Penemuan dan sifat peneliti
Penemuan ilmiah merupakan suatu keterbaruan (novelty) yang menambah pengetahuan manusia dan berkontribusi pada ekonomi global dan standar hidup manusia, memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat contohnya melalui kesehatan publik, peningkatan masa hidup dan peningkatan produksi pangan.
Penemuan identik dengan jenius, intelegensia dan motivasi yang kuat. Tapi pada hakekatnya, penemuan adalah hasil dari penerapan logika dan metoda dalam upaya pemecahan masalah, pengembangan cara pandang (insight), menerangkan fakta (analogy-based, bisosiasi atau metaforik). Penemuan ilmiah didapat melalui kerangka kerja dan metoda ilmiah terstruktur walaupun kadang disertai oleh faktor keberuntungan. Proses penemuan diawali dengan kemunculan ide-ide spekulatif, hipotesis kerja yang luas, skema konseptual yang lebar (teori) dan pengujian eksperimental dari teori dengan metode ilmiah. Tahapan kerja dalam suatu metode ilmiah adalah pengembangan hipotesa, pengumpulan data, pengembangan atau perbaikan hipotesa, pengumpulan atau pengujian data lebih lanjut dan pengembangan suatu teori.
Faktor individual yang diperlukan untuk pembentukan suatu ide adalah adanya keterbukaan intelektual dan sensibilitas terhadap masalah; memiliki pengetahuan iptek yang luas; memiliki pengetahuan terapan yang terlatih; memiliki pemikiran yang terbuka dan motivasi untuk keberhasilan; punya kemampuan untuk meyakinkan; memiliki daya nalar kritis, spontanitas yang rasional, dan keterbukaan untuk kerjasama horizontal dan vertikal serta masuk dalam dinamika kelompok.
Organisasi dan penemuan
Faktor-faktor organisasi berperan penting dalam penemuan program-program saintifik karena mempengaruhi kinerja riset, proses penemuan dan alokasi sumberdaya riset. Agar bisa bekerja dengan standar yang baik maka sains harus dilakukan dalam suatu Prosedur Operasi Standar (SOP).
Dalam realitas, penemuan tidak menyebar merata tapi terkonsentrasi di pusat-pusat budaya unggul (Centre of Excellence). Budaya sebagai ’penemu’ biasanya dimiliki oleh negara-negara yang dana risetnya sangat memadai, memiliki kelembagaan ilmiah yang sangat mapan dengan sistem dan manajemen riset sangat baik, lingkungan universitas kreatif – produktif dan didukung oleh kelembagaan filantropis.
Untuk membangun organisasi yang inovatif, beberapa hal harus terpenuhi: memiliki visi, kepemimpinan dan keinginan berinovasi dengan struktur yang tepat (kreativitas tinggi); memiliki personalia kunci (promotor, juara, penjaga gawang dan pemeran lain) yang mendorong inovasi; tim kerja yang efektif (sinergi internal); pengembangan individual yang berkelanjutan (kompetensi dan keterampilan yang efektif); komunikasi ekstensif (ke atas, ke bawah dan sejajar); keterlibatan yang tinggi pada inovasi dan fokus pada pelanggan serta memiliki lingkungan yang kreatif dan organisasi pembelajaran (manajemen pengetahuan). Delapan instrumen pengukuran budaya inovatif yaitu kebutuhan, konfrontatif, kepercayaan, kebenaran/keaslian, proaktif, otonomi, kerjasama dan melakukan pengkajian.
Efektifitas dan efisiensi penelitian berpengaruh pada produktifitas dan prestasi penelitian yang dihasilkan. Bagaimana pentingnya kinerja organisasi terhadap suatu penemuan bisa dilihat dari kerja tim penelitian yang dibentuk Prof. Norman Borlaug yang secara konsisten berupaya mencari varietas gandum unggul untuk mengatasi kekurangan pangan di Meksiko. Program pengembangan pertanian ini disponsori oleh The Rockefeller Foundation. Lalu, peran organisasi terhadap pencapaian bisa dilihat dari upaya ’Bank Desa’ yang didirikan Prof. Muhammad Yunus sehingga mampu menciptakan pembangunan dan perdamaian melalui penciptaan ekonomi yang memberi akses pada perempuan miskin.
Agar suatu penemuan bisa membawa kesejahteraan pada masyarakat, maka budaya penelitian yang dibangun hendaklah berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Seorang peneliti atau lembaga peneliti harus melakukan sinergi internal agar penelitian menjadi fokus, efektif dan efisien. Selanjutnya, setiap lembaga penelitian harus melakukan sinergi eksternal dengan melibatkan universitas dan swasta. Peneliti memiliki ’patokduga’ di tingkat regional (untuk menghadapi kompetisi langsung), pada negara maju (untuk membangun kesadaran iptek), dan pada swasta unggul (untuk membentuk kompetensi inti). Penelitian juga hendaknya mengutamakan pemanfaatan sumberdaya tersedia, berorientasi pada kebutuhan pasar/pengguna, menciptakan nilai tambah yang besar serta konsisten dengan tahapan penelitian, pengembangan, rekayasa proses/mesin dan komersialisasi.