Ahmad Dahlan God does not play dice with the Cosmos.

Cara Menentukan Kecepatan Cahaya

4 min read

Pengukuran Kecepatan Cahaya dan Ligth Beam

Ahmaddahlan.NET – Defenisi sederhana dari kecepatan adalah jarak yang ditempuh oleh sebuah benda atau gelombang dalam satuan waktu tertentu. Persamaan sederhana membuat pengukuran kecepatan (kecepatan rata-rata) benda bisa dengan mudah dilakukan. Caranya cukup menghitung selisih waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu lalu masukkan ke persamaan :

\bar{v}= \frac{s}{t}

s adalah jarak dalam meter dan t adalah selang waktu yang diukur dalam satuan sekon.

Hal ini tidaklah mudah jika kita meminta anak kecil berjalan ke arah tertentu lalu diukur dengan stop watch namun bagaimana dengan cahaya? Mustahil kita bisa menyadari delai yang terjadi saat lampu berpendar dan akhirnya kita melihat cahayanya.

Gelombang suara yang bergerak dengan kecepatan sekitar 340 m/s di udara masih bisa kita sadari delain antara suara dari sumber sampai akhirnya terdengar. Cukup dengan meminta teman kita berteriak sambil menelfon kita dari kejauhan mungkin sekitar 1000 meter maka kita akan mendengar suaranya lebih dahulu di telefon lalu sekitar 3 detik kemudian mendengar di udara.

Angka tiga detik ini dari 1000 m : 340 m/s = 2,94 sekon. Yah tentu saja proses ini harus terjadi di tempat yang sangat sunyi agar suaranya bisa terdengar dari jarak tersebut. Tapi bagaimana dengan cahaya yang bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Kalau kita ini ingi mengamati delai satu sekon dari cahaya yang bergerak. Kita harus terpisah sejauh sejauh 300.000.000 meter dari teman yang inisiatif menyalakan sumber cahaya di seberang sana.

Jarak ini tempuh ini setara dengan 7,5 kali keliling bumi, itupun selisihnya hanya satu detik dan lintasannya harus lurus. Galileo Galilei tercatat pernah mencoba melakukan ini dengan membuka dan menutup Lantern, namun jarak lampu yang hanya beberapa mil tidak menghasilkan apa-apa.

A. Pengukuran Kecepatan Cahaya Pertama

Pengukuran kecepatan cahaya pertama kali dilakukan dilakukan oleh Ole Roemer pada tahun 1676. Pengukuran dilakukan berdasarkan pengamatan bulan dari planet Jupiter dengan geometri dari posisi Bumi, Matahari dan Jupiter. Berdasarkan dua hal tersebut terdapat perbedaaan 1000 detik lebih antara gerhana bulan di Jupiter dengan apa yang diamati di bumi. Perbedaan ini selanjutnya dihitung dengan mempertimbangkan jarak Bumi dan Jupiter lalu didapatkan kecepatan 214.000 km/s

Kecepatan ini masih jauh dari 300.000 km/s, namun paling tidak di zamannya hal ini sudah sangat rasional mengingat perkiraan jarak antara planet pada masa tersebut belum bisa didefenisikan dengan tepat.

B. Metode Bradley

Metode pengukuran caha kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan data-data pengamatan sains. Salah satu metode yang digunakan di tahap awal adalah dengan melakukan pengukuran bintang dengan gerakan revolusi bumi.

Asumsi Bradley sederhana, ketika kita diam maka kita melihat hujan jatuh tegak lurus ke permukaan tanah namun ketika bergerak maka hujab terlihat seolah-olah jatuh ke arah berlawanan dengan gerak kita. Hal serupa juga terjadi dengan Cahaya bintang yang jika diamati diam harunya jatuh tegak lurus dengan permukaan bumi namun karena Bumi Berevolusi maka posisi bintang terlihat bergeser. Karena kecepatan revolusi bumi terhadap matahari sudah diketahui maka kita bisa mengukur kecepatan cahaya bintang seperti asumsi pada gambar di bawah ini :

Ilustrasi Asumsi pnegukuran kecepatan cahaya berdasarkan penyimpangan posisi bintang

Berdasarkan sudut yang terbentuk dari perubahan posisi bintang dan kecepatan revolusi bumi, Bradly (1728) berhasil menghitung kecepatan cahaya dengan nilai 301.000 km/s.

C. Beam Splitter

Beams Spliiter adalah instrumen yang terbuat dari optik yang memiliki karakteristik memantulkan sebagain cahaya dan sisinya dibiaskan. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh Armand Hippolyte Fizeau dengan membuat perangkat yang terdiri dari Beams Splitter, Roda Gigi dan Cermin yang diletakkan 8 km jaraknya dari Beam Splitter.

Bagan percobaannya sebagai berikut :

Bagan Percobaan Fizeau Pengukuran Kecepatan Cahaya

Roda gigi ini kemudian di atur dengan motor sehingga dapat bergerak dengan kecepatan tertentu. Tujuannya untuk membuat Cahaya yang dipantulkan oleh beam splitter menuju cerminsejuah 8 km tapi cahaya pantulan tidak bisa menembus roda. Hasil perhitungannya yang dipublikasikan pada tahun 1849 menunjukkan jika kecepatan cahaya sekitar 315.000 km/s.

Satu tahun berikutnya, Léon Foucault memperbaiki eksperimen Fizeau dengan mengganti roda gigi dengan cermin yang bisa berotasi. Bagan percobaan Léon Foucault sebagai berikut :

Bagan Percobaan Léon Foucault Pengukuran KEcepatan Cahaya

Hasil pengukuran yang dipublikasi Foucault’s menunjukkan bahwa kecepatan cahaya sekitar 298.000 km/s. Selain itu Foucault juga menambahkan tabung berisi air diantara cermin yang berotasi dan cermin diam. Hasilnya, Foucault menemukan bahwa cahaya bergerak lebih lambat di medium air.

Penemuan ini bertolak belakang dengan teori Corpuscular yang menyatakan bahwa cahaya adalah partikel kecil (cospuscules) yang bergerak lurus dengan kecepatan terbatas dan memiliki energi kinetik. Percobaan ini mendukung teori cahaya sebagai gelombang.

Michelson and Morley

Tahun 1881, Michelson dan Morley membuat sebuah interferometer yang digunakan untuk menemukan kehadiran ether yang dianggap sebagai medium cahaya untuk merambat. Interfermeter ini dikembangkan dengan dari percobaan Foucault dengan tujuan membandingkan gelobang fase gelombang awal dan fase gelombang pantulan yang ditangkap pada sebuah layar.

Hasilnya penelitian menunjukkan bawah mereka gagal menemukan Ether dan disimpulkan bahwa cahay merambat tampa perantara. Hasil ini memicu dua hal baru dalam fisika yakni pengenalan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik dan membantu Eistein dalam membuat teori relativitas dimana Cahaya akan bergerak sama untuk semua kerangka acuan. Percobaan ini pun menghasilkan pengukuran kecepatan cahaya pada 299,853 km/s.

Penentuan Interfermoeter Michelson Morley Kecepatan Cahaya

D. Persamaan Kecepatan Cahaya

Hasil yang ditunjukkan oleh Michelson diterima sampai pada tahun 1926, pengukuran kecepatan cahaya dihitung dengan pendekatan fisika teoretik. Salah satunya adalah menggunakan teknik resonator berongga (cavity resonator). Perangkat ini menghasilkan arus listrik yang hasilnya mendukung teori Maxwell yang menyatakan bahwa cahaya dan listrik adalah fenomena gelombang elektromagnetik dan keduanya sama-sama bergerak dengan kecepatan yang sama.

Hasilnya pernyataan ini digunakan untuk mengukur c tanpa melibatkan cahaya lagi namun dari membandingkan permeabilitas magnetik dan premeabilitas lisrtrik di ruang hampa. Rosa and Dorsey adalah ilmuwan yang melakukan pertama kali dan menemukan C sebesar 299,788 km/s.

Tahun 1950, Louis Essen and A.C. Gordon-Smith juga membuat Resonator berongga dengan tujuan mengukur panjang gelombang cahaya dan frekuensnya. ASumsinay adalah kecepatan cahaya adalah total jarak yang ditempuh oleh cahaya (d) dibagi dengan selang waktu :

c = \frac{d}{\Delta t}

Misalkan lama waktu satu buah gelombang (λ) terbentuk disebut Periode maka persamaan gerak cahaya tidak lain adalah :

c = vλ

dimana v adalah frekuensi.

Alat tersebut disebut Cavity Resonator Wavemeter. Cavity Resonator Wavemeter mampu menghasilkan arus listrik dengan frekuensi yang dapat diketahui. Panjang gelombang diukur dari diensi yang terbentuk di wavemeter dan berdasarkan persamaan c = vλ didapatkan kecepatan cahaya sebesar 299,792 km/s.

Peran Teknologi Modern di Pengukuran Kecepatan Cahaya

Dalam dunia fisika modern, banyak alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pengukuran mengenai kecepatan cahaya. Salah satu menggunakan laser Monocromatic. Laser ini kemudian digunakan untuk menggantikan cahaya lampu biasa dari percobaan Fizeau and Foucault. Hasilnya tentu saja jauh lebih akurat.

Selain penggunaan Cahaya, Pola cahaya yang terbentuk baik pantulan dan cahaya asal tidak lagi diamati dengan mata telanjang yang bisa saja banyak menghasilkan kesalahan. Pengamatan dilakukan berdasarkan frekuensi dan bentuk gelombang yang terkeam oleh Osiloskop. Hasilnya menunjukkan kecepatan cahaya di ruang hampa mencapai 300.000 km/s.

Standar Satuan Panjang

Penemuan mengenai kecepatan cahaya ini kemudian disepekati oleh ilmuwan untuk merubah defenisi panjang yang pada awalnya adalah jarak 1/10.000.000 meter dari kutub utara ke equator karena hal fakta lain ditemakan bahwa bumi tidaklah bulat sempurna sehingga hal ini tidak lah standar.

1 Meter kemudian dirubah pad atahun 1983 dengan mengukur emisi gelombang cahaya atom Kryption-86 diruang hampa selama satu detik. Hasilnya 1 meter didefenisikan sebagai jarak yang ditempuah cahaya dalam selang waktu 1/299,792,458 detik dimana 1 detik adalah waktuparuh zat radioaktif atom Cesium-133.

Ahmad Dahlan God does not play dice with the Cosmos.

Cara Menentukan Arah Utara Sejati Dengan Bayangan Matahari

Arah Utara Sejati adalah arah utara geografis. Arah ini berbeda dengan arah kompas dimana arah utara kompas tidaklah tetap sepanjang masa. Perubahan arah utara...
Ahmad Dahlan
2 min read

Tinggalkan Balasan