepaskan elektron.

    Jika sebuah logam terkena sinar dengan frekuensi yang sama dengan fungsi kerja logam tersebut maka elektron akan secara spontan terlepas dari kulit logam tanpa waktu delay meskipun intensitas cahayanya kecil. Jika frekuensi diturunkan maka tidak peduli seberapa lama logam tersebut diterpa berkas cahaya, Elektron tidak akan terlepas dari permukaan logam.

    Hertz (1887) melakukan percobaan fotolistrik dengan menembakkan sinar berwarna biru ke permukaan logam cesium. Elektron dari permukaan logam langsung terlepas dan menghasilkan arus listrik. Elektron ini selanjutnya disebut sebagai fotoelektron.

    Berdasarkan pandangan gelombang elektromagnetik di fisika klasik,efek fotolistrik terjadi karena transfer energi dari cahaya yang mengenai elektron yang ada di dalam atom cesium. Dari perspektif ini terdapat dua dugaan mengenai fenomena tersebut yakni :

    1. Intensitas cahaya adalah faktor yang berpengaruh terhadap lepasnya elektron dari permukaan logam atau tidak.
    2. Semakin besar intensitas cahaya yang menerpa permukaan logam maka semakin besar emisi fotoelektron

    Hanya saja dugaan ini berbanding terbalik dengan beberapa fenomena yang terjadi di percobaan fotoelektron yakni :

    1. Fotolistrik tetap terjadi pada saat logam diterpa cahaya biru meskipun intensitas cahaya yang diberikan kecil.
    2. Logam tidak akan memancarkan fotoelektron sedikitpun pada saat diterpa dengan cahaya merah seberapapun besar intensitas cahaya yang diberikan.
    3. Kecepatan elektron yang lepas ternyata bergantung pada frekuensi cahaya yang menerpa permukaan logam

    Tiga hal ini mengindikasikan bahwa cahaya sebagai gelombang kontinu gagal karena jika demikian maka lama penyinaran akan membuat energi terakumulasi di permukaan logam dan seharusnya elektron akan terlepas meskipun frekuensi lebih rendah dari fungsi gelombang.

    Dualisme Cahaya

    Tahun 1905, Einstein kemudian menjelaskan fenomena efek fotolistrik dengan menggunakan konsep foton. Einstein beranggapan bahwa cahaya adalah paket-paket energi yang disebut foton, setiap foto membawa sejumlah energi tetap yang besarnya bergantung dari frekuensi-nya. Ketika foton menumbuk permukaan logam dan terjadi efek fotolistrik maka energi foton terpisah ke dua bentuk yakni :

    1. Energi untuk melepas elektron dari permukaan logam
    2. Energi kinetik yang dibawa oleh fotoelektron

    Berdasarkan hukum kekekalan energi maka efek fotolistrik dapat diformulasikan sebagai berikut :

    hf = \frac{1}{2}mv^2+w

    dimana :

    h : Konstanta Plank
    f : Frekuensi cahaya
    m : massa elektron
    v : Kecepatan fotoelektron
    w : fungsi kerja logam

    Fungsi kerja logam adalah jumlah energi terkecil yang dibutuhkan logam untuk melepaskan fotoelektron ketiak diterpa sinar. Persamaan ini menunjukkan bahwa kecepatan fotoelektron terlepas dari logam dipengaruhi oleh frekuensi cahaya yang mengenai permukaan logam bukan dari intensitas cahaya yang didapatkan.

    Konsep ini menunjukan bahwa fenomena fotolistrik lebih cocok dijelaskan melalui teori cahaya sebagai foton dan terkonfirmasi berdasarkan hasil percobaan. Dampaknya adalah lahir teori lain dari cahaya selain bersifat sebagai gelombang tapi berlaku juga sebagai partikel. Namun konsep ini jauh berbeda dengan Partikel Cahaya Newton.

    B. Optik Geometri

    Cahaya bisa dikaji melalui tiga aspek optik yakni Optik Geometri, Optik Fisis, dan Optik Quantum. Kita hanya akan membahas Cahaya dari tinjauan Optik Geometri sedangkan Optik fisis dan Optik Quantum akan dibahas secara terpisah.

    1. Optik Geometri

    Optik Geometri adalah kajian cahaya berdasarkan berkas cahaya yang merambat lurus secara homogens untuk semua berkas cahaya. Hukum-hukum cahaya diformulasikan secara geometri. Sistem Optik Geometri sangat baik dalam menjelaskan hukum pembiasan dan pemantulan cahaya seperti fenomena pembiasan cahaya karena bidang lurus dan melengkung, pendakalan kedalaman air, dispersi cahaya, pembengkokan pensil, prediksi posisi ikan di air dan sejenisnya.

    Hukum yang digunakan dalam kajian optik geometri dilandaskan pada hukum Snellius tentang pemantulan dan pembiasan.

    Hukum Pemantulan Snellius

    1. Sinar datang, sinar pantul dan bidang pantul berada pada bidang yang sama
    2. Garis normal adalah garis khayal yang tegak lurus dengan bidang datar
    3. Sudut datang sama dengan sudut pantul diukur dari garis normal.

    Hukum Pembiasaan Snelius

    Hukum Pembiasaan Snellius menyatakan bahwa nisba sinus sudut datang dan sudut pantul pada bidang manapun nilainya konstan. Penisbahan ini dimabil dari perbandingan sudut datang dan sudut bisa sama dengan perbandingan nisbah kecepatan cahaya pada masing-masing medium. Nisbah ini berbanding terbalik dengan nisbah indeks bias.

    Persamaannya :

    \frac{\sin θ_1}{\sin θ_2}=\frac{v_1}{v_2}=\frac{n_2}{n_1}=\frac{λ_1}{λ_2}

    Indeks 1 merujuk pada sinar datang dan 2 pada sinar pantul.

  • Cara Menentukan Kecepatan Cahaya

    Cara Menentukan Kecepatan Cahaya

    Ahmaddahlan.NET – Defenisi sederhana dari kecepatan adalah jarak yang ditempuh oleh sebuah benda atau gelombang dalam satuan waktu tertentu. Persamaan sederhana membuat pengukuran kecepatan (kecepatan rata-rata) benda bisa dengan mudah dilakukan. Caranya cukup menghitung selisih waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu lalu masukkan ke persamaan :

    \bar{v}= \frac{s}{t}

    s adalah jarak dalam meter dan t adalah selang waktu yang diukur dalam satuan sekon.

    Hal ini tidaklah mudah jika kita meminta anak kecil berjalan ke arah tertentu lalu diukur dengan stop watch namun bagaimana dengan cahaya? Mustahil kita bisa menyadari delai yang terjadi saat lampu berpendar dan akhirnya kita melihat cahayanya.

    Gelombang suara yang bergerak dengan kecepatan sekitar 340 m/s di udara masih bisa kita sadari delain antara suara dari sumber sampai akhirnya terdengar. Cukup dengan meminta teman kita berteriak sambil menelfon kita dari kejauhan mungkin sekitar 1000 meter maka kita akan mendengar suaranya lebih dahulu di telefon lalu sekitar 3 detik kemudian mendengar di udara.

    Angka tiga detik ini dari 1000 m : 340 m/s = 2,94 sekon. Yah tentu saja proses ini harus terjadi di tempat yang sangat sunyi agar suaranya bisa terdengar dari jarak tersebut. Tapi bagaimana dengan cahaya yang bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Kalau kita ini ingi mengamati delai satu sekon dari cahaya yang bergerak. Kita harus terpisah sejauh sejauh 300.000.000 meter dari teman yang inisiatif menyalakan sumber cahaya di seberang sana.

    Jarak ini tempuh ini setara dengan 7,5 kali keliling bumi, itupun selisihnya hanya satu detik dan lintasannya harus lurus. Galileo Galilei tercatat pernah mencoba melakukan ini dengan membuka dan menutup Lantern, namun jarak lampu yang hanya beberapa mil tidak menghasilkan apa-apa.

    A. Pengukuran Kecepatan Cahaya Pertama

    Pengukuran kecepatan cahaya pertama kali dilakukan dilakukan oleh Ole Roemer pada tahun 1676. Pengukuran dilakukan berdasarkan pengamatan bulan dari planet Jupiter dengan geometri dari posisi Bumi, Matahari dan Jupiter. Berdasarkan dua hal tersebut terdapat perbedaaan 1000 detik lebih antara gerhana bulan di Jupiter dengan apa yang diamati di bumi. Perbedaan ini selanjutnya dihitung dengan mempertimbangkan jarak Bumi dan Jupiter lalu didapatkan kecepatan 214.000 km/s

    Kecepatan ini masih jauh dari 300.000 km/s, namun paling tidak di zamannya hal ini sudah sangat rasional mengingat perkiraan jarak antara planet pada masa tersebut belum bisa didefenisikan dengan tepat.

    B. Metode Bradley

    Metode pengukuran caha kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan data-data pengamatan sains. Salah satu metode yang digunakan di tahap awal adalah dengan melakukan pengukuran bintang dengan gerakan revolusi bumi.

    Asumsi Bradley sederhana, ketika kita diam maka kita melihat hujan jatuh tegak lurus ke permukaan tanah namun ketika bergerak maka hujab terlihat seolah-olah jatuh ke arah berlawanan dengan gerak kita. Hal serupa juga terjadi dengan Cahaya bintang yang jika diamati diam harunya jatuh tegak lurus dengan permukaan bumi namun karena Bumi Berevolusi maka posisi bintang terlihat bergeser. Karena kecepatan revolusi bumi terhadap matahari sudah diketahui maka kita bisa mengukur kecepatan cahaya bintang seperti asumsi pada gambar di bawah ini :

    Ilustrasi Asumsi pnegukuran kecepatan cahaya berdasarkan penyimpangan posisi bintang

    Berdasarkan sudut yang terbentuk dari perubahan posisi bintang dan kecepatan revolusi bumi, Bradly (1728) berhasil menghitung kecepatan cahaya dengan nilai 301.000 km/s.

    C. Beam Splitter

    Beams Spliiter adalah instrumen yang terbuat dari optik yang memiliki karakteristik memantulkan sebagain cahaya dan sisinya dibiaskan. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh Armand Hippolyte Fizeau dengan membuat perangkat yang terdiri dari Beams Splitter, Roda Gigi dan Cermin yang diletakkan 8 km jaraknya dari Beam Splitter.

    Bagan percobaannya sebagai berikut :

    Bagan Percobaan Fizeau Pengukuran Kecepatan Cahaya

    Roda gigi ini kemudian di atur dengan motor sehingga dapat bergerak dengan kecepatan tertentu. Tujuannya untuk membuat Cahaya yang dipantulkan oleh beam splitter menuju cerminsejuah 8 km tapi cahaya pantulan tidak bisa menembus roda. Hasil perhitungannya yang dipublikasikan pada tahun 1849 menunjukkan jika kecepatan cahaya sekitar 315.000 km/s.

    Satu tahun berikutnya, Léon Foucault memperbaiki eksperimen Fizeau dengan mengganti roda gigi dengan cermin yang bisa berotasi. Bagan percobaan Léon Foucault sebagai berikut :

    Bagan Percobaan Léon Foucault Pengukuran KEcepatan Cahaya

    Hasil pengukuran yang dipublikasi Foucault’s menunjukkan bahwa kecepatan cahaya sekitar 298.000 km/s. Selain itu Foucault juga menambahkan tabung berisi air diantara cermin yang berotasi dan cermin diam. Hasilnya, Foucault menemukan bahwa cahaya bergerak lebih lambat di medium air.

    Penemuan ini bertolak belakang dengan teori Corpuscular yang menyatakan bahwa cahaya adalah partikel kecil (cospuscules) yang bergerak lurus dengan kecepatan terbatas dan memiliki energi kinetik. Percobaan ini mendukung teori cahaya sebagai gelombang.

    Michelson and Morley

    Tahun 1881, Michelson dan Morley membuat sebuah interferometer yang digunakan untuk menemukan kehadiran ether yang dianggap sebagai medium cahaya untuk merambat. Interfermeter ini dikembangkan dengan dari percobaan Foucault dengan tujuan membandingkan gelobang fase gelombang awal dan fase gelombang pantulan yang ditangkap pada sebuah layar.

    Hasilnya penelitian menunjukkan bawah mereka gagal menemukan Ether dan disimpulkan bahwa cahay merambat tampa perantara. Hasil ini memicu dua hal baru dalam fisika yakni pengenalan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik dan membantu Eistein dalam membuat teori relativitas dimana Cahaya akan bergerak sama untuk semua kerangka acuan. Percobaan ini pun menghasilkan pengukuran kecepatan cahaya pada 299,853 km/s.

    Penentuan Interfermoeter Michelson Morley Kecepatan Cahaya

    D. Persamaan Kecepatan Cahaya

    Hasil yang ditunjukkan oleh Michelson diterima sampai pada tahun 1926, pengukuran kecepatan cahaya dihitung dengan pendekatan fisika teoretik. Salah satunya adalah menggunakan teknik resonator berongga (cavity resonator). Perangkat ini menghasilkan arus listrik yang hasilnya mendukung teori Maxwell yang menyatakan bahwa cahaya dan listrik adalah fenomena gelombang elektromagnetik dan keduanya sama-sama bergerak dengan kecepatan yang sama.

    Hasilnya pernyataan ini digunakan untuk mengukur c tanpa melibatkan cahaya lagi namun dari membandingkan permeabilitas magnetik dan premeabilitas lisrtrik di ruang hampa. Rosa and Dorsey adalah ilmuwan yang melakukan pertama kali dan menemukan C sebesar 299,788 km/s.

    Tahun 1950, Louis Essen and A.C. Gordon-Smith juga membuat Resonator berongga dengan tujuan mengukur panjang gelombang cahaya dan frekuensnya. ASumsinay adalah kecepatan cahaya adalah total jarak yang ditempuh oleh cahaya (d) dibagi dengan selang waktu :

    c = \frac{d}{\Delta t}

    Misalkan lama waktu satu buah gelombang (λ) terbentuk disebut Periode maka persamaan gerak cahaya tidak lain adalah :

    c = vλ

    dimana v adalah frekuensi.

    Alat tersebut disebut Cavity Resonator Wavemeter. Cavity Resonator Wavemeter mampu menghasilkan arus listrik dengan frekuensi yang dapat diketahui. Panjang gelombang diukur dari diensi yang terbentuk di wavemeter dan berdasarkan persamaan c = vλ didapatkan kecepatan cahaya sebesar 299,792 km/s.

    Peran Teknologi Modern di Pengukuran Kecepatan Cahaya

    Dalam dunia fisika modern, banyak alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pengukuran mengenai kecepatan cahaya. Salah satu menggunakan laser Monocromatic. Laser ini kemudian digunakan untuk menggantikan cahaya lampu biasa dari percobaan Fizeau and Foucault. Hasilnya tentu saja jauh lebih akurat.

    Selain penggunaan Cahaya, Pola cahaya yang terbentuk baik pantulan dan cahaya asal tidak lagi diamati dengan mata telanjang yang bisa saja banyak menghasilkan kesalahan. Pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi dan bentuk gelombang yang terkeam oleh Osiloskop. Hasilnya menunjukkan kecepatan cahaya di ruang hampa mencapai 300.000 km/s.

    Standar Satuan Panjang

    Penemuan mengenai kecepatan cahaya ini kemudian disepekati oleh ilmuwan untuk merubah defenisi panjang yang pada awalnya adalah jarak 1/10.000.000 meter dari kutub utara ke equator karena hal fakta lain ditemakan bahwa bumi tidaklah bulat sempurna sehingga hal ini tidak lah standar.

    1 Meter kemudian dirubah pad atahun 1983 dengan mengukur emisi gelombang cahaya atom Kryption-86 diruang hampa selama satu detik. Hasilnya 1 meter didefenisikan sebagai jarak yang ditempuah cahaya dalam selang waktu 1/299,792,458 detik dimana 1 detik adalah waktuparuh zat radioaktif atom Cesium-133.

  • Gerak Harmonik Sederhana Pada Pendulum

    Gerak Harmonik Sederhana Pada Pendulum

    AhmadDahlan.NET – Gerak Harmonik Sederhana (GHS) adalah gerak bolak-balik yang membentuk sebuah gelombang bolak balik yang energi nya tidak hilang sehingga sebuah benda yang ber-gerak harmonik sederhana akan terus menerus bergerak bolak-balik tanpa henti.

    Gerak Harmonik Sederhana secara terbatas dapat diamati melalui pendulum (bandul) sederhana yakni dengan cara menggantung sebuah beban bermassa m melalui tali sepanjang l yang massanya dapat diabaikan pada sebuauh titik kaku. Setelah beban diberikan simpanan kecil sehingga melakukan gerakan bolak-balik dengan periode yang sama.

    Jika massa tali dan hambatan udara di sekitar sangat kecil dan nilainya dapat diabaikan maka kita akan melihat benda bergerak bolak-balik dengan periode yang tetap.

    Lintasan Pada Gerak Harmonik Sederhana Pendulum Matematis

    A. Periode Getaran Pendulum

    Periode pada pendulum adalah lama waktu yang dibutuhkan beban m untuk kembali pada posisi semula. Misalkan kita beri simbol tiga titik di sebagai A, B dan C, maka satu getaran adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh pendulum untuk dari titik A, B, C, B lalu kembali ke A.

    Peirode pada gerak Harmonik Sederhana akan selalu sama dengan asumsi :

    1. Hambatan udara dan massa tali di sekitar sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
    2. Tali penggantung tidak dapat dirapatkan dan direnggangkan.
    3. Gravitasi di tempat tersebut konstan
    4. Pusat penggantung talu kaku dan tidak berpindah.
    MG sin Analisis gerak mekanik pada Bandul Harmonik Sederhana

    Pada saat bandul mulai berayun, besar gaya pemulih pada pegas

    F = - mg \sin θ

    Tanda minum ini memberikan penjelasan bahwa arah gaya berlawanan dengan arah geraknya. Dari persamaan ini menunjukkan bahwa persamaan ini hanya berlaku jika θ sama dengan sin θ ketika sudutnya dinyatakan dalam radian, jika nilainya tidak mirip maka bandulnya tidak GHS.

    Pada sudut-sudut yang kurang dari 15o, perbedaan antara θ (dalam radian) dan sin θ tidak sampai 1%, sehingga pendekatnnya gaya pemilih bisa dituliskan :

    F = - mg \sin θ ≈ - mg θ

    Gerak pada bandul tidak membentuk tali busur pada gerak melingkar dengan jari-jari l, dengan demiki hubungan natar s dan l adalah :

    s=l \theta 

    sehingga :

    F=-\frac{mgs}{l}

    Pada sudut kecil-kecil, perpindahan pendulum pada sistem ini bergerak harmonik sederhana yang analog dengan gerak harmonik sederhana pada pegas, dimana F = -kx dimana x adalah panjang tali busur s. Konstantan gaya efektif :

    k=\frac{mg}{l}

    Masukkan persamaan ini ke Persamaan Periode pada pegas yakni :

    T=2 \pi \sqrt{\frac{m}{k}}

    Maka persamaan ini menjadi

    T=2 \pi \sqrt{\frac{m}{mg/l}}
    T=2 \pi \sqrt{\frac{l}{g}}

    Analisis pendekatan Inersia

    Inersia adalah kecenderungan bandul mempertahankan gerak bolak-bolak dari tali busur s. Gerak ini memenuhi persamaan

    τ = F ⨯ l  = I ⨯ α

    masukkan nilai gaya penyebab gerak dengan sudut θ yang kecil sehingga F = -mg sin θ ≈ – mg θ

    −mgθl=Iα
    α=\frac{-mgθl}{I}

    Momen inerasial I pada gerak ini adalah I = ml2, maka

    α=\frac{-mgθl}{ml^2}
    α=\frac{-gθ}{l}

    Nah pada posisi pertama kali begerak, percepatan dari benda berada pada nilai maksimum sehingga memiliki percepatan maksmimum dengan demikian berlaku persamaan

    a = -\omega_0^2A

    jika hubungan a dan α adalah

    a = -αl

    maka

    α =- \omega_0^2 \frac{A}{l}

    Pada sudut kecil maka A\l ≈ tan θ ≈ θ, maka

    α = -\omega_0^2 θ

    masukkan kembali kepersamaan α = -gθ\l, maka

    -\omega_0^2 θ=-\frac{gθ}{l}
    ω_0  = \sqrt{\frac{g}{l}}

    Karena ω = 2πf, maka

    f = \frac{1}{2π}\sqrt{\frac{g}{l}}

    Jika T = 1/f, maka

    T = 2π\sqrt{\frac{l}{g}}

    Dalam gerak pendulum, massa bandul tidak berpengaruh pada periode dan frekuensi dari gerak Periode. Namun hgal yang perlu dicatat adalah massa bandul m harus jauh lebih besar dari massa tali sehingga massa tali dapat diabaikan dan bandul bergerak harmonis sederhana.