Kategori: Tak Berkategori

  • Validitas Instrumen Penelitian

    Validitas Instrumen

    Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan
    juga kecermatan suatu alat ukur dalam melakukam fungsi ukurannya (Azwar, 2000). Validitas merujuk pada suatu ukuran yang menjamin bahwa suatu variabel yang diukur, benar-benar merupakan variabel yang memang diteliti. (Cooper & Schindler, 2006). Validitas dikaitkan dengan suatu peubah dapat mengukur sesetau yang memang harus diukur. Dalam penelitian validitas menyatakan suatu derajat ketepatan alat ukur dalam suatu instrument penelitian terhadap isi atau variabel yang sebenarnya diukur. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur yang dalan hal ini adalah instrumen penelitian dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, maka dilakukan uji validitas atau memberi bukti validitas instrumen penelitian.

    Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu isntrumen sah atau
    valid untuk mengukur suatu variable, misalnya pada kuesioner. Angket atau
    kuesioner dinayatakan valid jika variabel yang akan diukur dapat diunggap melalui angket tersebut. Sehinga dapat dikatakan bahwa variabel dapat diukur secara tepat oleh instrumen tersebut. Validitas dalam instrumen penelitian menunjukkan derajat ketepatan instrumen sebagai alat ukur terhadap isi atau apa yang diukur.

    Suatu tes akan mempunyai validitas yang tinggi jika mampu menjalankan fungsinya sebagai alat ukur. Mampu memberikan hasil oengukuran yang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan dari dikembangkannya instrument tersebut. Jika suatu instrument tes misalnya mempunyai validitas yang rendah maka data yang dihasilkan melalui tes tersebut akan diterima sebagai hasil yang tidka relevan atau tidak akurat. Selain merujuk pada ketepatan dalam melakukan pengukuran, validitas instrumen juga dapat merujuk pada keakuratan instrumen. Instrumen yang valid akan memiliki tingkat kecermatan yang tinggi dalam pengukuran. Kecermatan dalam hal ini adalah kemampuan instrumen mendeteksi perbedaan-perbedaan pada atribut yang diukur walaupun perbedaan itu sangat kecil.

    Suatu tes bisa dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika suatu tes tersebut memberikan hasil ukur secara akurat dan tepat. Atau tes tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya sesuai dengan tujuan tes itu dibuat. Jika suatu tes menghasilkan data yang tidak sesuai atau tidak relevan dengan tujuannya maka tes tersebut dikatakan sebagai tes yang tidak valid atau memiliki validitas rendah. Tes yang valid adalah tes yang tepat mengukur secara cermat. Arti kecermatan dalam hal ini adalah mampu mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut
    yang diukurnya.

    Beberapa ahli memberikan pendapatnya tentang validitas dalam
    pengembangan instrument penelitian, khususnya yang berhubungan dengan bidang Pendidikan. Menurut Reynold (2010) validitas diartikan sebagai keputusan evaluatif yang terintegrasi dari sejauh mana bukti empiris dan alasan-alasan teoritis mendukung kecukupan dan kesesuaian kesimpulan dan tindakan berdasarkan skor tes atau modus lain dari penilaian. Selain itu Ebel (1986) ketika validitas ditetapkan pada suatu nilai tes, maka validitas tersebut mengacu pada concistency (akurasi). Pendapat lain mengemukakan bahwa validitas instrumen menggambarkan sejauh mana instrumen itu mampu mengukur apa yang seharusnya harus diukur (Allen & Yen, 1979; Azwar, 2000; Kerlinger, 1986). Jadi secara singkat, kesimpulannya adalah sebuah instrumen yang valid akan mengukur apa yang memang seharusnya diukur.

    Validitas tes dibagi dalam 3 kelompok utama, yaitu validitas isi, validitas
    hubungan kriteria (criterion-related), dan validitas konstruk (Allen & Yen, 1979; Kerlinger, 1986). Meskipun validasi dapat dilakukan dengan berbagai jenis validitas tersebut, tetapi peneliti dapat memilih salah satu jenis validasi yang disesuaikan dengan tujuan pengembangan instrumen. Ketika menggunakan validitas kriteria, maka penelti akan berhubungan dengan perhitungan, statistic ataupun pemeriksaan korelasi. Sedangkan ketika menggunakan validtas isi, maka penentuannya tidak berhubungan dengan statistik tertentu. Validitas isi lebih dipahami berdasarkan telaah ahl terhadap kisi-kisi instrumen. Oleh karena itu, pembuktian validitas isi
    sebenarnya lebih berdasar pada analisis logika dan tidak memiliki koefisien validtas untuk menunjukkan derajat ketepatannya.

    A. Validitas Isi

    Validitas isi merujuk pada sejauh mana isi dari suatu perangkat instrumen
    penelitian dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jika dikaitkan dengan pembelajaran, maka validitas isi adalah kesesuaian sola-soal atau materi dalam ujian dengan apa yang telah dipelajari siswa (Mardapi, 2008). Pengujian terhadap validitas isi menggunakan logika atau analisis rasioanal dengan melihat apakah item-item soal telah sesuai dengan kisi-kisinya. Dengan kata lain validitas isi dapat dikatakan sebagai penilaian yang ditentukan berdasarkan indvidu atau secara subjektif. Validitas isi dibagi kedalam dua kelompok yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis) (Allen & Yen, 1979) membagi. Validitas muka terpenuhi jika seseorang yang ahli menilai tes dan menyimpulkan bahwa tes
    tersebut mengukur ciri yang relevan. Seseorang yang dapat melakukan penilaian adalah seseorang yang ahli dalam melakukan penilaian. Jika orang yang ahli tersebut menganggap instrumen tidak sesuai, maka validitas muka dipertanyakan. Sebagai contoh sebuah tes aritmetika, dalam “muka” tes tersebut, mengukur kemampuan aritmetik. validitas muka dapat menjadi sangat penting digunakan dalam tes, meskipun dalam beberapa kasus validitas muka tidak perlu jika tes valid dalam cara yang lain.

    Validitas logis merupakan tipe yang lebih canggih dan modern dari validitas
    muka. Validitas logis melibatkan definisi dari tingkah laku untuk diukur menggunakan sebuah tes atau design item yang logis. Validitas logis sangat berguna dalam mengembangkan tes khususnya dalam bidang akdemik misalnya prestasi. Validitas isi didasarkan pada keputusan subjektif. Oleh karena itu untuk menentukan jenis validitas isi, seseorang lebih cenderung melakukan kesalahan daripada validitas yang lain. Namun secara umum, menentukan validitas isi adalah perhatian pertama dalam mengembangkan semua instrumen.

    B. Validitas Kriteria

    Validitas kriteria dikenal dengan nama lain yaitu validitas empiris. Validitas
    kriteria digunakan ketika nilai atau skor tes dihubungkan dengan suatu kriteria. Kriteria adalah beberapa perilaku dimana nilai tes dapat digunakan untuk memprediksi. Sebagai contoh misalnya, untuk mendapatkan validitas hubungan kriteria, skor dalam suatu instrumen tes yang dikembangkan untuk penyeleksian pelamar pekerjaan harus dihubungkan dengan kriteria keefektifan kinerja. Validitas hubungan kriteria diekspresikan sebagai sebuah koefisien korelasi antara skor tes atau predictor dengan skor kriteria.

    Simbol korelasinya adalah r𝑥𝑦 dimana X adalah skor tes sedangkan Y adalah skor kriterianya. Untuk menghitung besarnya korelasi, dapat digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Ada dua jenis validitas kriteria yaitu validitas kriteria internal dan eksternal. Kriteria internal menggunakan tes itu sendiri sebagai kriteria. Validitas internal (validitas butir) diukur dengan mengkorelasikan item ke keseluruhan tes sebagai kriteria, sehingga sering juga disebut dengan validitas butir. Dengan demikian validitas butir dapat terlihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item atau butir dengan skor total. Sedang kriteria eksternal menggunakan skor dari tes lain untuk menjadi kriteria, misalnya tes lain yang telah dianggap baku atau dapat dipercaya.

    Menurut penggunaannya validitas kriteria akan berfungsi dalam penentuan
    validitas konkurent (concurrent validity) seandainya digunakan dalam waktu yang sama atau berdekatan. Jika dimanfaatkan pada waktu yang akan dating, maka disebut sebagai validitas prediktif (predictive validity). Koefisien validitas r𝑥𝑦 menghasilkan sebuah prediksi atau perkiraan validitas yang bersama-sama (concurrent validity). Validitas prediksi melibatkan skor tes untuk memperkirakan sikap yang akan terjadi. Validitas prediktif berhubungan dengan koefisien korelasi antara skor tes dengan suatu kriteria tertentu yang terjadi di kemudian hari (Ary, 1985). Misalnya jika seorang peneliti memberikan tes matematika kepada siswa ketika ia masuk di kelas empat. Kemudian ketika siswa selesai menempuh pelajaran di kelas empat, peneliti dapat menilai validitas kongkurensinya dengan jalan
    mengkorelasikan skor tes matematika tersebut dengan angka yang diterima subjek dalam pelajaran matematika selama di kelas empat. Kegiatan ini akan menghasilkan validtas kongruen karena dlakukan pada waktu yang sama atau relative sama. Jika dikemudian hari ingin mengetahui validitas prediktifnya, maka dapat dilakukan dengan jalan mengkorelasikan skor tes tersebut dengan angka pelajaran matematika mereka dikelas 12 SMA misalnya.

    Validitas Konstruk

    Validitas konstruk adalah validitas yang berhubungan dengan perluasan suatu tes yang mengukur suatu karakteristik khusus atau konstruk tertentu. Validitas konstruk adalah validitas yang utama untuk menilai individu-individu pada kemampuan dan karakteristik psikologi tertentu. Beberapa contoh yang umum dari konstruk adalah ,kedisiplinan, kecemasan, self-efficacy, kecerdasan, motivasi, kemampuan berargumen , kemampuan berpikir kritis, kreatif, bakat dalam berbagai bidang, kemampuan membaca, dan lain-lain.

    Validitas konstruk menggambarkan seberapa jauh suatu instrument
    khususnya tes mengukur suatu konstruk teoretik atau trait yang akan diukurnya (Allen & Yen, 1979). Konstruk diartikan sebagai faktor-faktor yang berkaitan dengan variabel tertentu, misalnya aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Terdapat beberapa teknik atau cara yang bisa digunakan untuk memberi menguji validtas konstruk. Salah satunya dengan mencocokkan faktor-faktor dalam instrumen dengan aspek yang akan diukur oleh instrumen tersebut. Dengan cara ini maka kajian atau telaah teori harus dilakukan secara mendalam. Cara lain yang disarankan untuk menguji validitas konstruk dan dianggap lebih sederhana adalah dengan cara multi trait multi-method (Saifuddin Azwar, 2000).

    Validasi konstruk mengkombinasikan pendekatan logis dan pendekatan
    empiris. Salah satu aspek dari pendekatan logis adalah untuk menanyakan jika unsur-unsur tes pengukuran adalah unsur-unsur yang membangun konstruk. Aspek lain dari pendekatan logis adalah untuk memeriksa butir-butir untuk menentukan jika mereka tampak tepat untuk menilai unsur-unsur dalam konstruk. Ada beberapa aspek empiris validitas konstruk: (1) Secara internal, hubungan dalam tes seharusnya diprediksi oleh konstruk. (2) Secara eksternal, hubungan antara skor pada tes dan pengamatan-pengamatan yang lain seharusnya konsisten dengan konstruk. Jika hubungan dari unsur-unsur dalam suatu tes bukan apa yang diprediksi oleh konstruk, maka konstruk tersebut tidak tepat atau tes itu gagal mengukur unsur-unsur dalam konstruk. Apabila pada tes yang dibuat dan diatur kita menemukan bahwa unsur-unsur tersebut tidak berelasi secara positif, kita akan menyimpulkan bahwa validitas konstruk pengukuran kurang dan bahwa tes atau konstruk itu sendiri seharusnya direvisi. Skor pada suatu tes seharusnya dihubungkan dengan pengukuran eksternal dalam suatu cara yang konsisten dengan konstruk. Suatu pengukuran dari suatu konstruk khusus sebisa mungkin tidak tergantung dari pengukuran konstruk-konstruk yang lain.

    Pendekatan yang sering digunakan dalam pengujian validasi konstruk adalah matriks multitrait-multimethod dan analisis faktor. Analisis faktor lebih popular karena sering digunakana dalam berbagai penelitian. Analisis faktor merupakan suatu metode untuk mengkorelasikan suatu ukuran dengan sejumlah besar ukuran yang lain untuk mengetahui ukuran-ukuran apa sajakah yang mengukur hal yang sama. Analisis faktor merupakan teknik untuk menyederhanakan, mengurangi ataupun meringkas ukuran suatu variabel yang besar atau banyak menjadi ukuran yang lebih sedikit yang nantinya disebut sebagai faktor. Penyederhanaan dilakukan dengan menyelidiki faktor-faktor mana yang sebenarnya sama atau mempunyai tujuan yang sama dan menjadikannyi satu faktor dengan penamaan baru yang mewakli fakorfaktor sebelumnya. Misalnya, ketika mengembangkan instrumen yang terdiri dari 20 butir soal yang diharapkan mewakili 20 indikator tertentu. Ternyata setelah dilakukan analisis factor 20 item tersebut hanya mengukur 8 indiktor saja.

  • Salinan KI dan KD Mata Pelajaran Fisika SMA Kurikulum 2013

    KI dan KD Mata Pelajaran Fisika SMA

    Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

    Distribusi Kompetensi Dasar

    NoKompetensi DasarLevel KKO
    1Menjelaskan hakikat ilmu Fisika dan perannya dalam kehidupan, metode ilmiah, dan keselamatan kerja di laboratoriumC2
    2Menerapkan prinsip-prinsip pengukuran besaran fisis, ketepatan, ketelitian dan angka penting, serta notasi ilmiahC3
    3Menerapkan prinsip penjumlahan vektor sebidang (misalnya perpindahan)C3
    4Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan (tetap) dan gerak lurus dengan percepatan konstan (tetap) berikut penerapannya dalam kehidupan sehari-hari misalnya keselamatan lalu lintasC4
    5Menganalisis gerak parabola dengan menggunakan vektor, berikut makna fisisnya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hariC4
    6Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan (tetap) dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hariC4
    7Menganalisis interaksi pada gaya serta hubungan antara gaya, massa dan gerak lurus benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hariC4
    8Menganalisis keteraturan gerak planet dan satelit dalam tata surya berdasarkan hukum-hukum NewtonC4
    9Menganalisis konsep energi, usaha (kerja), hubungan usaha (kerja) dan perubahan energi, hukum kekekalan energi, serta penerapannya dalam peristiwa sehari-hariC4
    10Menerapkan konsep momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hariC4
    11Menganalisis hubungan antara gaya dan getaran dalam kehidupan sehari-hariC4
    12Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan seharihari misalnya dalam olahragaC3
    13Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hariC4
    14Menerapkan hukum hukum fluida statik dalam kehidupan sehari-hariC3
    15Menerapkan prinsip fluida dinamik dalam teknologiC3
    16Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor yang meliputi karakteristik termal suatu bahan, kapasitas, dan konduktivitas kalor pada kehidupan sehari-hariC4
    17Menjelaskan teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang tertutupC2
    18Menganalisis perubahan keadaan gas ideal dengan menerapkan hukum TermodinamikaC4
    19Menganalisis karakterisitik gelombang mekanikC4
    20Menganalisis besaran besaran fisis gelombang berjalan dan gelombang stasioner pada berbagai kasus nyataC4
    21Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologiC3
    22Menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pemantulan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensaC4
    23Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkunganC4
    24Menganalisis prinsip kerja peralatan listrik searah (DC) berikut keselamatannya dalam kehidupan sehari-hariC4
    25Menganalisis muatan listrik, gaya listrik, kuat medan listrik, fluks, potensial listrik, energi potensial listrik serta penerapannya pada berbagai kasusC4
    26Menganalisis medan magnetik, induksi magnetik, dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologiC4
    27Menganalisis fenomena induksi elektromagnetik dalam kehidupan sehari-hariC4
    28Menganalisis rangkaian arus bolak-balik (AC) serta penerapannyaC4
    29Menganalisis fenomena radiasi elektromagnetik, pemanfaatannya dalam teknologi, dan dampaknya pada kehidupanC4
    30Menjelaskan fenomena perubahan panjang, waktu, dan massa dikaitkan dengan kerangka acuan dan kesetaraan massa dengan energi dalam teori relativitas khususC2
    31Menjelaskan secara kualitatif gejala kuantum yang mencakup sifat radiasi benda hitam, efek fotolistrik, efek Compton, dan sinar X dalam kehidupan sehari-hariC2
    32Menjelaskan konsep penyimpanan dan transmisi data dalam bentuk analog dan digital serta penerapannya dalam teknologi informasi dan komunikasi yang nyata dalam kehidupan sehari-hariC2
    33Menganalisis karakteristik inti atom, radioaktivitas, pemanfaatan, dampak, dan proteksinya dalam kehidupan sehari-hariC4
    34Menganalisis keterbatasan sumber energi dan dampaknya bagi kehidupanC4
  • Salinan SK dan KD Fisika SMA Kirukulum 2004

    SK dan KD Fisika SMA Kirukulum 2004

    A. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fisika

    Materi pokok fisika di SMA dan MA merupakan kelanjutan dari materi
    pokok fisika SMP dengan perluasan pada konsep abstrak yang dibahas
    secara kuantitatif analitis.

    Materi pokok tersebut umumnya diperoleh dari berbagai kegiatan yang
    menggunakan keterampilan proses dalam lingkup melakukan kerja
    ilmiah.

    Secara garis besar materi pokok fisika di SMA meliputi:

    Kelas X

    Besaran, pengukuran dan vektor; karakteristik gerak; penerapan hukum
    Newton; tata surya; suhu dan kalor; cahaya; hakekat gelombang
    elektromagnetik; listrik dinamis

    Keseluruhan materi pokok ini penekanannya pada kecakapan hidup
    dan sebagai dasar untuk belajar pada program penjurusan di kelas XI.

    Kelas XI

    Gerak dengan analisis vektor; energi, usaha, dan daya; impuls dan
    momentum; momentum sudut dan rotasi benda tegar; fluida; teori
    kinetik gas; termodinamika.

    Kelas XII

    Gaya listrik dan medan listrik; medan magnet, gaya Lorentz dan induksi elektromagnetik; gelombang dan bunyi, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, zat padat/semikonduktor; radioaktivitas; jagat raya.

    B. SK dan KD Fisika 2004

    NoStandar KompetensiKompetensi Dasarlevel KKO
    1Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan, dan menyatakannya dalam satuan SI dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai, dan satuan).Mengukur besaranbesaran fisika dengan alat yang sesuai dan mengolah data hasil
    dengan menggunakan aturan angka penting
    2Membedakan besaran pokok dan besaran turunan beserta satuannya
    3Memprediksi dimensi suatu besaran dan melakukan analisis
    Melakukan penjumlahan dan perkalian dua buah vektor
    Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).Menganalisis besaran besaran fisika pada gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB)
    Memprediksi besaranbesaran fisika pada gerak melingkar beraturan dan gerak melingkar berubah beraturan
    Menjelaskan Hukum Newton sebagai konsep dasar dinamika, dan mengaplikasikannya
    dalam persoalanpersoalan dinamika sederhana
    Memaparkan konsep tatasurya dan jagat raya melalui penafsiran terhadap data dan informasi, serta menyadari pentingnya lingkungan alam semesta sebagai sumber energi kehidupan.Mendeskripsikan konsep tatasurya dan pembentukannya
    berdasarkan teori fisika termasuk planet-planet, komet, dan satelitnya
    Mendeskripsikan tentang penerbangan angkasa luar
    Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalorMelakukan percobaan yang berkaitan dengan kalor.
    Mendeskripsikan cara perpindahan kalor
    Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dan optika dalam menyelesaikan masalah.Menganalisis sifatsifat cahaya
    Memformulasikan besaran-besaran fisika tentang gelombang elektromagnetik secara kualitatif
    Menerapkan konsep konsep kelistrikan (baik statis maupun dinamis) dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi.Merangkai alat ukur listrik,
    menggunakannya secara baik dan benar dalam rangkaian listrik
    Memformulasikan besaran-besaran listrik ke dalam bentuk persamaan
    Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam kehidupan sehari-hari
    Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).Mendeskripsikan karakteristik gerak melalui analisis vektor
    Menginterpretasikan hukum-hukum Newton dan penerapannya pada gerak benda
    Membedakan konsep energi, usaha, dan daya serta mampu mencari hubungan antara usaha dan perubahan energi kinetik
    Menerapkan hukum kekekalan energi mekanik dalam kehidupan sehari-hari
    Menemukan hubungan antara
    konsep impuls dan momentum, berdasarkan pada hukum Newton tentang gerak, dan hukum kekekalan momentum linier untuk menyelesaikan masalah pada tumbukan
    Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah.Menemukan hubungan antara konsep torsi dan momentum sudut, berdasarkan hukum II Newton serta penerapannya dalam masalah benda tegar
    Menganalisis hukumhukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik dan dapat menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari
    Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor.Menganalisis persamaan umum gas ideal, menurunkan rumusan energi kinetik rata-rata tiap partikel, serta menurunkan prinsip ekuipartisi energi
    Menganalisis dan menerapkan hukum termodinamika
    Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dan optik dalam menyelesaikan masalah.Melakukan kajian ilmiah untuk mengenali gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum serta penerapannya
    Melakukan kajian ilmiah untuk mengenali gejala dan ciri-ciri gelombang elektromagnetik serta penerapannya
    Melakukan kajian ilmiah untuk mengenali gejala dan ciri-ciri gelombang bunyi serta penerapannya dalam teknologi
  • Merumuskan Indikator Hasil Belajar Sebagai Tujuan Pembelajaran

    Dalam menentukan ketercapaian hasil belajar, dibutuhkan indikator yang dapat terukur secara eksplisit dan memberikan jaminan bahwa kompetensi yang tertuang pada tujuan pembelajaran telah tercapai. Indikator menjadi acuan utama dalam menyusun instrumen pengkuran hasil belajar.

    Indikator hasil belajar

    Indikator hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian, indicator hasil belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diobservasi (observable). Artinya, apa hasil yang diperoleh setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.

    Ada empat komponen pokok yang harus tampak dalam rumusan indikator hasil belajar seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut:

    1. Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu?
    2. Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana yang diharapkan dapat dicapai itu?
    3. Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?
    4. Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh?

    Pertanyaan pertama, berhubungan dengan subjek belajar. Rumusan indicator hasil belajar sebaiknya mencantumkan subjek yang melakukan proses belajar, misalkan siswa, peserta belajar, peserta penataran dan lain sebagainya. Penentuan subjek ini sangat penting menunjukkan sasaran belajar.

    Pertanyaan kedua berhubungan dengan tingkah laku yang harus muncul sebagai indicator hasil belajar setelah subjek mengikuti atau melaksanakan proses pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar itu dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan melaluiperformance siswa. Any learner performance, action, or operation which is observable. Melalui kemampuan yang terukur itu dapat ditentukan apakah belajar yang dilakukan oleh siswa sudah berhasil mencapai tujuan atau belum.

    Istilah-istilah tingkah laku yang dapat diukur sehingga menggambarkan indicator hasil belajar itu diantaranya: mengidentifikasi (identify), menyebutkan (name), menyusun (construct), menjelaskan (describe), mengatur (order), dan membedakan (different). Sedangkan istilah untuk tingkah laku yang tidak terukur sehingga kurang tepat dijadikan sebagai tingkah laku dalam tujuan pembelajaran karena tidak menggambarkan indicator hasil belajar, misalnya: mengetahui, menerima, memahami, mencintai, mengira-ngira dan sebagainya.

    Pertanyaan ketiga berhubungan dengan kondisi atau dalam situasi dimana subjek dapat menunjukkan kemampuannya. The situation in which the behavior occurs. Rumusan tujuan pembelajaran yang baik harus dapat menggambarkan dalam situasi dan keadaan yang bagaimana subjek dapat mendemonstrasikan performance-nya.

    Pertanyaan keempat berhubungan dengan standar kualitas dan kuantitas hasil belajar. Artinya standar minimal yang harus dicapai oleh siswa. Standar minimal ini kadang-kadang harus tercapai seluruhnya atau 100%, namun kadang-kadang juga hanya sebagian saja. Kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan teknis atau skill, misalnya biasanya standar minimal harus seluruhnya tercapai sebab kalau tidak akan sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Seorang calon dokter misalnya, tentu saja harus memiliki keterampilan 100% menggunakan pisau bedahnya; demikian juga seorang pilot, harus memiliki kemampuan yang utuh tentang kemampuan yang diajarkannya; seorang pembuat komponen kendaraan misalnya pembuat baut, harus dapat mencapai hasil yang maksimal tentang keterampilannya, sebab jika tidak dapat mempengaruhi produk yang dihasilkannya. Namun demikian, seorang siswa SMP tidak seharusnya menunjukkan kemampuan maksimal 100% dari hasil belajar yang diharapkan.

    Misalkan diajarkan 3 jenis sistem pemerintahan yang diharapkan siswa dapat menjelaskan dua diantaranya dengan baik dan benar. Dari rumusan tersebut, jelas adanya batas minimal yang harus dikuasai. Contoh lainnya, misalnya diajarkan 5 teori tentang asal-usul kehidupan, diharapkan siswa dapat menyebutkan 3 diantaranya.

    Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran, maka sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsure ABCD, yaituAudience, Behavior, Condition dan Degree.

    Sumber Rujukan :
    Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
    Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
    Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada  Media Group,

  • Ranah-Ranah Penilaian Hasil Belajar

    Guru memiliki peran utama mengarahkan dan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penetapan tujuan pembelajaran dilakukan secara holistik dan hirariki mulai dari tingkat kementerian sampai pada pembelajran di dalam kelas. Pencapaian tujuan pembelajaran di dalam kelas selanjutnya disebut sebagai hasil belajar.

    Penilaian Hasil Belajar

    A. Tujuan Penilaian Hasil Belajar

    Pelaksanaan penilaian hasil belajar dilakukan bertujuan untuk :

    1. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik seteleh mengeikuti program pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
    2. Mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan komponen pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan oleh guru. Komponen yang dimaksud adalah:
      • perumusan tujuan pemebelajaran
      • penggunaan pemilihan model, metode, strategi dan media pembelajaran.
    3. Memberikan rekomendasi bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, pekerjaan dan sejenisnya.

    B.Ranah-Ranah Hasil Belajar

    Hasil belajar diartikan sebagai perubahan perilaku setelah mengikuti sebuah program pembelajaran. Perubahan perilaku dalam hasil belajar ini meliputi ranah-ranah hasil belajar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.

    Ranah-ranah hasil belajar dalam kurikulum di Indonesia mengalami perubahan namun ada 3 ranah yang selalu ada dari seluruh Kurikulum yang pernah ada. 3 Ranah tersebut adalah

    1. Kognitif (Pengetahuan)
    2. Psikomotorik (Keterampilan)
    3. Afektif (Sikap)

    Tiga Ranah hasil belajar ini diperkenalkan oleh Bloom dan lebih dikenal dengan nama Taksonomi Hasil Belajar Bloom. Taksonomi ini kemudian di revisi dan disempurnakan oleh Anderson dengan membagi dimensi dari Kognitif ke dalam dua bagian yakni Pengetahuan dan Proses Pengetahuan.

    Selain dari 3 ranah tersebut, Program pembelajan di Indonesia juga mengakomodasi beberapa ranah hasil belajar lain sesuia dengan perubahan keadaan global. Beberapa ranah lain yang masuk dalam pembelajaran seperti

    1. Keterampilan Proses Sains
    2. Keterampilan Berfikir Kritis
    3. Keterampilan Berfikir Kreatif
    4. Literasi Numerasi
    5. Literasi Teknologi
    6. Literasi Sains

    a. Ranah Kognitif

    Ranah kognitif didefinisikan sebagai kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Tujuan kognitif  adalah tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan perilaku dalam aspek berpikir/intelektual (Sagala, 2010: 157).

    Segala upaya yang menyangkut kegiatan atau aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Menurut Benjamin Bloom (Sagala, 2010: 157) ada enam tingkatan dalam domain kognitif yang berlaku juga untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu:

    1. Pengetahuan/ingatan (knowledge) C1

    Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-hal yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang perlu diingat seperti bahasan, peristilahan, ide, gejala, rumus-rumus, pasal, hukum, dalil, nama orang, nama tempat, dan lain-lain. Penguasaan hal tersebut memerlukan hafalan dan ingatan, akan hal-hal yang pernah dipelajari meliputi fakta, kaidah, prinsip, dan metode yang diketahui. Tujuan dalam tingkatan pengetahuan ini termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif.

    2. Pemahaman (comprehension) C2

    Aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yakni penerjemahan (translation) misalnya dari lambang ke arti, penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation) yaitu menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal yang lain. Aspek ini setingkat lebih tinggi dari pengetahuan sehingga untuk mecapai tujuan dalam tingkatan pemahaman ini dituntut keaktifan belajar siswa lebih banyak.

    3. Penerapan (application) C3

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya yang sudah dimiliki pada situasi baru dan konkret, yang menyangkut penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya dalam memecahkan persoalan tertentu. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu persoalan. Tujuan dalam aspek setingkat ini lebih tinggi daripada tujuan dari aspek pemahaman, sehingga kegiatan pembelajaran yang dituntutpun lebih tinggi.

    4. Analisis (analysis) C4

    Aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik, serta mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dipahami. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Kemampuan analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Dengan demikian keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut aspek aplikasi.

    5. Sintesis (synthesis) C5

    Aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Sintesis menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud, sintesis adalah lawan dari analysis. Aspek sintesis ini memerlukan tingkah laku yang kreatif, kemampuan sintesis (membentuk) relatif lebih tinggi dari kemampuan analisis (menguraikan). Sehingga untuk menguasainya diperlukan kegiatan belajar yang lebih kompleks.

    6. Evaluasi (evaluation) C6

    Aspek ini mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu. Hasil belajar dalam tingkatan ini merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam domain kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan sebelumnya yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis.

    Hasil belajar kognitif siswa dalam penelitian ini hanya ditinjau  empat ranah kognitif yaitu C1(hafalan), C(pemahaman), C(penerapan) dan C(analisis) karena disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.  Adanya  peningkatan hasil belajar fisika pada ranah kognitif ini dihitung dengan menggunakan tes hasil belajar, yaitu tes awal dan tes akhir. Tes yang diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda.

    b. Ranah Afektif

    Tujuan ranah afektif adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek perasaan, nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau siswa (Sagala, 2010: 158). Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran lainnya di sekolah.

    Menurut Bloom (Sagala, 2010: 159) membagi ranah afektif dalam lima kategori yaitu :

    1. Penerimaan (receiving)

    Aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan menerima dan menaruh perhatian terhadap nilai tertentu, seperti kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.

    2. Pemberian respon (Responding)

    Aspek ini mengacu pada kecenderungan memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu. Menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespons, memperhatikan secara aktif, turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan, serta merasakan kepuasan dalam merespons, misalnya mulai berbuat sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya, aspek ini satu tingkat di atas penerimaan.

    3. Penghargaan/penilaian (valuing)

    Aspek ini mengacu pada kecenderungan menerima suatu norma tertentu, menghargai suatu norma, memberikan penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu, dan mengikat diri pada pada suatu norma. Siswa misalnya, telah memperlihatkan perilaku disiplin yang menetapkan dari waktu ke waktu. Tujuan-tujuan dalam aspek ini dapat diklasifikasikan sebagai “sikap” dan “apresiasi”, aspek ini berada satu tingkat di atas pemberian respons.

    4. Pengorganisasian (Organization)

    Aspek ini mengacu pada proses membentuk konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu sistem nilai-nilai dalam dirinya. Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai-nilai yang disukainya, misalnya tentang norma-norma disiplin tersebut, dan menolak nilai-nilai yang lain, aspek ini satu tingkat di atas penghargaan.

    5. Karakterisasi (Characterization)

    Aspek ini mengacu pada mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya. Dalam taraf ini perilaku disiplin, misalnya betul-betul telah menyatu dalam dirinya, aspek ini merupakan tingkat paling tinggi dari domain afektif. 

    C. Ranah Psikomotor

    Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skills) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu (Sagala, 2010: 160). Tujuan-tujuan psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek keterampilan motorik atau gerak dari peserta didik atau siswa. Ranah psikomotor menurut Elizabeth (Sagala, 2010: 160) dibagi menjadi tujuh kategori sebagai berikut:

    1)        Persepsi (perception)

    Aspek ini mengacu pada penggunaan alat indera untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek atau gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan atau perbuatan. Dalam bermain badminton misalnya, siswa menggunakan indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan untuk dapat menyadari unsur-unsur fisik dari permainan tersebut. Aspek ini merupakan tingkatan yang paling rendah dalam domain psikomotor.

    2)        Kesiapan (set)

    Aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan responssecara mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Kesiapan fisik dan mental misalnya pada saat seseorang sedang mengambil ancang-ancang sebelum melakukan “service” pada permainan badminton, aspek ini berada satu tingkat di atas persepsi.

    3)        Respons terbimbing (guided response)

    Aspek ini mengacu pada pemberian respons perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan sebelumnya. Siswa-siswa yang memperhatikan pukulan-pukulan service dalam permainan badminton dengan cara tertentu berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diperlihatkan oleh gurunya, merupakan salah satu contoh dari respons terbimbing, aspek ini berada satu tingkat di atas kesiapan.

    4)        Mekanisme (mechanical response)

    Aspek ini mengacu pada keadaan dimana respons fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan. Siswa yang selalu melakukan service dalam permainan badminton dengan cara-cara tertentu sesuai dengan apa yang dipelajarinya, merupakan contoh dari aspek mekanisme, aspek ini berada satu tingkat di atas respons terbimbing.

    5)        Respons yang kompleks (complex response)

    Aspek ini mengacu pada pemberian respons atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien. Siswa yang terampil melakukan pukulan service secara akurat, tanpa membuat kesalahan selama permainan, merupakan salah satu contoh respons yang kompleks, aspek ini berada satu tingkat di atas mekanisme.

    6)        Penyesuaian pola gerakan atau adaptasi (adjustment)

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan situasi yang baru. Setelah menguasai permainan badminton dengan lawan-lawan tertentu, siswa dapat menerapkan dan menggunakan keterampilan yang telah dikuasainya dalam menghadapi lawan-lawan yang lain, aspek ini berada satu tingkat di atas respons yang kompleks.

    7)        Originasi

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak garik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar dan berlatih badminton, siswa dapat menciptakan cara pukulan service yang unik berbeda dari yang lain (original), aspek ini menduduki tingkatan yang paling tinggi dalam domain psikomotor.

  • Konsep Asesmen Pembelajaran – Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning

    Konsep Asesmen Pembelajaran – Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning

    Asesmen Pembelajaran

    Paradigma konvensional menempatkan asesmen pembelajaran sebagai proses penilaian hasil belajar peserta didik yang diposisikan terpisah dari proses pembelajaran. Asesmen pembelajaran modern terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan ikut mengambil bagian dalam proses pembelajaran baik sebelum program dimulai, awal program, pertengahan sampai pada bagian akhir program pembelajaran. Asesmen tersebut selanjutnya dikenal sebagai Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning.

    A. Assessment of Learning

    Assessment of learning adalan proses penilaian yang dilakukan pada akhir sebuah program pembelajaran. Dalam pembelajaran di Indonesia, assessment of learning dilakukan pada pertengahan semester dan akhir semester. Tujuan dari asesmen ini mengukur secara umum tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang telah dilaksanakan. Asesmen of learning juga disebut sebagai asesmen sumatif.

    Beberapa negara juga melakukan proses assessment of learning pada akhir program pembelajran pada tingkat tertentu misalnya tingkat Sekolah dasar dan sekolah menengah. Tujuannya tentu saja untuk mengevaluasi program pembelajaran yang tertuang pada Kurikulum berdasarkan levelnya.

    Kementerian pendidikan Indonesia juga menerapkan kebijakan assessment of learning pada akhir pogram. Program ini terus mengelami perubahan dari masa ke masa dan menjadi salah satu penentu kelulusan peserta didik pad tingkat tertentu. Beberapa bentuk asesmen tersebut seperti :

    1. Ujian Penghabisan (1950-1964)
    2. Ujian Negara (1965-1971)
    3. Ujian Sekolah (1972-1979)
    4. EBTA dan EBTANAS (1980-2002) 
    5. Ujian Akhir Nasional (2003-2004)
    6. Ujian Nasional (2005-2020)
    7. Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) (2014-2020)
    8. Asesmen Nasional (2021-saat ini)

    B. Assessment as Learning

    Assessment as learning merupakan sebuah metode self assessment dimana peserta didik diarahkan untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan program belajar mereka sendiri. Peserta didik diarahkan untuk memberikan valuasi atas pekerjaan yang telah mereka lakukan terkait dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka temukan atas performa diri sendiri.

    Hasil dari asesmen ini sangat penting bagi guru/pendidikan dalam menentukan kemampuan peserta didik berdasarkan presepsinya sendiri. Assessment as learning pada umumnya menghasilkan data tentang miskonsepsi peserta didik, gaya belajar dan sejenisnya.

    C. Assessment for Learning

    Assessment for learning merupakan jenis penialian yang dilakukan di tengah program pembelajaran sedang dilaksanakan. Tujuan dari asesmen ini adalah kontrol dan monitoring proses pelaksanaan program pembelajaran.

    Hasil dari asesmen ini digunakan untuk mendukung perbaikan proses pembelajaran karena hasil dari asesmen ini dijadikan dasar untuk memberikan umpan balik baik bagi peserta didik dan guru itu sendiri. Asesmen ini biasa disebut sebagai sebagai asesmen formatif. Hasil dari asesmen tidak dijadikan dasar dalam pemberian skor dan nilai akhir hasil belajar.

    FAQ

    Q : Apakah Ujian Tengah Semester (UTS) termasuk assessment for learning?

    A : Sebelum menjawab pertanyaan ini mari kita defenisikan dulu UTS itu apa. Berdasarkan asal katanya UTS adalah ujian yang dilakukan pada pertengahan semester. Secara umum, UTS lebih banyak dijadikan sebagai Assessment of Learning yakni memeberikan skor untuk materi-materi yang telah dipelajari paruh awal pertama. Skor UTS biasanya digabung dengan AUS kemudian dihitung dan dikonversi jadi nilai. Nilai dituliskan di dalam rapor atau transkrip nilai, dengan demikian dalam kasus UTS berfungsi sebagai Assessment of Learning.

    Konsep assessment of learning dan assessment for learning dititik beratkan pada tujuannya bukan pada waktu pelaksanaannya namun demikian tetap ada aspek-aspek khusus yang berkaitan dengan waktu dalam proses assesmen. Misalnya aspek maturity, sehingga assessment for learning sebaiknya dilakukan di bagian akhir proses pembelajaran.

    1. Pengantar Algoritma dan Pemrograman

      Algoritma dan Pemrograman

      1. Pengertian Algoritma dan Pemrograman

      A. Algoritma

      Algoritma adalah sekumpulan langkah atau prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah secara sistematis dan logis. Algoritma harus memiliki karakteristik berikut:

      1. Jelas (Definiteness): Setiap langkah harus didefinisikan dengan jelas.
      2. Terbatas (Finiteness): Algoritma harus memiliki akhir.
      3. Memiliki Input dan Output: Harus menerima masukan dan menghasilkan keluaran.
      4. Efektif (Effectiveness): Harus dapat dijalankan dengan sumber daya yang tersedia.
      5. Terstruktur: Langkah-langkahnya tersusun secara logis.

      B. Pemrograman

      Pemrograman adalah proses menulis dan menjalankan kode program menggunakan bahasa pemrograman untuk menginstruksikan komputer melakukan tugas tertentu sesuai dengan algoritma yang telah dirancang.

      2. Struktur Dasar Algoritma

      Algoritma memiliki tiga struktur dasar utama:

      1. Urutan (Sequence): Langkah-langkah yang dieksekusi secara berurutan.
      2. Percabangan (Selection): Pemilihan kondisi (IF-ELSE, SWITCH).
      3. Perulangan (Looping): Perintah yang dieksekusi secara berulang (FOR, WHILE, DO-WHILE).

      Contoh Pseudocode untuk Struktur Dasar

      1. Urutan (Sequence)
      Mulai
        Masukkan angka1
        Masukkan angka2
        Jumlahkan angka1 dan angka2
        Tampilkan hasil
      Selesai
      2. Percabangan (Selection)
      Mulai
        Masukkan angka
        Jika angka > 0 maka
          Tampilkan "Bilangan Positif"
        Jika tidak
          Tampilkan "Bilangan Negatif atau Nol"
      Selesai
      3. Perulangan (Looping)
      Mulai
        Ulangi dari i = 1 sampai i = 10
          Tampilkan i
      Selesai

      3. Representasi Algoritma

      A. Pseudocode

      Pseudocode adalah cara menuliskan algoritma menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa manusia sebelum dikonversi ke kode program.

      B. Flowchart

      Flowchart adalah diagram alur yang menggambarkan langkah-langkah algoritma menggunakan simbol standar:

      • Oval: Start/End
      • Parallelogram: Input/Output
      • Persegi panjang: Proses
      • Belah ketupat: Percabangan (kondisi)
      Simbol dan lambang dalam Flowchart
      Algoritma dan Pemograman Flowchart diangram Alir If program

      4. Struktur Data dalam Pemrograman

      Struktur data adalah cara menyimpan dan mengatur data dalam program.

      1. Variabel dan Tipe Data
        • Integer (int): Bilangan bulat
        • Float (float): Bilangan desimal
        • Character (char): Karakter tunggal
        • String: Kumpulan karakter
        • Boolean: True atau False
      2. Array
        Array adalah kumpulan data dengan tipe yang sama. Contoh: angka = [10, 20, 30, 40] print(angka[2]) # Output: 30
      3. Struct (Dalam C/C++)
        Struct digunakan untuk mengelompokkan beberapa tipe data: struct Mahasiswa { char nama[50]; int umur; };

      5. Algoritma dalam Bahasa Pemrograman

      A. Bahasa Pemrograman Populer

      Bahasa pemrograman adalah kumpulan instruksi atau sintaks yang digunakan untuk memberi perintah kepada komputer agar menjalankan tugas tertentu. Bahasa ini digunakan oleh programmer untuk membuat perangkat lunak, aplikasi, situs web, dan sistem lainnya.

      B. Jenis-Jenis Bahasa Pemrograman

      Bahasa pemrograman dapat dikategorikan berdasarkan tingkat abstraksi dan paradigma pemrogramannya.

      1. Berdasarkan Tingkat Abstraksi

      Bahasa Mesin (Machine Language)

      • Berupa kode biner (0 dan 1) yang langsung dipahami oleh komputer.
      • Contoh: Kode biner untuk prosesor tertentu

      Bahasa Tingkat Rendah (Low-Level Language)

      • Berupa instruksi dalam bentuk assembly language yang masih dekat dengan bahasa mesin.

      • Contoh: Bahasa Assembly (ASM)

      MOV AX, 5  ; Memindahkan angka 5 ke register AX

      Bahasa Tingkat Menengah (Middle-Level Language)

      • Memiliki kombinasi fitur bahasa tingkat rendah dan tinggi.

      • Contoh: C, C++

      #include <stdio.h>
      int main() {
          printf("Hello, World!");
          return 0;
      }

      Bahasa Tingkat Tinggi (High-Level Language)

      • Lebih mudah dipahami manusia, tidak bergantung pada arsitektur hardware tertentu.

      • Contoh: Python, Java, JavaScript, PHP, C#, Ruby

      print("Hello, World!")

      B. Contoh Program dalam Python

      Contoh 1: Program Penjumlahan Dua Bilangan

      # Input dua angka
      a = int(input("Masukkan angka pertama: "))
      b = int(input("Masukkan angka kedua: "))
      
      # Proses penjumlahan
      hasil = a + b
      
      # Output hasil
      print("Hasil penjumlahan:", hasil)
      

      Contoh 2: Percabangan IF-ELSE

      angka = int(input("Masukkan sebuah angka: "))
      if angka > 0:
          print("Bilangan positif")
      elif angka < 0:
          print("Bilangan negatif")
      else:
          print("Nol")
      

      Contoh 3: Perulangan FOR

      for i in range(1, 6):
          print("Angka ke-", i)

      6. Paradigma Pemrograman

      Paradigma pemrograman adalah cara berpikir dalam menyusun program:

      1. Pemrograman Prosedural: Menggunakan prosedur dan fungsi. Contoh: C, Pascal.
      2. Pemrograman Berorientasi Objek (OOP): Berbasis objek dan kelas. Contoh: Java, Python.
      3. Pemrograman Fungsional: Fokus pada fungsi. Contoh: Haskell, Lisp.

      7. Studi Kasus dan Penyelesaian Masalah

      Studi Kasus: Membuat program menentukan bilangan ganjil atau genap.

      Algoritma:

      1. Masukkan sebuah bilangan.
      2. Jika bilangan habis dibagi 2, maka bilangan genap.
      3. Jika tidak, maka bilangan ganjil.
      4. Tampilkan hasilnya.

      Implementasi dalam Python:

      angka = int(input("Masukkan angka: "))
      if angka % 2 == 0:
          print("Bilangan Genap")
      else:
          print("Bilangan Ganjil")
      

      8. Kompleksitas Algoritma

      Kompleksitas algoritma mengukur efisiensi waktu dan ruang (memori) suatu algoritma.

      • Notasi Big O: O(1), O(n), O(log n), O(n²), dll.
      • Tujuan: Memilih algoritma yang paling optimal dalam penyelesaian masalah.

      Kesimpulan

      • Algoritma adalah langkah-langkah sistematis dalam menyelesaikan masalah.
      • Pemrograman adalah implementasi algoritma menggunakan bahasa pemrograman.
      • Struktur dasar algoritma terdiri dari urutan, percabangan, dan perulangan.
      • Struktur data meliputi variabel, array, dan struct.
      • Bahasa pemrograman yang sering digunakan antara lain Python, C, dan Java.
      • Kompleksitas algoritma digunakan untuk menilai efisiensi kode program.
    2. Modul Mata Kuliah Asesmen Pembelajaran Fisika

      Pertemuan I – Hakikat dan Peran Asesmen Dalam Pembelajaran

      1. Tujuan Pembelajaran I – Memahami hakikat asesmen dalam pembelajaran.
      2. Tujuan Pembelajaran II Memahami hakikat literasi asesmen.

      Pertemuan II –

      1. memahami taksonomi tujuan pendidikan
      2. memahami tujuan pembelajaran dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

      Pertemuan III

      1. Memahami target asesmen

      Pertemuan IV

      1. memahami Selected Response Test

      Pertemuan V

      1. Mengembangkan Constructed-Response Test

      Pertemuan VI

      1. Metode asesmen: Performance Assessment

      Pertemuan VII

      1. Metode asesmen: Personal Communication

      Pertemuan VIII – Mid Test

      Pertemuan IX –

      1. Tes terstandar: Karakteristik, memilih, mengadministrasikan & menggunakan tes terstandar

      Pertemuan X –

      1. Hakikat analisis instrumen asesmen,
      2. kualitas instrumen asesmen dan
      3. interpretasi instrumen asesmen

      Pertemuan XI –

      Adminitrasi, Skoring, dan Interpretasi Hasil Asesmen:

      1. Adminitrasi hasil asesmen,
      2. rubrik penskoran
      3. interpretasi hasil asesmen

      Pertemuan XII –

      1. Penentuan dan pelaporan nilai: Fungsi, Tipe dan pengembangan

      Pertemuan XIII –

      1. Mengembangkan asesmen pembelajaran fisika

      Pertemuan XIV –

      1. Mengembangkan asesmen pembelajaran fisika

      Pertemuan XV

      1. Rancangan asesmen pembelajaran: Presentasi asesmen pembelajaran fisika
    3. Ujian Tengah Semester Fisika Dasar untuk Jurusan Biologi

      Soal No. 1

      Dua buah mobil bergerak pada lintasan lurus terpisah sejauh 200 meter. Jika Mobil A berada di belakang Mobil B dengan kecepatan gerak mobil A sebesar 20 m/s dan mobil B bergerak dengan kecepatan 16 m/s. Tentukan kapan dan Dimana mobil A menyusul Mobil B!

      Soal No. 2

      Sebuah balok bergerak dari keadaan diam di atas papan licin dengan kemiringan 30o terhadap bidang, seperti pada gambar di bawah!

      Soal MID Tes Biologi

      Jika balok berada pada bidang licin baik miring dan dan ujung bawah berada pada ketinggian 10 meter. Tentukan berapakah kecepatan balok tepat sebelum menyentuh lantai!

      Soal No. 3

      Sebuah balok dicelupkan dalam minyak dengan massa jenis 800 kg/m3. Jika 70% bagian dari balok tenggelam. Berapakah massa jenis dari balok tersebut?

      Soal No. 4

      Air mengalir melalui pipa mendatar dengan luas penampang pada masing-masing ujungnya 200 mm2 dan 100 mm2. Bila air mengalir dari penampang besar dengan kecepatan adalah 2 m/s. Tentukan kecepatan air pada penampang kecil!

      Soal No. 5

      Sebutir kelapa tergantung pada batang pohn kelapa pada dengan ketinggian h. Jika percepatan gravitasi pada tempat tersebut sebesar g. Jika kelapa-kelapa tersebut tiba-tiba jatuh, Tentuka!

      1. Kecepatan kelapa pada berada di Tengah
      2. Energi mekanik kelapa tepat saat menyentuh permukaan tanah

    4. Perpindahan Panas – Konduksi, Konveksi dan Radiasi

      Perpindahan Panas

      Kalor merupakan suatu bentuk energi yang diterima sebuah benda sehingga suhunya atau wujudnya berubah dan kalor merupakan suatu ukuran atau jumlah panas. Satuan kalor yang digunakan adalah kalori atau joule, yaitu banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 gram zat sehingga suhunya naik 1oC (Cengel 2003). Energi dapat terwujud dalam berbagai bentuk seperti panas, mekanik, kinetik, potensial, elektrik, magnetik, kimia, dan nuklir, dan total komponen-komponennya dalam energi total E dari sebuah sistem (Çengel dan Turner 2001).

      Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimi1iki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula ha1nya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin (Masyithah dan Haryanto 2006).

      A. Kalor jenis

      Kalor jenis didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu unit massa zat pada peningkatan satu derajat. Secara umum, energi ini bergantung pada bagaimana prosesnya terjadi (Çengel dan Turner 2001). Kalor jenis dalam termodinamika terbagi menjadi dua jenis yaitu kalor jenis pada volume konstan Cv dan kalor jenis Cp. Kalor jenis pada volume konstan dapat menunjukkan bahwa energi diperlukan untuk menaikkan suhu pada suatu unit massa suatu zat sebesar satu derajat sebagai volume konstan. Energi yang dibutuhkan untuk hal yang sama pada tekanan dianggap konstan disebut kalor jenis pada tekanan konstan (Cengel 2003).

      Unit umum untuk kalor jenis adalah J/kgºC atau kJ/kg K. Kedua unit ini identik karena ∆T(ºC) = ∆T(K), dan perubahan 1ºC dalam suhu, ekivalen dengan perubahan 1 K. Kalor jenis menurut Çengel dan Turner (2001) terkadang dalam bentuk satuan molar basis. Salah satu contoh kalor jenis adalah kalor jenis air 4.200 J/kg°C, artinya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1°C adalah 4.200 J. Kalor jenis suatu zat dapat diukur dengan menggunakan alat kalorimeter (Giancoli 1998). 

      Joule menggabungkan dua tangki dalam eksperimen klasiknya dengan sebuah pipa dan keran dalam sebuah bak air. Satu tangki berisi udara dengan tekanan yang tinggi dan tangki lainnya dikosongkan. Saat keseimbangan kalor dicapai, dia membuka keran untuk membiarkan udara melewati satu tangki ke tangkin lainnya sampai tekanan pada kedua tangki sama.joule menemukan bahwa tidak ada perbahan suhu dalan bak air dan asumsikan tidak ada panas yang dipindahkan ke atau dari udara. Karena tidak ada perubahan, dia mengasumsikan bahwa energi internal dari udara tidak berubah walaupun volume dan tekanan berubah. Oleh karena itu, dia menyimpulkan, energi internal adalah suatu fungsi suhu dan bukan fungsi tekanan atau spesifik volume. 

      Rumus kalor jenis dengan menggunakan definisi entalpi dan ekuasi dari gas ideal adalah:

      h = u + Pv

      Pv = RT h = u + RT

      R konstan dan u = u(T), entalpi gas ideal juga merupakan fungsi dari suhu:

      h = h(T)

      Besar nilai u dan h hanya bergantung pada temperatur saja untuk gas ideal, kalor jenis Cv dan Cp juga tergantung hanya pada suhu (Çengel dan Turner 2001).

      B. Kalor laten

      Energi internal juga berhubungan dengan gaya antar molekul antara molekul dari suatu sistem. Energi ini merupakan kekuatan yang mengikat molekul satu sama lain, dan seperti yang diharapkan, mereka terkuat di padatan dan paling lemah dalam gas. Jika cukup energi ditambahkan ke molekul padat atau cair, mereka akan mengalahkan kekuatan molekuler tersebut dan hanya melepaskan diri, mengubah sistem gas. Hal ini merupakan sebuah proses fase perubahan dan karena energi tambahan ini, sebuah sistem pada fase gas berada pada tingkat energi internal yang lebih tinggi daripada di padat atau fase cair. Energi internal yang berhubungan dengan sistem fase ini disebut energi laten atau kalor laten (Cengel 2003). 

      Jumlah energi yang diabsorsi atau dilepaskan selama proses perubahan bentuk disebut kalor laten. Definisi secara spesifik, jumlah energi yang diserap selama pencairan disebut fusi kalor laten dan ekivalen dengan jumlah energi yang dikeluarkan selama pembekuan. Besar kecilnya nilai kalor laten bergantung pada suhu atau tekanan saat perubahan bentuk sedang terjadi. Pada tekanan 1 atm, kalor jenis fusi air adalah 333,7 kJ/kg dan kalor laten penguapan adalah 2257.1 kJ/kg. Selama proses perubahan bentuk, tekanan dan suhu secara nyata bergantung pada komponen-komponennya, dan berhubungan nyata (Çengel dan Turner 2001).

      C. Perpindahan Panas

      Perpindahan panas pada bahan pangan merupakan salah satu fenomena transpor yang penting dalam pengolahan. Panas digunakan untuk menaikkan suhu makanan atau panas diambil dari bahan makanan seperti halnya pada proses pendinginan atau pembekuan. Panas berperanan dalam merangsang atau menghambat suatu reaksi kimiawi misalnya dalam reaksi pencoklatan atau proses inaktivasi enzim. Pengambilan panas dalam refrigerator dapat menurunkan kecepatan reaksi. Panas itu sendiri berpengaruh terhadap perubahan aroma, flavor serta struktur bahan pangan yang diolah (Wirakartakusumah et al. 1992 ).

      Perpindahan panas adalah suatu bentuk dari energi yang dapat ditransfer atau pindahkan dari suatu sistem ke sistem lain sebagai akibat perbedaan temperatur. Perpindahan panas terjadi ketika suatu objek yang berbeda temperatur dibawa masuk ke kontak thermal, aliran panas dari objek yang temperatur tinggi ke temperatur yang rendah (Cengel 2003). 

      Mekanisme panas yang dipindahkan ke atau dari dalam bahan pangan terbagi menjadi tiga yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi. Mode konduksi merupakan mode Perpindahan panas dari molekul ke molekul. Adanya gerakan atau vibrasi molekul akan meningkatkan kecepatan Perpindahan panas. Mode konveksi adalah mirip dengan Perpindahan panas secara konduksi hanya perpindahannya dikaitkan dengan adanya gerakan bahan secara curah (bulk) dari bahan yang bersuhu tinggi ke bagian bahan yang bersuhu lebih rendah. Mode Perpindahan panas secara radiasi, energi dipindahkan dalam bentuk gelombang elektromagnet yang dipancarkan oleh bahan yang mempunyai energi tersebut. Gelombang ini kemudian diserap oleh permukaan dan dikonversikan ke dalam bentuk energi panas (Wirakartakusumah et al. 1992).

      1. Konduksi

      Konduksi atau hantaran merupakan pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah (Masyithah dan Haryanto 2006).

      Konduksi terjadi jika adanya gradien suhu dalam suatu unsur berkelanjutan, panas dapat mengalir sendiri dengan berbagai gerakan yang terlihat. Aliran ini disebut dengan konduksi. Konduksi termal pada metalik padat merupakan hasil dari pergerakan elektron yang dilepaskan, dan di sana terjadi penyesuaian antara konduktivitas thermal dan konduktivitas elektrik (Zemansky 1957).

      Suatu bahan dapat menghantar kalor secara sempurna namun ada bahan yang tidak dapat menhantar kalor secara sempurna. Bahan yang dapat menghantar ka1or dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator (Masyithah dan Haryanto 2006). Proses perpindahan panas secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Perpindahan panas secara konduksi, setiap material mempunyai nilai konduktivitas panas (k) [Btu/hr ft F], yang mempengaruhi besar perpindahan panas yang dilakukan pada suatu material (Lesmana 2007).

      B. Konveksi

      Perpindahan panas secara konveksi di dalam kemasan terjadi karena dua macam, yaitu akibat perubahan densitas dari cairan yang disebabkan oleh perubahan suhu pada dinding kaleng (disebut konveksi alami atau free/natural convection) atau terjadinya pergerakan karena pergerakan kemasan oleh rotasi (disebut forced convection). Proses Perpindahan panas secara konveksi dimulai dari Perpindahan panas secara konduksi saat menembus dinding kaleng dan mengenai cairan di bagian dinding kaleng (Kusnandar et al. 2009). Besarnya perpindahan panas secara konveksi tergantung pada luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A), perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (ΔT), dan juga koefisien konveksi (h), yang tergantung pada: viskositas fluida (μ), kecepatan fluida (v), perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida (ΔT), kapasitas panas fluida (Cp), dan rapat massa fluida (ρ) (Lesmana 2007).

      Proses perpindahan ka1or secara konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai (Masyithah dan Haryanto 2006). Konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa ke suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin sehingga terjadi sirkulasi, kemudian kalor akhimya tersebar pada seluruh zat (Cengel 2003).

      Pada makanan yang mengandung bahan padat dan cair seperti manisan buah-buahan di dalam kaleng yang diberi sirup terdapat kombinasi dari perambatan panas secara konduksi dan konveksi. Proses di dalam makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut “cold point”. Pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konduksi, “cold point” terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut, sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi, “cold point” terletak di bawah atau di atas pusat yaitu kira-kira seperempat bagian atas atau bawah sumbu. Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka perambatan panas akan semakin lambat (Winarno et al. 1980).

      C. Radiasi

      Radiasi termal merupakan suatu zat atau bahan yang distimulasi untuk memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda dalam beberapa cara yaitu (Zemansky 1957):

      1. sebuah konduktor elektrik membawa frekuensi tinggi arus bolak-balik memancarkan gelombang radio
      2. sebuah padatan atau cair memancarkan radiasi termal
      3. sebuah gas membawa muatan listrik keluar sehingga dapat terlihat memancarkan atau radiasi ultraviolet.

      Pancaran ialah perpindahan kalor mela1ui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi.

      Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi kalor tertentu. Semakin tinggi suhu bahan maka semakin tinggi pula energi ka1or yang disinarkan. Proses radiasi merupakan fenomena permukaan. Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembus bahan dan terus ke luar. Suatu fisik permukaan akan dilibatkan da1am perpindahan ka1or radiasi (Masyithah dan Haryanto 2006).