Kategori: Tak Berkategori

  • Merumuskan Indikator Hasil Belajar Sebagai Tujuan Pembelajaran

    Dalam menentukan ketercapaian hasil belajar, dibutuhkan indikator yang dapat terukur secara eksplisit dan memberikan jaminan bahwa kompetensi yang tertuang pada tujuan pembelajaran telah tercapai. Indikator menjadi acuan utama dalam menyusun instrumen pengkuran hasil belajar.

    Indikator hasil belajar

    Indikator hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian, indicator hasil belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diobservasi (observable). Artinya, apa hasil yang diperoleh setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.

    Ada empat komponen pokok yang harus tampak dalam rumusan indikator hasil belajar seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut:

    1. Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu?
    2. Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana yang diharapkan dapat dicapai itu?
    3. Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?
    4. Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh?

    Pertanyaan pertama, berhubungan dengan subjek belajar. Rumusan indicator hasil belajar sebaiknya mencantumkan subjek yang melakukan proses belajar, misalkan siswa, peserta belajar, peserta penataran dan lain sebagainya. Penentuan subjek ini sangat penting menunjukkan sasaran belajar.

    Pertanyaan kedua berhubungan dengan tingkah laku yang harus muncul sebagai indicator hasil belajar setelah subjek mengikuti atau melaksanakan proses pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar itu dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan melaluiperformance siswa. Any learner performance, action, or operation which is observable. Melalui kemampuan yang terukur itu dapat ditentukan apakah belajar yang dilakukan oleh siswa sudah berhasil mencapai tujuan atau belum.

    Istilah-istilah tingkah laku yang dapat diukur sehingga menggambarkan indicator hasil belajar itu diantaranya: mengidentifikasi (identify), menyebutkan (name), menyusun (construct), menjelaskan (describe), mengatur (order), dan membedakan (different). Sedangkan istilah untuk tingkah laku yang tidak terukur sehingga kurang tepat dijadikan sebagai tingkah laku dalam tujuan pembelajaran karena tidak menggambarkan indicator hasil belajar, misalnya: mengetahui, menerima, memahami, mencintai, mengira-ngira dan sebagainya.

    Pertanyaan ketiga berhubungan dengan kondisi atau dalam situasi dimana subjek dapat menunjukkan kemampuannya. The situation in which the behavior occurs. Rumusan tujuan pembelajaran yang baik harus dapat menggambarkan dalam situasi dan keadaan yang bagaimana subjek dapat mendemonstrasikan performance-nya.

    Pertanyaan keempat berhubungan dengan standar kualitas dan kuantitas hasil belajar. Artinya standar minimal yang harus dicapai oleh siswa. Standar minimal ini kadang-kadang harus tercapai seluruhnya atau 100%, namun kadang-kadang juga hanya sebagian saja. Kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan teknis atau skill, misalnya biasanya standar minimal harus seluruhnya tercapai sebab kalau tidak akan sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran. Seorang calon dokter misalnya, tentu saja harus memiliki keterampilan 100% menggunakan pisau bedahnya; demikian juga seorang pilot, harus memiliki kemampuan yang utuh tentang kemampuan yang diajarkannya; seorang pembuat komponen kendaraan misalnya pembuat baut, harus dapat mencapai hasil yang maksimal tentang keterampilannya, sebab jika tidak dapat mempengaruhi produk yang dihasilkannya. Namun demikian, seorang siswa SMP tidak seharusnya menunjukkan kemampuan maksimal 100% dari hasil belajar yang diharapkan.

    Misalkan diajarkan 3 jenis sistem pemerintahan yang diharapkan siswa dapat menjelaskan dua diantaranya dengan baik dan benar. Dari rumusan tersebut, jelas adanya batas minimal yang harus dikuasai. Contoh lainnya, misalnya diajarkan 5 teori tentang asal-usul kehidupan, diharapkan siswa dapat menyebutkan 3 diantaranya.

    Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran, maka sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsure ABCD, yaituAudience, Behavior, Condition dan Degree.

    Sumber Rujukan :
    Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
    Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
    Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada  Media Group,

  • Ranah-Ranah Penilaian Hasil Belajar

    Guru memiliki peran utama mengarahkan dan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penetapan tujuan pembelajaran dilakukan secara holistik dan hirariki mulai dari tingkat kementerian sampai pada pembelajran di dalam kelas. Pencapaian tujuan pembelajaran di dalam kelas selanjutnya disebut sebagai hasil belajar.

    Penilaian Hasil Belajar

    A. Tujuan Penilaian Hasil Belajar

    Pelaksanaan penilaian hasil belajar dilakukan bertujuan untuk :

    1. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik seteleh mengeikuti program pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
    2. Mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan komponen pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan oleh guru. Komponen yang dimaksud adalah:
      • perumusan tujuan pemebelajaran
      • penggunaan pemilihan model, metode, strategi dan media pembelajaran.
    3. Memberikan rekomendasi bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, pekerjaan dan sejenisnya.

    B.Ranah-Ranah Hasil Belajar

    Hasil belajar diartikan sebagai perubahan perilaku setelah mengikuti sebuah program pembelajaran. Perubahan perilaku dalam hasil belajar ini meliputi ranah-ranah hasil belajar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.

    Ranah-ranah hasil belajar dalam kurikulum di Indonesia mengalami perubahan namun ada 3 ranah yang selalu ada dari seluruh Kurikulum yang pernah ada. 3 Ranah tersebut adalah

    1. Kognitif (Pengetahuan)
    2. Psikomotorik (Keterampilan)
    3. Afektif (Sikap)

    Tiga Ranah hasil belajar ini diperkenalkan oleh Bloom dan lebih dikenal dengan nama Taksonomi Hasil Belajar Bloom. Taksonomi ini kemudian di revisi dan disempurnakan oleh Anderson dengan membagi dimensi dari Kognitif ke dalam dua bagian yakni Pengetahuan dan Proses Pengetahuan.

    Selain dari 3 ranah tersebut, Program pembelajan di Indonesia juga mengakomodasi beberapa ranah hasil belajar lain sesuia dengan perubahan keadaan global. Beberapa ranah lain yang masuk dalam pembelajaran seperti

    1. Keterampilan Proses Sains
    2. Keterampilan Berfikir Kritis
    3. Keterampilan Berfikir Kreatif
    4. Literasi Numerasi
    5. Literasi Teknologi
    6. Literasi Sains

    a. Ranah Kognitif

    Ranah kognitif didefinisikan sebagai kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Tujuan kognitif  adalah tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan perilaku dalam aspek berpikir/intelektual (Sagala, 2010: 157).

    Segala upaya yang menyangkut kegiatan atau aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Menurut Benjamin Bloom (Sagala, 2010: 157) ada enam tingkatan dalam domain kognitif yang berlaku juga untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu:

    1. Pengetahuan/ingatan (knowledge) C1

    Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-hal yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang perlu diingat seperti bahasan, peristilahan, ide, gejala, rumus-rumus, pasal, hukum, dalil, nama orang, nama tempat, dan lain-lain. Penguasaan hal tersebut memerlukan hafalan dan ingatan, akan hal-hal yang pernah dipelajari meliputi fakta, kaidah, prinsip, dan metode yang diketahui. Tujuan dalam tingkatan pengetahuan ini termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif.

    2. Pemahaman (comprehension) C2

    Aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yakni penerjemahan (translation) misalnya dari lambang ke arti, penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation) yaitu menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal yang lain. Aspek ini setingkat lebih tinggi dari pengetahuan sehingga untuk mecapai tujuan dalam tingkatan pemahaman ini dituntut keaktifan belajar siswa lebih banyak.

    3. Penerapan (application) C3

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya yang sudah dimiliki pada situasi baru dan konkret, yang menyangkut penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya dalam memecahkan persoalan tertentu. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu persoalan. Tujuan dalam aspek setingkat ini lebih tinggi daripada tujuan dari aspek pemahaman, sehingga kegiatan pembelajaran yang dituntutpun lebih tinggi.

    4. Analisis (analysis) C4

    Aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik, serta mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dipahami. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Kemampuan analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Dengan demikian keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut aspek aplikasi.

    5. Sintesis (synthesis) C5

    Aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Sintesis menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud, sintesis adalah lawan dari analysis. Aspek sintesis ini memerlukan tingkah laku yang kreatif, kemampuan sintesis (membentuk) relatif lebih tinggi dari kemampuan analisis (menguraikan). Sehingga untuk menguasainya diperlukan kegiatan belajar yang lebih kompleks.

    6. Evaluasi (evaluation) C6

    Aspek ini mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu. Hasil belajar dalam tingkatan ini merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam domain kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan sebelumnya yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis.

    Hasil belajar kognitif siswa dalam penelitian ini hanya ditinjau  empat ranah kognitif yaitu C1(hafalan), C(pemahaman), C(penerapan) dan C(analisis) karena disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.  Adanya  peningkatan hasil belajar fisika pada ranah kognitif ini dihitung dengan menggunakan tes hasil belajar, yaitu tes awal dan tes akhir. Tes yang diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda.

    b. Ranah Afektif

    Tujuan ranah afektif adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek perasaan, nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau siswa (Sagala, 2010: 158). Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran lainnya di sekolah.

    Menurut Bloom (Sagala, 2010: 159) membagi ranah afektif dalam lima kategori yaitu :

    1. Penerimaan (receiving)

    Aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan menerima dan menaruh perhatian terhadap nilai tertentu, seperti kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.

    2. Pemberian respon (Responding)

    Aspek ini mengacu pada kecenderungan memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu. Menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespons, memperhatikan secara aktif, turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan, serta merasakan kepuasan dalam merespons, misalnya mulai berbuat sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya, aspek ini satu tingkat di atas penerimaan.

    3. Penghargaan/penilaian (valuing)

    Aspek ini mengacu pada kecenderungan menerima suatu norma tertentu, menghargai suatu norma, memberikan penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu, dan mengikat diri pada pada suatu norma. Siswa misalnya, telah memperlihatkan perilaku disiplin yang menetapkan dari waktu ke waktu. Tujuan-tujuan dalam aspek ini dapat diklasifikasikan sebagai “sikap” dan “apresiasi”, aspek ini berada satu tingkat di atas pemberian respons.

    4. Pengorganisasian (Organization)

    Aspek ini mengacu pada proses membentuk konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu sistem nilai-nilai dalam dirinya. Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai-nilai yang disukainya, misalnya tentang norma-norma disiplin tersebut, dan menolak nilai-nilai yang lain, aspek ini satu tingkat di atas penghargaan.

    5. Karakterisasi (Characterization)

    Aspek ini mengacu pada mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya. Dalam taraf ini perilaku disiplin, misalnya betul-betul telah menyatu dalam dirinya, aspek ini merupakan tingkat paling tinggi dari domain afektif. 

    C. Ranah Psikomotor

    Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan (skills) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu (Sagala, 2010: 160). Tujuan-tujuan psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek keterampilan motorik atau gerak dari peserta didik atau siswa. Ranah psikomotor menurut Elizabeth (Sagala, 2010: 160) dibagi menjadi tujuh kategori sebagai berikut:

    1)        Persepsi (perception)

    Aspek ini mengacu pada penggunaan alat indera untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek atau gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan atau perbuatan. Dalam bermain badminton misalnya, siswa menggunakan indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan untuk dapat menyadari unsur-unsur fisik dari permainan tersebut. Aspek ini merupakan tingkatan yang paling rendah dalam domain psikomotor.

    2)        Kesiapan (set)

    Aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan responssecara mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Kesiapan fisik dan mental misalnya pada saat seseorang sedang mengambil ancang-ancang sebelum melakukan “service” pada permainan badminton, aspek ini berada satu tingkat di atas persepsi.

    3)        Respons terbimbing (guided response)

    Aspek ini mengacu pada pemberian respons perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan sebelumnya. Siswa-siswa yang memperhatikan pukulan-pukulan service dalam permainan badminton dengan cara tertentu berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diperlihatkan oleh gurunya, merupakan salah satu contoh dari respons terbimbing, aspek ini berada satu tingkat di atas kesiapan.

    4)        Mekanisme (mechanical response)

    Aspek ini mengacu pada keadaan dimana respons fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan. Siswa yang selalu melakukan service dalam permainan badminton dengan cara-cara tertentu sesuai dengan apa yang dipelajarinya, merupakan contoh dari aspek mekanisme, aspek ini berada satu tingkat di atas respons terbimbing.

    5)        Respons yang kompleks (complex response)

    Aspek ini mengacu pada pemberian respons atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien. Siswa yang terampil melakukan pukulan service secara akurat, tanpa membuat kesalahan selama permainan, merupakan salah satu contoh respons yang kompleks, aspek ini berada satu tingkat di atas mekanisme.

    6)        Penyesuaian pola gerakan atau adaptasi (adjustment)

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan situasi yang baru. Setelah menguasai permainan badminton dengan lawan-lawan tertentu, siswa dapat menerapkan dan menggunakan keterampilan yang telah dikuasainya dalam menghadapi lawan-lawan yang lain, aspek ini berada satu tingkat di atas respons yang kompleks.

    7)        Originasi

    Aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak garik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar dan berlatih badminton, siswa dapat menciptakan cara pukulan service yang unik berbeda dari yang lain (original), aspek ini menduduki tingkatan yang paling tinggi dalam domain psikomotor.

  • Konsep Asesmen Pembelajaran – Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning

    Konsep Asesmen Pembelajaran – Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning

    Asesmen Pembelajaran

    Paradigma konvensional menempatkan asesmen pembelajaran sebagai proses penilaian hasil belajar peserta didik yang diposisikan terpisah dari proses pembelajaran. Asesmen pembelajaran modern terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan ikut mengambil bagian dalam proses pembelajaran baik sebelum program dimulai, awal program, pertengahan sampai pada bagian akhir program pembelajaran. Asesmen tersebut selanjutnya dikenal sebagai Assessment of Learning, Assessment as Learning dan Assessment for Learning.

    A. Assessment of Learning

    Assessment of learning adalan proses penilaian yang dilakukan pada akhir sebuah program pembelajaran. Dalam pembelajaran di Indonesia, assessment of learning dilakukan pada pertengahan semester dan akhir semester. Tujuan dari asesmen ini mengukur secara umum tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang telah dilaksanakan. Asesmen of learning juga disebut sebagai asesmen sumatif.

    Beberapa negara juga melakukan proses assessment of learning pada akhir program pembelajran pada tingkat tertentu misalnya tingkat Sekolah dasar dan sekolah menengah. Tujuannya tentu saja untuk mengevaluasi program pembelajaran yang tertuang pada Kurikulum berdasarkan levelnya.

    Kementerian pendidikan Indonesia juga menerapkan kebijakan assessment of learning pada akhir pogram. Program ini terus mengelami perubahan dari masa ke masa dan menjadi salah satu penentu kelulusan peserta didik pad tingkat tertentu. Beberapa bentuk asesmen tersebut seperti :

    1. Ujian Penghabisan (1950-1964)
    2. Ujian Negara (1965-1971)
    3. Ujian Sekolah (1972-1979)
    4. EBTA dan EBTANAS (1980-2002) 
    5. Ujian Akhir Nasional (2003-2004)
    6. Ujian Nasional (2005-2020)
    7. Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) (2014-2020)
    8. Asesmen Nasional (2021-saat ini)

    B. Assessment as Learning

    Assessment as learning merupakan sebuah metode self assessment dimana peserta didik diarahkan untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan program belajar mereka sendiri. Peserta didik diarahkan untuk memberikan valuasi atas pekerjaan yang telah mereka lakukan terkait dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka temukan atas performa diri sendiri.

    Hasil dari asesmen ini sangat penting bagi guru/pendidikan dalam menentukan kemampuan peserta didik berdasarkan presepsinya sendiri. Assessment as learning pada umumnya menghasilkan data tentang miskonsepsi peserta didik, gaya belajar dan sejenisnya.

    C. Assessment for Learning

    Assessment for learning merupakan jenis penialian yang dilakukan di tengah program pembelajaran sedang dilaksanakan. Tujuan dari asesmen ini adalah kontrol dan monitoring proses pelaksanaan program pembelajaran.

    Hasil dari asesmen ini digunakan untuk mendukung perbaikan proses pembelajaran karena hasil dari asesmen ini dijadikan dasar untuk memberikan umpan balik baik bagi peserta didik dan guru itu sendiri. Asesmen ini biasa disebut sebagai sebagai asesmen formatif. Hasil dari asesmen tidak dijadikan dasar dalam pemberian skor dan nilai akhir hasil belajar.

    FAQ

    Q : Apakah Ujian Tengah Semester (UTS) termasuk assessment for learning?

    A : Sebelum menjawab pertanyaan ini mari kita defenisikan dulu UTS itu apa. Berdasarkan asal katanya UTS adalah ujian yang dilakukan pada pertengahan semester. Secara umum, UTS lebih banyak dijadikan sebagai Assessment of Learning yakni memeberikan skor untuk materi-materi yang telah dipelajari paruh awal pertama. Skor UTS biasanya digabung dengan AUS kemudian dihitung dan dikonversi jadi nilai. Nilai dituliskan di dalam rapor atau transkrip nilai, dengan demikian dalam kasus UTS berfungsi sebagai Assessment of Learning.

    Konsep assessment of learning dan assessment for learning dititik beratkan pada tujuannya bukan pada waktu pelaksanaannya namun demikian tetap ada aspek-aspek khusus yang berkaitan dengan waktu dalam proses assesmen. Misalnya aspek maturity, sehingga assessment for learning sebaiknya dilakukan di bagian akhir proses pembelajaran.

    1. Pengantar Algoritma dan Pemrograman

      Algoritma dan Pemrograman

      1. Pengertian Algoritma dan Pemrograman

      A. Algoritma

      Algoritma adalah sekumpulan langkah atau prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah secara sistematis dan logis. Algoritma harus memiliki karakteristik berikut:

      1. Jelas (Definiteness): Setiap langkah harus didefinisikan dengan jelas.
      2. Terbatas (Finiteness): Algoritma harus memiliki akhir.
      3. Memiliki Input dan Output: Harus menerima masukan dan menghasilkan keluaran.
      4. Efektif (Effectiveness): Harus dapat dijalankan dengan sumber daya yang tersedia.
      5. Terstruktur: Langkah-langkahnya tersusun secara logis.

      B. Pemrograman

      Pemrograman adalah proses menulis dan menjalankan kode program menggunakan bahasa pemrograman untuk menginstruksikan komputer melakukan tugas tertentu sesuai dengan algoritma yang telah dirancang.

      2. Struktur Dasar Algoritma

      Algoritma memiliki tiga struktur dasar utama:

      1. Urutan (Sequence): Langkah-langkah yang dieksekusi secara berurutan.
      2. Percabangan (Selection): Pemilihan kondisi (IF-ELSE, SWITCH).
      3. Perulangan (Looping): Perintah yang dieksekusi secara berulang (FOR, WHILE, DO-WHILE).

      Contoh Pseudocode untuk Struktur Dasar

      1. Urutan (Sequence)
      Mulai
        Masukkan angka1
        Masukkan angka2
        Jumlahkan angka1 dan angka2
        Tampilkan hasil
      Selesai
      2. Percabangan (Selection)
      Mulai
        Masukkan angka
        Jika angka > 0 maka
          Tampilkan "Bilangan Positif"
        Jika tidak
          Tampilkan "Bilangan Negatif atau Nol"
      Selesai
      3. Perulangan (Looping)
      Mulai
        Ulangi dari i = 1 sampai i = 10
          Tampilkan i
      Selesai

      3. Representasi Algoritma

      A. Pseudocode

      Pseudocode adalah cara menuliskan algoritma menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa manusia sebelum dikonversi ke kode program.

      B. Flowchart

      Flowchart adalah diagram alur yang menggambarkan langkah-langkah algoritma menggunakan simbol standar:

      • Oval: Start/End
      • Parallelogram: Input/Output
      • Persegi panjang: Proses
      • Belah ketupat: Percabangan (kondisi)
      Simbol dan lambang dalam Flowchart
      Algoritma dan Pemograman Flowchart diangram Alir If program

      4. Struktur Data dalam Pemrograman

      Struktur data adalah cara menyimpan dan mengatur data dalam program.

      1. Variabel dan Tipe Data
        • Integer (int): Bilangan bulat
        • Float (float): Bilangan desimal
        • Character (char): Karakter tunggal
        • String: Kumpulan karakter
        • Boolean: True atau False
      2. Array
        Array adalah kumpulan data dengan tipe yang sama. Contoh: angka = [10, 20, 30, 40] print(angka[2]) # Output: 30
      3. Struct (Dalam C/C++)
        Struct digunakan untuk mengelompokkan beberapa tipe data: struct Mahasiswa { char nama[50]; int umur; };

      5. Algoritma dalam Bahasa Pemrograman

      A. Bahasa Pemrograman Populer

      Bahasa pemrograman adalah kumpulan instruksi atau sintaks yang digunakan untuk memberi perintah kepada komputer agar menjalankan tugas tertentu. Bahasa ini digunakan oleh programmer untuk membuat perangkat lunak, aplikasi, situs web, dan sistem lainnya.

      B. Jenis-Jenis Bahasa Pemrograman

      Bahasa pemrograman dapat dikategorikan berdasarkan tingkat abstraksi dan paradigma pemrogramannya.

      1. Berdasarkan Tingkat Abstraksi

      Bahasa Mesin (Machine Language)

      • Berupa kode biner (0 dan 1) yang langsung dipahami oleh komputer.
      • Contoh: Kode biner untuk prosesor tertentu

      Bahasa Tingkat Rendah (Low-Level Language)

      • Berupa instruksi dalam bentuk assembly language yang masih dekat dengan bahasa mesin.

      • Contoh: Bahasa Assembly (ASM)

      MOV AX, 5  ; Memindahkan angka 5 ke register AX

      Bahasa Tingkat Menengah (Middle-Level Language)

      • Memiliki kombinasi fitur bahasa tingkat rendah dan tinggi.

      • Contoh: C, C++

      #include <stdio.h>
      int main() {
          printf("Hello, World!");
          return 0;
      }

      Bahasa Tingkat Tinggi (High-Level Language)

      • Lebih mudah dipahami manusia, tidak bergantung pada arsitektur hardware tertentu.

      • Contoh: Python, Java, JavaScript, PHP, C#, Ruby

      print("Hello, World!")

      B. Contoh Program dalam Python

      Contoh 1: Program Penjumlahan Dua Bilangan

      # Input dua angka
      a = int(input("Masukkan angka pertama: "))
      b = int(input("Masukkan angka kedua: "))
      
      # Proses penjumlahan
      hasil = a + b
      
      # Output hasil
      print("Hasil penjumlahan:", hasil)
      

      Contoh 2: Percabangan IF-ELSE

      angka = int(input("Masukkan sebuah angka: "))
      if angka > 0:
          print("Bilangan positif")
      elif angka < 0:
          print("Bilangan negatif")
      else:
          print("Nol")
      

      Contoh 3: Perulangan FOR

      for i in range(1, 6):
          print("Angka ke-", i)

      6. Paradigma Pemrograman

      Paradigma pemrograman adalah cara berpikir dalam menyusun program:

      1. Pemrograman Prosedural: Menggunakan prosedur dan fungsi. Contoh: C, Pascal.
      2. Pemrograman Berorientasi Objek (OOP): Berbasis objek dan kelas. Contoh: Java, Python.
      3. Pemrograman Fungsional: Fokus pada fungsi. Contoh: Haskell, Lisp.

      7. Studi Kasus dan Penyelesaian Masalah

      Studi Kasus: Membuat program menentukan bilangan ganjil atau genap.

      Algoritma:

      1. Masukkan sebuah bilangan.
      2. Jika bilangan habis dibagi 2, maka bilangan genap.
      3. Jika tidak, maka bilangan ganjil.
      4. Tampilkan hasilnya.

      Implementasi dalam Python:

      angka = int(input("Masukkan angka: "))
      if angka % 2 == 0:
          print("Bilangan Genap")
      else:
          print("Bilangan Ganjil")
      

      8. Kompleksitas Algoritma

      Kompleksitas algoritma mengukur efisiensi waktu dan ruang (memori) suatu algoritma.

      • Notasi Big O: O(1), O(n), O(log n), O(n²), dll.
      • Tujuan: Memilih algoritma yang paling optimal dalam penyelesaian masalah.

      Kesimpulan

      • Algoritma adalah langkah-langkah sistematis dalam menyelesaikan masalah.
      • Pemrograman adalah implementasi algoritma menggunakan bahasa pemrograman.
      • Struktur dasar algoritma terdiri dari urutan, percabangan, dan perulangan.
      • Struktur data meliputi variabel, array, dan struct.
      • Bahasa pemrograman yang sering digunakan antara lain Python, C, dan Java.
      • Kompleksitas algoritma digunakan untuk menilai efisiensi kode program.
    2. Modul Mata Kuliah Asesmen Pembelajaran Fisika

      Pertemuan I – Hakikat dan Peran Asesmen Dalam Pembelajaran

      1. Tujuan Pembelajaran I – Memahami hakikat asesmen dalam pembelajaran.
      2. Tujuan Pembelajaran II Memahami hakikat literasi asesmen.

      Pertemuan II –

      1. memahami taksonomi tujuan pendidikan
      2. memahami tujuan pembelajaran dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

      Pertemuan III

      1. Memahami target asesmen

      Pertemuan IV

      1. memahami Selected Response Test

      Pertemuan V

      1. Mengembangkan Constructed-Response Test

      Pertemuan VI

      1. Metode asesmen: Performance Assessment

      Pertemuan VII

      1. Metode asesmen: Personal Communication

      Pertemuan VIII – Mid Test

      Pertemuan IX –

      1. Tes terstandar: Karakteristik, memilih, mengadministrasikan & menggunakan tes terstandar

      Pertemuan X –

      1. Hakikat analisis instrumen asesmen,
      2. kualitas instrumen asesmen dan
      3. interpretasi instrumen asesmen

      Pertemuan XI –

      Adminitrasi, Skoring, dan Interpretasi Hasil Asesmen:

      1. Adminitrasi hasil asesmen,
      2. rubrik penskoran
      3. interpretasi hasil asesmen

      Pertemuan XII –

      1. Penentuan dan pelaporan nilai: Fungsi, Tipe dan pengembangan

      Pertemuan XIII –

      1. Mengembangkan asesmen pembelajaran fisika

      Pertemuan XIV –

      1. Mengembangkan asesmen pembelajaran fisika

      Pertemuan XV

      1. Rancangan asesmen pembelajaran: Presentasi asesmen pembelajaran fisika
    3. Ujian Tengah Semester Fisika Dasar untuk Jurusan Biologi

      Soal No. 1

      Dua buah mobil bergerak pada lintasan lurus terpisah sejauh 200 meter. Jika Mobil A berada di belakang Mobil B dengan kecepatan gerak mobil A sebesar 20 m/s dan mobil B bergerak dengan kecepatan 16 m/s. Tentukan kapan dan Dimana mobil A menyusul Mobil B!

      Soal No. 2

      Sebuah balok bergerak dari keadaan diam di atas papan licin dengan kemiringan 30o terhadap bidang, seperti pada gambar di bawah!

      Soal MID Tes Biologi

      Jika balok berada pada bidang licin baik miring dan dan ujung bawah berada pada ketinggian 10 meter. Tentukan berapakah kecepatan balok tepat sebelum menyentuh lantai!

      Soal No. 3

      Sebuah balok dicelupkan dalam minyak dengan massa jenis 800 kg/m3. Jika 70% bagian dari balok tenggelam. Berapakah massa jenis dari balok tersebut?

      Soal No. 4

      Air mengalir melalui pipa mendatar dengan luas penampang pada masing-masing ujungnya 200 mm2 dan 100 mm2. Bila air mengalir dari penampang besar dengan kecepatan adalah 2 m/s. Tentukan kecepatan air pada penampang kecil!

      Soal No. 5

      Sebutir kelapa tergantung pada batang pohn kelapa pada dengan ketinggian h. Jika percepatan gravitasi pada tempat tersebut sebesar g. Jika kelapa-kelapa tersebut tiba-tiba jatuh, Tentuka!

      1. Kecepatan kelapa pada berada di Tengah
      2. Energi mekanik kelapa tepat saat menyentuh permukaan tanah

    4. Perpindahan Panas – Konduksi, Konveksi dan Radiasi

      Perpindahan Panas

      Kalor merupakan suatu bentuk energi yang diterima sebuah benda sehingga suhunya atau wujudnya berubah dan kalor merupakan suatu ukuran atau jumlah panas. Satuan kalor yang digunakan adalah kalori atau joule, yaitu banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 gram zat sehingga suhunya naik 1oC (Cengel 2003). Energi dapat terwujud dalam berbagai bentuk seperti panas, mekanik, kinetik, potensial, elektrik, magnetik, kimia, dan nuklir, dan total komponen-komponennya dalam energi total E dari sebuah sistem (Çengel dan Turner 2001).

      Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimi1iki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula ha1nya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin (Masyithah dan Haryanto 2006).

      A. Kalor jenis

      Kalor jenis didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu unit massa zat pada peningkatan satu derajat. Secara umum, energi ini bergantung pada bagaimana prosesnya terjadi (Çengel dan Turner 2001). Kalor jenis dalam termodinamika terbagi menjadi dua jenis yaitu kalor jenis pada volume konstan Cv dan kalor jenis Cp. Kalor jenis pada volume konstan dapat menunjukkan bahwa energi diperlukan untuk menaikkan suhu pada suatu unit massa suatu zat sebesar satu derajat sebagai volume konstan. Energi yang dibutuhkan untuk hal yang sama pada tekanan dianggap konstan disebut kalor jenis pada tekanan konstan (Cengel 2003).

      Unit umum untuk kalor jenis adalah J/kgºC atau kJ/kg K. Kedua unit ini identik karena ∆T(ºC) = ∆T(K), dan perubahan 1ºC dalam suhu, ekivalen dengan perubahan 1 K. Kalor jenis menurut Çengel dan Turner (2001) terkadang dalam bentuk satuan molar basis. Salah satu contoh kalor jenis adalah kalor jenis air 4.200 J/kg°C, artinya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1°C adalah 4.200 J. Kalor jenis suatu zat dapat diukur dengan menggunakan alat kalorimeter (Giancoli 1998). 

      Joule menggabungkan dua tangki dalam eksperimen klasiknya dengan sebuah pipa dan keran dalam sebuah bak air. Satu tangki berisi udara dengan tekanan yang tinggi dan tangki lainnya dikosongkan. Saat keseimbangan kalor dicapai, dia membuka keran untuk membiarkan udara melewati satu tangki ke tangkin lainnya sampai tekanan pada kedua tangki sama.joule menemukan bahwa tidak ada perbahan suhu dalan bak air dan asumsikan tidak ada panas yang dipindahkan ke atau dari udara. Karena tidak ada perubahan, dia mengasumsikan bahwa energi internal dari udara tidak berubah walaupun volume dan tekanan berubah. Oleh karena itu, dia menyimpulkan, energi internal adalah suatu fungsi suhu dan bukan fungsi tekanan atau spesifik volume. 

      Rumus kalor jenis dengan menggunakan definisi entalpi dan ekuasi dari gas ideal adalah:

      h = u + Pv

      Pv = RT h = u + RT

      R konstan dan u = u(T), entalpi gas ideal juga merupakan fungsi dari suhu:

      h = h(T)

      Besar nilai u dan h hanya bergantung pada temperatur saja untuk gas ideal, kalor jenis Cv dan Cp juga tergantung hanya pada suhu (Çengel dan Turner 2001).

      B. Kalor laten

      Energi internal juga berhubungan dengan gaya antar molekul antara molekul dari suatu sistem. Energi ini merupakan kekuatan yang mengikat molekul satu sama lain, dan seperti yang diharapkan, mereka terkuat di padatan dan paling lemah dalam gas. Jika cukup energi ditambahkan ke molekul padat atau cair, mereka akan mengalahkan kekuatan molekuler tersebut dan hanya melepaskan diri, mengubah sistem gas. Hal ini merupakan sebuah proses fase perubahan dan karena energi tambahan ini, sebuah sistem pada fase gas berada pada tingkat energi internal yang lebih tinggi daripada di padat atau fase cair. Energi internal yang berhubungan dengan sistem fase ini disebut energi laten atau kalor laten (Cengel 2003). 

      Jumlah energi yang diabsorsi atau dilepaskan selama proses perubahan bentuk disebut kalor laten. Definisi secara spesifik, jumlah energi yang diserap selama pencairan disebut fusi kalor laten dan ekivalen dengan jumlah energi yang dikeluarkan selama pembekuan. Besar kecilnya nilai kalor laten bergantung pada suhu atau tekanan saat perubahan bentuk sedang terjadi. Pada tekanan 1 atm, kalor jenis fusi air adalah 333,7 kJ/kg dan kalor laten penguapan adalah 2257.1 kJ/kg. Selama proses perubahan bentuk, tekanan dan suhu secara nyata bergantung pada komponen-komponennya, dan berhubungan nyata (Çengel dan Turner 2001).

      C. Perpindahan Panas

      Perpindahan panas pada bahan pangan merupakan salah satu fenomena transpor yang penting dalam pengolahan. Panas digunakan untuk menaikkan suhu makanan atau panas diambil dari bahan makanan seperti halnya pada proses pendinginan atau pembekuan. Panas berperanan dalam merangsang atau menghambat suatu reaksi kimiawi misalnya dalam reaksi pencoklatan atau proses inaktivasi enzim. Pengambilan panas dalam refrigerator dapat menurunkan kecepatan reaksi. Panas itu sendiri berpengaruh terhadap perubahan aroma, flavor serta struktur bahan pangan yang diolah (Wirakartakusumah et al. 1992 ).

      Perpindahan panas adalah suatu bentuk dari energi yang dapat ditransfer atau pindahkan dari suatu sistem ke sistem lain sebagai akibat perbedaan temperatur. Perpindahan panas terjadi ketika suatu objek yang berbeda temperatur dibawa masuk ke kontak thermal, aliran panas dari objek yang temperatur tinggi ke temperatur yang rendah (Cengel 2003). 

      Mekanisme panas yang dipindahkan ke atau dari dalam bahan pangan terbagi menjadi tiga yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi. Mode konduksi merupakan mode Perpindahan panas dari molekul ke molekul. Adanya gerakan atau vibrasi molekul akan meningkatkan kecepatan Perpindahan panas. Mode konveksi adalah mirip dengan Perpindahan panas secara konduksi hanya perpindahannya dikaitkan dengan adanya gerakan bahan secara curah (bulk) dari bahan yang bersuhu tinggi ke bagian bahan yang bersuhu lebih rendah. Mode Perpindahan panas secara radiasi, energi dipindahkan dalam bentuk gelombang elektromagnet yang dipancarkan oleh bahan yang mempunyai energi tersebut. Gelombang ini kemudian diserap oleh permukaan dan dikonversikan ke dalam bentuk energi panas (Wirakartakusumah et al. 1992).

      1. Konduksi

      Konduksi atau hantaran merupakan pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah (Masyithah dan Haryanto 2006).

      Konduksi terjadi jika adanya gradien suhu dalam suatu unsur berkelanjutan, panas dapat mengalir sendiri dengan berbagai gerakan yang terlihat. Aliran ini disebut dengan konduksi. Konduksi termal pada metalik padat merupakan hasil dari pergerakan elektron yang dilepaskan, dan di sana terjadi penyesuaian antara konduktivitas thermal dan konduktivitas elektrik (Zemansky 1957).

      Suatu bahan dapat menghantar kalor secara sempurna namun ada bahan yang tidak dapat menhantar kalor secara sempurna. Bahan yang dapat menghantar ka1or dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator (Masyithah dan Haryanto 2006). Proses perpindahan panas secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Perpindahan panas secara konduksi, setiap material mempunyai nilai konduktivitas panas (k) [Btu/hr ft F], yang mempengaruhi besar perpindahan panas yang dilakukan pada suatu material (Lesmana 2007).

      B. Konveksi

      Perpindahan panas secara konveksi di dalam kemasan terjadi karena dua macam, yaitu akibat perubahan densitas dari cairan yang disebabkan oleh perubahan suhu pada dinding kaleng (disebut konveksi alami atau free/natural convection) atau terjadinya pergerakan karena pergerakan kemasan oleh rotasi (disebut forced convection). Proses Perpindahan panas secara konveksi dimulai dari Perpindahan panas secara konduksi saat menembus dinding kaleng dan mengenai cairan di bagian dinding kaleng (Kusnandar et al. 2009). Besarnya perpindahan panas secara konveksi tergantung pada luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A), perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (ΔT), dan juga koefisien konveksi (h), yang tergantung pada: viskositas fluida (μ), kecepatan fluida (v), perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida (ΔT), kapasitas panas fluida (Cp), dan rapat massa fluida (ρ) (Lesmana 2007).

      Proses perpindahan ka1or secara konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai (Masyithah dan Haryanto 2006). Konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa ke suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin sehingga terjadi sirkulasi, kemudian kalor akhimya tersebar pada seluruh zat (Cengel 2003).

      Pada makanan yang mengandung bahan padat dan cair seperti manisan buah-buahan di dalam kaleng yang diberi sirup terdapat kombinasi dari perambatan panas secara konduksi dan konveksi. Proses di dalam makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut “cold point”. Pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konduksi, “cold point” terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut, sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi, “cold point” terletak di bawah atau di atas pusat yaitu kira-kira seperempat bagian atas atau bawah sumbu. Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka perambatan panas akan semakin lambat (Winarno et al. 1980).

      C. Radiasi

      Radiasi termal merupakan suatu zat atau bahan yang distimulasi untuk memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda dalam beberapa cara yaitu (Zemansky 1957):

      1. sebuah konduktor elektrik membawa frekuensi tinggi arus bolak-balik memancarkan gelombang radio
      2. sebuah padatan atau cair memancarkan radiasi termal
      3. sebuah gas membawa muatan listrik keluar sehingga dapat terlihat memancarkan atau radiasi ultraviolet.

      Pancaran ialah perpindahan kalor mela1ui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi.

      Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi kalor tertentu. Semakin tinggi suhu bahan maka semakin tinggi pula energi ka1or yang disinarkan. Proses radiasi merupakan fenomena permukaan. Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembus bahan dan terus ke luar. Suatu fisik permukaan akan dilibatkan da1am perpindahan ka1or radiasi (Masyithah dan Haryanto 2006).

    5. Desain Instruksional dalam Pembelajaran Bauran

      Desain Instruksional adalah serangkaian proses perencanaan, analisa, desain, pengembangan, penerapan dan evaluasi instruksi dalam setting pendidikan atau pelatihan baik formal maupun informal yang terstruktur dan teratur namun fleksibel (Reigeluth & An, 2021).

      Saat merancang sebuah pembelajaran, guru sering memulai dengan perspektif apa yang akan mereka ajarkan. Sebaliknya, seorang desainer instruksional memulai dengan sudut pandang sebuah pemecahan masalah, bukan hanya berpikir tentang apa yang mereka akan ajarkan, tetapi lebih menitikberatkan pada bagaimana nanti mereka mengajarkannya dengan cara yang efektif, efisien, dan memotivasi. Sebuah instruksi (proses membantu orang lain mempelajari sesuatu yang baru) dapat sesederhana menunjukkan prosedur singkat yang diikuti.

      “Mengapa dan Bagimana” Desain Instruksional

      Langkah awal desain instruksional adalah mengidentifikasi masalah kemudian fokus terhadap apa yang harus dilakukan untuk menyampaikan ilmu, pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setelah itu, menentukan cara yang paling mudah bagi peserta didik untuk menguasai materi. Dengan instruksi yang dirancang dengan baik, pembelajaran akan lebih efektif, efisien dan memotivasi, menghemat waktu dan uang, meningkatkan kinerja dan meningkatkan kemampuan peserta didik. Dalam konteks pendidikan, desain instruksional membantu guru memenuhi, memotivasi, dan mempercepat kebutuhan peserta didik dengan lebih baik.

      “kapan dan di mana” Desain Instruksional

      Desain instruksional dapat diterapkan dalam situasi apa pun, baik formal maupun informal, di mana orang terlibat dalam pembelajaran yang memiliki tujuan tertentu. Beberapa contoh umum desain instruksional dalam konteks yang berbeda-beda adalah konteks pendidikan tinggi dimana desain instruksional yang dirancang bertujuan untuk membantu fakultas untuk meningkatkan pelatihan, membantu fakultas untuk bertransformasi dan beradaptasi dari pembelajaran tradisional ke pembelajaran online.

    6. Cuplikan RPS MK Fisika Dasar untuk Prodi Pendidikan Biologi

      Cuplikan RPS MK Fisika Dasar untuk Prodi Pendidikan Biologi

      Selamat datang di mata kuliah Fisika Dasar untuk Program Studi Pendidikan Biologi. RPS utuh dapat di akses melalui LMS di bagian pengantar Kuliah Fisika Dasar.

      RPS MK Fisika Dasar untuk Prodi Biologi

      A. Deskripsi Mata Kuliah

      Mata kuliah Fisika Dasar untuk program Studi Pendidikan Biologi memaparkan materi pendukung fisika untuk mengkaji bidang kajian Biologi.

      B. Topik Kajian

      1. Besaran dan Operasi Vektor
      2. Dinamika Gerak
      3. Dinamika Fluida
      4. Usaha dan Energi
      5. Hukum Termodinamika
      6. Optik Geometri
      7. Optik Fisis
      8. Listrik Statis
      9. Listrik Dinamis

      Distribusi Topik Kajian

      1. Petermuan I. Besaran dan Operasi Vektor
      2. Pertemuan II. Kinematika
      3. Pertemuan III. Dinamika Gerak
        • Hukum Newton
        • Gerak Pada Bidang Miring
        • Perbedaan Gerak Tergelincir dan Gerak Menggelinding
      4. Pertemuan IV. FLuida Statis
      5. Pertemuan V. Fluida Dinamis
      6. Pertemuan VI. Fluida Dinamis
        • Teorema Toricelli
        • Venturimeter
        • Tabung Pivot
        • Gaya Angkat Pesawat Terbang
      7. Pertemuan VII. Usaha dan Energi
      8. Pertemuan VIII. Ujian Tengah Semester
      9. Pertemuan IX. Perpindahan Kalor
      10. Pertemuan X. Hukum Termodinamika
      11. Pertemuan XI. Konsep Dasar Optik Geometri
      12. Pertemuan XII. Konsep Dasar Optik Geometri
        • Lup
        • Mikroskop
      13. Pertemuan XIII. Konsep Dasar Optik Fisis
        • Difraksi Cahaya
        • Interferensi
      14. Pertemuan XIV. Rangkaian Listrik (Listrik Statis)
        • Hukum Ohm
        • Rangkaian Seri-Pararel
      15. Pertemuan XV. Listrik Dinamis
        • Muatan Listrik
        • Medan dan Gaya Listrik
      16. Pertemuan XVI. Ujian Akhir Semester

      C. Penilaian dan Evaluasi

      NoAspekPersentaseDeskripsi
      1Aktivitas Partisipatif50Analisi kasus dilakukan dalam bentuk praktikum Fisikka Dasar yang dilaksanakan dalam Lab Kom Fisika Dasar
      2Hasil Proyek0Tidak ada Proyek Dalam Mata kuliah ini. Seluruh aktifitas dititikan beratkan pada analisis kasus melalui praktikum
      3Tugas10Mengerjakan seluruh tugas yang diberikan pada akhir setiap pertemuan.
      4QuizTidak ada kuis
      5Ujian Tengah Semester20Ujian tengah semester untuk seluruh topik pada pertemuan 1 sampai 7
      7Ujian Akhir Semester20Ujian tengah semester untuk seluruh topik pada pertemuan 9 sampai 15