Tag: LMS

  • Jenis-Jenis Aplikasi e-Learning – LMS

    Jenis-Jenis Aplikasi e-Learning – LMS

    AhmadDahlan.NET – Pengembangan aplikasi Learning Management System sampai saat memiliki banyak bentuk, pengembangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan sistem pembelajaran, ketersedian sarana pendukung pengembangan dan model e-learning yang ingin diterapkan.

    Sebagai gambaran, berikut ini ada 3 jenis Aplikasi LMS yang tersedia dan bisa digunakan saat ini.

    1. Built-in Aplikasi

    Built ini Aplikasi adalah software e-Learning yang digunakan dengan cara diinstal pada perangkat yang ingin digunakan untuk belajar. Aplikasi hanya bisa digunakan setelah software tersebut terpasang. Bentuknya pun macam-maca sesuai dengan pengembang aplikasinya.

    Materi-materi dan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran terbudling bersama dengan aplikasi sehingga guru akan kesulitan melakukan improvisasi atau penambahan materi. Penambahan kontent pembelajaran hanya bisa dilakukan dengan cara mengupdate software atau memasang ulang versi terbaru ke seluruh device.

    Pengembangan aplikasi Built-in LMS ini adalah generasi awal e-Learning namun sampai hari ini masih banyak ditemukan. Tingginya peluang komersialisasi dari jenis ini membuat banyak pengembangan yang berlomba-lomba membuat aplikasi, terutama untuk paltform android dan iOS. Hal ini karena bentuk monetize dari dua platform cukup mudha jika aplikasi telah siap digunakan.

    Contoh-contoh dari aplikasi ini bisa ditemukan di Playstore dengan label e-Learning. Kebanyakan bentuk umumnya seperti kumpulan artikel yang dibundling dalam satu aplikasi disertai dengan sistem evaluasi mandiri. Jenis Aplikasi ini bisa ditemukan dalam betuk online dan juga offline penuh.

    2. Web-Based Aplikasi

    Web Based Learning adalah aplikasi pembelajaran dimana konten dan sistem pembelajaran disimpan dalam server dan dapat diakses menggunakan perangkat lain. Penggunakan tidak perlu menginstall aplikasi dan cukup mengakases melalui Browser setelah memiliki akun akses. Kontent pembelajaran dalam Web-Based learning disimpan oleh pengembangan di dalam sebuah sistem bukan oleh instruktur atau guru.

    Web-Based Learning adalah generasi ke II dari perkembangan aplikasi e-Learniing sebelum LMS dikembangkan. Basis website yang digunakan biasanya non CMS dan dikosntruksi seperti yang digunakan. Pada awal pengembangan Web-Based Learning hanya dapat menilai pembelajaran berasal produk yang dihasilkan atau hasil belajar tanpa ada log aktifitas peserta didik, namun saat ini pengembang web-based learning tumbuh seiring dengan LMS.

    Bentuknya ada dua jenis yakni Online Web-Based Learning dan Local Server Web-based Learning. Online Web-Based Learning menggunakan sistem cloud computing sehingga bisa diakses dari mana saja menggunakan jaringan internet global. Tipe ke dua adalah Offline Web-Based Learning dimana aplikasi e-Learning diinstal pada local server sehingga hanya bisa diakses oleh lembaga pengembangannya melalui Local Area Network (LAN).

    3. Learning Management Sistem – LMS

    LMS atau Learning Management System adalah aplikasi pembelajaran berbasis Website versi lanjutan yang memiliki fitur lengkap untuk mengakomodasi kebutuhan pembelajaran di kelas-kelas offline. Adapaun kebutuhan pembelajaran tersebut seperti :

    1. Materi dan Konten Pembelajaran
    2. Log Aktifitas Peserta didik
    3. Media komunikasi
    4. Sistem Evaluasi

    Trend pengembangan LMS terbagi ke dalam dua kelompok yakni Open Source LMS dan Private Source LMS

    a. Open Source LMS

    Open Soruce LMS adalah aplikasi LMS yang dikembangkan oleh organisasi Nirlaba yang menyediakan platform LMS secara gratis dan bisa dikembangkan oleh penggunanya baik itu individu ataupun komunitas.

    LMS tipe open source yang paling populer digunakan ini adalah Moodle. Moodle memberikan kebebasan bagi pengembangan untuk memodifikasi Moodle sesuai dengan kebutuhan pembelajaran mereka. Meskipun open Source, Moodle juga tidak melarang penggunaan Moodle secara komersial setelah di kembangkan oleh user baik instansi maupun individu.

    b. Private Source LMS

    Private Source LMS adalah aplikasi pembelajaran yang sudah dalam bentuk baku untuk seluruh layanan yang ada di dalam. Pengguna hanya memiliki kebebasan dalam hal menambahkan jadwal pembelajaran, materi dan bahan ajar serta peserta. Namun semua hal itu harus mengikuti pakem yang telah dikembangkan.

    Private Source LMS terbagi atas dua jenis yakni komersial dimana penggunanya akan dikenakan biaya untuk mengakses seperti LMS Brighspase, Ruang Guru, Quipper dan sejenisnya, namun ada juga Close Source LMS yang gratisan seperti Google Classroom yang bisa digunakan gratis.

  • Ujian Online pada Kelas e-Learning Daring Penuh

    Ujian Online pada Kelas e-Learning Daring Penuh

    AhmadDahlan.NET – Salah satu bentuk upaya menjaga kualitas pendidikan dan pembelajaran adalah melaksanaka evaluasi proses pembelajaran pada tiap pertemuan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran khususnya pencapaian tujuan pembelajaran harian. Dalam kasus evaluasi tersebut disebut sebagai test formatif yakni test yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

    Test yang diberikan harus tepat sesuai dengan aspek hasil belajar yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Tujuan ini dalam kurikulum disebut sebagai Kompetensi inti. Adapun kompetensi inti yang harus diukur adalah :

    1. Kompetensi Inti I – Spiritual
    2. Kompetensi Inti II – Sikap
    3. Kompetensi Inti III – Pengetahuan
    4. Kompetensi Inti IV – Keterampilan

    Uji Kompetensi pada e-Learning

    Aspek evaluasi berlaku dalam segala bentuk proses pembelajaran baik itu kelas-kelas klasikal maupun e-Learning yang mengadopsi model Daring Penuh (Distance Learning). Hanya saja terdapat sedikit perbedaan terkait proses pelaksanaan dan jenis test yang akan digunakan.

    Pada pembelajaran klasikal dalam bentuk tatap muka di dalam kelas, model evaluasi yang paling umum dilakukan oleh pendidik dalam hal ini guru adalah model artificial test. Artificial test atau test buatan ini dilakuakn dengan cara memberikan kondisi tertentu pada peserta didik selama test berlangsung. Test-test tersebut seperti ujian tulis (paper-pen test ) dan ujian praktikum dimana peserta didik diawasi dalam menyelesaikan sekumpulan instrumen test dalam waktu yang sesuai dengan beban test yang dilaksanakan.

    Tugas guru dalam artificial test ini adalah memastikan kompetensi yang ingin diukur di dalam diri peserta didik dapat ditunjukkan pada saat proses pengukuran. Proses pengawasan dalam test dan ujian klasikan ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa respon yang ditunjukkan oleh peserta didik berasal dari dalam dirinya, bukan dari orang lain atau hasil contekan teman sekelas.

    Pada ujian berbasis Daring Penuh (Distance Learning), Jaminan dan kepastian peserta didik mengerjakan ujian berdasarkan kemampuannya sendiri sangatlah kurang atau peluang untuk berbuat curang sangat besar. Ada banyak aspek dan orang lain yang bisa digunakan peserta didik untuk membantu mereka mengerjakan test-test online yang diberikan. Hal ini bertambah rumit dengan adanya pandangan dari sisi orang tua/wali dan peserta didik bahwa hasil ujian melekat pada skor yang didapatkan peserta didik bukan kompetensi yang melekat, jadilah perburuan skor tinggi dalam ujian dilakukan dengan berbagai cara, meskipun melanggar aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

    Dalam ujian berbasis e-Learning, kendala-kendala ini harus dimasukkan sebagai aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan dan memilih jenis test yang dilakukan oleh peserta didik. Jika aspek tersebut tidak dapat dihilangkan, maka guru sebaiknya bersinergi dengan aspek-aspek dalam melaksanakan proses evaluasi. Tujuannya agar misleading informasi dapat dihindari dalam hal menarik kesimpulan berdasarkan hasil evaluasi yang didapatkan setelah test berlangsung.

    Jenis-Jenis Uji Kompetensi

    Dalam upaya menimalkan faktor misleading informasi dalam proses evaluasi proses pembelajaran peserta didik, beberapa strategi yang mungkin saja berhasil diterapkan sebagai berikut :

    a. Ujian Sistematis

    Ujian sistemis dilakukan untuk jenis-jenis ujian bersifat artificial. Ujian ini dipilih jika model paper-pen test tidak dapat dihindari. Tugas pendidik dalam hal evaluasi ini mebuat ujian yang awalnya dilakukan klasikal dikerjakan secara daring namun harus disertai dengan sistem yang dapat meminimalisir keterlibatan orang lain dalam proses ujian.

    Asumsi awal ujian sistematis diadakan adalah untuk mengurangi peran orang lain terlibat dalam pengerjaan ujian. Ujian diatur dengan beberapa prasyarat tertentuyang harus dipenuhi sebelum ujian dilaksanakan. Prasyarat tersebut sebisa mungkin hanya bisa dilakukan oleh peserta didik itu sendiri seperti (1) waktu pelaksanaan evaluasi yang khusus pada jam-jam pembelajaran (2) setelah peserta didik melakukan rentetan aktifitas seperti menonton video pembelajaran, membaca materi atau mengisi formulir data yang hanya dipahami oleh peserta yang mengikuti pembelajaran sebelumnya, kemudian yang terakhir (3) melakukan ujian bersifat asynchronous dimana peserta didik harus merekam kegiatan mereka selama ujian sehingga bisa dipastikan jika ujian dilaksanakan sendiri.

    Asumsi yang kedua yang digunakan adalah mengurangi durasi waktu ujian yang tepat dikerjakan pada waktu yang relatif singkat namun tetap bersesauain dengan intruksi yang ada pada instrumen atau soal ujian. Hal ini bertujuan untuk membatasi peserta didik melakukan aktifitas lain diluar dari proses menyelesaikan ujian. Seperti kemungkin membuka tab baru di perangkat yang mereka gunakan untuk ujian.

    Misalnya jawaban dari pertanyaan yang diberikan sekitar 100 kata dengan jumlah nomor ujian sebanyak 5 nomor, maka guru harus mengatur waktu ujian berdasarkan simulasi yang paling cocok untuk mengetik 500 kata. Kelemahannya adalah guru harus paham betul kemapuan mengetik peserta didik mereka.

    Selain durasi pengerjaan, Soal-soal bertipe pengertian dan pemahaman harus dihindari karena tipe soal seperti ini sangat mudah ditemukan jawabnya melalui aplikasi search engine seperti google.

    Sistem terakhir bisa diterapkan untuk memaksimalkan jenis ujian ini adalah menggunakan palikasi pelacakan aktifias selama melakukan proses ujian. Layanan ini sudah disediakan oleh beberapa jenis LMS yang secara otomatis membuat peserta ujian hanya bisa berada dalam satu layar penuh saat ujian. Hanya saja sistem ujian membutuhkan teknologi, software dan perangkat hardware yang lebih mahal baik dari sisi pengembang yakni pihak sekolah dan sisi peserta didik dimana perangkat mereka harus kompetible dengan aplikasi LMS yang akan digunakan. Ujiannya ini juga rentang dengan kendala tehnis kecil seperti ketersedaiaan jaringan dan juga kesalahan perangkat saat ujian berlangsung. Sehingga besar kemungkinan peserta didik gagal ujian karena kendala tehnis.

    b. Penugasan Proyek

    Penugasan dalam bentuk proyek merupakan tugas jangka panjang yang harus dilakukan peserta didik. Tugas ini berupa pembuatan produk yang akan diselesaikan jika sebagian besar dari kompetensi yang tercermin pada tujuan pembelajaran dipenuhi.

    Penugasan proyek ini harus terdiri dari banyak kompetensi yang saling terkait satu sama lain. Salah satu contohnya adalah proses pembuatan generator sederhana. Tugas pembuatan generator sedehana bisa dilakukan dengan menggabungkan materi Dinamika, Kinematika Gerak Melingkar, Listrik Dinamis, dan Listrik dan Magnet.

    Nilai lebih dari tugas proyek ini adalah proses pengerjaan tugas dapat dilakukan dalam bentuk squence yakni bagian per bagian sesuai dengan sub materi yang telah sedang diajarkan. Evaluasi dilakukan secara bertahap sehingga peserta didik harus mampu mempertanggung jawabkan proyek yang mereka buat secara berkala. Hal ini juga akan menyulitkan orang lian di luar pembelajaran untuk terlibat secara utuh dalam proses evaluasi kecuali mereka mengalokasikan waktu khusus untuk ikut ambil bagian dalam pembuatan tugas proyek.

    Kesulitan yang mungkin dihadapi oleh peserta didik dalam tugas pembuatan proyek ini lebih bersifat tehnis seperti menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan proyek, terlebih untuk hal-hal yang bersifat khusus dan sulit didapatkan ditempat-tempat umum, termasuk untuk peserta didik yang berada di daerah terpencil.

    Masalah tersebut bisa diminimalisir dengan beberapa langkah

    1. pihak penyelenggara pendidikan harus menyedikan dukungan tehnis terkait pelaksaan proyek yang diberikan.
    2. Proyek dirancang dengan pertimbangan kondisi lingkungan peserta didik serta kemungkinan masalah yang akan muncul di lapangan.

    c. Online Portfolio

    Online protofolio adalah pembuatan tugas yang dikumpulkan melalui akun pribadi masing-masing peserta didik seperti dalam bentuk website atau blog yang dapat diakses secara online dan terbuka. Tugas ini bersifat terbuka sehingga lebih mudah dilakukan cross-cek terkait dengan konten yang ditayangkan dimasukkan ke dalam portofolio. Untuk memasimalkan fitur pembuatan tugas harus dilengkapi proses pembuatan dimana peserta didik dapat menunjukkan secara langsung langkah demi langkah yang mereka lakukan untuk menyelesaikan tugas.

    Online portofolio ini juga lebih murah digunakan dari segi pengembangan dalam hal ini sekolah, karena tidak perlu menyedikan server khusus dalam pembuatan tugas. Portofolio dapat dipublikasikan menggunakan jasa pihak ketiga yang menyediakan layanan open source gratis seperti Blog, WordPress, dan YouTube.

    d. Conference Test

    Conference test adalah ujian yang dilakuan dengan menganut sistem syncronous sistem diaman peserta didik langsung diuji melalui aplikasi Conference seperti goole meet, Zoom dan sejenisnya. Ujiannya ini memiliki konsep sederhana yakni memindahkan ujian klasikal ke depan layar komputer.

    Kekurangan dari sistem ujiannya ini adalah tehnis ujian yang akan memakan banyak waktu dimana peserta didik harus diuji satu persatu-persatu sehingga tidak efesien untuk dilaksanakan pada kelas-kelas berukuran besar. Selain itu ujiannya sangat tergantung dengan ketersedaiaan jaringan yang stabil dan juga perangkat pendukung aplikasi conference yang membutuhkan spesifiaksi RAM, Prosesor, dan VGA yang besar.

  • Komponen e-Learning

    Komponen e-Learning

    Ahmaddahlan.Net – e-Learning memiliki bentuk-bentuk pembelajaran yang dibatasi dengan ruang-ruang virtual seperti berbasis aplikasi atau website. Aspek utama dalam sistem pembelajaran berbasis elektronik adalah kemandirian dalam belajar, dalam hal ini pembelajaran mengimplemtasikan pembelajaran student centered.

    Pengguna e-Learning dalam sebagai media utama dalam pembelajaran harus merancang kelas tanpa menggunakan skema instruksi korespodensi. Program pembelajaran dirancang memenuhi kebutuhan peserta didik terkait dengan konten, konstruksi pengetahuan, akses belajar dan materi yang tidak dibatasi, absensi, pengumpulan tugas dan sistem evaluasi. Pada era Industri 4.0 dan telekomunikasi berbasis data ini, pengembangan e-Learning lebih diarahkan berbasis daring (online)

    Tugas dari instruktur menjadi pihak yang memastikan seluruh layanan dalam pembelajaran tersebut tersedia. Dalam e-Learning, layanan tersebut selanjutnya disebut sebagai komponen e-Learning. Komponen tersebut teridir dari tiga sisi yakni sisi (1) pengembang, (2) instruktur, dan (3) peserta didik.

    A. Infrastruktur e-Learning

    Infrastruktur e-Learning adalah komponen yang sepenuhnya ditangani dari sisi pengembang atau Developer-Side Component. Infrastruktur berfungsi sebagai tempat dari aplikasi e-learning dijalankan. Infrastruktur ini berupa computer server yang spesifikasi memadai untuk diakses oleh beberapa user sekaligus. Server ini terhubung dengan jaringan online yang bisa diakses oleh instruktur dan peserta didik.

    a. Server dan Jaringan

    Infrasutruktur ini cukup handal untuk menjalankan beberapa aplikasi seperti LMS, menampilkan konten, merekam aktivitas user (instruktur dan student) dalam bentuk log file, menyalin informasi dalam bentuk dokumen, storage yang memadai untuk menampung tugas dan seluruh file yang ditampilkan oleh instrukur sebagai konten.

    Spesifikasi komputer server dan jaringan yang digunakan mempertimbangkan sisi penggunaan saat e-Learning dijalankan. Adapun aspek yang harus dipertimbangkan adalah jumlah peserta yang akan menggunakan aplikasi sekaligus dalam satu waktu bersamaan dan juga jenis konten-konten yang akan dimasukkan ke dalam e-Learning.

    Spesifikasi Webiste Server
    Spesifikasi Server AhmadDahlan.Net

    Pada server AhmadDahlan.Net dengan menggunakan CMS WordPress Spesifikasi server dengan RAM 1 GB dan CPU 1 core masih cukup tangguh untuk melayani 60 sampai 100 user online secara bersamaan, sedangkan Bandwidth 100O GB adalah masih sangat cukup untuk digunakan 1 bulan.

    Untuk keperluan LMS seperti Moodle User, Server dengan spesifikasi Ram 3GB dan CPU 2 core masih sanggup untuk melayani 200 user online sekaligus. Pertimbangan spesifikasi server diserahkan kepada developer dan programmer dari applikasi.

    b. Sistem dan Aplikasi e-Learning

    Sistem dan Aplikasi dalam e-Learning dikembangkan dari sisi pengembang secara penuh namun pemilihan aplikasi yang digunakan dikembalikan kepada pengguna yakni lembaga pendidikan dan instruktur. Setelah dikembangkan, Sistem dan Aplikasi e-Learning akan dikelola dari sisi Instruktur.

    LMS yang dipilih sebagai basis e-Learning memiliki layanan untuk mengakomodasi kebutuhan pembelajaran konvesional yang dibawah ke dalam ruang belajar virtual. Adapun layanan tersebut adalah :

    Layanan dan fitur LMS e-Learning di Moodle
    Fasilitas e-Learning LMS Moodle

    1. Manajemen Kelas

    Manajemen kelas adalah fitur untuk mengorganisasikan peserta didik, instruktur dan manajemen materi. Fitur ini bisa digunakan untuk memberikan role yang dalam kasus ini role adalah pemberian pembatasan terhadap aktifitas yang bisa dilakukan oleh akun di dalam e-Learning. Sebagai contoh role student dibatasi hanya bisa mangakses materi dan seluruh fitur kelas yang diatur oleh instruktur. Mengirim tugas namun tidak bisa memberikan skor atau penilaian terhadap tugas yang dikirim.

    Role Instruktur bisa digunakan untuk membuka kelas, menentukan jadwal, mengecek absen, menentukan konten, membatasi aktifitas peserta didik dan seterusnya. Fungsi khusus dari LMS dalam memberikan role instruktur adalah membatasi peserta lain untuk bisa mengakses kelas dan juga membaca log aktifitas peserta didik selama di dalam aplikasi dan mendokumentasikan kegiatan tersebut.

    2. Laman Konten

    Laman konten digunakan untuk memasukkan materi dan bahan ajar yang dapat diakses oleh peserta didik. Laman ini berupa pages di dalam e-Learning yang bertujuan untuk merecord log aktiftas peserta didik selama berada di dalam laman materi tersebut. Sebisa mungkin konten harus di akses dari laman ini, meskipun setelah kelas mungkin materi bisa diunduh dan diakses diluar jam pelajaran.

    Laman konten ini juga menyediakan fitur untuk menampilkan media selain kata seperti suara, video, gambar, kuis, dan sejenisnya. Jika server dan aplikasi yang dikembangkan tidak memiliki fitur-fitur tersebut, maka laman konten harus didesain mengizinkan tag HTNML Iframe (in line frame) untuk menampilkan konten dari pihak ke tiga seperti Youtube, google doc, kuiz app dan lain-lain.

    3. Fitur Interaksi

    Fitur interaksi adalah layanan untuk berkomunikasi dengan orang-orang lain di dalam kelas baik antar siswa, maupun siswa dan peserta didik. Layanan interaksi dapat bersifat asynchronous berupa kolom komentar, dikusi, ruang bertugas tugas dan sejenisnya mapun dalam bentuk asynchronous seperti conference dan chat.

    Pada dasarnya, fitur asynchronous membutuhkan resource yang lebih besar. Dari sisi pengembangan, spesifikasi server dan jaringan yang dibutuhkan tentu saja lebih besar, sedangkan dari sisi instruktur dan student, fitur asynchronous harus memperhatikan kondisi dan ketersediaan jaringan yang memenuhi dan perangkat pengguna.

    4. Penugasan dan Evaluasi

    Penugasan dan evalausi dalam e-Learning dikembangkan untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran baik dari sisi program pembelajaran maupun dari ketrceapaian kompetensi peserta didik. Fitur bisa dirangkai berbagai macam bentuk seperti pertanyaan singkat, pertanyaan panjang, pilihan ganda dan juga tempat mengumpulkan tugas dalam LMS.

    Selain dari fitur mengerjakan tugas, fitur ini wajib memiliki fitur pemberian nilai dan rekap nilai otomatis untuk (1) memudahkan peserta didik melakukan self-assesment dan (2) instruktur melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik.

    5. Log Aktivitas

    Log Aktifitas adalah layanan dari LMS yang emrekam semua kegiatan peserta didik dan instruktur selama berada di LMS. Halaman ini memberikan informasi tentang aktifitas peserta didik seperti

    1. Laman-laman yang diakses untuk setiap kali pertemuan
    2. Durasi waktu melihat materi dan konten
    3. Kehadiran dan kali pertama hadir dalam setiap pertemua
    4. Durasi selama berada di e-Learning
    5. Fraud Klik selama mengerjakan tugas ataupun ujian di dalam e-Learning.

    Informasi ini sangat berguna dalam bagi Instruktur untuk mengetahui kualitas aktifitas dari peserta didik selama mengikuti pembelajaran e-Learning, terutama pembelajaran yang mengadopsi sistem asynchronous. Layanan ini menjadi dasar korespondensi untuk melakukan evaluasi proses pembelajaran dna korespondensi aktifitas belajar terhapada hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik.

  • Prosedur Pengembangan E-Learning

    Prosedur Pengembangan E-Learning

    Prosedur pengembangan e-Learning dilaksanakan dengan implementasi prinsip-prinsip belajar yang telah dilakukan dalam kelas-kelas konvensional. Pengembangan tersebut paling tidak mempertimbangkan empat aspek penting dalam pembelajaran yakni:

    1. Kompetensi dan Capaian Pembelajaran
    2. Karakteristik Peserta Didik
    3. Sistem Asesmen Pembelajaran
    4. Interaksi sosial

    A. Prosedur Pengembangan e-Learning

    e-Learning harus dikembangkan memenuhi seluruh aspek kebutuhan belajar bagi peserta didik dan juga administrasi bagi instruktur, terutama pada model Blended Learning dan Full Daring. Kebutuhan-kebutuhan pembelajaran seperti informasi kurikulum, silabus, proses pembelajaran (konstruksi), kuis, jadwal, test baik sumatif maupun formatif, sistem penilaian dan feedback. Semua layanan tersebut sebisa mungkin disediakan melalui sistem online meskipun guru dalam e-Learning model blended juga tetap melakukan aktifitas kalsikal.

    Sekalipun dikembangkan bebas waktu dan tempat dalam artian peserta didik dapat belajar kapan dan dimana saja, namun interaksi dari pembelajaran e-Learning juga harus tetap diutamakan. Tujuannya selain melatih keterampilan khusus dan konstruki pengetahuan, interaksi sosial dilakukan untuk membentuk keterampilan sosial peserta didik.

    Adapun prosedur pengembangan e-Learning secara sederhana dapat dilakukan sebagai berikut :

    1. Menyiapkan Konten Pembelajaran

    Sebagai seorang instruktur, langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengembangankan e-Learning adalah menyiapkan konten pembelajaran yang dari segi pendidik disebut perangkat pembelajaran. Tujuannya untuk membuat gambaran yang memudahkan proses pengembangan e-Learning. Gambaran ini akan memdauhkan pengembang untuk membuat storyboard dari e-Learning baik dari sisi instruktur maupun peserta didik.

    Perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan sebagai berikut :

    1. Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Capaian yang ingin dicapai
    2. materi ajar
    3. bahan presenteasi seperti slide atau video
    4. buku ajar
    5. software simulasi (jika dibutuhkan)
    6. Bahan Assessment dan Evaluasi
    7. Identitas peserta didik termasuk identitas elektronik seperti email.

    Dalam menyusun perangkat pembelajaran instruktur harus memastikan validitas dari materi yang diajarkan karena peserta didik bisa dengan bebas mengakses informasi yang akan digunakan. Upayakan membuat narasi dan pengantar yang baik sehingga membawa unsur humanis dalam pembelajaran, seperti kalimat sapaan atau feedback setiap kali peserta didik mengerjakan sesuatu.

    2. Menyiapkan Learning Management Sistem

    Langkah selanjtunya adalah memilih Learning Management System (LMS) yang akan digunakan. LMS ini menentukan aspek seperti framework dan UI baik dari sisi instruktur maupun peserta didik, namun pertimbangan utama adalah memberikan pengalaman belajar yang baik dari sisi peserta didik lebih diutamakan.

    Pada umumnya, Moodle adalah jenis LMS yang paling banyak digunakan sebagai software e-Learning karena layanan yang lengkap untuk kebutuhan pembelajaran. Moodle juga bersifat open source sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan, sekolah atau penggunna LMS Moodle hanya perlu mempertimbangkan dari sisi Server saja.

    Dari sisi Server, Moodle juga hemat Resource, untuk jenis OS Server Ubuntu 18.00, dengan Server Nginx, sistem Database Apache, Moodle bisa berjalan dengan baik untuk 100 user online dengan spesifikasi Server : 1 GHz Dual Core CPU, Ram 2 GB, dan 5 GB space Memory.

    Alternatif LMS lain yang banyak digunakan selain Moodle mungkin :

    1. Edmodo
    2. Blackboard, dll

    3. Membuat StoryBoard

    Storyboard pada pengembangan e-Learning adalah racangan detail tentang seluruh aktifitas yang akan dilakukan oleh peserta didik selama berada di dalam LMS. Storyboard ini berisi informasi detail mengenai konten yang diakses peserta didik, aktifitas yang dilakukan, durasi waktu dilakukan setiap aktifitas, perpindahan antar konten atau aktifitas, sampai proses pembelajaran selesai.

    Storyboard dibuat untuk memudahkan instruktur memperbaiki dan melengkapi isi konten (materi, slide, video, test, asesmen dan Evaluasi) sebelum kelas berjalan. Selain itu Storyboard membantu instruktur (guru) untuk menghitung estimasi waktu yang digunakan peserta didik selama berada dalam LMS.

    4. Menjalankan Kelas

    Setelah itu rencanan yang disusun dalam Story board kemudian disesuaikan dengan fasilitas yang ada pada LMS dan materi yang diajarkan. Konten-konten selanjutnya diunggah dan Instruktur membuat kelas dalam LMS.

    Setelah kelas terbentuk, Instruktur membuat daftar peserta sesuai dengan fasilitas dan metode dari LMS yang digunakan. Pada umumnya ada dua jenis yang pembuatan akun baru atau diundang mengunnakan otorisasi email.

    Cuplikan Rancangan Kelas di LMS

    B. E-Learning Tools

    Untuk mendukung lingkungan dna suasan belajar jarak jarak jauh (distance learning), LMS sebaiknya memiliki layanan standar seperti berikut ini :

    NoFasilitasFungsi
    1.EnrolmentFasilitas menunjuk Role dari akun di sistem LMS
    2. Course MakerMembuat course atau mata pelajaran beserta detail dari setiap pencapaian pembelejaran baik untuk basis waktu atau basis topik
    3. AssigmentMemanajemen pemberian tugas dan sistem pemberian skor kepada peserta didik
    4.QuizMenyediakan layanan pemberian kuis populer seperti isian singkat, deskripsi panjang, pilihan ganda, benar salah, dan sejenisnya
    5.Attendance ListMenyediakan sistem presensi dan adminitrasi kehadiran peserta didik
    6. Restrict Pemberian pembatasan terhadap aktifitas yang dilakukan di LMS seperti, presensi, pengiriman tugas dan lain-lain
    7.Discussion and ChattingMenyediakan fasilitas interaksi Synchronous antara instruktur dan peserta didik dalam kelas.

    7 Layanan tersebut adalah layanan standar yang harus dimiliki oleh sebuah LMS. Namun setiap LMS memiliki ciri khas masing-masing namun pada umumnya aplikasi e-Learning Populer seperti Moodle, Claroline, Dekoes, Docebo, dan lain-lain sudah memiliki fasilitas dan fitur-fitur tersebut.

  • Karakteristik e-Learning berbasis Student-Centered

    Karakteristik e-Learning berbasis Student-Centered

    Ahmaddahlan.Net – Pembelajaran e-Learning yang baik haruslah menganut Student-Centered. Pemberian pengalaman belajar dilakukan dengan melibatkan peserta didik dalam seluruh proses belajar, selain itu pengulangan pelatihan berupa retensi dan atenuasi juga diperlukan untuk memaksimalkan hasil setelah pembelajaran dilakukan.

    Pembelajaran klasikal di dalam kelas melibatkan proses transfer pengetahuan kepada peserta didik dengan “dorongan” dari pendidik ke peserta didik. Informasi berasal dari satu arah yakni guru di dalam kelas dan buku-buku yang tersedia di dalam perpusatkaan dan juga literasi yang diberikan guru, sekalipun itu berisfat e-book.

    E-Learning memiliki konsep belajar berbeda dengan klasikal, dimana peserta didik menjadi lakon utama dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki kebabasan untuk mengkases seluruh informasi yang relevan kapan saja dan dimana saja tanpa ada batasan yang diberikan oleh guru. Peran guru adalah merancang pembelajaran dan memberikan verifikasi sumber-sumber belajar dan hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik.

    Tanpa ada peran aktif dari peserta didik dalam e-Learning, proses pembelajaran dapat dipastikan gagal dan tidak memberikan dampak yang berarti bagi pengembangan pengetahuna peserta didik.

    A. Karakteristik e-Learning

    e-Learning dikembangkan berdasarkan karakteristik berikut ini :

    1. Bahasa Inklusif

    e-Learning dikembangkan dengan prinsip student-centered sehingga pemilihan kata harus bersifat inklusif. Bahasa pengantar disusun sedimikian rupa untuk mengajar peserta didik belajar secara mandiri mengenai topik-topik yang akan dipelajari.

    Penggunaan bahasa sapaan juga menjadi salah satu ciri khas yang harus dimasukkan ke dalam pengantar e-Learning karena interaksi sosial juga bagian dari pembelajaran. Bahasa inklusif membantu menciptakan perasaan dalam proses mendapatkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan menghasilkan hubungan emosional dengan konten yang dibuat dan instruktur.

    2. Disertai dengan Refleksi Diri

    Pelajar modern memiliki rasa ingin tahu yang kuat bahwa pelajaran yang mereka dapatkan memiliki dampak langsung bagi mereka. e-Learning harus didesain sedemikian rupa hingga pembelajaran yang mereka kerjakan baik dari segi konten maupun keterampilan memiliki hubungan langsung dengan kondisi mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat peserta didik merasa penting dalam upaya memahami konten yang dibebankan.

    Tugas guru untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah memberikan refleksi dari apa yang telah dipelajari peserta didik . Refeleksi diri juga bisa dijadikan wadah bagi instruktur/guru untuk memotivasi peserta didik mempelajari lebih banyak lagi hal-hal yang berhubungan dengan konten yang dipelajari.

    3. User-Friendly

    User Friendly adalah pengembangan user interface (UI) dari LMS yang digunakan dalam e-Learning haruslah ramah terhadap user (peserta didik). User Interface dikembangkan sesuai dengan taraf kognitif dari peserta. Semakin sederhana tampilan yang diberikan maka semakin baik untuk digunakan namun pada umunya tampilan sederhana akan membatasi fasilitas yang ada, oleh karena desain UI dari LMS yang digunakan hendaknya diefisienkan.

    Kunci dari User-Friendly ini terletak pada sistem navigasi yang baik dan berlaku umum. Menu-menu tersusun dengan baik dan rapi berdasarkan frequently usage-nya, sehingga peserta didik bis alangusng mengakses informasi yang sering dilakukan secara langsung dari menu navigasi utama.

    4. Relevan dan Kontekstual

    Meskipun harus menarik, anda tidak perlu membahas sisi sains dari film Journey to Center of the Earth atau Star Trek dalam kelas e-Learning. e-Learning bukanlah film sains fiksi yang bercerita tentang topik-topik brilian dan luar biasa namun tidak nyata.

    Sebuah kelas E-learning harus dibuat se-relevan mungkin dengan kehidupan nyata peserta didik, seperti memberikan contoh-contoh kasus yang bisa diamati di luar layar CPU. Memberikan masalah nyata yang terdapat di sekitar tempat tinggal atau paling tidak pernah terjadi di daerah peserta didik.

    Hindari meminta peserta didik mengamati masalah Aurora jika mereka tidak tindak di daerah kutub, namun jika topik yang dipilih memang harus Aurora, maka instruktur harus menyediakan konten yang bisa dijadikan model konten bagi peserta didik. Jangan biarkan peserta didik mencari fenomena Aurora tanpa model konten yang sesuai karena bisa jadi mereka akan menemukan fenomenam Aurora yang dipalsukan oleh pemmbuat kontenya karena mereka mengejar pengunjung.

    5. Bisa dipersonalisasikan

    Manusia adalah mahluk narsis meskipun kadarnya ada yang besar dan ada yang kecil. Salah satu hal yang menandai hal ini adalah perasaan ingin menunjukkan jati diri. Begitupun dalam hal penmapilan di dunia Digital seperti di sosial media, termasuk juga akun e-Learning.

    Belajar di dunia digital sudah cukup memberikan kesan berhadap dengan robot dan sistem-sistem LMS. Peserta didik sebaiknya diberi ruang bernafas seperti mempersonalisasikan dirinya di akun media e-learning melalui menu Costimize.

    Costumize memberikan aksen yang membedakan satu akun dengan yang lainnya yang lebih bersifat personal. menu-menu seperti Biodata, Moto, foto dan jika memungkin tampilan dashboard yang berbeda bisa jadi alasan peserta didik semakin rutin mengunjungi akun e-Learning mereka, namun jangan sampai membuat peserta didik hanya fokus di personalisasi semata.

    6. Merespon Kebutuhan Individu

    Tidak bisa dipungkiri, pengembangan e-Learning mengambil pola umum ke khusus, dalam kasus ini berarti seorang instruktur/guru harus mengakodomir kebutuhan kelas dan tujuan pembelajaran. Tujuan pembeljarna diatur dalam Standar Kompetensi lulusan yang diatur oleh lembaga penyelenggara pendidikan terkait. Seperti untuk SKL peserta didik di sekolah maka SKL-nya ditentukan oleh Kemendikbud melalui BSNP.

    Akan tetapi kebutuhan peserta didik itu bersifat dinamis dan unik untuk setiap peserta didik-nya. e-Learning yang baik harusnya mampu merespon kebutuhan masing-masing peserta didik, dalam kasus pengetahuan awal peserta didik. Pre-Testing di e-Learning akan memberikan informasi yang lebih mudah untuk dilacak karena telah tersimpan di sistem dan sisak di sinkronkan.

    Peserta didik harusnya lebih fokus untuk mendapatkan pengajaran dan materi yang sesuai dengan hasil pre-testing yang dilakukan. Keunggulan dari e-Learning lainya yang tidak bisa dilakukan di kelas klasikal adlah kemungkinan peserta didik mendapatkan materi yang berbeda di time line waktu yang sama.

    7. Mengakomodasi Multi-Sensori

    Meskipun belum bisa diakomodir secara maksimal dengan LMS yang ada, namun sebisa mungkin kelas e-Learning bisa dikembangkan untuk dioperasikan dengan melibatkan multi sensori seperti Audio, Visual, dan Kinestetik. Hal ini memungkinkan bisa dilakukan karena console game modern sudah bisa melibatkan kinestetik, hanya saja belum dikembangkan untuk pembelajran.

  • Jenis dan Model-Model E-Learning

    Jenis dan Model-Model E-Learning

    Ahmaddahlan.NET – Secara sederhana, E-Learning adalah sebuah penyelenggaraan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar mengejar. Peran media elektronik dalam e-learning menentukan model-model pembelajaran.

    Adapun model pembelajaran e-learning terbagi atas tiga model umum.

    A. Model Adjunct

    Model Adjuct adalah model pembelajaran tatap muka di dalam kelas di mana media elektronik hanya dijadikan sebagai penunjang pembelajaran. Model ini juga dikenal sebagai Model tradisional plus dimana model pembelajaran konvensional dengan media elektronik sebagai pendukung pembelajaran.

    Media elektronik hanya dijadikan optional ketika sumber belajar tidak bisa diadakan. Sebagai contoh penggunaan Program Simulasi Laboratorium Elektronik pada percobaan ikatan kimia karena percobaan ledakan ikatan kimia terlalu berbahaya.

    B. Model Blended Learning

    Model blended learning adalah model campuran dimana pembelajaran dilakukan dengan dua metode yakni tatap muka di dalam kelas kemudian dipadukan dengan pembelajaran dalam jaringan. Metode ini pada umunya terbagi atas dua jenis yakni tipe Konstruksi-Konfirmasi dan type Konfirmasi-Konstruksi.

    Model Konstruksi-Konfirmasi dilakukan dengan cara kosntruksi pengetahuan dilakukan di dalam kelas dengan sumber pengetahuan didominasi oleh pendidik, konfirmasi dilakukan di luar kelas dengan menggunakan metode daring. Metode ini banyak digunakan untuk materi yang gemuk dan banyak membutuhkan keterampilan khusus. seperti pelatihan yang membutuhakn laboratoriun seperti pada kelas-kelas kesehatan dan kedokteran, kelas elektronik dan sejenisnya.

    Model kedua adalah model Konfirmasi-Konstruksi. Model ini mengarahkan peserta didik untuk membangun pengetahuan di luar kelas kemudian melakukan konfirmasi pengetahuan di dalam kelas. Tujuan dari konfirmasi ini untuk memastikan proses pembelajaran dilakuakn dengan benar di luar kelas dan dari sumber-sumber yang valid. Peserta didik dianggap belum memiliki pengetahuan yang cukup baik untuk melakukan konfirmasi sumber-sumber belajar.

    C. Model Fully Online

    Model selanjutnya adalah Fully Online Model atau Model Daring Penuh dimana pembelajaran dilakukan penuh. Dalam model ini Instruktur dan peserta didik tidak saling bertemu dan tetap berada di tempat masing-masing, hal ini juga membuat model ini disebut sebagai Distance Learning atau pembelajaran jarak jauh.

    Model Fully Online memanfaatkan aplikasi dan sistem Learning Manajemen System yang perannya merubah porses pembelajaran klasikal di dalam kelas ke dalam ruang-ruang digital. Prinsip menganut semua model pembelajaran tatap muka hanya saja dilakukan di dalam kelas seperti waktu masuk, absen, ujian, interkasi seperti diskusi, pembagian kelompok, asesmen dan pada belakangan ini LMS juga dilengkapi dengan sistem conference yang memungkinkan tatap muka antara guru dan peserta didik langsung.

    Model Fully Online ini tetbagi atas dua jenis yakni synchrounous dimana pertemuan dilakukan dengan melibatkan sisi humanis manusia seperti interaksi sosial, pengembangan karakter dan aturan-aturan terkait dengan kesopanan. Model synchrounous hanya menggantikan ruang kelas fisik ke kelas digital, hanya saja model ini masih relatif mahal saat ini. Pengembang media video conference dengan kualitas stabil masih cenderung mahal baik dari segi lisensi dan juga biaya konektivitas, seperti Applikasi Zoom.

    Model selajutnya adalah model asynchrounous yakni instruktur dan peserta didik tidak saling bertemu. Instruktur hanya menyiapkan kelas-kelas dalam ruang-ruang LMS secara lengkap seperti aktifitas, penugasan dan proyek. Selanjutnya peserta didik bisa belajar sesaui dengan jadwal yang disediakan mapuan dibuat fleksibel karena tujuan utama berada pada keterampilan bukan dari sisi humanis dan interkasi sosial. Instruktur baru akan memberikan feed back setelah pembelajaran berlangsung baik itu harian, mingguan dan juga setelah program pembelajaran selesai.

    Jenis KelasKeterlibatan Perangkat elektornikPersentasi
    Kelas Luring0 %
    Adjunct (Enhanced)1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    < 30 %
    Hybrid Learning1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    3. Diskusi
    4. Tugas
    30 % ~ 70 %
    Fully Online
    (Distance Learning)
    1. Simulasi
    2. Media Pembelajaran
    3. Diskusi dan Chatting (synchrounous)
    4. Tugas
    5. Online Meeting (synchrounous)
    6. Absensi
    7. Manajemen Kelas
    > 70%

    a. Jenis-Jenis E-Learning

    Model-model e-learning pembelajan Daring penuh terbagi ke dalam beberapa jenis. Adapaun jenisnya sebagai berikut :

    1. Web-Based Learning

    Pembelajaran berbasis Websiate learning dimana proses pembelajaran dilakukan melalui dalam jaringan dengan memanfaatkan Learning Management System. Kegiatan ini dilakukan melalui jarak jauh atau distance learning.

    Seluruh proses komunikasi antara Instruktur dan Peserta Didik dilakukan melalui LMS baik dengan sistem Synchronous dan Aynchronous. Pembelajaran ini bergantung penuh pada jaringan dan sistem LMS. Sistem LMS yang paling banyak digunakna di Indoensia sendiri adalah Moodle karena bertiep open source dan boleh dilakukan self hosting.

    2. Computer-Based Learning

    Computer-Based Learning adalah proses pembelajaran dilakukan menggunakan komputer. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara mandiri oleh peserta didik dengan masing-masing komputernya. Hal ini sudah sering dilakukan pada level sekolah menengah untuk praktikum komputer atau dilakukan oleh kursus-kursus berbasis Komputer.

    Tuags dari instruktur adalah membuat pembelajran dalam bentuk aplikasi atau sistem belajar dalam sebuah CPU dan tugas dari peserta didik menuntaskan tugas-tugas yang ada dalam aplikasi tersebut. Interaksi dari Computer-Based Learning hampir tidak ada karena tujuannya sudah dicantumkan secara lengkap sehingga fasilitas Feed back tidak tersedia.

    3. Virtual Education

    Virtual education adalah proses pembelajaran yang dilakukan dimana peserta didik tidak bertemu dengan isntruktur. Instruktur membuat bahan-bahan ajar dalam bentuk virtual seperti manajemen LMS atau Video pembelajaran.

    Setelah sistem yang dirancang disipakan, peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran dengan instruktur virtual. Hal ini membuat Virtual Education masuk dalam kategori asynchrounous. Keuntungan dari jenis ini adalah satu instruktur kemungkinan mengajar banyak kelas sekaligus karena bisa dengan mudah diperbanyak.

    Kekurangannya Virtual Education adalah feed back agak sulit dilakukan, karena jiak dilakukan feed Back maka pembelajran ini masuk dalam kategori Web-Based Learning.

    4. Digital Colaboration

    Kolaborasi Digital adalah kegiatan pembelajaran yang menggabungkan banyak kelas yang berbeda instruktur dalam satu kelas. Tugas ini dilakukan untuk menyelesaikan sebuah proyek yang mungkin saja membutuhkan dua ahli yang berasal dari isntansi yang berbeda kemudian digabungkan dengan memanfaatkan tekonologi informasi dan komunikasi.

  • Pengertian dan Konsep Dasar E-Learning

    Pengertian dan Konsep Dasar E-Learning

    Ahmad Dahlane-Learning adalah proses pembelajaran yang melibatkan akuisisi pengetahuan dan keterampilan terjadi melalui media dan tekonologi elektronik. Dalam era industri 4.0 dengan kemajuan teknologi dan informasi, e-Learning lebih merujuk pada pembelajaran berbasis distance learning dengan melibatkan jaringan internet. Singkatnya disebut sebagai Online Learning.

    A. Defenisi e-Learning

    Merujuk dari bahasanya, e-Learning adalah singkatan dari electronic learning yakni pembelajaran yang melibatkan perangkat elektronik sebagai media pembelajaran. Peran media e-learning dalam pembelajaran bisa dalam bentuk

    1. Perangkat tambahan (enhance)
    2. Perangkat pendukung (hybrid Learning)
    3. Perangkat pembelajaran utama (distance learning)

    Dewasa ini, e-Learning diidentikkan dengan pembelajaran yang melibatkan jaringan internet dalam proses pembelajaran sehingga e-learning lebih dekat dengan istilah online learning. Namun defenisi e-Learning tidak sebatas dalam penggunaan media elektronik dalam pembelajaran seperti pada kursus mengetik di komputer. e-Learning melibatkan sistem pembelajaran secara utuh yang melibatkan sistem administrasi, manajemen dan konstruksi pengetahuan dalam kelas konvensional ditransformasi menjadi fasilitas yang bisa dilakukan secara online di media elektronik.

    Prinsip dasar penggunaan media elektronik sehingga bisa dikategorikan sebagai e-Learning adalah tersedianya layanan yang menfasilitasi konstruksi pengetahuan dan keterampilan melalui media elektronik yang diberikan. Proses konstruksi ini melibatkan pertukaran informasi dari peserta didik, guru dan pihak ketiga dalam waktu yang singkat. Hal ini pula yang menjadi keungulan e-Learning dibandingkan dengan luring dimana kendala biaya dan waktu bisa diselesaikan dengan cepat dengan pemanfaatan jaringan internet.

    e-Learning dan distance learning

    Salah satu-sati cita-cita pendidikan dari sisi manajemen adalah menyediakan sistem pembelajaran yang murah, efektif dan efisien namun seringkali terbentuk dengan hal-hal yang bersifat administrasi seperti tempat dan waktu belajar. Ketiak seorang peserta didik dari Makassar ingin belajar dengan guru yang berasal dari Jakarta maka peserta didik yang bersangkutan harus mebayar biaya akomodasi yang sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan biaya pendidikan di institusi guru tersebut mengajar. Hal inilah yang menjadi ruh pengembangan pembelajaran jarak jauh (distance learning).

    Pengembangan e-Learning menjadi daya dukung yang besar dalam pembalajaran jarak jauh. Proses-proses pembelajaran seperti tahap menyiapkan kelas, pelaksanaan pembelajarna, penugasan, ujian dan evaluasi dilakukan melalui media elektronik berbasis daring (online). e-Learning ini menjadi pemicu tumbuhnya industri Massive open online course (MOOC) yang mulai menggeser kelas-kelas konvensional terutama pada situasi pembatasan sosial karena Wabah Pandemic Covid-19.

    Learning Management System

    Upaya managemen kelas yang berkaitan dengan pembelajaran dalam jaringan ini dikembangkan melalui aplikasi kelas online yang disebut sebagai Learning Management System (LMS). Ketersedian LMS di era Industri 4.0 ini dikembangkan oleh banyak pihak (developer program) dengan tipe Close Source (berbayar uneditable) dan Open Course (free and editable). Banyaknya pilihan jenis LMS akhirnya menuntut pendidik dan calon pendidikan dalam hal mahasiswa pendidikan untuk lebih adaktif dengan perkembangan LMS.

    Tampilan SYAM OK UNM
    LMS SYAM – OK UNM

    Metode pembelajaran e-learning dapat dilaksanakan dalam dua jenis yakni pendidik (guru) dan peserta didik bertemu bersama secara online (dalam jaringan). Metode ini dikenal dengan nama synchrounous, pada umumnya metode synchronous memanfaatkan fasilitas video conference, namun tidak terbatas hanya pada video conference. Kebanyakan pengembang LMS telah memberikan fasilitas synchrounous dalam bentuk e-board, audio, komentar, diskusi, live streaming, dan forum chat. Asynchronous merupakan metode pembelajaran dalam jaringan yang tidak mempertemukan pengajar dan peserta didik di waktu yang bersamaan. Metode lebih cenderung ke penugasan yang bersifat inovatif dan kreatife.

    Pada kelas-kelas informal, e-learning dapat dituangkan dalam bentuk pembelajaran yang lebih fleksibel dengan menggunakan fasilitas mailing list, e-newsletter, video tutorial, website, dan blog-blog pribadi. Saat ini bahkan informal E-learning menjadi salah satu daya tarik dunia komersial seperti YouTube yang menkorversi pengunjung setiap pengunjung yang datang ke sebuah chanel.

    B. Konsep Dasar e-Learning

    e-Learning memiliki konsep yang berhubungan erat dengan electronic device (computer) dan jaringan internet dalam pembelajaran. Pembelajaran ini dibangun dengan beberapa konsep

    1. Distance Learning – Menyediakan layanan pembelajaran jarak jauh yang bisa diakses di mana saja.
    2. Unique Education – Berbeda dengan konsep pembelajaran konvensional yang sifatnya lebih ke behavioral
    3. Learning Tool – Menyediakan menu yang berusu fasilitas-fasilitas yang menggantikan aktifitas yang terjadi di kelas konvensional seperti absensi, materi, jadwal, interaksi guru-murid, interaksi antar murid, quiz, ujian, assignment, announcement dan sebagainya.
    4. Pedagogical Innovation – Inovasi dari pembelajaran elektronik untuk menyelesaikan masalah kontrol kelas yang lemah dari guru
    5. Presenting and Facilitating – Fasilitas yang memberikan ruang bagi guru atau siswa untuk menjelaskan ke banyak arah di dalam kelas
    6. Learning Media – Melibatkan media-media pembelajaran elektronik seperti artikel online, e-book, infografis, video pembelajaran, online assigment dan sejenisnya
    7. Online – dilakukan di dalam jaringan internet
    8. Effective Learning – memaksimalkan pembelajaran kapan saja dan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat
    9. Achieve Goals – Tujuan pembelajaran yang jelas
    10. Implementation – Pengetahuan yang dibentuk lebih dari sekedar ingatan tapi pengetahuan yang dapat diimplementasikan.