Tag: Nada

  • Gelombang Bunyi dan Karakterestik Suara

    Gelombang Bunyi dan Karakterestik Suara

    AhmadDahlan.NET – Seperti halnya Cahaya, Bunyi (suara) adalah besaran fisika yang dapat ditangkap oleh indra manusia. Alat Penangkapnya adalah telinga. Pada telinga, terdapat sebuah organ yang disebut gendang telinga. Organ ini sejenis selaput dari kulit tipis yang dapat bergetar karena getaran yang merambat melalui udara. Sinyal getaran ini kemudian ditangkap oleh sel saraf di telinga dan dikirim ke otak kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai suara atau bunyi.

    Bunyi berasal dari setiap getaran benda ataupun partikel hanya saja terkadang kekuatan dari getaran tersebut tidaklah cukup besar untuk sampai menggentarkan udara yang ada di sekitarnya ehingga getaran tersebut tidak dapat dipancarkan. Jika kekuatan getaran tersebut cukup besar, maka getaran tersebut akan cukup kuat untuk menggetarkan udara yang ada disekitarnya sampai jarak yang cukup jauh. Ketika telinga manusia berada pada jangkauan getaran udara yang dihasilkan oleh getaran sumber, telinga manusia juga akan ikut bergetar dan sebagiaman yang dijelaskan sebelumnya kita akan mengenalnya sebagai suara.

    Dari hal ini dapat disimpulkan suara dapat dihasilkan oleh semua benda yang bergetar hanya saja untuk mendengarkan suara maka dibutuhkan tigas syarat :

    1. Getaran yang cukup kuat (sumber bunyi)
    2. Medium
    3. Pendengar

    A. Karaktetistik Suara

    Bunyi menghasilkan kesan yang berbeda dan bergatung pada sumber bunyi tersebut. Sekalipun tidak melihat sumbernya, otak manusia bisa dengan mudah mengenali sumber suara yang ada. Misalnya saja pada saat kita mendengarkan petikan gitar dari tetangga sebelah, yang meskipun tanpa melihatnya, kita bisa memastikan jika sumber suara tersebut berada dari dawai gitar yang sedang dipetik.

    Hal tersebut karena manusia sudah terlebih dahulu pernah mendengar dna melihat suara gitar sebelumnya akhirnya mengenali suara tersebut tanpa harus melihat gitarnya. Lebih jauh dari hal tersebut beberapa manusia khususnya musisi bahkan bisa mengenali jenis-jenis nada hanya dengan mendengarnya tanpa harus melakukan pengukuran lebih detail mengenai besaran-besaran yang terkait.

    Semua aspek ini disebut yang membuat manusia bisa membedakan sumber bunyi tersebut disebut sebagai karakteristik suara. Fisikawan selanjutnya melakukan pengukuran untuk besaran-besaran yang terkait dengan suara yang bertujuan memberikan spesifikasi jelas atas semua karakteristik tersebut.

    A. Amplitudo Suara

    Sebagaimana yang telah dijelaskan pada materi gelombang, Amplitudo adalah simpangan maksimun dari sebuah gerak yang berosilasi. Simpangan maksimun ini adalah indikator besarnya energi yang dimiliki dari sebuah getaran sehingga Amplitudo dalam gelombang suara juga menjadi indikator energi yang dimiliki oleh suara.

    Kuantitas kekuatan sumber suara dalam gelombang suara disebut sebagai kenyaringan (Loudness) sedangkan untuk pendengar atau besar suara berdasarkan titik tertentu disebut intensitas. Besarnya intensitas dan Loudness ini sebanding dengan Amplitudo dari suara yang dihasilkan.

    Mari kita misalkan ketika memukul senar dari sebuah drum dengan gaya yang kecil. Gaya yang diberikan ini akan menyebabkan permukaan senar tertekan dengan kedalamam x dan akan menghasilkan suara. Jika pukulan dibuat lebih lembut kedalaman permukaan senar yang dihasilkan akan lebih kecil dari x maka suara yang dihasilkan akan lebih kecil dari pukulan pertama. Untuk membuat suara terdengar lebih nyaring maka senar gitar harus dipukul lebih keras lagi.

    a. Intensitas Bunyi

    Selain berpengaruh pada besar suara atau loudness yang dihasilkan, Amplitudo secara tidak langsung berpengaruh terhadap intensitas bunyi. Mari kita buat lebih mudah dengan menganalogikan suara ketika kita berbicara dengan orang yang di samping kita. Tentu saja kita butuh kekuatan bicara seperti biasa untuk jarak teman bicara tidaklah jauh, namun ketika lawan bicara kita ada sebelah gunung atau lokasinya jauh dari kita, maka upaya yang dilakukan agar suara sampai ke telinga pendengar dengan cara berteriak.

    Suara yang dirambatkan dari mulut sebenarnya tetap sampai ke telinga orang yang berada jauh dari kita hanya saja intensitasnya kurang besar sehingga tidak begitu kuat untuk menggetarkan gendang telinga. Sebagai hasilnya suara tersebut tidak akan terdengar, kalaupun terdengar akan samar-samar saja.

    Kenyaringan atau biasa disebut dengan loudness merupakan kesadaran telinga manusia terhadap kuantitas yang terukur secara fisik, yaitu intensitas gelombang. Oleh karena itu, kenyaringan adalah suatu skala suara yang bisa didengar. Sementara itu, intensitas dapat diartikan sebagai suatu energi yang dipindahkan oleh sebuah gelombang dalam setiap satuan waktu pada satuan luas yang tegak lurus terhadap dengan aliran energi. Seperti yang kita ketahui juga bahwa energi yang dihasilkan per satuan waktu merupakan pengertian dari daya. Maka dari itu, intensitas juga dapat diartikan sebagai daya per satuan luas, seperti yang dapat dirumuskan secara matematis berikut ini

    I = P / A

    dimana :

    I  = Intensitas bunyi (W/m2)
    P = Energi per setiap satuan waktu atau daya (W)
    A = Luas (m2)

    Pada kondisi isotropik yakni sumber bunyi tersebut menyiarkan bunyi pada segala arah dan besarnya sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketika bunyi tersebar kesegala arah maka setiap titik yang sama jaraknya dari pusat bunyi akan didengarkan intensitas yang sama. Persamaan intensitas bunyi tersebut adalah sebagai berikut :

    I = P / (4πR2)

    Rata-rata telinga manusia mampu mendeteksi bunyi dengan intensitas paling rendah sekitar 10-12 W/m2, sedangkan paling tinggi adalah 1 W/m2. Meskipun demikian, telinga manusia masih bisa mendeteksi bunyi yang memiliki intensitas lebih dari 1 W/m2 dengan resiko ketika mendengar bunyi tersebut maka akan terasa menyakitkan di telinga. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan sebuah rentang intensitas yang begitu lebar lantaran meliputi faktor pangkat (1012) mulai dari intensitas rendah sampai dengan intensitas tertinggi.

    Lantaran rentang yang sangat lebar tersebut, maka secara nyata diketahui bahwa yang disebut dengan kenyaringan yang dirasakan oleh manusia justru sebenarnya tidak berbanding lurus dengan intensitas. Diketahui bahwa untuk memperoleh bunyi dengan kedengaran sampai dua kali lebih keras dari biasanya maka dibutuhkan sebuah gelombang bunyi yang mempunyai intensitas sebesar 10 kalinya.

    Hal tersebut juga berlaku pada tingkatan bunyi dengan frekuensi yang berada tepat pada tengah kisaran terdengar. Misalnya, gelombang bunyi yang memiliki intensitas sebesar 10-2 W/m2 apabila didengar oleh manusia maka bunyi yang akan terdengar justru lebih keras dibandingkan dengan yang mempunyai intensitas 10-3 W/m2.

    b. Tingkat Bunyi

    Tingkat bunyi adalah hubungan dari sensasi bunyi subjektif untuk kenyaringan dan kuantitas intesitas suara yang berbanding logaritmit. satuannya dinyatakan dalam Bel merujuk pada penemunya yakni Alexander Graham Bell dan umumnya dinyatakan dalam satuan desiBell atau dB dimanan 1 Bel = 10 dB. Tingkat Bunyi (sound level) adalah

    β = 10 Log (I/Io)

    β : sound level (dB)
    I : Intensitas Bunyi (W/m2)
    Io : Intensitas pendengaran minimum manusia yakni 10-10 W/m2

    Konstanta I0 merupakan intensitas acuan yang telah dipilih dan juga logaritmanya berada pada angka 10. Selain itu, I0 adalah acuan yang diambil sebagai ambang pendengaran minimum yang dapat didengar oleh telinga ( I0 = 1,0 X 10-12 W/m2 ). Oleh karena itu, apabila tingkat bunyi yang berasal dari bunyi yang mempunyai intensitas sebesar I = 1,0 X 10-10 W/m2 maka

    β = 10 Log (1,0 X 10-10 W/m2/1,0 X 10-12 W/m2) = 10 log 100 = 20 dB

    Hasil dari log 100 adalah 2 (sesuai dengan logaritma). Sementara itu, tingkatan bunyi ambang batas yang dapat didengar oleh telinga adalah 0 dB. Sehingga β = 10 log 10-12 / 10-12 = 10 log 1 = 0. Di samping itu, yang harus diperhatikan juga adalah apabila terjadi kenaikan intensitas bunyi pada faktor 10 maka secara tidak lansung pasti akan menaikkan tingkat bunyi sebesar 20 dB.

    B. Frekuensi Bunyi

    Secara kuantitas fisis, Frekuensi bunyi tidak memiliki perbedaan dengan defenisi frekensu pada getaran dan gelombang yakni jumlah getaran atau sinyal yang dihasilkan dalam satu sekon. Pada sumber suara yang melakukan getaran sebanyak 300 kali maka suara yang akan dihasilan adalah 300 Hz, hanya saja pada otak manusia, frekuensi ini membawa kesan yang berbeda selain dari jumlah getaran fisisi.

    Aksen tersebut adalah titanada (pitch). Titanada dengan nilai frekuensi tinggi akan memberikan kesan suara yang tinggi sedangkan untuk frekuensi rendah maka akan menghasilkan suara yang rendah. Titanada ini pertama kali dicatat oleh Galilei Galileo.

    Telinga manusia pada umumnya mampu mendengar suara dengan frekuensi dalam rentang 20 Hz sampai dengan 20 kHz. Rentang ini disebut sebagai Audiosonik. Coba dengarkan Suara yang dihasilkan oleh Video di bawah ini dengan Headset yang baik yakni mampu menghasilkan suara rendah (bass) dan suara tinggi (treble) berikut.

    Peringatan : Set Volume suara device anda pada volume sedang.

    Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=qNf9nzvnd1k&feature=youtu.be

    Catat-catatlah dengan baik frekuensi paling rendah dan paling tinggi dari yang bisa didengar telinga anda. Bisa jadi telinga anda dan teman anda akan mendengarkan suara pada frekuensi berbeda karena hal tersebut bergantung dan bentuk fisiologis dari telinga, namun terkadang juga ada kendala perangkat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi.

    Untuk gelombang bunyi yang frekuensinya lebih tinggi dari 20 kHz disebut Ultrasonik. Frekuensi suara yang tidak terdengar oleh manusia ini banyak dimanfaatkan untuk pengkuran fisis seperti mengukur jarak dari suatu benda karea suaranya tidak terdengar maka proses pengukurannya tidak mengganggu manusia. Hanya saja beberapa hewan memiliki kemampuan mendengar suara dengan frekuensi ultrasonik seperti Kelelawar.

    Catatan : Jangan rancaukan antara ultrasonik dan supersonik. Super sonik digunakan untuk menjelaskan benda-benda yang bergerak dengan kecepatan lebih cepat dari suara seperti Jet Tempur.

    C. Timbre

    Timbre adalah karakteristik suara yang membedakan asal bunyi dari suara tersebut yang dikesan oleh otak manusia. Timbre juga kadang disebut sebagai Warna dari suara namun defenisi lebih merujuk pada penggunaan sosial dan seni karena pada sains, jika suara dianalogikan dengan cahaya, maka warna pada cahaya yang bergantung dari frekuensinya harusnya analog dengan titanada pada suara yang sama-sama bergantung frekuensi.

    Secara umum Timbre berperan dalam mebantu manusia mengenai jenis dari sumber suara seperti dari gitar, piano, drum dan sejenisnya, sekalipun keduanya dibunyikan dengan Amplitudo dan Frekuensi yang sama. Sebut saja pada saat ingin memainkan sebuah band, maka beberapa alat musik di dalam band tersebut akan disamakan seperti frekuensi senar pada piano dan gitar, namun ketika dibunyikan bersamaan otak akan dengan mudah mengenali perbedaan antara piano dan gitar sekalipun amplitudo dan frekuensinya sama.

    Dalam dunia tarik suara, Timbre inilah yang membuat kita akan dengan mudah membedakan suara ketika Adelle menanyikan lagu “Someone like You” dibandingkan dengan suara dari kontestan Indonesian Idol yang menyanyikan lagu yang sama pada set nada dasar yang sama. Timbre ini pulalah yang bertanggung jawab mengapa orang lain menyukai suara dari Frank Sinatra sedangkan yang lainnya menyukai Elvis Presley.

    Soal Latihan

    1. Sebuah pengeras suara memiliki keampaun untuk mengasilkan suara mulai dari 30 Hz sampai 18.000 Hz pada tingkat bunyi ± 3 dB. Tentukan faktor perubahan intesitas bunyi pada tingkat keluaran untuk perubahan 3 dB?
    2. Seorang pemain biola mengahasilkan suara sebesar 75 dB. Jika mereka bermain quarted, berapakah tingkat bunyi yang dihasilkan?
  • Karakteristik Suara dan Audio Digital

    Karakteristik Suara dan Audio Digital

    Ahmaddahlan.NET – Audio merupakan suara atau bunyi yang berasal dari getaran sebuah benda, oleh karena itu nada suara / audio yang dapat didengar adalah frekuensi dari getaran itu sendiri. Manusia memiliki selembar mebran di masing-masing telinga yang bisa ikut bergetar (berenseonasi) dengan getaran dari luar. Proses ini disebut sebagai proses mendengarkan.

    Pada umumnya telinga manusia bisa merespon getaran paling sedikit 20 Hz dan paling banyak 20 000 Hz. Getaran dalam range ini disebut sebagai Audiosonik. Setiap manusia memiliki telinga yang berbeda-berbeda dalam merespon getaran, dan semakin tua seseorang maka semakin berkurang fungsi gendang telinga tersebut merespon getaran.

    Frekuensi bukan satu-satunya parameter yang menentukan manusia bisa mendengar, besar daya (intensits) dari suara tersebut juga berpengaruh dalam proses mendengarkan. Suara dengan intensitas yang rendah mungkin saja tidak akan cukup untuk menggetarkan gendang telinga sehingga kita sulit mendengar suara tersebut.

    A. Suara

    Suara dapat dibedakan berdasarkan tiga karakteristik umum. Karakteristik tersebut adalah frekuensi, Amplutido dan Timbre Suara.

    1. Frekuensi

    Frekuensi merupakan jumlah getaran yang dibentuk oleh sumber suara. Ketika seorang penyanyi mengambil nada C saat menyanyi maka setiap kali suara menyentuh nada C, maka pita tenggorokan penyanyi tersebut bergetar sebanyak 264 kali. Karena nada dasar C adalah 264 Hz.

    Jumlah getaran ini menentukan tingi rendahnya suara yang dihasilkan, semakin besar nilai frekuensi semakin tinggi nada yang dihasilkan. Peningkatan nada dasar tersebut diberikan warna nada yang dikenal sebagai do re mi fa sol la si do, yang tidak lain adalah nada C, D, E, F, G, A, dan B. Agar lebih jelas berikut ini urutan tangga nada.

    NoNadaFrekuensi
    1C264 Hz
    2D297 Hz
    3E330 Hz
    4F352 Hz
    5G440 Hz
    6A495 Hz
    7B528 Hz

    Hampir sama dengan warna pada cahaya tampak, tangga nada dibedakan berdasarkan frekuensinya. Jika seseorang mengeluarkan suara kurang dari 264 Hz, misalnya 260 Hz, hal tersebut tetaplah terdengar hanya saja nada tidak tepat di C, jika anda sering mendengar kontens menyanyi, biasanya para mentor akan mengatakan jika suara yang dikeluarkan oleh penyanyi tidak tepat di nadanya, namun sudah hampir sesuai. Hal ini disebut sebagai Picth Control yakni ketetpatan penyanyi mengeluarkan nada-nada yang tepat sama dengan frekuensi alat musik.

    Tinggi rendahnya suara tidak akan berpengaruh pada besar kecil suara, namun hanya berpengaruh terhadap melengking atau tidak suaranya, hanya saja pada manusia untuk mengeluarkan nada tinggi bisanya harus dibarengi dengan power yang besar, sehingga kadang kita dibingunkan antara suara tinggi atau suara besar.

    2. Ampiltudo suara

    Amplitudo suara sebenarnya adalah parameter yang mewakili daya (kekuatan) suara, semakin besar suara yang dikeluarkan semakin banyak daya yang digunakan dan semakin besar pula suara yang dihasilkan.

    P = 2π²mf²A²

    Dari persamaan diatas dapat disimpulkan jika daya suara sebanding lurus dengan kuadrat amplitudo. (P~A2). Seperti penjalasan sebelumnya suara yang rendah bisa jadi terdengar besar seperti pada saat terjadi gemuruh pada guntur, meskipun suara rendah tapi power yang dihasilkan besar Jika cukup besar makan kaca Jendela bisa saja pecah.

    Dalam dunia tarik suara, seorang penyanyi yang memiliki cengkok sebenarnya berupaya memainkan Amplitudo suaranya namun tetap di nada yang sama.

    3. Timbre

    Timbre adalah jenis suara namun kadang kita dibingungkan dengan istilah seni yang menyebutnya sebagai warna suara. Dalam kasus kita sepakatai saja untuk penggunaan istilah jenis suara.

    Setiap benda menghasilkan timbre yang berbeda misalnya yang dapat membuat manusia mengenali sumber bunyinya. Misalnya saja suara Piano dan Senar Gitar. Meskipun keduanya dimainkan dengan nada C, kita tentu saja bisa membedakan antara gitar dan piano, tentu saja setelah otak kita mengenali terlebih dahulu sumber suara tersebut. Timbre suara yang membuat kita bisa membedakan suara Rhoma Irama dan Adele, dan ini merupakan anugrah dari lahir.

    Jika kalian pernah mendengar seseorang yang pandai meniru suara orang (impersonate) sebenarnya mereka sednag berupaya menyamakan timbre suara yang mereka keluarkan dengan tokoh yang ditirukan.

    B. Audio Digital

    Seperti yang dikenal sebelumnya, Suara/Audio merupakan getaran analog yang menggetarkan gendang telinga agar bisa terdengar. Data analog ini bisa dibuat dalam bentuk sinyal elektronik dan digital, namun untuk mendengarkan kembali suara tersebut harus tetap dikembali dalam bentuk analog, karena satu-satunya alat dengar manusia adalah alat dengar analog yakni gendang telinga.

    Dalam dunia digital, perkembangan Audio dilakukan sesuai dengan kebutuhan manusia. Adpaun jenis Audio dibagi kedalam tiga jenis yakni :

    a. Mono

    Mono atau satu merupakan sistem yang mengeluarkan suara dengan satu sumber, seberapapun banyak Output (speaker) yang digunakan maka sumber suara yang muncul hanya akan ada satu. Tidak ada perbedanaan antara speakr kir dan kanan.

    Metode ini adalah metode paling simpel dan merupakan proses pioner dalam proses perekaman. Namun karena sederhana, sistem ini memiliki banyak keterbatasan seperti pada saat penggunaan suara dengan dua speaker yang saling berjauhan. Karena sumber suara sama, ada maka pendengar yang dekat dengan salah satu speaker akan mendengarkan bunyi susulan dari spekaer lain.

    Kelemahan lainnya adalah jika kita mendengar suara dengan menggunakan Speaker bersitem stereo maka hanya salah satu dari speaker tersebuy yang akan berbunyi. Hal ini mungkin kita temukan saat mendengar lagu di Youtube yang dibuat oleh akun palsu.

    Contoh kasus fisika :

    Dua buah speaker diletakkan dalam di sebuah lapangan berjarak 500 meter satu sama lain. Jika seorang pendengar berada dekat dengan salah satu sisi spekaer, kapankan pendengar mendengarkan suara susulan dari speaker yang lainnya. (Asumsikan kecepatan suara 300 m/s)

    b. Stereo

    Stereo adalah sistem audio dengan dua output berbeda, yakni output 1 dan 2. Agar supaya sesuai dengan karakteristik telinga manusia maka output 1 dan 2 diubah menjadi kiri dan kanan. Sistem pembuatan perangkat speaker seperti Headset, Earphone, Audio di Televisi dan Radio telah menerapkan prinsip stereo.

    Ada banyak image suara yang bisa dihasilkan dengan sistem ini, sebut saja pada tahun 1990-an ketika suara elektronik belum bisa digitalisasi secara maksimal, sistem Stereo digunakan untuk menghasilkan efek karaoke. Seperti spekaer L dijadikan untuk mengeluarkan bunyi instrument musik dan spekaer R untuk suara penyanyinya. Jika Spekaer R dimatikan maka jadilah kita mendengar suara musik dari speaker L saja.

    Lebih jauh dari Sistem Stereo bisa digunakan untuk membuat suara terdengar seolah-olah berada di daerah yang berebda. Kita bisa mengenali suara berdasarkan jaraknya padahal sumber suara hanya berada di telinga seperti headset. Cara ini dikenal sebagai Audio Tuning, dan ini bagian dari sains yang digabungkan dengan seni dan psikologi manusia.

    Untuk lebih jelasnya silahkan dengarkan Video berikut ini menggunakan Headset Stereo dan set Video pada 720 px : https://www.youtube.com/watch?v=3DXttujY2To

    c. 3D sound

    Buat anda yang sudah terbiasa nonton di Cinema seperti Studio 21 atau XXI, mereka menggunakan sistem sound 3D dimana suara seolah-oleh berasal dari berbagai penjuru. Pengembang suara ini ada banyak namun yang paling terkenal adalah Dolby Sorround yang dikenal tag laginye I’m Around You.

    Link : https://www.youtube.com/watch?v=93_t7T95bAY

    Pada umumnya 3D sound bisa berjalan dengan baik dengan enam output yakni kiri dan kanan bagian depan, kemudian bagian tengah dan belakang. Setting audionya pun memiliki jarak tertentu agar suara bisa menghasilkan kesan yang tepat saat di dengar oleh manusia.

    Setiap output mengeluarkan suara yang berbeda agar menghasilkan efek 3D. Untuk jenis-jenis audio ini anda bisa masuk di Youtube dan mencari Video dengan kata Kunci 8D atau 3D sound, namun syaratnya minimal menggunakan Headset Stereo.