Author: Ahmad Dahlan

  • Turunan Hukum Rayleigh-Jeans Tentang Radiasi Termal

    Turunan Hukum Rayleigh-Jeans Tentang Radiasi Termal

    AhmadDahlan.NET – Hukum Radiasi Termal Rayleigh-Jeans adalah hukum yang menjelaskan energi yang diradiasikan oleh sebuah benda per satuan luas. Hukum ini sangat bermanfaat dalam mempelajari fenomena radiasi meskipun tidak secara sempurna memprediksi radiasi termal dari spektrum panjang gelombang.

    Menurut hukum Rayleigh-Jeans, rapat energi uν per interval frekuensi (ν) adalah :

    u_ν=\frac{8 \pi ν^2kT}{c^2}

    dimana :

    k : konstanta Boltzmann
    T : suhu benda dalam Kelvin
    c : Kecepatan Cahaya di ruang hampa.

    Persamaan ini fit dengan hasil pengukuran untuk radiasi dengan frekuensi rendah namun gagal untuk frekuensi tinggi. Perbedaan hasil pengukuran dan persamaan diatas dimulai dari frekuensi yang lebih tinggi dari cahaya tampak warna ungu sehingga disebut sebagai Bencana Ultraviolet.

    Kesimpulan yang ditarik dari keterbatasan hukum ini menjelaskan radiasi benda mengarah pada keadaan asimtotik untuk persamaan lain tentnag radiasi benda. Hal inijuga berdampak pada nilai konstanta yangberubah-ubah pada permsaan radiasi termal Planck.

    A. Penurunan Hukum Rayleigh-Jeans

    Misalkan saja radiasi diapnacarkan oleh sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang sisi L yang menjadi bidang pantul dari radiasi yang ada di dalamnya.

    Bentuk Kubus untuk radiasi benda hitam

    Gelombang berdiri terbentuk dari radiasi dengan panjang gelombang λ yang ada di dalam kubus dalah integral dari sikulus setengah gelombang yang fit dengan dimensi kubus. Dengan demikian radiasi pararel antar tepi kubus adalah :

    \frac{l}{λ/2} = m

    dimana m adalah bilangan bulat.

    λ=\frac{2L}{m}

    Di antara dua ujung akan ada dua gelombang berdiri untuk setiap polarisasi. Agar lebih sederhana, abaikan polarisasi terlebih dahulu agar memudahkan proses analisis. Karena frekuensi ν adalah c/λ, maka :

    ν = \frac{cm}{2L}

    Misalkan q adalah bilangan gelombang yang didefenisikan :

    q= \frac{2 \pi}{\lambda}

    masukkan nilai ν = c/λ, maka

    q=\frac{2\pi \nu}{c}

    ganti nilai ν dengan kondisi gelombang di dalam kubus maka

    q=\frac{2\pi m}{2L}=\pi \frac{m}{L}

    dengan demikian

    q^2= \pi^2(\frac{m}{L})^2

    Jika radiasi terjadi pada tiga sumbu yakni mx, my, dan mz, maka persamaan di atas bisa di tulis

    q^2=\pi^2 \left [ \left ( \frac{m_x}{L} \right )^2 +\left ( \frac{m_y}{L} \right )^2+ \left ( \frac{m_z}{L} \right )^2 \right ]

    Persamaan ini bisa disederhanakan dengan menggunakan frekuensi sudut yakni ω=2πν dan q = ω/c. Sehingga persamaanya menjadi :

    m_x^2+m_y^2+m_z^2 = \frac{4L^2 \nu^2}{c^2}

    Selanjutnya mari kita lanjutkan dengan menghitung kombinasi sebaran radiasi dalam bentuk bola untuk daerah non negatif di sumbu x,y, dan z. Ilustrasi bentuk lingkarannya sebagai berikut :

    Sebaran Radiasi Benda Hitam pada runag non negatof Spherical

    Bentuk ruang tersebut adalah seperempat bola dengan daerah di dalam R dan daerah di luar bola yakni R+dR. Volume Bola diberikan melalui persamaan :

    dV = 4 \pi R^2 dR

    Menurut Koordinat Bola, mak anilai R adalah

    R =\sqrt{m_x^2+m_y^2+m_z^2}

    maka :

    R = \sqrt{\frac{4L^2 \nu^2}{c^2}} = \frac{2L \nu}{c}

    karena L dan c bernilai konstan maka

    dr = \frac{2L. d\nu}{c}

    dengan demikian maka dV dapat ditulis :

    dV = 4 \pi \frac{4L^2 \nu^2}{c^2} \frac{2L}{c}d\nu =\frac{32 \pi L^3ν 
    2}{c^3} d\nu

    Untuk kasus dua dimensi, ruang non-negatif berbentuk seperempat Lingkaran, pada Bola ruang ini berbentuk seperdelapan lingkaran. Dengen demikian dN untuk ruang ini hanya 1/8 dari volume bola penuh.

    dN=4πν^2dν

    Rata-rata energi Kinetik untuk setiap derajat kebebasan adalah :

    \frac{1}{2}kT 

    Dimana k adalah konstantan Blotzmann. Pada osilasi harmonik terdapat hubungan antara energi kinetik dan energi potensial sehingga rata-rata energi setia derajat bebas adalah kT. Hal ini berarti bahwa radiasi rata-ratat energi E untuk setia frekuesi adalah :

    \frac{dE}{dν} =kT \left ( \frac{dN}{dν} \right ) = 4 \pi kT \left ( \frac{L^3}{c^2} \right ) ν^2

    dan rapat energi rata-rata adalah, uν,

    \frac{du_ν}{dν}=\left ( \frac{1}{L^3} \right )\left ( \frac{dE}{d\nu} \right ) = \frac{4 \pi kT\nu^2}{c^3}

    Kita kembali asumsi awal dari pernurunan ini dimana tidak mempertimbangkan polarisasi gelombang dengan demikian faktor ini di kali 2 menjadi :

    \frac{du_ν}{dν}= \frac{8 \pi kT\nu^2}{c^3}

    Persamaan ini tepat menhitung radiasi gelombang dengan frekuensi renda sampai ke arah 0.

  • Radiasi Benda Hitam – Hubungan Hukum Kirchhoff, Stefan-Boltzmann dan Pergeseran Wein

    Radiasi Benda Hitam – Hubungan Hukum Kirchhoff, Stefan-Boltzmann dan Pergeseran Wein

    Radiasi benda hitam adalah pancaran energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dari sebuah yang dapat menyerap seluruh paparan radiasi ke permukaannya. Radiasi ini hanya dipancarkan jika benda dalam kesetimbangan termodinamika dengan besar energi radiasi bergantung dari suhunya.

    Benda hitam sendiri adalah benda teoretik yang merujuk karakteristik benda yang dapat menyerap seluruh radiasi yang datang ke permukaannya lalu memancarkannya kembali. Besar energi yang dipancarkan tidak bergantung dari besar energi yang menerpanya tapi berdasarkan

    I_{(\lambda,b)}(λ,T)=\frac{2hc^2}{λ^5[e^{\frac{hc}{k_bλT}}-1]}

    Radiasi Benda Hitam adalah eksperimen awal yang menandai lahirnya fisika Kuantum. Pada awalnya, fisikawan hanya beranggapan bahwa benda dengan suhu tinggi yang saja yang meradiasikan energi dalam bentuk gelombang sebagaimana besi ketika dipanaskan hingga berpendar. Namun pada kenyataannya semua benda dengan suhu lebih tinggi dari 0K (-273,15oC).

    Radiasi energi diemesikan secara kontinyu dan terdistribusi berdasarkan panjang gelombangnya. Spektrum panjang gelombang ini bergantung dari suhu benda. Benda-benda dengan suhu rendah (< 500oC) lebih banyak meradiasikan panjang gelombang pada daerah inframerah.

    Seiring dengan peningkatan suhu, benda akan meradisasikan energi dengan panjang gelombang yang semakin pendek. Benda dengan suhu 500oC ~ 600oC lebih banyak meradiasikan energi pada panjang gelombang cahaya tampak. Ketika suhu benda meningkat lagi, profil panjang gelombang yang diradiasikan semakin berkurang dan pada akhinya akan terlihat berpendar dari merah, orange, sampai akhirnya terlihat seperti berwarna putih. Fenomena ini disebut sebagai “White Hot”.

    Besi Panas dengan suhu super tinggi berpendar berwarna merah
    Besi Berpendar Keitiak Dipanaskan Pada suhu Sekitar 3000oC

    Perubahan suhu tidak hanya berdampak pada penurunan panjang gelombang tapi juga meningkatkan total daya yang diradiasikan.

    Pada saat sejumlah energi (radiasi energi) menerpa permukaan sebuah benda, sebagain dari energi ini diserap oleh benda dan sebagai lainnya akan diemisikan kembali. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah mobil yang diparkir siang hari di sebuah lapangan. Energi panas dari cahaya matahari yang menerpa permukaan mobil akan masuk melalui kaca mobil dan membuat suhu di dalam mobil meningkat. Namun tidak semua diserap, sisanya diemisikan.

    Semakin terang benda (berwarna keputih-putihan) maka semakin sedikit radiasi yang diserap dan semakin banyak radiasi yang diemisikan, demikian sebaliknya. Semakin gelap benda maka semakin banyak radiasi yang diserap dan semakin sedikit radiasi yang diemisikan.

    Perbandingan antara radiasi yang diserap dan diemisikan ini disebut sebagai koefisien absorsi. Pada suhu yang sama, absorsi dan emisi diradiasikan pada jumlah yang sama dalam satu waktu. Jumlah radiasi yang diemesikan dan diserap dalam rentang waktu tertentu selanjutnya disebut sebagai Radiasi Termal.

    Radiasi Benda Hitam

    Radiasi benda hitam difenisikan sebagai bedan yang menyerap semua radiasi yang menerpanya atau dengan kata lain koefisien absorsinya adalah seluruh koefisien absorsi berdasarkan panjang gelombangnya. Radiasi termal dari benda hitam ini selanjutnya disebut sebagai Radiasi Benda Hitam.

    A. Hukum radiasi termal Kirchhoff

    Kirchhoff (1859) melakukan perhitungan mengenai koefisien absorsi benda dengan menggunakan persamaan kesetimbangan Termodinamika. Hasilnya ditemukan bahwa :

    Benda memiliki koefisien absorsi sama pada suhu yang sama untuk semua panjang gelombang dan koefisien tersebut juga berlaku pada benda hita, dengan suhu yang sama pula.

    Pernyataan tersebut selanjutnya disebut sebagai hukum Kirchhoff. Implikasi dari pernyataan ini menunjukkan bahwa benda hitam tidak hanya absorben paling efisien seperti yang disebutkan sebelumnya tapi sekaligus berfungsi sebagai emiter paling efisien. Hukum ini juga tidak menyebutkan bahwa karakteristik dari Radiasi Benda Hitam bergatung dari karakteristik benda itu sendiri sehingga Radiasi Benda Hitam memiliki karakteristik yang sifatnya universal untuk semua benda hitam.

    Ilustrasi Benda Hitam yang mengabsorsi semua absorsi
    Ilustrasi Benda Hitam

    Secara teori, Karakteristik Benda hitam sempurna dapat dilihat dari benda dengan rongga yang terdapat ruangan hitam yang dijaga pada suhu konstant. Terdapat sebuah lubang yang sangat kecil yang menghubungkan bagian dalam dna bagian luar. Lubang kecil pada benda tersebut berperilaku seperti lubang hitam dimana radiasi energi yang masuk melalui celah tersebut akan membuat energi terserap sepenuhnya setelah melalui beberapa kali pemantulan. Karena benda dijaga dalam suhu konstan, maka semua energi yang masuk melalui lubang kecil akan diserap dengan jumlah yang sama banyaknya. Dengan demikian benda ini dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna.

    Tentu saja Benda Hitam yang sempurna tidak pernah bisa dibuat namun sebuah benda bisa dirancang seperti ilustrasi sehingga memiliki sifat yang mendekati benda hitam sempurna seutuhnya. Untuk pengamat di luar rongga akan menemukan semua radiasi yang masuk pada celah tersebut diserap secara seutuhnya oleh benda. Proses menjaga suhu benda tetap konstan akan membuat energi seperti diserap tanpa merubah panjang gelombang yang dipancarkan karena perubahan suhu.

    Jika percobaan ini dilakukan pada suhu rendah, maka emisi energi yang dipancarkan akan lebih panjang dari cahaya tampak. Mari kita simbolkan R sebagai daya emisi total dari benda hitam. R ini tidak lain adalah total daya yang diemesikan untuk setiap satuan luas permukaan dari benda hitam. Stefan (1879) melakukan percobaan dan secara empirik menemukan hubungan antara R terhadap suhu benda hitam (dinyatakan dalam Kelvin) :

    R_{(T)}=\sigma T^4

    Dimana σ adlaah konstatan stefan dengan nilai σ = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4. Boltzman (1884) kemudian mampu menghubungakan persamaan R di atas dengan Termodinamika sehingga hasil ini selanjutnya disebut sebagai Hukum Stefan-Boltzmann.

    Nah sekarang mari kitas masukkan distribusi spektrum dari panjang gelombang untuk Radiasi Benda Hitam sehingga R adalah fungsi dari Panjang Gelombang dan Suhuy R(λ,T). Dengan demikin R(λ,T)dλ adalah daya emisi per satuan luas dari benda hitam pada suhu mutlak yang menghubungkan antara Radiasi pada panjang gelombang λ dan λ+dλ. Dengan demikian maka Daya Emisi Total R(T) untuk semua panjang gelombang tidak lain integral dari R(λ,T)dλ atau:

    R_{(T)}=\int^{∞} _0 R(λ,T)dλ

    Menurut Setfan-Bolztmann nilai R(T) = σT4. Karena R hanya bergantung pada suhu saja maka R(λ,T) adalah sebuah fungsi yang sifatnya Universal dan hal ini juga mengikuti hukum Kirchhoff.

    Meskipun sudah didefenisikan dengan baik oleh Bolztmann tahun 1884, namun pengukuran akurat dari R(λ,T) baru dilakukan pada tahun 1899 oleh Lummer dan Pringsheim. Data pengukuran tersebut disajikan dalam bentuk grafik R(λ,T) terhadap λ untuk beberapa suhu yang berbeda. Hasilnya sebagai Berikut :

    Grafik Radiasi Benda Hitam Berdasarkna panjang Gelombang

    Hukum Pergeseran Wein

    Grafik di atas menunjukkan emisi terhadap spektrum panjang gelombang dari radiasi benda hitam untuk beberapa titik suhu. Dari grafik dapat disimpulkan bahwa (1) Emisi energi dari benda hitam semakin meningkat seiring dengan bertambahnya panjang gelombang; dan (2) meningkat seiring dengan bertambah suhu (T). Hanya saja ada titik balik dimana nilai emisi kembali turun setelah mencapai panjang gelombang tertentu. Panjang Gelombang dengan nilai Emisi maksimal ini di sebut sebagai λmax.

    Jika kita menggambar garis yang tegak lurus terhadap panjang gelombang seperti garis putus-putus berwarna biru di bawah

    Ilustrasi Grafik Hukum Pergeseran Wein

    Gambar garis putus-putus tersebut ternyata menunjukkan jika λmax dari masing-masing bergusur dengan hubungan berbanding terbalik. Semakin rendah suhu maka nilai λmax akan bergeser ke aras semakin panjang. Pergeseran ini ternyata memiliki pola konstan dengan hubungan :

    λ_{max}T=b

    dimana b adalah nilai konstan. Pergeseran titik ini disebut sebagai hukum pergeresan Wein dengan konstanta Pergeseran Wien (b) adalah 2,898 x 103 mK.

    Dari fenomena yang telah dijelaskan di atas terlihat bahwa lubang kecil hitam yang ada di luar gua (Cavity) membuat pemanasan di daerah bagian dalam menjadi seragam. Lobang ini juga nantinya akan mengemisikan radiasi benda hitam. Begitu radiasi yang terjadi di bagian dalam gua.

    Kirchhoff menggunakan Hukum Termodinamika II untuk membutikan bahwa flux radiasi di dalam gua akan sama untuk semua arah. Dengan demikian radiasi ini bersifat Isotrop. Ridiasi Benda Hitam yang dipancarakan di dalam gua akan selalu sama pada suhu yang sama meskipun bentuk guanya berbeda, selama masih memiliki karakterisik benda hitam.

    Dengan demikian flux radiasi dapat dinyatakan dengan besaran ρ(λ, T). ρ disebut sebagai fungsi distribusi spektrum atau rapat energi monokromatik. Dengan demikian turunan ρ terhadap dλ adalah rapat energi persatuan volume dengan interval panjang gelombang (λ, λ+dλ) pada masing-masing suhu.

    Secara matematis besar nilai dari ρ(λ, T) akan proposional dengan R(λ,T). Keduanya dihubungan dengan konstanta 4/c dimana c adalah kecepatan cahaya

    ρ_{(λ, T)}= \frac{4}{c}R_{(λ,T)}

    Dengan menggunakan persamaan Termodinamika maka didapatkan persamaan Wein :

    ρ_{(λ, T)} =λ^{-5}f_{(λ,T)}

    Dimana f(λ,T) adalah fungsi tunggal dari variable λT. Hanya saja f(λ,T) tidak bisa dibuktikan dengan persamaan Termodinamika.

    Kesimpulan

    Semua objek yang ada di alam semesta ini dengan suhu lebih besar dari 0 K akan mengemisikan energi dalam bentuk Gelombang Elektromagnetik. Benda hitam didefenisikan sebagai Benda teoretical yang menyerap semua radiasi yang menerpa dirinya. Benda hitam sempurna tidak bisa dipetuman dan ini hanya objek hipotetik yang secara sempurna menyerap dan mengemisikan radiasi untuk semua panjang gelombang.

    Karakteristik dari Radiasi Benda Hitam dapat dideskripsikan dengan bebera hukum yakni

    1. Hukum Pergeseran Wein

    Hukum Pergeseeran Wein menyatakan bahwa frekuensi dari emisi puncak (fmax) bertambah secara linier dengan suhu mutlaknya.

    f_{max} ∼T

    2. Hukum Steafnus Boltzman

    Total Radiasi Energi yang diemesikan oleh sebuah benda sebanding dengan suhu mutlakn berpangkat 4.

    E ∼ T^4
  • RPS Kapita Selekta Media Pembelajaran Fisika

    RPS Kapita Selekta Media Pembelajaran Fisika

    AhmadDahlan.NET – Berikut ini adalah RPS Mata kuliah Kapita Selekta Media Pembelajaran untuk Program Stuudi Pendidikan Fisika.

    A. Deskripsi Mata Kuliah

    Mata kuliah ini berisi analisis mengenai trend pengembangan dan penggunaan Media Pembelajaran Fisika dalam kurung waktu 5 tahun terakhir. Trend Pengembangan dikaji melalui tiga skop berdasarkan area yakni trend penggunaan Media Pembelajaran untuk Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah di Indonesia, Amerika, Eropa dan atau negara Maju dalam bidang pendidikan.

    Kajian dipusatkan pada :

    1. Kerangka dasar media
    2. Konsep dan Teori yang digunakan dalam pengembangan media
    3. Karakteristik Media
    4. Karakteristik Materi yang terdapat dalam media
    5. Dampak Penggunaan Media
    6. Potensi dan Halangan Diterapkan Pada Pembelajaran Fisika di Indonesia

    Sumber kajian dilakukan merupakan kajian ilmiah dilakukan berupa :

    1. 8 Jurnal dalam Bahasa Indonesia
    2. 5 Jurnal dalam Bahasa Inggris dengan subjek Penelitian di luar Indonesia.

    B. Topik Unggulan

    Dalam memiliki jurnal dan artikel diutamakan yang menggunakan topik yang berkaitan dengan

    1. STEM Field dan STEM Education
    2. ESD (Education for Sustainable Development)
    3. Engineering Design Process
    4. Flipped Learning
    5. P21 Learning Design
    6. Science Literacy
    7. Adaptive Learning
    8. Computational Thingking
    9. Etnoscience, dll
  • Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Melingkar Beraturan

    Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Melingkar Beraturan

    AhmadDahlan.Net – Pernahkah kalian memperhatikan pergerakan jarum jam? Jarum jam bergerak melingkar sesuai dengan lintasan nya yang berbentuk lingkaran. Benda yang bergerak dalam lintasan melingkar dinamakan Gerak Melingkar. Dalam Fisika, gerak melingkar terbagi menjadi dua, yaitu gerak melingkar beraturan dan gerak melingkar berubah beraturan. Berikut penjelasan yang lebih lengkap mengenai gerak melingkar beraturan.

    A. Pengertian Gerak Melingkar Beraturan

    Gerak Melingkar Beraturan merupakan gerak melingkar yang besar kecepatan sudutnya (ω) tetap terhadap waktu atau percepatannya sudutnya (as) sama dengan nol, dengan arah percepatannya selalu tegak lurus dengan arah kecepatannya.

    B. Rumus Gerak Melingkar Beraturan

    1. Frekuensi & Periode

    Sebuah benda yang bergerak melingkar, gerakannya akan selalu berulang pada waktu tertentu. Banyaknya putaran setiap waktu ini disebut sebagai frekuensi (f), sedangkan lama waktu untuk benda melakukan satu putaran disebut sebagai periode (T). Rumus yang digunakan untuk menghitung frekuensi dan periode adalah :

    Frekuensi (f)

    f=\frac{n}{t}\ \ atau\ \ f=\frac{1}{T}

    Periode (T)

    T=\frac{t}{n}

    keterangan,
    f : frekuensi (Hz)
    n : jumlah putaran
    t : waktu putaran (s)
    T : periode (s)

    2. Panjang Lintasan

    panjang lintasan benda yang bergerak melingkar dapat dihitung menggunakan :

    s=θ×r

    keterangan :
    s : panjang lintasan (m)
    θ : sudut tempuh benda
    r : jari – jari lintasan (lingkaran) (m)

    3. Perpindahan Sudut

    Perpindahan sudut pada gerak melingkar dapat dihitung menggunakan persamaan :

    ∆θ=θ_2-θ_1

    atau

    ∆θ=ω×∆t

    keterangan,
    ∆θ : perpindahan sudut (rad)
    θ2 : besar sudut akhir (rad)
    θ1 : besar sudut awal (rad)
    ω : kecepatan sudut rata – rata (rad/s)
    ∆t : selang waktu (s)

    4. Kecepatan

    Terdapat dua kecepatan pada gerak melingkar beraturan, yaitu kecepatan tangensial (υ) dan kecepatan sudut (ω). Kecepatan tangensial dapat dihitung menggunakan persamaan :

    υ=ω×r=2\pi fr=\frac{2\pi }{T}r

    Sedangkan, kecepatan sudut dapat dihitung mrnggunakan persamaan :

    ω=2\pi f=\frac{2\pi }{T}

    keterangan,
    υ : kecepatan linear (m/s)
    ω : kecepatan sudut (rad/s)
    r : jari – jari lingkaran (m)
    ω : kecepatan sudut (rad/s)
    f : frekuensi (Hz)
    T : periode (s)

    Kecepatan sudut rata – rata benda yang bergerak melingkar dapat dihitung menggunakan persamaan :

    ω=\frac{∆θ}{∆t}=\frac{θ_2-θ_1}{t_2-t_1}
    

    keterangan,
    ω : kecepatan sudut rata – rata (rad/s)
    ∆θ : perpindahan sudut (rad)
    ∆t : selang waktu (s)

    4. Percepatan

    Percepatan pada gerak melingkar beraturan disebut sebagai percepatan sentripetal. Arah percepatan ini tegak lurus dengan arah kecepatan tangensial benda dan selalu mengarah ke pusat lintasan. Percepatan sentripetal dapat dihitung menggunakan rumus :

    a_s=\frac{υ^2}{r}=ω^2r=\frac{4\pi^2}{T}r

    keterangan,
    as : percepatan sentripetal (m/s2)
    υ : kecepatan linear (m/s)
    r : jari – jari lingkaran (m)
    ω : kecepatan sudut (rad/s)
    T : periode (s)

    C. Contoh Soal

    Sebuah roda berjari – jari 0,1 m berputar dengan membuat 300 putaran per menit. Hitunglah kecepatan tangensial, kecepatan sudut, dan perpindahan sudut roda selama selang waktu 1 menit!

    Pembahasan

    Dik :
    r = 0,1 m
    n = 300 putaran
    t = 1 menit = 60 s

    Dit :
    υ = ?
    ω = ?
    ∆θ = ?

    Pembahasan :
    1. Mencari frekuensi

    f=\frac{n}{t}=\frac{300\ putaran}{60\ s}=5\ Hz

    2. Mencari kecepatan sudut

    ω=2\pi f=2\pi (5 Hz)=10\pi \ rad/s

    3. Mencari kecepatan tangensial

    υ=ω×r=10\pi \ rad/s×0,1\ m-1\pi \ m/s

    4. Mencari perpindahan sudut

    ∆θ=ω×∆t=10\pi \ rad/s×60\ s=600\pi \ rad
  • Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

    Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

    AhmadDahlan.Net – Sebelumnya kita sudah membahas mengenai gerak jatuh bebas. Gerak jatuh bebas merupakan salah satu contoh dari gerak lurus berubah beraturan (GLBB). Gerak lurus berubah beraturan atau GLBB ialah gerak yang lintasannya merupakan garis lurus dan dengan kecepatan yang berubah beraturan. Berikut penjelasan yang lebih mengenai gerak lurus berubah beraturan.

    A. Pengertian GLBB

    Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) merupakan gerak suatu objek dalam lintasan lurus yang memiliki percepatan tetap. Percepatan merupakan salah satu besaran vektor, hingga percepatan dalam GLBB dapat berarti diperlambat (a negatif) dan dipercepat (a positif).

    Pada gerak lurus berubah beraturan benda mengelami perubahan kecepatan dari waktu ke waktu, perubahan kecepatan ini dapat berarti benda semakin cepat atau semakin lambat. Sehingga, benda dapat mengalami percepatan maupun perlambatan.

    Terdapat beberapa besaran yang terdapat di GLBB, yaitu perpindahan (s), waktu (t), kecepatan (υ), dan percepatan (a). Hubungan antar variabel pada GLBB, dapat dilihat pada grafik berikut :

    B. Rumus GLBB

    Terdapat 3 persamaan umum yang dapat digunakan dalam GLBB, yaitu :

    Persamaan 1

    s=υ_0t+\frac{1}{2}at^2

    Persamaan 2

    υ_t=υ_0+at

    Persamaan 3

    υ_t^2=υ_0^2+2as

    keterangan :
    s : perpindahan benda (m)​
    a : percepatan benda (m/s2)
    t : waktu (s)
    υ0 : kecepatan awal (m/s)
    υt : kecepatan pada t detik (m/s)

    C. Contoh Soal GLBB

    Sebuah mobil berangkat dengan kecepatan 20 km/jam ke kota A. Pada saat perjalanan, mobil tersebut bertambah kecepatan nya menjadi 50 km/jam. Apabila mobil tersebut sampai ke kota A dalam waktu 30 menit, berapakah percepatan yang dialami mobil tersebut?

    Pembahasan

    Dik:
    υ0 = 20 km/jam
    υt = 50 km/jam
    t = 30 menit = 0,5 jam

    Dit :
    a = ?

    Pembahasan :

    υ_t=υ_0+at
    50\ km/jam=20\ km/jam+(a×0,5\ jam)
    50\ km/jam - 20\ km/jam=a×0,5\ jam
    30\ km/jam = a×0,5\ jam
    a=\frac{30\ km/jam}{0,5\ jam}
    a=60\ km/jam^2

    Sehingga, mobil tersebut memiliki percepatan sebesar 60 km/jam2

  • RPS dan Materi Mata Kuliah Termodinamika Untuk Prodi Pendidikan Fisika

    RPS dan Materi Mata Kuliah Termodinamika Untuk Prodi Pendidikan Fisika

    Selamat datang di mata kuliah Termodinamika. Mata kuliah ditujukan kepada mahasiswa program Studi Pendidikan Fisika S1. Ini adalah cuplikasi RPS yang Dokumen RPS dapat diakses pada LMS di mata kuliah Termodinamika.

    RPS Termodinamika

    A. Deskripsi Mata Kuliah

    Mata kuliah yang mengkaji tentang konsep dasar termodinamika melalui kajian fisika dan matematika untuk topik yang berkaitan dengan proses kausitatis dan perumusan hukum Termodinamika I, persamaan sistem gas ideal, gas nyata, teori kinetik gas secara makrokopis, keberlakukan Hukum II Termodinamika, Potensial Termodinamika, Entropi, Entalpi, Fungsi Helmsholtz dan Fungsi Gibbs.

    Mata Kuliah Pendukung : Fisika Dasar I, Fisika Dasar II, Kalkulus, Fisika Matematika I.

    CPL dan CPMK Terlampir pada RPS

    B. Topik dan Kajian

    1. Suhu dan Kalor
    2. Kesetimbangan Termodinamika
    3. Kerja dan Usaha
    4. Hukum Termodinamika I
    5. Gas Ideal dan Nyata
    6. Entropi dan Hukum Termodinamika II
    7. Persamaan Hamilton
    8. Potensial Termodinamika

    1. Kajian Topik Berdasarkan Pertemuan

    1. Pertemuan I : Suhu dan Kalor.
      1. Bidang Kajian Termodinamika
      2. Temperatur dan Skala Termometer
      3. Kalor
      4. Ekspansi Termal
    2. Pertmuan II : Sistem Termodinamika.
      1. Kerangka Acuan Mikro dan Makro pada Termodinamika
      2. Persamaan Keadaan
      3. Teorema Matematis
      4. Variabel Intensitas dan Ekstensif
      5. Hukum 0 Termodinamika
    3. Pertemuan III : Kalor dan Perpindahan Energi Panas.
      1. Kuantitas Panas
      2. Perubahan Fase
      3. Kalorimeter
      4. Perpindahan Panas
    4. Pertemuan IV : Prinsip Kerja Panas dan Hukum Termodinamika I
      1. Pengertian Usaha
      2. Diagram P-V
      3. Kerja Adiabatik
    5. Pertemuan V : Prinsip Kerja Panas dan Hukum Termodinamika I
      1. Kapasitas Panas
      2. Hukum I Termodinamika dan Pemodelan Matematis
    6. Pertemuan VI : Gas Ideal
      1. Persamaan Gas Ideal
      2. Konduktivitas Termal
      3. Konveksi Panas
      4. Radiasi Termal
    7. Pertemuan VII : Gas Nyata
      1. Persamaan Gas Van Der Walls
      2. Persamaan Gas Nyata
    8. Pertemuan VIII – Mid Semester
    9. Pertemuan IX : Teori Kinetika Gas
      1. Pengantar Pandangan Mikroskopis pada Termodinamika (Fisika Statistik)
      2. Teori Kinetik Gas Ideal
    10. Pertemuan X : Hukum Termodinamika II
      1. Hukum Termodinamika II
      2. Mesin Carnot
    11. Pertemuan XI : Konsep Entropi
      1. Definisi Entropi
      2. Entropi pada Gas Ideal
      3. Diagram TS
      4. Entropi pada Sistem Tak Seimbang
    12. Pertemuan XII : Fungsi Matematis dalam Kajian Termodinamika
      1. Fungsi Karakteristik
      2. Entalpi
      3. Fungsi Helmholts
    13. Pertemuan XIII : Fungsi Matematis dalam Kajian Termodinamika
      1. Hubungan Maxwell
      2. Persamaan T dS
      3. Persamaan Energi Dalam
      4. Persamaan Kapasitas Panas
      5. Fungsi Helmholzt
      6. Fungsi Gibbs
    14. Pertemuan XIV : Laporan Project Termodinamika
    15. Pertemuan XV : Laporan Project Termodinamika
    16. Pertemuan XVI – Final Test

    2. Topik-Topik Proyek-Proyek Termodinamika

    1. Radiasi Benda
    2. Hukum I Termodinamika
    3. Skala-Skala Pada Termometer
    4. Energi Baru dan Terbarukan

    C. Penilaian dan Evaluasi

    NoAspekPersentaseDeskripsi
    1Aktivitas Partisipatif25Menganalisis fenomena alam dan kasus-kasus yang terjadi berkaitan dengan termodinamika pada topik suhu, perpindahan kalor, dan persamaan keadan pada variabel PVT.
    2Hasil Proyek25Membuat sebuah perangkat sederhana yang mengimplementasikan hukum-hukum termodinamika sebagai konsep utama kerja perangkat.
    3Tugas25Mengerjakan seluruh tugas yang diberikan pada akhir setiap pertemuan,
    4QuizTidak ada kuis
    5Ujian Tengah Semester25Ujian tengah semester untuk seluruh topik pada pertemuan 1 sampai 7
    7Ujian Akhir SemesterTidak ada ujian Akhir semester pada mata kuliah diganti dengan penugasan Proyek Termodinamika

    Standar Konversi Skor Menjadi Nilai

    NoHurufNilaiRentang Skor
    1A4,0091 – 100
    2A-3,7586 – 90
    3B+3,2581 – 85
    4B3,0076 – 80
    5B-2,7571 – 75
    6C+2,2566 – 70
    7C2,0061 – 65
    8C-1,7556 – 60
    9D+1,2551 – 55
    10D1,0051 – 55
    11D-0,7546 – 50
    12E0,00<41
  • Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Jatuh Bebas

    Materi Fisika SMA – Rumus Gerak Jatuh Bebas

    AhmadDahlan.Net – Masih ingatkah kalian dengan materi GLBB atau Gerak Lurus Beraturan? Salah satu contoh dari GLBB adalah gerak jatuh bebas. Kali ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai rumus atau persamaan pada gerak jatuh bebas

    A. Pengertian Gerak Jatuh Bebas

    Gerak jatuh bebas merupakan gerak benda yang dijatuhkan dari suatu ketinggian tertentu tanpa adanya kecepatan awal. Gerak jatuh bebas merupakan salah satu contoh dari GLBB yang memiliki lintasan berbentuk vertikal. Gerak jatuh bebas memiliki arah yang searah dengan percepatan gravitasi bumi, sehingga percepatan yang dialami benda yang mengalami gerak jatuh bebas sama dengan percepatan gravitasi bumi.

    B. Persamaan Gerak Jatuh Bebas

    1. Kecepatan pada saat t detik

    Pada GLBB berlaku persamaan :

    υ_t=υ_0+at
    υ_t^2=υ_0^2+2as

    Karena pada gerak jatuh bebas, diketahui bahwa υ0 = 0, a = g dan s = h, sehingga persamaan diatas menjadi :

    υ_t=(0)+gt
    υ_t=gt

    atau

    υ_t^2=(0)^2+2gh
    υ_t^2=2gh
    υ_t=\sqrt{2gh}

    2. Ketinggian benda

    Pada GLBB berlaku persamaan :

    s=υ_0t+\frac{1}{2}at^2

    Karena pada gerak jatuh bebas, diketahui bahwa υ0 = 0, a = g dan s = h, sehingga persamaan diatas menjadi :

    h=(0)t+\frac{1}{2}gt^2
    h=\frac{1}{2}gt^2

    3. Waktu

    Persamaan untuk mengukur ketinggian benda yang mengalami gerak jatuh bebas adalah :

    h=\frac{1}{2}gt^2

    dari persamaan di atas, diperoleh persamaan yang digunakan untuk mengukur waktu benda pada ketinggian (h) tertentu, yaitu :

    t^2=\frac{2h}{g}
    t=\sqrt{\frac{2h}{g}}

    Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan persamaan – persamaan yang digunakan pada gerak jatuh bebas adalah :

    keterangan :
    υt : kecepatan pada t detik (m/s)
    g : percepatan gravitasi (m/s2)
    t : waktu (s)
    h : ketinggian (m)​

    C. Contoh Soal

    Andi menjatuhkan bola kasti dari lantai 2 sekolah. Berapakah ketinggian yang dicapai bola tersebut pada detik ke 2 setelah di jatuhkan? (g = 10 m/s2)

    Pembahasan

    Dik :
    t = 2 s
    g = 10 m/s2

    Dit :
    h = ?

    Pembahasan :

    h=\frac{1}{2}gt^2
    h=\frac{1}{2}(10m/s^2)(2 s)^2
    h=20 m
  • Variable dan Type Data pada Python

    Variable dan Type Data pada Python

    AhmadDahlan.NET – Pada bahasa Pemrograman apapun, pemahaman tentang Variable dan Type Data adalah hal yang penting. Sekalipun untuk bahasa pemograman sekelas Phyton. Hal ini penting untuk menentukan perintah apas saja yang harus dieksekusi program dan apakah jenis datanya sudah benar atau tidak.

    A. Varieble

    Variabel adalah statement yang memberikan informasi kepada mesin mengenai tempat dimana data yang dikelola tersimpan. Sebuah variabel boleh berisi lebih daru 1 data, namun 1 Data tidak bisa memiliki dua variable.

    Agar lebih mudah, kita analogikan saja bahwa :

    Variabel itu analog dengan besaran Fisika yang memiliki lebih dari satuan. Misalnya Panjang bisa memiliki satuan dalam meter, kaki, inci dan sejenisnya. Namun Satuan tidak bisa melwakili dua besaran. Misalnya Kilogram itu satuan dari Massa, bukan Berat dan Massa.

    1. Membuat Variabel di Pyhton

    Membuat variabel di python sama mudahnya dengan membuat varieble di Matlab, dimana varibel langusng di defenisikan saja tanpa harus dideklarasikan di awal. Bentuk syntax nya sebagai berikut

    nama_variabel = <value>

    Misalnya

    buah = "mangga"
    x = 20
    y = 1

    Statement di atas menunjukkan kita baru saja membuat tiga buah variable yakni buah, x dan y. Setelah membuat variabel maka kita bisa meminta mesin untuk mengeksekusi perintah yang berkaitan dnegan variable tersebut, misalnya :

    buah = "mangga"
    x = 20
    y = 1
    
    print(buah);
    print(x+y)

    Jika statemen ini dieksekusi maka hasilnya sebagi berikut :

    mangga
    21

    Kita bebas membuat nama Variabel dalam Python dengan catatan tidak melanggar 2 aturan berikut :

    1. Tidak menggunakan spasi tapi boleh diganti dengan dengan garus bawah (_)
      nama_hewan, gaya_Newton
    2. Nama variabel tidak boleh sama dengan built in function dari python seperti if, range, for, dll.
    3. Nama Variable harus memiliki unsur karakter, sehingga tidak boleh angka saja dan dimulai dengan angka.

    Sebagai catatan, Python dan banyak bahasa programer modern lainnya berjenis Sensitif case, dengan demikian penulisan huruf besar dan kecil di phyton akan didefeniskan berbeda. Misalkan Mangga dan mangga adalah dua variabel yang berbeda.

    2. Menghapus Variabel

    Variabel yang telah dibuat akan disimpan sementara di Library Python dan bisa langsung diefenisikan ulang cara menuliskan ulang value-nya. Jika Variabel tersebut tidak lagi digunakan bisa dihapus dengan perintah

    del(namavariable)

    B. Tipe Data

    Tipe data akan menentukan jenis dan fungsi yang bisa berjalan pada data tersebut. Termasuk operasi matematis dan juga penulisan hasil.

    Secara umum tipe data di bagi ke dalam tiga jenis yakni

    1. Huruf
    2. Angka
    3. Boolean

    1. Karakter

    Tipde data huruf dibagi ke dalam dua jenis yakni

    1. Char – Berisi satu kata bisa satu huruf atau lebih, misalnya ‘A’ dan “AD”
    2. String – Berisi huruf yang lebih dari satu kata “nama saya”, “ini adalah String”

    Penulisan Nama_saya ini termasuk satu kata dan bisa dijadikan variabel.

    2. Angka

    Tipe data angka terbagi ke dalam dua jenis yakni

    1. int – Integer yakni bilangan bulat seperti 1, 45, 79, -56, dll
    2. float – Bilangan pecahan yakni 3,14, -9,8, dll

    Tipe angka ini di Python bisa secara otomatis menentukan diri sendiri tanpa harus didefeniskan terlebih dahulu seperti pada program C, C++.

    3. Boolean

    Boolean adalah tipe data yang hanya memiliki dua nilai yakni True or False. Tipe data ini juga bisa dituliskan dalam bentuk binary yakni 1 dan 0. Secara default 1 itu True dan 0 itu false.

  • Aturan Dasar Penulisan Sintaks di Python

    Aturan Dasar Penulisan Sintaks di Python

    AhmadDahlan.NET – Dalam penulisan code di Python, programer tentu saja harus mengikuti tata cara penulisan yang sudah diikuti. Tata cara ini lebih dikenal dengan sebutan Sintaks.

    Sebuah program akan melakukan eksekusi kode berdasarkan sintaks yang dikena oleh bahasa program tersebut. Kegagalan menuliskan kode dalam sintaks akan berdampak pada dua hal yakni :

    1. Program berkalan berbeda dengan harapa programer
    2. Muncul pesan eror dan program tidak tereksekusi.

    Jadi mari kita mulai belajar Python dengan mempelajari aturan penulisan sintaksnya. Paling tidak ada lima aturan penulisan sintas yang harus dipenuhi di Python yakni :

    1. Statemant

    Statement adalah perintah atau instruksi yang diberikan kepada komputer yang selanjutnya dieksekusi oleh program.

    Contoh

    print ("Hi ini adalah Statement untuk di Cetak")
    nama = "Ahmad Dahlan"
    x = 5

    Dalam penulisan satu statement satu baris, perintah tidak perlu diakhiri dengan titik-koma (;). Namun penulisan boleh dilakukan satu baris dan setiap statemen diakhir dengan titik-koma. Contohnya :

    print ("latihan sintaks"); nama = "Ahmad Dahlan" ; y = 6 ;

    Penulisan kode dalam bentuk seperti ini bisa dilakukan dan hasilnya sama dengan penulisan di atas akan tetapi tidak direkomendasikan. Ada kesepakatan untuk menulikan satu statement sebisa mungkin satu baris agar memudahkan proses pembacaan kode untuk orang lain.

    2. String

    String adalah tipe data huruf atau sekumpulan karakter.

    Penulisan tipe data ini dilakukan denganpemberian tanda petik dua atau petik di bagian awal dan dan akhir. Contohnya :

    judul = "Latihan Python"
    penulis = 'Ahmad Dahlan'

    ada juga tipe penulisan dilakukan dengan tiga tanda petik, tapi lumayan menyulitkan seperti :

    judul = """Latihan Python"""
    penulis = '''Ahmad Dahlan'''

    3. Case

    Sintaks pada Python bertipe case sensitive artinya program ini membedakan antara huruf besar dan kecil.

    Contoh :

    Nama = "Ahmad Dahlan"
    nama = "latihan phyton"

    dari perintah di atas, ada dua variabel yang berbeda yakni Nama dan nama.

    4. Blok Program

    Blok program adalah kumpulan statemen yang dituliskan dalam satu blok. Biasanya penulisa baris baru ditandai dengan spasi kelipatan 2 atau tab yang masuk ke dalam. Tujuannya agar lebih mudah dipahami bahwa rententan kode-kode berikut ini berada dalam satu blok program.

    # block conditional if
    if username ='ahmaddahlan':
      print("Selamat Datang")
      print("Semoga Tugasnya Cepat Selesai")

    Python sendiri mengenal beberapa macam jenis blok pogram mulai dari Perulangan, Percabangan, Fungsi, Class, Exception With dan beberapa jenis blok yang mungkin saja digabungkan antara satu blok dengan blok yang lain.

    5. Komentar

    Komentar adalah semua informasi yang tidak masuk dalam kategori statement dengan demikian Komentar adalah bagian yang tidak akan tereksekusi jika program di run.

    Fitur digunakan untuk memebrikan informasi mengenai kode apa yang dituliskan di bawah kementar ini. Tidak mesi di bawah sih, tapi pada umumnya orang menggunakan dengan cara demikian.

    Lagi-lagi alasannya agar mudah dipahami oleh orang lain yng mungin saja pusing setelah penulis kode aslinya sudah tidak ada.

    Ada beberapa cara penulisan Komentar di python yakni dengan #, ” “, ‘ ‘, “”” “””, dan ‘ ‘.

    Contoh

    # ini tidak dieksekusi
    "yang ini juga"
    """ apalagi yang ini"""
    print("ini baru dieksekusi")
    'kalau yang ini, tidak dieksekusi juga'

    jika statement ini di run maka hasinya sebagai berikut :

    ini baru dieksekusi

  • Struktur Perulangan dengan For dan While Pada Phyton

    Struktur Perulangan dengan For dan While Pada Phyton

    AhmadDahlan.NET – Perulangan dalam bahasa Pemograman digunakan untuk mengeksekusi beberapa perintah sampai pada syarat tertentu terpenuhi. Setelah syarat terpenuhi maka perulangan akan berhenti. Dalam Python Perulangan dapat dilakukan dengan dua perntah yakni :

    1. for
    2. while

    Dua fungsi ini bisa rancang menjadi fungsu pengulangan Rekursif.

    A. Pengulangan For

    Pengulangan for digunakan untuk melakukan peirntah interasi dengan alur sequence. Data kolektif yang bisa diulang seperti List, Tuple, String dan lain-lain. Perulangan tipe ini juga kadang disebut sebagai Counted Loop karena jumlah perulangan dideklarasikan di awal.

    1. Struktur dan Syntax Pengulangan For

    Bentuk umum dari struktur perulangan for sebagai berikut :

    for indek in range(banyaknya_perulangan):
        # Kode yang dijalankan
        # Kode lain yang dijalankan
    #kode kode yang tidak diulang karena di luar struktur for

    Contoh syntax for untuk jenis list

    nama = ['Newton','Einstein','Maxwell','Habibie']
    
    for kelas in nama:
        print(kelas)

    Perintah ini meminta program untuk menuliskan variable kelas yang isinya adalah variable nama. Jika perintah ini dieksekusi hasilnya akan seperti berikut :

    Newton
    Einstein
    Maxwell
    Habibie

    Iterasi

    Selain berisi list, perintah for juga bisa digunakan untuk metode iterasi yakni mengulangi perintah sampai jumlah tertentu :

    bilangan = 7
    
    for i in range(bilangan):
        print(f"Urutan ke-{i}")

    Analisis Perintah :

    Pertama kita membuat statement dalam bentuk bilangan = 7 variabel dengan bilangan yang memiliki value 7.

    Selanjutnya perintah :

    for i in range(bilangan):
        print(f"Urutan ke-{i}")

    kita membuat variabel i sebagai tempat dari indeks yang dibuat selanjunta range itu menandakan pengulangan yang diminta, kita masukkan value dari variable bilangan. Setelah itu Python diminta mencetak nilai dari variable ini secara berulang sampai sesaui dengan bilangan.

    Hasilnya jika di run harusnya seperti berikut ini :

    Urutan ke-0
    Urutan ke-1
    Urutan ke-2
    Urutan ke-3
    Urutan ke-4
    Urutan ke-5
    Urutan ke-6

    uniknya bilangan pertama dimulai dari 0, bukan dari 1, karena metode iterasi sendiri adalah bilangan cacah yang selalu dimulai dengan 0.

    Analisa dan jalan perintah berikut :

    print("Rukun Islam");
    rukunIslam = [
      '------','Bersyahadat', 'Sholat', 'Zakat', 'Puasa', 'Haji',
    ]
    for i, Rukun in enumerate(rukunIslam):
      print(i, Rukun)

    Bandingkan hasilnya dengan perintah berikut !

    print("Rukun Islam");
    rukunIslam = [
      'Bersyahadat', 'Sholat', 'Zakat', 'Puasa', 'Haji',
    ]
    for i, Rukun in enumerate(rukunIslam):
      print(i+1, Rukun)

    Buatlah Perintah di atas lalu berikan komentar anda mengenai hasil yang ditunjukkan setelah program dieksekusi!

    Latihan

    1. Buatlah program yang menuliskan bilangan genap mulai dari 1 sampai dengan 70!
    2. Buatlah program yang menghitung rata-rata nilai mahasiswa Fisika dengan metode for!

    2. For dengan Fungsi Range ()

    Pada bagian awal, kita melihat perintah range(bilangan) yang menunjukkan bahwa iterasi yang dilakukan diulangi sesuai dengan value dari bilangan yang dimaksud. value dari range ini bisa diisi dengan bilangan langsung misalnya sintax seperti berikut !

    for i in range(5):
      print("Nomor ke -", i+1)

    hasil yang ditunjukkan akan seperti berikut :

    Nomor ke - 1
    Nomor ke - 2
    Nomor ke - 3
    Nomor ke - 4
    Nomor ke - 5

    Python, sama seperti beberapa bahasa program lainnya seperti Matlab, C, Pascal, mengenal Syntaks Range yang memberikan sinyal kepada program agar menuliskan angka yang dimulai dari x sampai x + n. Misalkan

    for i in range(10, 16):
      print('i =', i)

    Jika perintah ini di run, maka akan menghasilkan output sebagai berikut :

    i = 10
    i = 11
    i = 12
    i = 13
    i = 14
    i = 15

    Perhatikan syntax range(10, 16). Syntax ini memberikan perintah kepada Python untuk mengulang iterasi mulai dari angka 10 lalu berhentik sampai ke urutan 16.

    Mengapa hasilnya cuman sampai 15?

    Perintahnya adalah perintah sampai bilangan ke 16, perintah ini meminta program berhenti di urutan angka ke 16, yang dimaulai dari 0. Sedangkan 10 tidak dimulai dari 9, karena peirntah ini memang meminta dimulai dari bilangan 10, bukan urutan ke-10.

    Perhatikan baik-baik masalah tersebut karena akan berpengaruh pada penyusnan program yang lebih kompleknya nanti.

    3. Deret dengan Keliptanan n

    Selain range, kita juga memberikan informasi kepada Python untuk mengeksekusikan bilangan dengan kelipatan tertentu seperti berikut ini !

    for ke3 in range(2, 15, 3):
      print(ke3)

    Dalam kasus ini, statement tersebut memberikan perintah kepada phyton untuk menuliskan ke3 dengan bilangan yang dimulai dari 2 sampai 15 yang kelipatan 3. Maka hasilnya sebagai berikut !

    2
    5
    8
    11
    14