Salah satu persamaan sederhana yang memiliki banyak konsekuensi di fisika terutama dunia quantum diperkenalkan oleh Ablert Ainstein yakni E=mc2. Persamaan ini memberikan banyak konsekuensi yang bertentangan dengan pandangan fisika klasik, salah satunya batas kecepatan benda bergerak di muka bumi adalah kecepatan cahaya (c) atau disebut persamaan Relativistik Einstein.
Turunan Persamaan Relativistik
Mari kita mulai persamaan ini melalui konsep usaha dan energi yakni:
dE = F.dx \ \ \ \ ... (1)
dimana laju perubahan energi (dE) yang dialama oleh benda berasal dari jumlah gaya (F) yang diberikan sejauh dx. Hukum Newton II menyatakan bahwa F sendiri adalah lajur perubahan momentum (dP) terhadap (dt), dengan demikian persamaan ini bisa ditulis:
dE = \frac{dp}{dt}dx
dimana dx/dt adalah kecepatan sehingga
dE= v.dp \ \ \ \ ... (2)
Pada fisika klasik, massa dari sebuah benda akan tetap konstan, namun pada gerak dengan kecepatan mendekatai cahaya, massa benda bergantung dari kecepatannya. Massa ini disebut massa relatif. Besar massa relative adalah:
m = \frac{m_0}{\sqrt{1-\frac{v^2}{c^2}}} \ \ \ \ ... (3)
dimana m0 adalah massa diam benda. Sekarang asumsikan jika massa benda ikut berubah sebagai fungsi dari kecepatan, maka perubahan momentum benda bergerak ini dipengaruhi oleh dua variable yakni m dan v, sehingga nilai momemntum turunas parsial dari massa dan kecepatan.
AhmadDahlan.NET – Teori Lubang Cacing (Wormhole theory postulates) adalah sebuah potsulat yang menjelaskan mengenai fenomena penyatuan ruang-waktu sehingga mengciptakan efek seolah-olah bisa melintasi ruang yang maha panjang di alam semesta dalam waktu yang singkat. Singkat dalam kasus ini berarti seperti melewati waktu ribuan tahun dalam waktu beberapa menit atau detik saja.
Hanya saja teori ini tidak semudah seperti yang digambar-gambarkan dalam film-film Sains Fiksi ketika menekan tombol Warp, partikel bernyawa seperti manusia bisa berpindah dengan cepat tanpa terjadi apa-apa dengan struktur materinya bahkan sampai nyawa seluruh awak yang ada di spaceship. Artikel ini ditujukan untuk menikmati Teori Lubang Hitam sebisa mungkin tanpa matematika dan advanced quantum di dalamnya.
Teori Lubang Hitam
Teori Lubang Cacing pertama kali dipernalkan pada tahun 1916 meskipun belum disebut sebagai Teori Lubang Cacing (wormhole theory). Ludwig Flamm (Fisikawan Austria) mengajukan ide White Hole sebagai pembalikan waktu Lubang Hitam (black hole) setelah meninjau solusi dari persamaan umum hukum gravitasi umum Eisntein. Gerbang masuk ke dalam lubang hitam dan lubang putih dapat dihubungkan dengan jalur ruang-waktu,
Einstein dan Nathan Rosen menggunakan teori relativitas umum untuk mengkaji kemungkinan adanya jembatan yang bisa menjadi penghubung antara ruang-waktu. Jembatan ini menghubungkan dua titik berbeda di alam ruang-waktu yang secara teoretis seperti menciptakan jalan pintas untuk memotong waktu dan jarak yang jauh. Jembatan ini disebut sebagai jembatan Einstein-Rosen yang saat ini dikenal dengan sebagai Wormhole atau lubang cacing.
Sebuah lubang cacing diilustrasikan memiliki dua buah pintu yang terhubung oleh sebuah lorong. Bentuk pintu seperti sebuah lubang berbentuk bulat atau oval karena dua bentuk ini paling sederhana terbentuk dari sebuah medan singular.
Teori realativitas umum Einstein secara matematis bisa memprediksikan ekstansi dari wormhole namun sampai saat ini belum pernah diamati. Penyebabnya bisa jadi karena cahaya memang sulit keluar dari sana namun sebuah lobang hitam bermassa negatif mungkin saja bisa diamati berdasarkan efek grafitasi yang mempengaruhi cahaya ketika lewat disekitar sana.
Solusi dari masalah matematis Eisntein dalam meprediksi keberadaan mulut lubang cacing mungkin saja bentuk lubang hitam (black hole) namun Black Hole sendiri tercipta dari bintang sekarat dengan massa super massive. Keberadaan lubang tidak serta merta menciptkan lubang cacing.
Agak sulit untuk menvisualisasikan fenomena dengan gambar dua dimesni mengingat satu ruang dengan ruang lainnya masih terhubung di gambar dua dimensi. Sejatinya dua ruang tersebut adalah ruang yang berbeda, bukan dari sisi koordinat misalnya O(3,4,1) berbeda dengan P(2,-1,2) tapi memang dalam universe yang berbeda. Hal ini membuat adanya dukungan dengan teori multiverse.
Mungkin ini adalah ilustrasi paling mudah membuat ilustrasi dari lubang cacing namun bisa jadi seolah-olah kita hanya melewati sebuah lorong yang memotong dua jalan raya yang ketika dilalalui harus mutar jauh dulu, tapi diilustrasi ini menunjukkan garis lengkung yang menunjukkan ruang yang benar-benar melengkung tidak sebagai ruang kartesian x,y,z yang tegak lurus satu sama lain. Ruang di bidang lengkung ini tetaplah ruang kartesian kaku namun tidak bagi pengamatan diluar ruang, sekiranya itu bisa diamati.
Kekurangan lain dari ilustrasi ini adalah tidak bisa menggambarkan waktu yang berbeda antar pintu masuk dan pintu keluar. Perbedaan ini tidak sesederhana saya masuk ke sebuah terowongan pada pukul 7.15, dan jika membutuhkan waktu 30 menit untuk melalui terowongan kita akan sampai pada pukul 7.45. Baik 7.15 dan 7.45 hanya menunjukkan rentang waktu pada timeline yang sama. Sedangkan waktu antara masuk dan keluar dari lubang cacing ini benar-benar berbeda dan bisa jadi tidak berada pada timeline yang sama. Sehingga jika waktu adalah salah satu koordinat posisi, maka setelah keluar dari lubang, kita seharusnya berada di universe berbeda dari universe awal kita masuk. Sederhanya adalah multiverse, sedangkan sisi rumitnya belum ada penguhubung antara timeline di pintu masuk Universe A dan di Pintu keluar di Universe B misalnya.
Mari kita berandai-andai saja, jika Universa A dan B haruslah benar-benar berbeda, mungkin saja kita bisa mengamati Cesium-133 bergetar 9.192.631.770 kali dalam sedetik di Universe lain harusnya berbeda untuk rentang satu detik yang sama atau paling tidak jika kita mengenal Oksigen di Universe ini memiliki 16 Neutorn dan 16 Proton, di Universe lain harusnya berbeda. Akan tetapi jika kita berasumsi demikian tanpa ada bukti atau paling tidak patuh pada hukum energi, ruang, waktu, dan ruang-waktu maka pola pikir ini tidak ada bedanya dengan sutradara film-film sains fiksi tentang alam semesta seperti Star Wars, Star Treck atau malah Avenger End-Game yang seenaknya saja membawa mahluk dari timeline berbeda ke timeline mereka.
Agar lebih asik lagi ada baiknya kita memahami defenisi sederhana tentang waktu. Pengertian waktu.
Menjelajahi Lubang Cacing
Sains fiksi berjasa besar dalam meningkatkan ketertarikan terhadap lubang hitam hanya saja kebanyakan cerita diisi dengan banyak dongen futuristik (anti mitos) yang ruang-ruang di dalam lubang cacing sangat bersahabat bagi mahluk hidup di dalamnya. Di film Star Trek dan Star War saja kita bisa melihat awak kapal hanya sedikit tersentak dan kejengkang jika tidak pakai sabuk pengaman ketika pesawat siap-siap memasuki kecepatan cahaya. Setelah itu, bum, pesawat sudah berada di lokasi lain yang nan jauh di sana.
Hanya saja sepertinya lubang cacing tidak seindah dan semudah itu. Lubang Cacing memiliki dimensi raung-waktu yang lebih rumit.
Masalah pertama adalah ukuran dari lubang hitam itu sendiri. Lubang Cacing Promdial sendiri diprediksi memiliki ukuran makroskopik sekitar 10-33 cm. Namun dengan berkembang alam semesta maka diprediksikan ukuran lubang cacing juga ikut merenggang.
Berbeda dengan film Starwars, Film Avenger mungkin mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa dunia kuantum itu sangat kecil sehingga harus berukuran kecil agar bisa “menikmatinya” secara langsung. Hanya saja lagi-lagi ini sebatas dongeng. Konsep Einsteins-Rosen menjelaskan bahwa kondisi lubang cacing sangatlah tidak stabil dan bisa langsung begitu saja menghilang sehingga sangat sulit untuk melewatinya. Dibutuhkan materi yang sangat unik (belum ditemukan) untuk membuat lubang cacing stabil.
Penelitian tentang materi-materi penyusun alam semesta (God Particle) menunjukkan bahwa lubang cacing mengandung materi ‘eksotis’, kata eksotis ini untuk membedakan materi gelap (dark mater) yang sama-sama tidak bisa diamati, yang mampu membuat usia lubang cacing terbuka dengan keadaan stabil lebih lama. Materi eksotik ini memiliki kepadatan energi negatif dan tekanan negatif yang sangat besar.
Lagi-lagi kata negatif ini tidak meurujuk pada sumbu kartesian yang disisi kanan adalah positif dan di sisi kiri adalah negatif. Tekanan negatif ini tidak bisa dibayangkan seperti ruang yang berisi 10 atm udara kemudian sejumlah udara dikeluarkan 2 atm akan menghasilkan 8 atm udara. -2 atm ini hanay simbol matematis yang mengisyaratkan kekurangan 2 atm udara, namun sebenarnya 2 atm itu masih ada hanya dipindahkan kelaur ruang.
Jika sebauh lubang cacing terisi sejumlah materi eksotis yang cukup ditambah dengan upaya manusia menstabilkan lubang cacing, secara konsep ini luabng cacing bisa dimanfaatkan mengirim informasi lebih cepat karena sifat singularitas ruang-waktu yang dapat memanipulasi ruang dan waktu. Hanya saja belum ada catatan manusia bisa melakukan hal ini, kalaupun dibayangkan upaya manusia ke dalam hal ini, jaraknya masih sangat jauh baik dari sisi waktu dan teknologi.
Hal lain yang unik adalah Lubang Cacing mungin saja tidak memnghubungkan dua area di dalam universe yang sama tapi bisa jadi berada pada dua universe. Konsep ini juga bisa dijadikan acuan untuk mendukung teori perjalan waktu (time travel) jika salah satu mulut lubang hitam bisa dimanipulasi lokasinya.
Stephan Hawking sendiri berpendapat bahwa perjalanan waktu yang dimaksud bukanlah ke masa lalu di timeline yang sama. Lubang hitam lebih bersifat jalan pintas yang membuat benda yang melewatinya mengalami waktu yang lebih lambat dibandingkan diluar lubang cacing. Sehingga pengamat yang keluar dari lubang hitam seperti berjalan ke masa depan.
Teori Relativitas Einstein
Cahaya adalah entitas unik yang sifatnya bisa sebagai gelombang dan bersifat sebagai partikel ini dikenal dengan teori dualisme cahaya yang dipekernalkan oleh Einstein setelah memperbaharui kesimpulan efek fotolistrik Herzt. Bergerak dengan kecepatan c, cahaya bisa dimanfaatkan untuk mengamati benda diam maupun bergerak, hanya saja c adalah kecepatan terbatas dengan nilai C sebesar 3 x 108 m/s.
Lantas apa jadinya jika seorang begerak dengan kecepatan c mengamati benda yang bergerak ke arah berlawan dengan kecepatan c?
Menurut mekanika klasik dan transformasi galileo, harusnya benda tersebut tidak bisa teramati karena kecepatan relativnya adalah 2c terhadap pengamat. 2c tentu saja lebih besar dari c sehingga cahaya dari benda tidak akan pernah mencapai pengamat karena setiap sekonnya akan ada selesih jarak sebesar 300.000 km. Kenyataannya pengamat akan tetap bisa mengamati benda tersebut.
Einstein membuat dua buah potsulat mengenai hal ini yakni Kecepatan (1) hukum fisika akan berlaku sama untuk semua kerangka acuan inersia yang sama (Bergerak dengan kecepatan konstan atau diam) dan (2) Kecepatan Cahaya adalah konstanta yang besarnya akan sama untuk semua pengamat baik diam atau bergerak. Sekalipun pengamat tersebut bergerak mendekati c, kecepatan cahaya akan sampai ke pengamat sebesar c.
Hal ini membawa dua konsekuensi yakni adalah (1) dilatasi waktu (2) pemendekan ruang atau agar c tetap sama untuk semua kerangka acuan. Prinsip ini membuat waktu dan ruang ada dua hal yang sifatnya tidaklah tetap dan bisa digabungkan sebagai dua hal yang sama atau singulartas ruang-waktu. Materi dan Ruang itu sendiri akan berhubungan dengan gravitasi yang sifatnya juga tidak akan tetap (steady stay) agar nilai c selalu sama untuk semua pengamat.
Ahmaddahlan.NET – Jam makan malam sudah hampir tiba pada saat saya mulai menulis artikel ini, kira-kira pukul 6.45 pm Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA), orang-orang yang ada di London, mungkin baru saja siap-siap untuk menyantap makan siang mereka karena selisih waktunya kurang lebih 7 jam lebih lambat menghadap matahari.
Selain itu, malam ini saya kebetulan memiliki janji untuk bertemu dengan seorang teman untuk makan malam sekitar pukul 20.00 WITA. Awalnya kami berjanji di sebuah Restoran yang jaraknya 15 km dari rumah saya, namun karena jalanan sedang macet parah, maka kami-pun sepakat untuk memindahkan lokasi bertamu ke tempat yang lebih dekat 3 km dari meeting point pertama.
Dalam kasus di atas, agar seseorang dapat bertemu secara fisik maka harus memenuhi dua syarat, yakni : (1) berada di lokasi yang sama yakni di Restoran dan (2) waktu yang sama yakni 20.00 WITA. Waktu dan Lokasi adalah titik yang sama-sama menentukan posisi, namun sayangnya hanya koordinat yang dapat berubah baik lebih jauh ataupun lebih dekat.
Tidak demikian dengan waktu, ketiak waktu sudah menunjukkan pukul 19.31 WITA, akan mustahil jika kita mengubah perjanjian untuk bertemu 19.31 WITA, sekalipun waktu hanya terlewat 1 menit saja.
Paling tidak, demikianlah gambaran paling sederhana tentang waktu dalam pandangan klasik. Waktu dipandang sama halnya dengan Jam yang terus berputar tanpa bisa menghentikan waktu. Menghentikan jam hanya membuat jam nya tidak berfungsi namun tidak benar-benar menghentikan waktu.
Jam yang ada di lengan kita, di dinding, di layar smartphone, semuanya diatur berdasarkan besaran detik, menit dan jam. Meskipun besaran ini sudah beberapa kali berubah sejak pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Sumeria kuno, seperti saat ini, kita sepakat bahwa satu detik adalah rentang waktu yang dibutuhkan atom cesium-133 bergetar sebanyak 9.192.631.770 kali. Paling tidak, ini adalah atom yang getaran paling stabil dari sisi waktu.
Meskipun defenisi 1 detik sudah diubah menggunakan konstanta alam yang lebih stabil yakni kecepatan cahaya, namun 1 detik tidaklah jauh berbeda dengan defenisi yang dimaksud oleh getaran atom cesium. Hanya saja, 1 detik bukanlah defenisi waktu melainkan rentang antara dua buah keadaan berbeda yang arahnya hanya ke depan.
A. Waktu dalam Kajian Sains
Sekilas panjang dan “waktu” sama-sama menunjukan rentang antara dua titik, hal ini membuat waktu dianggap sebagai koordinat ke empat setelah sumbu x, y dan z di kartesian, namun waktu sedikit berbeda.
Persamaan-persamaan fisika bisa digunakan dengan tepat untuk menghitung waktu yang berjalan ke arah depan (waktu positif) dan ke arah belakang (waktu negatif) namun tanda postif dan negatif hanya sebatas simbol matematis semata. Di alam semesta, waktu hanya berjalan ke arah depan saja. Konsep ini disebut sebagai panah waktu yang tidak bisa melesat berlawan arah dengan sisi lancipnya. Sifatnya mutlak ireversibel atau tidak dapat diputar balik.
Misalkan saja kita mengatakan waktu -3 detik, yah benar adanya jika kita diberikan waktu 5 detik sisanya adalah 2 detik setelah dikurangi -3 detik, namun makna fisisnya -3 detik tidak akan pernah ditemukan. 1 detik setara dengan 9.192.631.770 getaran atom cesium-133, dengan demikian 0,5 detik akan setara dengan lama getaran waktu 4.596.315.885 getaran dan 0 detik itu setara dengan 0 getaran atom cesium. Sekarang -1 detik itu tidak mungkin didefenisikan dengan minus getaran, karena getaran bernilai minus meupakan hal yang tidak real.
B. Dilatasi Waktu
Dalam pandangan mekanika klasik, waktu akan sama dengan kerangka acuan apapun. Nilanya akan disinkronkan dengan defenisi satuan waktu, misalnya saja dalam detik, menit atau jam. Namun tidak demikian dengan fisika kuantum. Einstein memperkenalkan kecepatan cahaya (c) sebagai sebuah sistem yang mengatur batas kecepatan benda bergerak di alam semesta. Besar Nilai c adalah 3,00 x 108 m/s.
Mekanika Klasik
Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai waktu, mari kita kembali ke mekanika klasik melalui energi kinetik. Misalkan saja sebuah benda memiliki massa 1 kg bergerak dengan energi 4200 joule, Energi ini setara dengan energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air 1 kg agar naik 1oC. Maka jika semua energi dikonversi menjadi gerak, kecepatan benda adalah
E =\frac{1}{2}mv^2
4200 = \frac{1}{2}(1)v^2
maka
v=\sqrt{8400}=91,65 \ m/s
Benda tersebut begerak dengan kecepatan sampai 91,65 m/s dengan sedikit pembulatan hasil. Mari kita kembali misalkan 4200 Joule tadi digunakan untuk menggerakan elektron yang massanya sekita 9,1 x 10-31 kg. Dengan cara yang sama kita akan dapatkan kecepatan sekitar :
v=\sqrt{\frac{8400 \times 10^{31}}{9,1}}=9.59 \times10^{16} \ m/s
Jika elektron bisa begerak dengan kecepatan ini, itu berarti lebih dari 30 kali lebih cepat dari kecepatan cahaya. Faktanya tidak demikian, elektron tetap hanya akan bergerak dengan kecepatan cahaya, justru lebih rendah. Agar syarat kecepatan cahaya ini sebagai kecepatan tertinggi dan hukum kekekalan energi terpenuhi secara bersamaan, maka Einstein menawarkan konsep dilatasi waktu dan konstraksi ruang.
C. Relativitas Waktu
Kembali lagi ke maslaah waktu, Einstein menawarkan 2 potsulat yakni (1) hukum-hukum fisika akan berlaku sama untuk pengamat dengan kondisi tidak mengalami percepatan dan (2) kecepatan cahaya adalah konstanta yang akan selalu sama untuk semua pengamat. Konsekuensinya sebesar apapun energi yang didapatkan benda untuk bergerak maka benda tersebut hanya bisa bergerak mendekati kecepatan cahaya. Hal ini disebabkan rentang waktu yang dialami benda tersebut menjadi lebih lama. Perubahan rentang waktu ini disebut sebagai dilatasi waktu.
Agar lebih sederhana mari kita tinjau dilatasi waktu dari sisi pengamat diam. Misalkan kita mengamati dua atom cesium-133 yang berbeda keadaan, Atom pertama diam sedangkan atom yang lainnya bergerak dengan kecepatan cahaya. Pada saat satu detik terlewati, maka atom yang diam sudah bergetar 9.192.631.770 sedangkan yang bergerak dengan kecepatan mendekati c, akan dipengaruhi sebuah faktor x sehingga hanya begetar kurang dari 9.192.631.770 kali. Kita misalkan saja hanya 1/2 kali getaran dari keadaan diam.
Jika kita mengamati selama 10 detik, maka usia atom cesium diam sudah bertamabh sepuluh detik karena sudah melakukan 91.926.317.700 getaran sedangkan yang bergerak mendekati c usia atomnya hanya usia atomnya bertambah 5 detik karena hanya bergetar 45.963.158.850 kali.
Berjalan Ke Masa Depan
Jika percobaan ini dilakukan ke manusia yang usinya sama-sama 7 tahun selama kurang lebih 30 tahun, maka pada saat percobaan selesai, manusia yang diam akan berusia 37 tahun sedangkan yang bergerak mendekati c usianya masih 22 tahun. Dari sisi Manusia diam, si manusia yang bergerak mengalami perlambatan penuaan selama 15 tahun sedangkan bagi manusia yang bergerak seolah-olah ia berjalan ke masa depan sejauh 15 tahun karena ia hanya habiskan waktu 15 tahun di pesawat tapi waktu pada saat ke luar pesawat sudah berubah 30 tahun. Keadaan ini merupakan konsep dari perjalan waktu ke masa depan (time travel)
Kasus ekperimen diatas disebut sebagai paradoks bayi kembar Einstein. Dalam kasus tersebut, waktu itu tidaklah sama bagi semua partikel di alam semesta melainkan bergantung dari keadaan partikel masing-masing.
Berjalan ke Masa Lalu
Sepertinya tidak ada masalah realitas ketika seseorang bisa berjalan ke masa depan, namun bagaimana jika kita bisa berjalan ke masa lalu? Sepertinya ada berapa kondisi yang menjadi paradoks dan tidak akan realitasnya. Misalkan saja kita berjalan ke masa lalu lalu membunuh ibu kita sebelum melahirkan kita, maka kita tidak akan pernah lahir ke dunia. Jika kita tidak lahir ke dunia maka tidak akan ada yang berjalan ke masa lalu untuk membunuh ibu kita.
Jika tidak ada yang datang ke masa lalu membunuh ibu kita sebelum kita dilahirkan, maka kita akan lahir. Setelah dewasa akan ada ide berjalan ke masa lalu untuk membunuh ibu kita. Algoritma ini akan terus menerus berputar dan menghasilkan paradoks. Sehingga mustahil kita bisa berjalan ke masa lalu dengan konsep ini.
Sejatinya mengamati masa lalu itu bisa lakukan secara langsung (rela time / Live) setiap malam. Misalkan saja kita mengamati bintang Proxima Centauri yang jaraknya 4,2 tahun cahaya. Angkat 4,2 tahun cahaya tersebut adalah lama waktu yang dibutuhkan cahaya yang bergerak 3 x 108 m/s dari Proxima Centauri sampai akhirnya ke mata kita di Bumi. Implikasinya adalah cahaya yang kita lihat sebenarnya cahaya dari masa lalu Proxima Centauri yang bisa saja 2 tahun setelah cahaya tersebut bergerak ke mata kita, Proxima Centauri meledak dan saat kita amati malam ini, Proxima Centauri sebenarnya sudah tidak ada di sana.
Coba analogikan kejadian tersebut dengan pesawat tempur yang bergerak lebih cepat dari kecepatan suara melewati kita. Suara pesewat tersebut baru terdengar pada saat pesawat sudah tidak ada di atas kita.
Hanya saja dalam posisi ini kita hanya berperan sebagai pengamat saja dan tidak bisa melakukan apa-apa dengan apa yang diamati.
Fisika sebenarnya menaungi kebolehjadian perjalanan ke masa lalu melalui konsep dan hukum kekekalan energi. Hukum ini menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat berubah ke bentuk energi lain. Misalkan saja kipas angin yang bergerak itu merubah energi listrik ke energi gerak. Jika arah energi dirubah, misalnya kipas diputar dengan kencang maka akan dihasilkan energi listrik dari putaran dinamo di dalamnya.
Konsep ini yang bisa membawa manusia ke masa lalu melalui asumsi semua aktifitas manusia di alam semesta ini melibatkan energi dan perubahannya. Jadi misalkan pada saat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan text proklamasi tahun 1945, Energi Suara dari bung Karno itu dirubah ke dalam energi gerak oleh udara di sekitar, kemduian mungkin melekat pada daun, sebagian berubah jadi energi panas atau bentuk lainnya. Energi suara bung karno ini tidak akan pernah hilang menurut hukum kekekalan energi hanya berubah saja bentuk.
Sekiranya kita punya alat yang begitu canggih melacak semua bentuk dan keberadaan energi. Lalu alat ini bisa mengembali bentuknya ke energi asalnya maka kita akan berada di masa lalu melalui alat tersebut. Hanya saja ketika saya membunuh bung Karno sebelum dia membacakan tesk proklamasi tidak akan merubah apa-apa di masa depan karena yang saya rubah adalah energi yang sudah saya petakan dari awal.
Perlakuan yang merubah kejadi sejarah dengan adanya alat tersebut akan merubah jalannya sejarah versi energi yang sudah dikembalikan atau dengan kata lain konseskuensi lebih condong adanya realitas energi lain selain dari energi sebelum di kembalikan ke bentuk asalnya atau mudahnya kita sebut saja Multiverse. Jika rentetan perubahan waktunya tetap mengacu pada defenisi awal waktu yang satu 1 detik baik di energi sebelum dan sesudah dilacak nilainya sama, maka konsep ini disebut sebagai Pararel Universe.
Konsep ini memang tidak melanggar hukum namun bukan berarti bisa diwujudkan karena ada banyak hal yang harus diketahui tentang energi, waktu dan ruang.