Tag: fisika SMA

  • Materi Fisika SMA – Konsep Fisika Kuantum

    Materi Fisika SMA – Konsep Fisika Kuantum

    AhmadDahlan.Net – Fisika merupakan Ilmu yang mempengaruhi tentang gejala alam dan lingkungan sekitarnya. Ilmu Fisika sendiri saat ini sudah melalui banyak perkembangan. Sekitar abad ke 16 Fisika Klasik mulai muncul. Pemahaman klasik ini bertahan hingga abad ke 19. Pada akhir abad ke 19 ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa dijelaskan melalui fisika klasik. Hal ini kemudian menjadi pemicu perkembangan konsep Fisika Modern. Berikut adalah pembahasan mengenai teori Kuantum yang menjadi dasar pengembangan Fisika Modern.

    A. Awal Munculnya Konsep Kuantum

    Fisika Klasik menganggap cahaya sebagai sebuah gelombang. Pada akhir abad ke -19, para fisikawan menghadapi masalah yang tidak dapat di selesaikan menggunakan pemahaman Fisika Klasik. Masalah yang paling menonjol yang dihadapi para fisikawan adalah :

    1. Perhitungan mengenai intensitas cahaya pada panjang gelombang tertentu pada rongga yang di panaskan (benda hitam)
    2. Penjelasan mengenai emisi elektron ketika sebuah logam dikenakan cahaya yang memiliki frekuensi tinggi (Efek Fotolistrik)
    3. Penjelasan mengenai spektrum garis yang dipancarkan oleh unsur gas

    Permasalahan tersebut tidak dapat di jelaskan apabila kita mengikuti pemahaman Fisika Klasik mengenai cahaya. Sehingga, dibutuhkan pemahaman baru mengenai sifat cahaya. Hal ini kemudian mendorong ke perkembangan konsep Fisika mengenai sifat cahaya yang berbentuk partikel (kuanta), atau biasa disebut dengan Teori Kuantum Cahaya.

    B. Gejala Kuantum

    1. Radiasi Benda Hitam

    Benda hitam di definisikan sebagai sebuah benda yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik yang diberikan kepadanya. Benda hitam ideal di gambarkan sebagai rongga hitam yang memiliki lubang kecil. Sehingga, cahaya yang masuk melalui lubang tersebut, akan di pantulkan dan di serap di dalam rongga.

    Gustav Kirchoff pada tahun 1859 menyatakan bahwa untuk setiap benda yang berada dalam kesetimbangan termal dengan radiasi yang diberikan, akan menyerap daya yang sebanding dengan daya yang di pancarkannya.

    a. Hukum Stefan – Boltzman

    Hukum Stefan – Boltzman menyatakan bahwa jumlah energi yang di pancarkan per satuan luas permukaan sebuah benda hitam berbanding lurus dengan pangkat empat dari suhu termodinamiknya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

    \frac{P}{A}=e\sigma T^4
    I_{total}=e\sigma T^4

    dengan,
    P : daya radiasi (watt)
    A : luas permukaan benda (m2)
    I : intensitas radiasi
    e : emisivitas benda
    σ : konstanta Stefan – Boltzmann (5,670 x 10-8 Wm-2K-4)
    T : suhu benda (K)

    b. Hukum Pergeseran Wien

    Hubungan antara panjang gelombang dengan suhu mutlak benda hitam, dinyatakan sebagai berikut :

    \lambda_{max}\ .\ T=C

    dengan,
    λmax : panjang gelombang yang membawa energi maksimum
    T : suhu benda (K)
    C : konstanta Wien (2,898 x 10-3 mK)

    Persamaan di atas disebut dengan Hukum Pergeseran Wien. Pergeseran yang dimaksud pada hukum ini, adalah pergeseran panjang gelombang maksimum spekturm apabila suhu benda berbeda. Perhatikan grafik berikut :

    Terlihat dari grafik di atas, semakin tinggi suhu dari benda maka panjang gelombang maksimum spekturm cahaya juga semakin pendek.

    c. Teori Rayleigh – Jeans

    Menggunakan pemahaman Klasik, Rayleigh dan Jeans kemudian melakukan perhitungan mengenai fungsi distribusi spektrum P(λ,T). Perhitungan tersebut kemudian di sebut dengan Hukum Rayleigh – Jeans dan dituliskan sebagai berikut :

    P(\lambda , T)=8\pi kT\lambda ^{-4}

    dengan k merupakan konstanta Boltzman. Hasil perhitungan yang di peroleh sudah sesuai untuk panjang gelombang yang panjang, tetapi terdapat ketidak sesuaian pada perhitungan untuk panjang gelombang yang pendek.

    d. Teori Planck

    Max Planck dalam menjelaskan mengenai radiasi benda hitam, berpendapat bahwa energi radiasi yang di pancarkan oleh benda hitam bersifat diskontinu. Diskontinu berarti pancaran radiasi nya berbentuk paket – paket energi yang di sebut dengan kuanta cahya. Secara matematis, energi dari kuanta cahaya tersebut di tuliskan sebagai :

    E=nhf

    dengan,
    E : energi radiasi
    n : bilangan kuantum (1, 2, 3, …)
    h : konstanta Planck (6,63 x 10-34 JS)
    f : frekuensi cahaya

    2. Efek Fotolistrik

    Efek fotolistrik adalah peristiwa pelepasan elektron dari sebuah plat logam ketika disinari dengan cahaya. Efek ini pertama kali ditemukan oleh Heinrich Hertz (1887) dan kemudian dijelaskan oleh Einsten pada tahun 1905. Berikut persamaan umum mengenai efek fotolistrik.

    1. Energi Foton

    Foton merupakan energi cahaya yang datang dalam bentuk paket energi. Adapun persamaan umum untuk menghtung energi foton pada efek fotolistrik adalah :

    E=hf

    2. Energi Ambang (fungsi kerja logam)

    Energi ambang merupakan energi minimum foton yang dibutuhkan untuk melepaskan elektron dari plat logam. Secara umum persamaan nya sebagai berikut :

    E_0=hf_0

    atau

    E_0=Φ

    3. Energi Kinetik Elektron

    Energi kinetik elektron merupakan energi yang dibutuhkan elektron untuk bergerak. Persamaan yang digunakan untuk menghitung energi kinetik adalah :

    E_k=E-E_0
    E_k=hf-hf_0

    selain itu, energi kinetik elektron juga dapat dihitung menggunakan persamaan :

    E_k=eV_s

    Keterangan,
    E : energi foton (J)
    h : konstanta Plank (6,63 x 10-34 Js)
    f : frekuensi cahaya (Hz)
    E0 : energi ambang elektron (J)
    f0 : frekuensi ambang elektron (Hz)
    Φ : energi ambang atau fungsi kerja logam
    Ek : besar energi kinetik elektron
    e : besar muatan elektron
    Vs : tegangan stop

    Bacalah artikel berikut untuk lebih memaham mengenai Efek Fotolistrik.

    3. Efek Compton

    Efek Compton merupakan peristiwa terhamburnya sinar X atau foton ketika menabrak atau di tembakkan elektron. Efek Compton ini pertama kali ditemukan oleh Compton (1992) yang menembakkan sinar X menuju ke sebuah elektron yang diam. Sinar X yang di tembakkan menuju elektron, membuat foton jadi terhambur. Seperti pada gambar berikut :

    Berdasarkan konsep Fisika Klasik, panjang gelombang yang datang sama dengan panjang gelombang setelah ditembakkan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil dari Compton yang menemukan panjang gelombang setelah sinar X ditembakkan lebih panjang daripada panjang gelombang sebelum ditembakkan.

    Oleh karena itu, Compton menggunakan konsep kuantum dan menganggap bahwa sinar X yang ditembakkan dianggap sebagai gelombang elektromagnetik yang berbentuk materi.

    Persamaan umum untuk Efek Compton adalah :

    \Delta\lambda=\lambda'-\lambda=\frac{h}{m_0c}(1-\cos\theta)

    Keterangan,
    λ‘ : panjang gelombang sinar setalah tumbukan
    λ : panjang gelombang sinar sebelum tumbukan
    h : konstanta Plank (6,63 x 10-34 Js)
    m0 : massa elektron diam (9,1 x 10-31 kg)
    c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)

    C. Contoh Soal

    Suatu benda memancarkan radiasi pada suhu 727 oC. Tentukan berapa panjang gelombang yang membawa energi radiasi maksimum? (2,898 x 10-3 mK)

    Pembahasan

    Dik :
    T = 727 oC
    C = 2,898 x 10-3 mK

    Dit :
    λmax = ?

    Pembahasan :
    1. Konversi suhu ke satuan Kelvin

    T=727\ ^0C =727+273\ K=1000\ K

    2. Mencari panjang gelombang maksimum menggunakan Hukum Pergeseran Wienn

    \lambda_{max}\ .\ T=C
    \lambda_{max}\ .\ 1000\ K=2,898\ .\ 10^{-3}\ mK
    \lambda_{max}=\frac{2,898\ .\ 10^{-3}\ mK}{\ 1000\ K}
    \lambda_{max}=2,898\ . \ 10^{-6}\ m

    Jadi, panjang gelombang maksimum yang membawa energi maksimum radiasi adalah 2,898 x 10-6 m

  • Materi Fisika SMA – Rumus Gaya Lorentz

    Materi Fisika SMA – Rumus Gaya Lorentz

    AhmadDahlan.Net – Pada artikel yang lain, kita telah membahas mengenai medan magnet. Sebelumnya, medan magnet adalah daeah di sekitar magnet yang masih dipengaruhi oleh gaya magnet. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai gaya yang diakibatkan oleh medan magnet atau yang biasa disebut dengan gaya Lorentz.

    A. Pengertian Gaya Lorentz

    Sebuah partikel yang berada pada medan listrik akan mengalami gaya yang disebut sebagai gaya listrik sebesar F=qE. Sedangkan, partikel yang berada pada medan magnet akan mengalami gaya apabila partikel tersebut bergerak dengan kecepatan yang tegak lurus terhadap medan magnetnya. Bagaimana apabila sebuah partikel yang ber-arus listrik berada dalam sebuah medan magnet?

    Hendrik Anton Lorentz menjelaskan hal tersebut dalam sebuah percobaan dimana sebuah penghantar berarus listrik diletakkan di sebuah medan magnet. Pada percobaan tersebut diperoleh bahwa penghantar tersebut mengalami gaya elektromagnetik yang kemudian disebut dengan gaya Lorentz.

    Gaya Lorentz memiliki arah yang selalu tegak lurus dengan arah arus listrik (I) dan arah medan magnet (B). Untuk menentukan arah dari gaya Lorentz kita dapat menggunakan kaidah tangan kanan, seperti pada gambar berikut.

    Kaidah Tangan Kanan

    Dimana B merupakan arah medan magnet, I merupakan arah dari arus listrik, dan F merupakan arah dari gaya Lorentz.

    B. Persamaan Gaya Lorentz

    1. Gaya Lorentz pada Kawat Ber-Arus

    Sebuah kawat a-b yang dialiri arus listrik (I) berada dalam medan magnet (B) akan mengalami gaya (F), yang besar nya dapat dihitung menggunakan persamaan :

    F_L=B.I.l.\sin θ

    Keterangan,
    FL : gaya Lorentz (N)
    B : induksi magnetik (T)
    I ; kuat arus listrik (A)
    l : panjang kawat (m)
    θ : sudut antara arah arus listrik dengan kuat medan magnet (o)

    2. Gaya Lorentz pada 2 Kawat Sejajar Ber-Arus

    Besar gaya pada 2 kawat sejajar ber-arus dapat dihitung menggunakan persamaan :

    \frac{F_L}{l}=\frac{μ_0I_1I_2}{2\pi a}

    Keterangan,
    FL = gaya Lorentz (N)
    μ0 = permeabilitas magnet = 4π x 10-7 Wb/Am
    I1 = besar arus listrik di kawat pertama (A)
    I2 = besar arus listrik di kawat kedua (A)
    l = panjang kawat (m)
    a = jarak antara kedua kawat (m)

    3. Gaya Lorentz pada Muatan Listrik

    Muatan listrik yang bergerak dengan kecepatan υ dalam suatu medan listrik (B) akan mengalami gaya sebesar :

    F_L=q.υ.B.\sin θ

    Keterangan,
    FL = gaya magnetik atau Gaya Lorentz (N)
    q = muatan (C)
    υ = kecepatan muatan (m/s)
    B = Induksi magnet (T)
    θ = Sudut Antara induksi magnet dengan arah muatan (0)

    C. Contoh Soal

    Sebuah kawat lurus panjangnya 20 cm dialiri arus listrik 2 A, memotong medan magnet yang besarnya 200 T dan membentuk sudut sudut 30o terhadap garis medan magnet. Gaya magnetik yang dihasilkan adalah….

    Pembahasan

    Dik :
    l = 20 cm = 0,2 m
    I = 2 A
    B = 200 T
    θ = 30o

    Dit :
    FL = ?

    Pembahasan :

    F_L=B.I.l.\sin θ
    F_L=200\ T\ .\ 2\ A\ .\ 0,2\ m\ .\ \sin(30^o)
    F_L=200\ T\ .\ 2\ A\ .\ 0,2\ m\ .\ 0,5
    F_L=400\ N

  • Materi Fisika SMA – Rumus Dilatasi Waktu

    Materi Fisika SMA – Rumus Dilatasi Waktu

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian menonton film Interstellar (2014)? Pada film tersebut diperlihatkan bahwa terdapat perbedaan waktu antara bumi dengan planet di ruang angkasa. Ternyata perbedaan waktu yang terdapat pada film tersebut dapat dijelaskan menggunakan konsep Fisika. Dalam ilmu Fisika, waktu yang di ukur pada 2 sistem yang berbeda tidaklah sama. Hal ini dinamakan dengan dilatasi waktu. Berikut penjelasan yang lebih lengkap mengenai dilatasi waktu.

    A. Pengertian Dilatasi Waktu

    Menurut Teori Relativitas Khusus tidak ada yang dinamakan waktu universal, tetapi waktu bersifat relatif bergantung pada kecepatan observer. Observer yang berada dalam keadaan bergerak akan mengukur waktu untuk suatu kejadian lebih lama daripada observer yang diam. Peristiwa ini dinamakan dengan dilatasi waktu.

    Pada pembahasan dilatasi waktu, kita akan mengenal yang dinamakan dengan :

    1. Waktu yang sebenarnya (T0) yaitu perubahan waktu antara 2 kejadian oleh observer atau pengamat yang diam (dalam posisi yang sama).
    2. Bukan waktu yang sebenarnya (T’) yaitu perubahan waktu antara 2 kejadian yang diukur oleh observer atau pengamat yang bergerak atau mengalami perpindahan posisi.

    B. Persamaan Dilatasi Waktu

    Transformasi Lorentz menyatakan persamaan yang digunakan untuk menghitung waktu yang di ukur oleh observer pada kerangka K’ (system bergerak) adalah :

    t'=\frac{t-(υx/c^2)}{\sqrt{1-υ^2/c^2}}

    Perhatikan ilustrasi berikut :

    Meri dan Frank sama – sama melihat kejadian kembang api dari awal hingga akhir, tetapi berada dalam kerangka yang berbeda. Meri berada di kerangka K’ dan bergerak relatif terhadap kerangka K dengan kecepatan sebesar υ. Sedangkan Frengki berada di kerangka K yang diam.

    Menggunakan persamaan Transformasi Lorentz, maka waktu yang diukur oleh Mari ketika melihat kembang api dari awal hingga akhir dihitung dengan persamaan :

    t'_2-t'_1=\frac{(t_2-t_1)-(υ/c^2)(x_2-x_1)}{\sqrt{1-υ^2/c^2}}

    Karena Frank berada di kerangka K (system tidak bergerak) artinya Frank diam dan tidak berpindah atau mengalami perpindahan, jadi x2 – x1 = 0. Sehingga persamaan diatas menjadi,

    t'_2-t'_1=\frac{(t_2-t_1)}{\sqrt{1-υ^2/c^2}}

    Sehingga, persamaan untuk dilatasi waktu adalah sebagai berikut :

    T'=\frac{T_0}{\sqrt{1-v^2/c^2}}

    Keterangan,
    T’ : selang waktu yang di ukur observer pada kerangka K’ (s)
    T0 : selang waktu yang di ukur observer pada kerangka K (s)
    υ : kecepatan observer pada kerangka K’ (m/s)
    c : kecepatan cahaya (m/s)

    Dari persamaan dilatasi diatas, dapat disimpulkan bahwa :

    1. T’ lebih besar dari T0 artinya waktu yang diukur oleh observer yang berada di kerangka K’ (system bergerak) akan lebih lama dari pada waktu sebenarnya yang diukur oleh observer yang berada di kerangka K (system tidak bergerak). Pertistiwa ini juga bisa disebut sebagai Dilatasi Waktu
    2. Kejadian tidak terjadi pada koordinat waktu dan ruang yang sama di dalam dua kerangka atau system yang berbeda
    3. Dibutuhkan satu alat ukur pada kerangka K dan dibutuhkan dua alat ukur pada kerangka K’

    C. Contoh Soal

    Periode dari pendulum yang diukur oleh observer yang diam adalah 3,0 s. Berapakah periode dari pendulum ketika diukur oleh observer yang bergerak relatif terhadap pendulum dengan kecepatan sebesar 0,95c?

    Pembahasan

    Dik :
    T0 = 3,0 s
    υ = 0,95c

    Dit :
    T’ = ?

    Pembahasan

    T'=\frac{T_0}{\sqrt{1-υ^2/c^2}}
    T'=\frac{3,0\ s}{\sqrt{1-(0,95c)^2/c^2}}
    T'=\frac{3,0\ s}{\sqrt{1-0,9025c^2/c^2}}
    T'=\frac{3,0\ s}{\sqrt{0,0975}}
    T'=(3,0\ s)(3,2)
    T'=9,6\ s

    Jadi, besar periode yang diukur oleh observer yang bergerak adalah 9,6 s

  • Materi Fisika SMA – Rumus Teori Kinetik Gas

    Materi Fisika SMA – Rumus Teori Kinetik Gas

    AhmadDahlan.Net – Berdasarkan wujudnya benda dikemlompokkan menjadi tiga, yaitu wujud padat, wujud cair, dan wujud gas. Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai gas. Lebih tepatnya mengenai Teori Kinetik Gas. Untuk memahami materi tersebut, perhatikan penjelasan berikut.

    A. Pengertian Teori Kinetik Gas

    Gas merupakan salah satu wujud benda yang memiliki bentuk dan volume yang berubah – ubah. Bentuk gas tidak dapat dilihat oleh mata, selain itu tidak dapat juga dipegang. Gas yang di bahas dalam teori kinetik gas adalah gas ideal. Gas ideal adalah sekumpulan gas yang tidak saling berinteraksi satu sama lain. Adapun sifat – sifat gas ideal adalah sebagai berikut :

    1. Gas ideal terdiri atas partikel yang berjumlah banyak dan tersebar merata dalam suatu wadah atau ruang.
    2. Tidak terdapat interaksi antar tiap – tiap partikel.
    3. Tidak terdapat gaya tarik menarik antar pertikel.
    4. Partikel memiliki kelajuan tetap dan bergerak acak ke segala arah.
    5. Ukuran partikel diabaikan
    6. Hukum Newton tentang gerak berlaku

    B. Persamaan Teori Kinetik Gas

    Terdapat beberapa hukum mengenai gas ideal, yaitu :

    1. Hukum Boyle

    Hukum Boyle menyatakan bahwa jika suhu suatu gas konstan, maka tekanan gas akan berbanding terbalik dengan volumenya. Secara matematis, hukum Boyle ditulis sebagai berikut :

    PV=konstan
    P_1V_1=P_2V_2

    Keterangan,
    P : tekanan gas (Pa)
    V : volume gas (m3)

    2. Hukum Charles

    Hukum Charles menyatakan bahwa jika tekanan suatu gas tetap, maka volume gas akan sebanding atau berbanding lurus dengan temperatur mutlak gas. Secara matematis, hukum Charles dituliskan sebagai :

    \frac{V}{T}=konstan
    \frac{V_1}{T_1}=\frac{V_2}{T_2}

    Keterangan,
    V : volume gas (m3)
    T : suhu gas (K)

    3. Hukum Gay – Lussac

    Hukum Gay – Lussac menyatakan bahwa jika volume suatu gas konstan, maka tekanan pada gas akan sebanding atau berbanding lurus dengan temperatur mutlak gas. Secara matematis, hukum Gay – Lussac dituliskan sebagai :

    \frac{P}{T}=konstan
    \frac{P_1}{T_1}=\frac{P_2}{T_2}

    Keterangan,
    P : tekanan gas (Pa)
    T : suhu gas (K)

    Dari ketiga hukum diatas, dengan memperhatikan hubungan antara tekanan, volume, dan temperature, diperoleh :

    \frac{PV}{T}= konstan
    \frac{P_1V_1}{T_1}=\frac{P_2V_2}{T_2}

    Dari persamaan diatas diperoleh persamaan umum untuk Teori Kinetik Gas yang dituliskan sebagai berikut :

    PV=nRT

    dimana,

    n=\frac{m}{Mr}\ \ atau\ \ n=\frac{N}{N_a}

    Keterangan,
    P : tekanan gas (Pa)
    V : volume gas (m3)
    n : jumlah partikel dalam mol (mol)
    R : ketetapan gas ideal (8,314 x 103 J/molK)
    T : suhu gas ideal (K)
    m : massa total gas (kg)
    Mr : massa molekul relatif (kg/mol)
    N : banyakpartikel
    Na : bilangan Avogadro (6,02 x 1023 partikel/mol)

    C. Contoh Soal

    Suatu gas ideal sebanyak 4 liter memiliki tekanan 1,5 atmosfer dan suhu 27 oC. Tentukan tekanan gas tersebut jika suhunya 47 oC. dan volumenya 3,2 liter!

    Pembahasan

    Dik :
    V1 = 4 liter
    P1 = 1,5 atm
    T1 = 27 oC = 300 K
    V2 = 3,2 liter
    T2 = 47 oC = 320 K

    Dit :
    P2 = ?

    Pembahasan :

    \frac{P_1V_1}{T_1}=\frac{P_2V_2}{T_2}
    P_2=\frac{P_1V_1T_2}{T_1V_2}
    P_2=\frac{(1,5\ atm)(4\ liter)(320\ K)}{(300\ K)(3,2\ liter)}
    P_2=2 \ atm
  • Materi Fisika SMA – Rumus Lensa Cekung

    Materi Fisika SMA – Rumus Lensa Cekung

    AhmadDahlan.Net – Kacamata merupakan salah satu alat optik yang menggunakan lensa dalam penerapannya. Lensa pada kacamata dibagi menjadi dua, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Artikel kali ini akan membahas mengenai lensa cekung.

    A. Pengertian Lensa Cekung

    Lensa merupakan sebuah benda bening yang memiliki 2 bidang bias. Lensa cekung adalah lensa yang bagian tepi atau sisinya lebih tebal dibandingkan bagian tengah nya. Lensa cekung terdiri atas 3 jenis, yaitu bikonkaf, plan konkaf, dan konvex konkaf.

    Lensa ini juga disebut sebagai lensa divergen, karena memiliki sifat untuk menyebarkan cahaya yang datang.

    Adapun sinar – sinar istimewa pada lensa cekung adalah sebagai berikut :

    1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan seolah – olah dari titik fokus F1

    2. Sinar datang seolah – olah menuju titik fokus F2 akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama

    3. SInar datang melalui titik pusat lensa akan diteruskan dan tidak berubah arah

    Pembentukan bayangan pada lensa cekung dapat digambarkan dengan menggabungkan dua sinar istimewa yang terdapat pada lensa. Seperti pada gambar berikut:

    Sifat bayangan yang terbentuk pada lensa cekung selalu maya. tegak, dan diperkecil.

    B. Persamaan Lensa Cekung

    1. Titik Fokus Lensa Cekung

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s}+\frac{1}{s'}

    Keterangan,
    f : besar fokus cermin
    s : jarak benda dari cermin
    s’ : jarak bayangan

    Aturan tanda :
    nilai f pada lensa cekung selalu negatif karena terletak di depan cermin
    s’ (+) = bayangan bersifat nyata
    s’ (-) = bayangan bersifat maya

    2. Pembesaran Bayangan

    M=|{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    s’ : jarak bayangan
    s : jarak benda dari bayangan
    h’ : tinggi bayangan
    h : tinggi benda

    Apabila diperoleh h > h’ berarti bayangan yang terbentuk diperkecil (lebih kecil dari benda), begitupun sebaliknya.

    3. Kekuata Lensa Cekung

    P=\frac1f

    Keterangan,
    P : kekuatan lensa cembung (D atau Dioptri)
    f : titik fokus lensa cembung (m)

    C. Contoh Soal

    Sebuah benda setinggi 1 cm berada di depan lensa cekung dengan fokus 2 cm. Jika jarak benda 4 cm maka tentukanlah jarak bayangan, tinggi bayangan, dan sifat bayangan,

    Pembahasan

    Dik :
    h = 1 cm
    f = -2 cm (nilai f lensa cekung selalu negatif)
    s = 4 cm

    Dit :
    s’ = ?
    h’ = ?
    sifat bayangan

    Pembahasan :

    1. Mencari jarak bayangan

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s}+\frac{1}{s'}
    -\frac{1}{2\ cm}=\frac{1}{4\ cm}+\frac{1}{s'}
    \frac{1}{s'}=-\frac{1}{2\ cm}-\frac{1}{4\ cm}
    \frac{1}{s'}=\frac{-2-1}{4\ cm}
    \frac{1}{s'}=\frac{-3}{4\ cm}
    s'=\frac{4\ cm}{-3}=-1,3\ cm

    Karena nilai s’ (-) maka bayangan bersifat maya dan terletak di depan lensa

    2. Mencari tinggi bayangan

    M=|{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|
    |{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|
    |{\frac{-4/3\ cm}{4\ cm}}|=|\frac{h'}{1\ cm}|
    {\frac{4/3\ cm}{4\ cm}}=\frac{h'}{1\ cm}
    h'=\frac{4\ \ .\ 1\ cm}{3\ cm\ .\ 4\ cm}
    h'=\frac{1\ }{3\ }\ cm=0,3\ cm

    Karena h > h’, berarti bayangan diperkecil

    3. Mencari sifat bayangan

    Sebelumnya diperoleh sifat bayangan yang terbentuk adalah maya dan diperkecil. Bayangan terletak didepan lensa, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayangan yang terbentuk memiliki sifat maya, tegak, dan diperkecil.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Lensa Cembung

    Materi Fisika SMA – Rumus Lensa Cembung

    AhmadDahlan.Net – Ketika kita kesusahan melihat atau membaca tulisan yang berjarak dekat, biasanya kita akan dianjurkan untuk menggunakan kacamata baca atau biasa disebut dengan kacamata plus. Kacamata baca ini menggunakan lensa cembung. Adapun penjelasan yang lebih lengkap mengenai lensa cembung adalah sebagai berikut.

    A. Pengertian Lensa Cembung

    Lensa merupakan sebuah benda bening yang memiliki 2 bidang bias. Lensa cembung adalah lensa yang memiliki bagian tengah yang lebih tebal daripada bagian sisinya. Lensa cembung terdiri atas 3 jenis, yaitu bikonveks, plan konveks, dan konkaf konveks.

    Lensa cembung memiliki sifat mengumpulkan cahaya di satu titik fokus, sehingga disebut juga sebagai lensa konvergen.

    Adapun sinar – sinar istimewa pada lensa cembung adalah :

    1. Sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dibiaskan melalui titik fokus F1 dibelakang lensa

    2. Sinar datang melalui titik fokus F2 di depan lensa akan dibiaskan sejajar dengan sumbu utama dibelakang lensa

    3. Sinar datang melalui titik pusat lensa (O) akan diteruskan tanpa berubah arah

    Pembentukan bayangan pada lensa cembung dapat digambarkan dengan menggabungkan dua sinar istimewa yang terdapat pada lensa cembung. Seperti pada gambar berikut:

    Berikut sifat bayangan yang terbentuk pada lensa cembung.

    Posisi BendaSifat BayanganLetak Bayangan
    Ruang I
    (Titik O – Titik F2)
    Maya, Tegak, DiperbesarDepan Lensa
    Titik F2Maya, Tegak, DiperbesarDepan Lensa
    Ruang II
    (Titik F2 – Titik 2F2)
    Nyata, Terbalik, DiperbesarBelakang Lensa
    Titik 2F2Nyata, Terbalik, Sama BesarBelakang Lensa
    Ruang III
    (Titik 2F2 – ~)
    Nyata, Terbalik, DiperkecilBelakang Lensa

    B. Persamaan Lensa Cembung

    1. Titik Fokus Lensa Cembung

    \frac1f=\frac1s+\frac{1}{s'}

    Keterangan,
    f : besar fokus cermin
    s : jarak benda dari cermin
    s’ : jarak bayangan

    Aturan tanda :
    s’ (+) = bayangan bersifat nyata
    s’ (-) = bayangan bersifat maya

    2. Perbesaran Bayangan

    M=|{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|

    Keterangan,
    M : perbesaran bayangan
    s’ : jarak bayangan
    s : jarak benda dari bayangan
    h’ : tinggi bayangan
    h : tinggi benda

    Apabila diperoleh h > h’ berarti bayangan yang terbentuk diperkecil (lebih kecil dari benda), begitupun sebaliknya

    3. Kekuatan Lensa Cembung

    P=\frac1f

    Keterangan,
    P : kekuatan lensa cembung (D atau Dioptri)
    f : titik fokus lensa cembung (m)

    C. Contoh Soal

    Sebuah benda dengan tinggi 3 cm berada pada jarak 10 cm dari lensa cembung yang mempunyai jarak fokus 6 cm. Tentukanlah jarak bayangan, tinggi bayangan, serta sifat bayangan yang terbentuk.

    Pembahasan

    Dik :
    h = 3 cm
    s = 10 cm
    f = 6 cm

    Dit :
    s’ = ?
    h’ = ?
    sifat bayangan

    Pembahasan :
    1. Jarak bayangan

    \frac1f=\frac1s+\frac{1}{s'}
    \frac{1}{6\ cm}=\frac{1}{10\ cm}+\frac{1}{s'}
    \frac{1}{s'}=\frac{1}{6\ cm}-\frac{1}{10\ cm}
    \frac{1}{s'}=\frac{5-3}{30\ cm}
    \frac{1}{s'}=\frac{2}{30\ cm}
    s'=\frac{30\ cm}{2}=15\ cm

    Karena nilai s’ (+) berarti bayangan bersifat nyata dan berada di belakang cermin

    2. Tinggi bayangan

    M=|{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|
    |{\frac{s'}{s}}|=|\frac{h'}{h}|
    {\frac{15\ cm}{10\ cm}}=\frac{h'}{3\ cm}
    h'={\frac{15\ cm\ .\ 3\ cm}{10\ cm}}=4,5\ cm

    karena h < h’, berarti bayangan diperbesar

    3. Sifat bayangan

    Sebelumnya diperoleh sifat bayangan yang terbentuk adalah nyata dan diperbesar. Bayangan terletak dibelakang lensa, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayangan yang terbentuk memiliki sifat nyata, terbalik, dan diperbesar.

  • Materi Fisika SMA – Rumus Kapasitas Kalor

    Materi Fisika SMA – Rumus Kapasitas Kalor

    AhmadDahlan.Net – Es batu yang di panaskan dengan suhu tertentu, lama kelamaan akan mencair. Dalam ilmu Fisika, es yang di panaskan tersebut akan menyerap kalor dan mengalami kenaikan suhu. Banyaknya kalor yang diserap es ini dikatakan sebagai kapasitas kalor. Berikut penjelasan yang lebih lengkap mengenai kapasitas kalor.

    A. Pengertian Kapasitas Kalor

    Kalor merupakan merupakan energi panas yang berpindah dari benda ber suhu rendah menuju benda ber suhu tinggi. Kapasitas kalor merupakan banyaknya kalor yang diserap suatu benda dalam menaikkan suhu suatu benda sebanyak 1 K. Berdasarkan sistem international (SI) satuan untuk kapasitas kalor adalah J/K.

    B. Persamaan Kapasitas Kalor

    Secara umum, kapasitas kalor suatu zat dapat dihitung menggunakan persamaan :

    C=\frac{Q}{∆T}

    Sebelumnya diketahui nilai Q dapat dihitung menggunakan persamaan :

    Q=m.c.∆T

    Sehingga, apabila di substitusikan ke persamaan umum kapasitas kalor, diperoleh persamaan :

    C=\frac{m.c.∆T}{∆T}
    C=m.c

    Keterangan,
    C : kapasitas kalor (J/K)
    Q : kalor (J)
    ∆T : perubahan suhu (0C)
    m : massa (kg)
    c : kalor jenis (J/kg0C)

    C. Contoh Soal

    SOAL 1

    Air yang mula-mula bersuhu 13 0C dipanaskan hingga bersuhu 30 0C. Jika kapasitas kalor air tersebut adalah 2 J/K, tentukan banyaknya kalor yang diserap air tersebut?

    Pembahasan

    Dik :
    T1 = 13 0C
    T2 = 30 0C
    C = 2 J/K

    Dit :
    Q = ?

    Pembahasan :

    1. Mencari perubahan suhu air

    ∆T=T_2-T_1
    ∆T=30\ ^0C-13\ ^0C
    ∆T=17\ ^0C=290\ K

    2. Mencari banyaknya kalor yang diserap

    C=\frac{Q}{∆T}
    Q=C.∆T
    Q=(2\ J/K)(290\ K)
    Q=580\ J

    SOAL 2

    Sebuah benda bersuhu 5 ⁰C menyerap kalor sebesar 1500 joule, kemudian suhunya menjadi naik menjadi 32 ⁰C. Berapa kapasitas kalor benda tersebut?

    Pembahasan

    Dik :
    T1 = 5 ⁰C
    T2 = 32 ⁰C
    Q = 1500 J

    Dit :
    C = ?

    Pembahasan :

    1 . Menghitung perubahan suhu

    ∆T=T_2-T_1
    ∆T=32\ ^oC-5\ ^oC=27\ ^oC
    ∆T=300\ K

    2. Menghitung kapasitas kalor

    C=\frac{Q}{∆T}
    C=\frac{1500\ J}{300\ K}
    C=5\ J/K

  • Materi Fisika SMA – Rumus Cermin Datar

    Materi Fisika SMA – Rumus Cermin Datar

    AhmadDahlan.Net – Kita biasanya menggunakan cermin untuk melihat penampilan kita. Cermin terbagi menjadi tiga, yaitu cermin datar, cermin cembung, dan cermin cekung. Cermin yang biasanya kita gunakan adalah cermin datar. Berikut penjelasan cermin datar dalam Fisika.

    A. Pengertian Cermin Datar

    Cermin datar merupakan cermin yang memiliki permukaan datar, licin, dan mengkilap, sehingga dapat memantulkan cahaya. Cermin datar memiliki permukaan yang datar berupa bidang yang lurus. Apabila benda di letakkan di depan cermin, cahaya yang mengenai benda akan diteruskan dan dipantulkan oleh cermin sehingga membentuk sebuah bayangan. Bayangan yang dibentuk oleh cermin datar memiliki sifat maya, tegak, dan sama besar.

    Sinar – sinar istimewa yaitu sinar datang dan sinar pantul bersama dengan garis normal terletak dalam satu bidang datar pada bidang pantul cermin.

    B. Persamaan Cermin Datar

    1. Tinggi Cermin Datar

    Bayangan yang dibentuk oleh cermin datar memiliki ukuran dan jarak yang sama dengan benda, tetapi bayangan memiliki posisi yang terbalik dengan posisi benda.

    Untuk melihat bayangan seluruh benda kita di cermin, kita membutuhkan tinggi cermin tertentu. Tinggi cermin yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan persamaan :

    h_{cermin}=\frac12.h_{benda}

    2. Jumlah Bayang Pada 2 Cermin Datar

    Dua buah cermin datar diletakkan berhadapan hingga membentuk sudut α, diberi sebuah benda diantara cermin tersebut. Bayangan yang terbentuk akan lebih dari 1 bayangan. Hal ini karena bayangan yang terbentuk pada cermin pertama akan dipantulkan ke cermin kedua, kemudian akan dipantulkan lagi ke cermin pertama, dan begitupun sebaliknya. Untuk menghitung banyak bayangan yang terbentuk, dapat menggunakan persamaan berikut :

    n=\frac{360^o}{α}-1

    Keterangan,
    n : banyak bayangan
    α : sudut yang dibentuk 2 cermin

    C. Contoh Soal

    Sebuah pulpen diletakkan di antara dua buah cermin datar yang disusun berhadapan hingga membentuk sudut sebesar 45°  satu sama lain. Hitunglah berapa jumlah bayangan benda yang terbentuk dari kedua cermin tersebut!

    Pembahasan

    Dik :
    α = 45o

    Dit :
    n = ?

    Pembahasan :

    n=\frac{360^o}{α}-1
    n=\frac{360^o}{45^o}-1
    n=8-1
    n=7

    Jadi, terdapat 7 buah bayangan yang terbentuk oleh kedua buah cermin.

  • Materi Fisika SMA – Contoh Penerapan Hukum Newton

    Materi Fisika SMA – Contoh Penerapan Hukum Newton

    AhmadDahlan.Net – Sebelumnya, kita sudah membahas mengenai Hukum Newton dalam pembahasan Rumus Gaya. Pada pembahasan kali ini, kita akan membahas mengenai bagaimana penerapan Hukum Newton I dan II pada benda yang berada di bidang datar maupun di bidang miring.

    A. Penerapan Hukum Newton

    Benda yang diam maupun bergerak dipengaruhi oleh gaya. Suatu benda yang diam, biasa nya memiliki gaya normal dan gaya berat. Gaya normal merupakan gaya yang tegak lurus dengan permukaan benda, sedangkan gaya berat merupakan gaya tarik bumi yang bekerja pada benda. Hukum Newton yang pada umumnya di terapkan pada benda yang diam maupun bergerak adalah Hukum Newton I dan Hukum Newton II.

    Hukum\ Newton\ I \\ ΣF=0
    Hukum\ Newton\ II \\ ΣF=m.a

    Gaya yang bekerja pada benda merupakan besaran vektor, sehingga memiliki besar dan arah. Sebelumnya, kita terlebih dulu menetapkan bahwa gaya yang mengarah ke kanan dan ke atas akan bernilai positif (+), sedangkan gaya yang mengarah ke kiri dan ke bawah akan bernilai negatif (-).

    B. Contoh Penerapan Hukum Newton

    1. Bidang datar licin

    Benda yang berada pada bidang datar licin, gaya geseknya dapat di abaikan, sehingga dapat dikatakan bahwa benda tidak dipengaruhi oleh gaya gesek. Untuk memudahkan peninjauan gaya yang bekerja pada benda, dilakukan penegelompokan untuk gaya pada sumbu x dan gaya pada sumbu y.

    a. Benda diberi gaya tarik yang sejajar dengan bidang

    Pada sumbu x, benda diberi gaya tarikan sebesar F, sehingga benda bergerak. Sehingga berlaku Hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    F=m.a
    a=\frac{F}{m}

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    F : besar gaya yang bekerja pada benda (N)
    m : massa benda (kg)

    Pada sumbu y, benda tidak mengalami pergerakan (bergerak ke atas atau ke bawah). Sehingga berlaku Hukum II Newton.

     ΣF_y=0
    N-w=0
    N=w
    N=m.g

    Keterangan,
    N : gaya normal (N)
    w : gaya berat (N)
    m : massa benda (kg)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)

    b. Benda diberi gaya tarik yang membentuk sudut dengan bidang

    Benda diberi gaya tarik sebesar F dan membentuk sudut sebesar θ dengan bidang, sehingga gaya tarik tersebut harus di uraikan dalam sumbu x dan sumbu y.

    Pada sumbu x, benda diberi gaya tarikan sebesar F, sehingga benda bergerak. Sehingga berlaku Hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    F\cos θ=m.a
    a=\frac{F\cos θ}{m}

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    F : besar gaya yang bekerja pada benda (N)
    θ : besar sudut (o)
    m : massa benda (kg)

    Pada sumbu y, benda tidak mengalami pergerakan (bergerak ke atas atau ke bawah). Sehingga berlaku Hukum II Newton.

     ΣF_y=0
    N+F\sin θ-w=0
    N=w-F\sin θ
    N=m.g-F\sin θ

    Keterangan,
    N : gaya normal (N)
    w : gaya berat (N)
    m : massa benda (kg)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)
    F : besar gaya yang bekerja pada benda (N)
    θ : besar sudut (o)

    2. Bidang datar kasar

    Benda yang berada pada bidang datar kasar memiliki gaya gesek. Benda tidak mendapatkan tambahan gaya di sumbu y, tetapi mendapatkan tambahan gaya gesek di sumbu x. Sehingga persamaan gaya untuk sumbu y di bidang datar kasar sama dengan persamaan gaya untuk sumbu y di bidang datar licin

    a. Benda diberi gaya tarik yang sejajar dengan bidang

    Pada sumbu x, benda diberi gaya tarikan sebesar F, sehingga benda bergerak. Sehingga berlaku Hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    F-f=m.a
    a=\frac{F-f}{m}

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    F : besar gaya yang bekerja pada benda (N)
    f : besar gaya gesek benda (N)
    m : massa benda (kg)

    b. Benda diberi gaya tarik yang membentuk sudut dengan bidang

    Penerapan Hukum Newton Pada Bidang Datar Kasar

    Benda diberi gaya tarik sebesar F dan membentuk sudut sebesar θ dengan bidang, sehingga gaya tarik tersebut harus di uraikan dalam sumbu x dan sumbu y.

    Pada sumbu x, benda diberi gaya tarikan sebesar F, sehingga benda bergerak. Sehingga berlaku Hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    F\cos θ-f=m.a
    a=\frac{F\cos θ-f}{m}

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    F : besar gaya yang bekerja pada benda (N)
    θ : besar sudut (o)
    f : gaya gesek benda (N)
    m : massa benda (kg)

    3. Gerak benda pada bidang miring licin

    Terdapat 2 gaya yang bekerja pada benda yang terdapat di bidang miring, yaitu gaya normal (N) yang tegak lurus dengan permukaan benda dan gaya berat (w) yang arahnya lurus mengarah ke bawah. Gaya berat (w) kemudian di uraikan dalam sumbu x dan y. Sumbu x merupakan bidang miring dan sumbu y tegak lurus dengan bidang miring tersebut.

    Pada sumbu x, benda bergerak sehingga berlaku hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    w\sin θ=m.a
    a=\frac{w\sin θ}{m}
    a=\frac{m.g\sin θ}{m}
    a=g\sin θ

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)
    θ : besar sudut (o)

    Pada sumbu y, benda tidak bergerak. Sehingga berlaku Hukum I Newton.

     ΣF_y=0
     N-w\cos θ=0
     N=w\cos θ
     N=m.g\cos θ

    Keterangan,
    N : gaya normal (N)
    m : massa (kg)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)
    θ : besar sudut (o)

    4. Gerak benda pada bidang miring kasar

    Penerapan Hukum Newton Pada Bidang Miring Kasar

    Pada bidang miring kasar, terdapat gaya gesek di sumbu x. Karena pada sumbu y tidak terdapat penambahan gaya, sehingga persamaan gaya untuk sumbu y sama dengan persamaan gaya untuk sumbu y di bidang miring licin.

    Pada sumbu x, benda bergerak sehingga berlaku hukum II Newton.

    ΣF_x=m.a
    w\sin θ-f=m.a
    m.g\sin θ-f=m.a
    a=\frac{m.g\sin θ-f}{m}
    a=g\sin θ-f

    Keterangan,
    a : percepatan benda (m/s2)
    g : percepatan gra
    f : gaya gesek (N)

    C. Contoh Soal

    Balok yang massanya 7,5 kg ditarik dengan gaya 60 N di atas lantai mendatar yang kasar. Koefisien gesekan kinetis antara balok dan lantai adalah 0,4. Jika g = 10 m/s2, tentukanlah percepatan yang dialami balok.

    Pembahasan

    Dik :
    m = 7,5 kg
    F = 60 N
    μk = 0,4
    g = 10 m/s2

    Dit :
    a = ?

    Pembahasan :

    1. Mencari besar gaya gesek

    f=μ_k.N

    Sebelumnya persamaan gaya di sumbu y, diperoleh :

    N=m.g

    sehingga,

    f=μ_k.(m.g)
    f=0,4\ .\ (7,5\ kg\ .\ 10\ m/s^2)
    f=30\ N

    2. Mencari percepatan benda

    a=\frac{F-f}{m}
    a=\frac{60\ N-30\ N}{7,5\ kg}
    a=\frac{30\ N}{7,5\ kg}
    a=4\ m/s^2

    Sehingga diperoleh besar percepatan benda adalah 4 m/s2

  • Materi Fisika SMA – Rumus Gelombang Cahaya

    Materi Fisika SMA – Rumus Gelombang Cahaya

    AhmadDahlan.Net – Berdasarkan medium perambatannya, gelombang dibedakan menjadi 2 yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik merupakan gelombang yang membutuhkan media sebagai medium perambatannya, sedangkan gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang tidak membutuhkan media sebagai medium perambatannya. Salah satu jenis dari gelombang elektromagnetik ini adalah gelombang cahaya. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai konsep gelombang cahaya.

    A. Pengertian Gelombang Cahaya

    Gelombang cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang tidak membutuhkan medium perambatan. Gelombang cahaya memiliki panjang gelombang yang dapat terlihat oleh mata, sehingga biasa juga disebut dengan cahaya tampak.

    Gelombang cahaya terdiri atas 7 warna, yaitu warna ungu (violet), indigo (nila), biru, hijau, kuning, orange, dan merah. Warna ungu memiliki panjang gelombang terkecil yaitu 400 nm dan warna merah memiliki panjang gelombang terbesar yaitu 780 nm. Sedangkan frekuensi gelombang cahaya terbesar adalah warna ungu yaitu 750 Hz, dan frekuensi gelombang cahaya terkecil adalah warna merah yaitu 380 Hz.

    1. Sifat Gelombang Cahaya

    Cahaya sebagai gelombang memiliki beberapa sifat, yaitu :

    a. Dapat menembus benda bening

    Cahaya dapat menembus benda – benda yang bersifat transparan. Contohnya seperti plastik, gelas, air, kertas, dan sebagainya. Cahaya yang dapat menembus benda bening dapat kita lihat dari lampu yang biasanya kita gunakan di rumah.

    b. Dapat dipantulkan (Refleksi)

    Gelombang cahaya dapat dipantulkan. Apabila cahaya dipantulkan di bidang datar seperti cermin, maka cahaya akan dipantulkan seutuhnya. Sedangkan untuk permukaan yang tidak rata seperti batu, maka cahaya akan akan dibaurkan

    c. Merambat lurus

    Secara umum, arah rambatan cahaya akan cenderung lurus. Contohnya ketika kita menyalakan senter, seperti pada gambar di bawah ini.

    d. Dapat dibiaskan (Refraksi)

    Cahaya yang merambat akan mengalami perubahan arah rambatan apabila terjadi perubahan indeks bias antar medium. Contoh nya pensil yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air akan terlihat seakan – akan patah, seperti pada gambar di bawah ini.

    2. Karakteristik Gelombang Cahaya

    Adapun karakteristik dari gelombang cahaya adalah sebagai berikut:

    a. Dispersi

    Cahaya polikromatik (putih) dapat diuraikan menjadi cahaya monokromatik yang masing – masing memiliki panjang gelombang yang berbeda apabila melewati medan pembias seperti prisma. Proses penguraian cahaya yang biasa ditemukan di kehidupan sehari – hari adalah pembentukan pelangi.

    b. Polarisasi

    Gelombang cahaya dan gelombang elektromagnetik lainnya dapat terpolarisasi karena gelombangnya bersifat transversal. Polarisasi cahaya merupakan pengurangan intensitas cahaya setelah melewati media polarisator, sehingga dapat lebih mudah dilihat. Penerapan polarisasi pada gelombang cahaya ini dapat dilihat di penggunaan filter pada kamera, kacamata 3D, penayangan film 3D, dan sebagainya.

    c. Interfrensi

    Interfrensi merupakan penjumlahan atau penggabungan dua atau lebih gelombang yang koheren dan saling membetuk gelombang cahaya yang baru. Gelombang dikatakan koheren apabila memiliki frekuensi yang sama dab beda fase yang tetap.

    Cr: Encyclopedia Britannica, Inc.

    d. Difraksi

    Difraksi cahaya merupakan proses pelenturan atau pembelokan gelombang cahaya ketika melewati sebuah celah kecil sehingga terpecah menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.

    B. Persamaan Gelombang Cahaya

    E=\frac{(h.c)}{λ}

    Keterangan,
    E : energi gelombang cahaya (foton) (J)
    h : konstanta Plank (6,63 × 10-34 Js)
    c : kecapatan cahaya (3 x 108 m/s)
    λ : panjang gelombang cahaya

    C. Contoh Soal

    Sebuah sinar berwarna orange memiliki panjang gelombang sebesar 600 nm ditembakkan menuju sebuah celah. Apabila diketahui kecepatan cahaya dari sinar tersebut adalah 3 x 108 m/s, berapakah besar energi yang dimiliki sinar tersebut?

    Pembahasan

    Dik :
    λ = 600 nm = 6 × 10-7 m
    c = 3 x 108 m/s
    h = 6,63 × 10-34 Js

    Dit :
    E = ?

    Pembahasan :

    E=\frac{(h.c)}{λ}
    E=\frac{(6,63×10^{-34}\ Js\ .\ 3×10^8\ m/s)}{6×10^{-7}\ m}
    E=3,315×10^{-19}\ J