Tag: Peserta Didik

  • Pengertian Kurikulum Pendidikan dan 4 Aspek Kurikulum

    Pengertian Kurikulum Pendidikan dan 4 Aspek Kurikulum

    Pengertian Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan

    Ahmad Dahlan. Menurut asal katanya, Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yakni “curir” yakni seorang pelari dan “curere” yang memiliki makna lintasan tepat serang pelari berlari. Berdasarkan asal kata, kurikum dapat diartikan sebagai jarak lintasan yang harus ditempuh oleh seorang pelari untuk mendapatkan medali. Untuk mendapatkan medali, kurikulum tentu suatu hal yang dirancang untuk dilaskanakan hingga selesai dan tidak terhenti di tengah perjalanan.

    Kurikulum ini kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan dengan analogi pelari adalah seorang peserta didik yang harus menempuh serangakaian kompetensi dasar agar mendapatkan penghargaan berupa sertifikat. Dengan demikian dapat diartikan secara sederhana bahwa kurikulum adalah : Sejumlah komptensi dasar dalam mata pelajaran yang harus dikuasai oleh sertda didik dengan mengikuti program dari awal hingga akhir program untuk mendapatkan sertifikat atau ijazah sebagai imbalan.  

    Sebuah kurikulum dirancang sedemikian rupa untuk mengatur proses pembelajaran. Taba (1962) menyatakan bahwa kurikulum adalah sebuah rencana pembelajaran yang disebutkan secara eksplisit dengan kalimat “a plan for learning”. Sebuah sistem dan seluruh rangkaian yang akan dijalani oleh peserta didik selama mengikuti pembelajaran direncanakan terlebih dahulu. Implikasi lain dari pandangan ini dapat dinyatakan sebgaia dokumen tertuis yang menjelaskan mengenai kegiatan perseta didik selama di sekolah dan kaitanya dengan program pembelajaran.

    Dokumen tertulis tentu saja pengertian kurikulum secara terbatas dan dianggap akan berarti apa-apa tanpa implemnetasi. Proses implementasi dari rencan pembelajaran yang dituangakn dalam bentuk kegiatan belajar harus di jaga sedemikian rupa agar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Alberty (1965) menjelaskan bahwa keurikulum adalah segala bentuk aktivitas yang diberikan kepada peserat didik selama mengikuti program pembelajaran yang ada di dalam sekolah. Meskipun kelemahan dari pandangan Alberty ini hanya dibatasi oleh seluruh kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik selam di sekolah saja sedangkan kegiatan pembelajaran dan pembentukan peserat didik tentu sangat komplek dan terjadi di mana saja.

    Peserta didik adalah manusia yang sangat dinamis dan dapat berubah oleh suatu hal yang kecil dan besar sebagai bentuk tanggapan atas perubahan yang terjadi dimanapun mereka berada, oleh karena itu jika dari keseluruhan perubahan yang didapatkan dapat dikategorikan sebagai hasil belajar, maka kurikulum tidak terbatas kegiatan yang ada di dalam sekolah saja.

    Saylor, Alexander dan Lewis (1974) menyatakan bahwa seluruh aspek yang dapat memberikan pengalaman kepada peserta didik baik bisa terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas baik di dalam maupun di diluar lingkungan sekolah. Sekolah tentu saja memiliki keterbatasan dalam memasukkan pengetahuan baru untuk diadaptasi dalam kurikulum mereka.

    Proses perencanaan program pembelajaran harus disusn sistematis dan hirarki disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik. Kurikulum tidak boleh disusun berdasarkan satu tujuan dari suatu lembaga pendidikan agar tujuan tercapai lembaga tersebut tercapai akan tetapi harus memperhatikan aspek-aspek yang melekat pada peserta didik. Kurikulum harus disusun berdasarkan sekumpulan kursus-kursus ataupun urutan pembelajaran yang sistematik (Carter – 1973). Tujuan dari penysusunan ini agar peserta didik dapat dengan mudah mengikuti keseluruhan program yang telah direncanakan.  

    Dalam proses penyelesaian beban yang telah ditentukan dalam kurikulum maka tidak seluruh peserta didik mampu menyelesaikan beban dengan beban dan waktu yang sama. Kurikulum tentu saja memberikan hasil yang berbeda dari setiap peserta didik apakah mereka tetap berjalan sesuai dengan gerbong atau tidak oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem penilaian yang dapat menunjukkan kesimpulan mengenai proses yang dilakukan oleh peserta didik.

    Hasil ini harus dievaluasi agar bisa diambil keputusan mengenai pembuatan, pelaksanaan dan hasil dari implementasi dari kurikulum.   Berdasarkan uraia yang telah dilakukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum terdiri 4 aspek penting yakni :   

    1. Kompetensi : Beban yang harus dikuasai oleh peserta didik selama mengikuti program pembelajaran. Komptensi tersebut tertuang dalam mata pelajaran atau mata kuliah yang diberikan dengan kriteria tertentu.
    2. Peserta Didik : Subjek yang melakukan belajara (pebelajara). Peserta didik dituntut untuk menguasai beberapa kompetensi minimal agar dapat dikatakan melewati suatu jenjang tertentu.
    3. Pelaksana : Suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam meingimplemtasikan kurikulum. Pelaksana pada awalnya hanya terdiri dari satu lembaga yakni sekolah yang menanungi peserta didik, namun dalam skala nasional tentu saja dibutuhkan banyak lembaga yang berperan untuk mengarahkan peserat didik tetap berada pada jalur yang sesuai.
    4. Evaluasi : Sistem evaluasi adalah proses penilaian proses implemntasi kurikulum secara keseluruhan. Evaluasi akan menilai seluruh proses baik secara partial maupun terintegrasi dengan tujuan melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek yang ada dalam program atau bahkan program secara keseluruhan jika dianggap gagal dalam melaksanakan tujuan kurikulum.
  • Pengertian Belajar – Pandangan Empirisme, Behavioral dan Konstruktivisme

    Pengertian Belajar – Pandangan Empirisme, Behavioral dan Konstruktivisme

    Ahmad Dahlan. Belajar adalah sebuah proses memberikan informasi baru kepada diri sendiri yang tidak bisa dipelajari. Morgan, et al (1986) menyatakan bahwa jika belajar merupakan kegiatan mental yang tidak bisa diamati secara fisik.

    Peserta didik yang terlihat sedang mendengarkan penjelasan guru atau mengerjakan tugas praktikum yang ditugaskan oleh pembimbingnya secara fisik terlihat sedang belajar, namun bukan berarti mereka telah mendapatkan perubahan mental melalui proses tersebut.

    Bisa jadi peserta didik hanya melakukan kegiatan fisik tanpa mendapatkan pengalaman yang dapat merubah mental mereka. Jika demikian proses ini tidak bisa dikategorikan sebagai proses pembelajaran.

    Hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik bersifat permanen (Ormrod – 1995) atau dengan kata lain tidak hanya ditunjukkan pada proses pembelajaran semata tapi juga dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Hal ini disebut sebagai pengalaman yang didapatkan melalui proses belajar Padangan ini merupakan padangan empirisme yang menitikberatkan pada hasil yang dicapai.

    Meskipun tidak dapat proses belajar tidak dapat diamati, namun seseorang yang telah melakukan pembelajaran akan menunjukkan perubahan yang dapat ditunjukkan dari perbedaan indikator yang ada pada peserta didik sebelum dan setelah melakukan proses pembelajaran.

    Pengertian Pembelajaran

    Proses mendapatkan pengelaman belajar dari peserta didik disebut sebagai pembelajaran. Degeng (1997) menyatakan bahwa pembelajran adalah proses membuat peserta didik belajar.

    Pembelajaran merupakan proses yang tidak dibatasi ruang dan waktu tapi terikat pada hasil yang dicapai oleh peserta didik. Hal disebabkan oleh mataeri / objek yang dipelajari sangatlah luas sehingga ruang kelas menjadi sebuah pembatas yang tidak mungkin menjelaskan materi-materi yang kontekstual.

    Sebagai contoh pada subjek Geofisika dimana seorang guru mungkin saja bisa membuat sebuah pemodelan media pembelajaran gunung berapi, namun tentu saja hal tersebut tidak cukup detail untuk menjelaskan dampak dari gunung yang sedang meletus.

    Dalam kaitannya dengan pendidikan / Edukasi, pembelajaran merupakan sebuah proses yang membangun pemahaman peserta didik, tidak hanya mengendalkan pengetahuan yang mengandalkan ingatan.

    Hasil belajar haruslah memiliki manfaat yang nyata bagi pebelajar Nikson (1992). sehingga pemodelan materi yang dilakukan selama proses pembelajaran dapat diadaptasi untuk menyelesaikan masalah yang mereka temukan di dunia nyata.

    Belajar dalam Pandangan Behavioral 

    Belajar dari sudut padang behavioral (tingkah laku) adalah kecapakan yang didapatkan oleh peserta didik yang didapatkan dari latihan yang dilakukan selama proses pembelajaran. Pandangan ini diawali oleh teori Anjing Pavlov dimana proses belajaran hanya bisa dilakuakn melalui proses pengkondisian.

    Pavlov mengamati bawah seekor anjing yang hanya akan mengeluarkan liur ketika hendak di beri makan namun tidak dengan kondisi lain. Pavlov kemudian melakukan pengkondisian dimana anjing tersebut akan diberi makan tidak lama setelah Pavlov memukul lonceng.

    Anjing akan mendapatkan makanan tidak lama setelah lonceng dibunyikan. Lama kelamaan perilaku anjing bergeser dari yang awalnya mengeluarkan air liur hanya pada saat melihat makanan kini setiap kali mendengar lonceng. Si anjing akan membuat asosiasi secara alami bahwa bunyi lonceng adalah tanda makanan akan diberikan.

    Pavlov kemudian melakukan modifiaksi lagi dimana tidak setiap kali bunyi lonceng akan diberikan makanan, namun frekuensi hanya sedikit, lama kelamaan frekuensi bunyi lonceng tanpa makanan diperbanyak sampai akhirnya Anjing tersebut akan mengeluarkan liur hanya dengan mendengarkan bunyi lonceng meskipun tanpa diberi makanan lagi.

    Proses ini bisa saja terjadi berulang-ulang diman sang anjing mungkin tidak mengeluarkan air liur di tengah ekspremen. Untuk menyelesaikan masalah ini, PAvlov kemabli akan memberikan makan ketika lonceng dibunyikan namun air liur anjing tidak keluar.

    Upaya tersebut merukan atenuasi atau proses penguatan perlakuan yang diberikan Pavlov terhadap subjeknya. Hamalik (2001) justru meyakini jika proses belajar yang utama ada pada proses pelatihan termasuk Atenuasi bukan pada penentuan tujuan awal.

    Belajar merupakan suatu kegiatan atau proses yang menghasilkan sebuah produk dan tujuan dari belajar. Belajara diartikan sebagai suatu proses mengalami dan mengingat berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Oemar hamalik seolah-olah menegaskan bahwa belajar bukanlan suatu hasil latihan melainkan suatu proses perubahan kelakuan.

    Belajar dalam Pandangan Konstruktivis 

    Pada kenyataannya, terdapat pandangan lain mengenai belajar. Teori konstruktivis menunjukkan bahwa belajar merupakan hasil dari sebuah pembangunan keterampilan yang didapatkan tidak hanya melalui sebuah pengalaman tetapi juga melatih keterampilan tertentu. John Dewey berpendapat belajar lebih dari sekedar mengalami tapi mengambil pelajaran dari apa yang telah dialami sehingga dapat diambil langkah yang lebih baik dari sebelumnya. Sebuah pengalaman yang dilalui begitu saja tentunya tidak akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru. Kajian mendalam mulai dari mencoba mengingat kejadian sampai dengan menciptakan sebuah produk merupakan sebuah proses belajara yang kompleks.

    Serupa dengan yang disampaikan oleh Dewey, Gredler (1986) mengatakan bahwa proses belajar didapatkan dari sebuah perubahan tingkah laku dan proses belajar didapatkan melalui perlakuan dari lingkungan buatan (eksperimen) dan sebagian kecil berasal dari lingkungan alami. Lingkungan alami cenderung membuat orang merasa nyaman dan tidak akan melakukan upaya mencari lebih dari sekedar yang dibutuhkan dalam lingkungan alami.

    Perubahan lingkungan yang dilakukan secara sengaja membuat seseorang harus mencari tahu mengenai hal yang dibutuhkan dalam melewati perubahan tersebut.   Sebuah proses belajar dilakukan dalam waktu yang lama, hal ini akan membedakan dengan insting manusia. Proses belajar tentunya sangat berbeda dengan merasakan api atau berjalan di atas tali dari sebuah gedung pencakar langit. Belajar membutuhkan sebuah proses sintesis pengetahuan yang didapatkan baik dari pengalaman dan juga perubahan keadaan.

    Seorang peserta didik yang diajar dengan menggunakan metode eksperimen tidak akan langsung paham mengenai sebuah metode meskipun peserta didik tersebut sudah mampu melakukan langkah-langkah yang diberikan. Dibutuhkan proses analisis dan sintesi yang ada dalam pikiran peserta didik itu sendiri agar mendapatkan pengetahuan secara holistik. Meskipun teori ini terlihat seperti proses menanggapi ransangan dari sebuah stimulus yang diberikan, namun belajar memiliki makna yang lebih kompleks dibandingkan dengan menanggapi rangsangan yang dimaksud.  

    Sebuah proses belajar akan mengarahkan seseorang berubah dalam ranah pengetahuan baik dari segi kemampuan kognitif, perubahan sikap yang muncul, keterampilan gerak dari proses latihan atau keterampilan lain yang menjadi dampak setelah peserta didik melalui sebuah proses belajar. Proses akan terus berkembang seiring dengan perubahan pengalaman yang didapatkan oleh peserta didik setelah melalui proses belajar.

    Rujukan

    Degeng, Sudana, I Nyoman. (1997). Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi Dengan Model Elaborasi. Jakarta: IKIP Malang dengan Biro Penerbitan Ikatan Profesi

    Morgan, Clifford T et.al . (1986). Introduction to psychology. New York : McGraw-Hill Book Company

    Ormrod, Jeanne Ellis. (1995). Human Learning. Columbus : Merrill