Kategori: Pendidikan

  • Tujuan Pendidikan Tahun 2030 Pasca Pandemic Covid-19

    Tujuan Pendidikan Tahun 2030 Pasca Pandemic Covid-19

    Salah satu tujuan dari 17 Sustainable Development Goals (SDG) adalah menyediakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas merupakan dasar penting dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan masyarakat dunia. Tujuan Pendidikan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi orang-orang agar tetap bisa hidup sehat, mendapatkan pekerjaan dan menjaga toleransi antar manusia.

    Tujuan Pendidikan Berkelanjutan

    Wabah Covid-19 telah menyebabkan krisis pendidikan skala global. Sebagian besar sistem pendidikan yang ada di dunia telah mendapatkan dampak negatif dari Disrupsi pendidikan dari masalah-masalah yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Sekolah dipaksa tutup dan proses pembelajaran dilakukan secara daring berdampak buruk pada hasil belajar peserta didik.

    Dampak buruk ini dirasakan terutama pada anak dengan latar belakang finansial yang kurang baik, tinggal di pedesaan, penyandang disabilitas dan anak-anak dari etnis minoritas.

    1. Tujuan Pendidikan Tahun 2030

    1. Memberikan jaminan pada anak laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan pendidikan gratis pada tingkat sekolah dasar dan menengah pertama yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan.
    2. Memberikan jaminan pada seluruh anak usia dini (laki-laki dan perempuan) untuk mendapatkan pendidikan awal (PAUD) yang membuat mereka siap menghadapi pendidikan di sekolah dasar.
    3. Memberikan jaminan kepada semua orang (wanita dan pria) memiliki hak akses untuk memiliki pendidikan berkualitas pada seluruh level pendidikan, sampai universitas.
    4. Meningkatkan jumlah remaja dan orang dewasa yang memiliki keterampilan relevan baik kompetensi teknis maupun vokasi dalam kaitannya dengan pekerjaan dan kewirausahan.
    5. Menghilangkan diskriminasi dalam bidang pendidikan dan memberikan jaminan kesetaraan dalam pendidikan pada pada semua orang termasuk penyandang cacat, masyarakat adat dan anak dengan kebutuhan khusus.
    6. Memberikan jaminan kepada semua remaja dan orang dewasa baik pria dan wanita untuk mendapatkan keterampilan literasi dan numerasi.
    7. Memberikan jaminan kepada semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan melaksanakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), dalam hal pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya perdamaian dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan penghargaan keragaman budaya dan kontribusi budaya untuk pembangunan berkelanjutan

    B. Upaya Mencapai Tujuan

    Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, upaya yang dapat dilakukan dalam bentuk

    1. Membangun fasilitas pendidikan untuk anak usia dini, pendidikan dasar, penyandang disabilitas dan menyediakan sarana yang aman, tanpa kekerasan, efekti dan inklusif untuk semua kalangan.
    2. Menyediakan beasiswa pendidikan yang lebih luas secara global terutama untuk seluruh negara berkembang dan terbelakang, negara berbentuk kepulauan kecil dan negara-negara Afrika untuk seluruh tingkat pendidikan termasuk pendidikan vokasional, TIK, teknik, dan pendidikan sains.
    3. Meningkatkan jumlah guru profesional dan pertukaran tenaga pengajar pada level internasional terutama untuk negara tertinggal dan negara dengan bentuk kepulauan kecil.
  • Kutipan Capaian Pembelajaran IPA Fase D SMP Pada Kurikulum Merdeka Belajar

    Kutipan Capaian Pembelajaran IPA Fase D SMP Pada Kurikulum Merdeka Belajar

    Berikut ini adalah Kutipan Capaian Pembelajaran IPA Fase D pada tingkat SMP untuk kurikulum Merdeka Belajar yang tertuang pada Keputusan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud No. 008/H/KR/2022.

    A. Rasional Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B

    Tantangan yang dihadapi umat manusia di alam semesta kian bertambah dari waktu ke waktu. Permasalahan yang dihadapi saat ini tidak lagi sama dengan permasalahan yang dihadapi satu dekade atau bahkan satu abad yang lalu. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus dikembangkan untuk menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, pola pendidikan ilmu pengetahuan alam perlu disesuaikan agar kelak generasi muda dapat menjawab dan menyelesaikan tantangan-tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang. Profil pelajar Pancasila, yang diharapkan dimiliki pada setiap peserta didik Indonesia, perlu diperkuat melalui pendidikan IPA.

    Ilmu pengetahuan alam atau sains diartikan sebagai pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016). Ilmu pengetahuan alam adalah aktivitas intelektual dan praktis yang di dalamnya meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku alam semesta melalui kerja ilmiah. Aktivitas ini memberi pengalaman belajar untuk memahami cara kerja alam semesta melalui pendekatan-pendekatan empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemahaman ini dapat mendorong peserta didik untuk memecahkan berbagai permasalahan sains yang pada akhirnya terkait dengan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Hasil karya peserta didik akan memberi dampak positif langsung pada lingkungannya.

    Ilmu pengetahuan alam (IPA) berperan sangat besar dalam kehidupan peserta didik sehingga mereka dapat menjaga keselamatan diri, orang lain, dan alam, mencari potensi-potensi yang terpendam dari alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan serta membantu manusia mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah. Di jenjang SMP/MTs/Program Paket B, ilmu pengetahuan alam menjadi satu mata pelajaran tersendiri agar peserta didik memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mempelajari topik-topik dalam bidang keilmuan fisika, kimia, biologi, serta bumi dan antariksa.

    Prinsip-prinsip dasar metodologi ilmiah dalam pembelajaran IPA akan melatih sikap ilmiah diharapkan akan melahirkan kebijaksanaan dalam diri peserta didik. Sikap ilmiah tersebut antara lain keingintahuan yang tinggi, berpikir kritis, analitis, terbuka, jujur, bertanggungjawab, objektif, tidak mudah putus asa, tekun, solutif, sistematis, dan mampu mengambil kesimpulan yang tepat. Pencapaian pembelajaran IPA diukur dari seberapa kompeten peserta didik dalam menggunakan pemahaman sains dan keterampilan proses (inkuiri; yakni mengamati, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, memilih dan mengelola informasi, merencanakan dan melaksanakan kegiatan aksi serta melakukan refleksi diri), serta mempunyai sikap dan perilaku sehingga peserta didik dapat berkontribusi positif terhadap pengembangan dan kelestarian lingkungannya.

    B. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B

    Pelajaran IPA merupakan sarana yang strategis dalam mengembangkan profil pelajar Pancasila. Dalam kegiatan pembelajaran IPA, peserta didik akan mempelajari alam semesta ciptaan Tuhan serta berbagai tantangan yang ada didalamnya. Proses ini merupakan media Pembelajaran yang sangat strategis dalam membangun iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berdampak pada sikap berakhlak mulia.

    Melalui proses saintifik maka diharapkan kemampuan peserta didik untuk bernalar kritis agar mampu memproses dan mengelola informasi baik kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, melakukan analisa, evaluasi, menarik kesimpulan dan menerapkan hal yang dipelajari dalam situasi baru.

    Mata pelajaran IPA diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik untuk mandiri dan mampu berkolaborasi dengan orang lain. Selain itu peserta didik dapat menggali potensi yang dimiliki Indonesia, mengidentifikasi masalah yang ada di sekitarnya dalam perspektif global.

    Dengan mempelajari IPA secara terpadu, peserta didik mengembangkan dirinya sesuai dengan profil pelajar Pancasila dan dapat:

    1. mengembangkan ketertarikan dan rasa ingin tahu sehingga peserta didik terpacu untuk mengkaji fenomena yang ada di sekitar manusia, memahami bagaimana sistem alam semesta bekerja dan memberikan dampak timbal-balik bagi kehidupan manusia;
    2. berperan aktif dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam, mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan bijak;
    3. mengembangkan keterampilan proses inkuiri untuk mengidentifikasi, merumuskan hingga menyelesaikan masalah melalui aksi nyata;
    4. memahami persyaratan-persyaratan yang diperlukan peserta didik untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa serta memahami arti menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia, sehingga dia dapat berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungan di sekitarnya; dan
    5. mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep di dalam IPA serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    C. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B

    Ilmu pengetahuan (sains) merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang dunia fisik serta fenomena terkait yang memerlukan observasi tanpa bias serta eksperimentasi yang sistematis (Gregersen, 2020). Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Apa yang diketahui sebagai sebuah kebenaran ilmiah pada masa lampau mungkin mengalami pergeseran pada masa kini ataupun masa depan. Jadi, ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan perlu terus dikembangkan untuk mengungkap kebenaran dan memanfaatkannya untuk kehidupan.

    Pendidikan IPA secara terpadu berfokus pada kompetensi penerapan kaidah penelitian ilmiah dalam proses belajar. Dengan demikian, diharapkan setelah menguasai IPA, peserta didik memiliki landasan berpikir dan bertindak yang kokoh yang didasarkan atas pemahaman kaidah penelitian ilmiah.

    Dalam pengajaran sains, terdapat dua pendekatan pedagogis: pendekatan deduktif dan induktif (Constantinou et.al, 2018). Peran guru dalam pendekatan deduktif adalah menyajikan suatu konsep dengan logika terkait dan memberikan contoh penerapannya. Peserta didik diposisikan sebagai pembelajar pasif, yaitu hanya menerima materi. Sebaliknya, pendekatan proses inkuiri (yang merupakan pendekatan induktif), peserta didik diberikan kesempatan yang luas untuk melakukan observasi, melakukan eksperimen dan dibimbing oleh guru untuk membangun konsep berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya (Rocard, et.al., 2007).

    Ada dua elemen utama dalam pendidikan IPA yakni pemahaman IPA dan keterampilan proses (inkuiri) untuk menerapkan sains dalam kehidupan sehari-hari. Setiap elemen berlaku untuk empat cakupan konten yaitu makhluk hidup, zat dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan antariksa.

    ElemenDeskripsi
    Pemahaman IPAPeserta didik memiliki kompetensi berpikir ilmiah jika peserta didik memiliki pemahaman sains yang utuh. Kemampuan berpikir akan berdampak progresif bagi pengembangan ilmu pengetahuan jika seseorang memiliki pemahaman bidang keilmuan tertentu. Bernalar kritis dalam pemahaman cakupan konten merupakan hal yang diharapkan dari peserta didik. Pemahaman IPA selalu dapat dikaitkan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

    Karenanya, dalam mencapai kompetensi itu peserta didik diharapkan memiliki pemahaman konsep sains yang sesuai dengan cakupan setiap konten dan perkembangan jenjang belajar. Pemahaman atas cakupan konten yang dibangun dalam diri peserta didik haruslah menunjukkan keterkaitan antara biologi, fisika dan kimia. Akibatnya, peserta didik memahami sains secara menyeluruh untuk cakupan konten tertentu. Pemahaman ini meliputi kemampuan berpikir sistemik, memahami konsep, hubungan antar konsep, hubungan kausalitas (sebab-akibat) serta tingkat hierarkis suatu konsep.
    Keterampilan ProsesDalam profil Pelajar Pancasila, disebutkan bahwa peserta didik Indonesia yang bernalar kritis mampu memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya. Dengan memiliki keterampilan proses yang baik maka profil tersebut dapat dicapai.

    Keterampilan proses adalah sebuah proses intensional dalam melakukan diagnosa terhadap situasi, memformulasikan permasalahan, mengkritisi suatu eksperimen dan menemukan perbedaan dari alternatif-alternatif yang ada, mencari opini yang dibangun berdasarkan informasi yang kurang lengkap, merancang investigasi, menemukan informasi, menciptakan model, mendebat rekan sejawat menggunakan fakta, serta membentuk argumen yang koheren (Linn, Davis, & Bell 2004). Inkuiri sangat direkomendasikan sebagai bentuk pendekatan dalam pengajaran karena hal ini terbukti membuat peserta didik lebih terlibat dalam pembelajaran (Anderson, 2002).

    Dalam pembelajaran IPA, terdapat dua pendekatan pedagogis: pendekatan deduktif dan induktif (Constantinou et.al, 2018). Peran guru dalam pendekatan deduktif adalah menyajikan suatu konsep berikut logika terkait dan memberikan contoh penerapan. Dalam pendekatan ini, peserta didik diposisikan sebagai pembelajar yang pasif (hanya menerima materi). Sebaliknya, dalam pendekatan induktif, peserta didik diberikan kesempatan yang lebih leluasa untuk melakukan observasi, melakukan eksperimen dan dibimbing oleh guru untuk membangun konsep berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (Rocard, et.al., 2007).

    Pembelajaran berbasis inkuiri memiliki peran penting dalam pendidikan sains (e.g. Blumenfeld et al., 1991; Linn, Pea, & Songer, 1994; National Research Council, 1996; Rocard et al., 2007). Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa sains secara esensial didorong oleh pertanyaan, proses yang terbuka, kerangka berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat diprediksi. Oleh karenanya peserta didik perlu mendapatkan pengalaman personal dalam menerapkan inkuiri saintifik agar aspek fundamental IPAS ini dapat membudaya dalam dirinya (Linn, Songer, & Eylon, 1996; NRC, 1996).

    Menurut Ash (2000) dan diadopsi dari Murdoch (2015), sekurang-kurangnya ada enam keterampilan inkuiri yang perlu dimiliki peserta didik.

    1. Mengamati
    Mengamati sebuah fenomena dan peristiwa merupakan awal dari proses inkuiri yang akan terus berlanjut ke tahapan berikutnya. Pada saat melakukan pengamatan, peserta didik memperhatikan fenomena dan peristiwa dengan saksama, mencatat, serta membandingkan informasi yang dikumpulkan untuk melihat persamaan dan perbedaannya. Pengamatan bisa dilakukan langsung atau menggunakan instrumen lain seperti kuisioner, wawancara.

    2. Mempertanyakan dan memprediksi
    Peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin diketahui pada saat melakukan pengamatan. Pada tahap ini peserta didik juga
    menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari sehingga bisa memprediksi apa yang akan terjadi dengan hukum sebab akibat.

    3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan
    Setelah mempertanyakan dan membuat prediksi berdasarkan pengetahuan dan
    informasi yang dimiliki, peserta didik membuat rencana dan menyusun langkah- langkah operasional berdasarkan referensi yang benar. Peserta didik dapat menjawab pertanyaan dan membuktikan prediksi dengan melakukan penyelidikan. Tahapan ini juga mencakup identifikasi dan inventarisasi faktor-faktor operasional baik internal maupun eksternal di lapangan yang mendukung dan menghambat kegiatan. Berdasarkan perencanaan tersebut, peserta didik mengambil data dan melakukan serangkaian tindakan yang dapat digunakan untuk mendapatkan temuan-temuan.

    4. Memproses, menganalisis data dan informasi
    Peserta didik memilih dan mengorganisasikan informasi yang diperoleh. Ia menafsirkan informasi yang didapatkan dengan jujur dan bertanggung jawab. Selanjutnya, menganalisis menggunakan alat dan metode yang tepat, menilai relevansi informasi yang ditemukan dengan mencantumkan referensi rujukan, serta menyimpulkan hasil penyelidikan.

    5. Mengevaluasi dan refleksi
    Pada tahapan ini peserta didik menilai apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
    tujuan yang direncanakan atau tidak. Pada akhir siklus ini, peserta didik juga meninjau kembali proses belajar yang dijalani dan hal- hal yang perlu dipertahankan dan/atau
    diperbaiki pada masa yang akan datang. Peserta didik melakukan refleksi tentang
    bagaimana pengetahuan baru yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dalam perspektif global untuk masa depan berkelanjutan.

    6. Mengomunikasikan hasil
    Peserta didik melaporkan hasil secara terstruktur melalui lisan atau tulisan, menggunakan bagan, diagram maupun ilustrasi, serta dikreasikan ke dalam media digital dan non-digital untuk mendukung penjelasan. Peserta didik lalu mengomunikasikan hasil temuannya dengan mempublikasikan hasil laporan dalam
    berbagai media, baik digital dan atau non digital. Pelaporan dapat dilakukan berkolaborasi dengan berbagai pihak.

    Keterampilan proses tidak selalu merupakan urutan langkah, melainkan suatu siklus yang dinamis yang dapat disesuaikan berdasarkan perkembangan dan kemampuan peserta didik.

    D. Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B Fase D

    (Umumnya untuk kelas VII sampai IX SMP/MTs/Program Paket B)

    ElemenCapaian Pembelajaran
    Pemahaman IPAPada akhir fase D, peserta didik mampu melakukan klasifikasi makhluk hidup dan benda berdasarkan karakteristik yang diamati, mengidentifikasi sifat dan karakteristik zat, membedakan perubahan fisik dan kimia serta memisahkan campuran sederhana.

    Peserta didik dapat mendeskripsikan atom dan senyawa sebagai unit terkecil penyusun materi serta sel sebagai unit terkecil penyusun makhluk hidup, mengidentifikasi sistem organisasi kehidupan serta melakukan analisis untuk menemukan keterkaitan sistem organ dengan fungsinya serta kelainan atau gangguan yang muncul pada sistem organ tertentu (sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan dan sistem reproduksi).

    Peserta didik mengidentifikasi interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya, serta dapat merancang upaya-upaya mencegah dan mengatasi pencemaran dan perubahan iklim. Peserta didik mengidentifikasi pewarisan sifat dan penerapan bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari.

    Peserta didik mampu melakukan pengukuran terhadap aspek fisis yang mereka temui dan memanfaatkan ragam gerak dan gaya (force), memahami hubungan konsep usaha dan energi, mengukur besaran suhu yang diakibatkan oleh energi kalor yang diberikan, sekaligus dapat membedakan isolator dan konduktor kalor.

    Peserta didik memahami gerak, gaya dan tekanan, termasuk pesawat sederhana.

    Peserta didik memahami getaran dan gelombang, pemantulan dan pembiasan cahaya termasuk alat- alat optik sederhana yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Peserta didik dapat membuat rangkaian listrik sederhana, memahami gejala kemagnetan dan kelistrikan untuk menyelesaikan tantangan atau masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari- hari.

    Peserta didik mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam rangka mitigasi bencana.

    Peserta didik mengenal pH sebagai ukuran sifat keasaman suatu zat serta menggunakannya untuk mengelompokkan materi (asam-basa berdasarkan pH nya). Dengan pemahaman ini peserta didik mengenali sifat fisika dan kimia tanah serta hubungannya dengan organisme serta pelestarian lingkungan.

    Peserta didik memiliki keteguhan dalam mengambil keputusan yang benar untuk
    menghindari zat aditif dan adiktif yang membahayakan dirinya dan lingkungan.
    Keterampilan proses1. Mengamati
    Menggunakan berbagai alat bantu dalam melakukan pengukuran dan pengamatan. Memperhatikan detail yang relevan dari objek yang diamati.

    2. Mempertanyakan dan memprediksi
    Secara mandiri, peserta didik dapat mengajukan pertanyaan lebih lanjut untuk memperjelas hasil pengamatan dan membuat prediksi tentang penyelidikan ilmiah.

    3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan
    Peserta didik merencanakan dan melakukan langkah-langkah operasional berdasarkan referensi yang benar untuk menjawab pertanyaan. Dalam penyelidikan, peserta didik menggunakan berbagai jenis variabel untuk membuktikan prediksi.

    4. Memproses, menganalisis data dan informasi
    Menyajikan data dalam bentuk tabel, grafik, dan model serta menjelaskan hasil pengamatan dan pola atau hubungan pada data secara digital atau non digital. Mengumpulkan data dari penyelidikan yang dilakukannya, menggunakan data sekunder, serta menggunakan pemahaman sains untuk mengidentifikasi hubungan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah.

    5. Mengevaluasi dan refleksi
    Mengevaluasi kesimpulan melalui perbandingan dengan teori yang ada. Menunjukkan kelebihan dan kekurangan proses penyelidikan dan efeknya pada data. Menunjukkan permasalahan pada metodologi.

    6. Mengomunikasikan hasil
    Mengomunikasikan hasil penyelidikan secara utuh yang ditunjang dengan argumen, bahasa serta konvensi sains yang sesuai konteks penyelidikan. Menunjukkan pola berpikir sistematis sesuai format yang ditentukan.
  • Kutipan Capaian Pembelajaran Fisika SMA PAda Kurikulum Merdeka Belajar Menurut Permen No. 008/H/KR/2022

    Kutipan Capaian Pembelajaran Fisika SMA PAda Kurikulum Merdeka Belajar Menurut Permen No. 008/H/KR/2022

    Capaian Pembelajaran Fisika SMA/MA/Program Paket C

    A. Rasional Mata Pelajaran Fisika SMA/MA/Program Paket C

    Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mengkaji sifat-sifat materi dalam ruang dan waktu beserta konsep-konsep gaya dan energi terkait. Fisika mengkaji fenomena alam mulai dari skala atomik hingga jagat raya dengan menggunakan nalar ilmiah secara objektif dan kuantitatif yang terwujud dalam proses pengamatan, pengukuran, perancangan model hubungan antar variabel yang terlibat yang mencerminkan keteraturan alam, serta penarikan kesimpulan yang terwujud dalam suatu teori yang valid dan dapat diaplikasikan. Fisika mendasari perkembangan khasanah bidang ilmu pengetahuan alam lainnya serta perkembangan teknologi modern yang memudahkan kehidupan manusia diawali dari perkembangan mekanik dan permesinan, otomotif, komputer dan otomasi, serta teknologi informasi dan komunikasi.

    Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam serta mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan bijak. Pemahaman yang baik tentang fisika mendukung upaya mitigasi dan pengurangan dampak bencana alam secara optimal.

    Pada proses pembelajaran fisika, peserta didik dilatih untuk melakukan penelitian sederhana mengenai fenomena alam. Peserta didik belajar menemukan permasalahan, membuat hipotesis, merancang percobaan sederhana, melakukan percobaan, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil percobaan baik secara tertulis maupun secara lisan. Dari proses pembelajaran fisika peserta dilatih untuk memiliki penalaran ilmiah, kemampuan berfikir kritis serta keterampilan memecahkan masalah yang semuanya sejalan dengan upaya pengembangan profil pelajar Pancasila yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

    Pada tingkat SMA/MA/Program Paket C, fisika diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, pemahaman fisika yang benar dan mendalam berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, pemahaman fisika yang kuat menjadi jembatan keberhasilan peserta didik dalam menempuh studi lanjut di perguruan tinggi baik pada ilmu-ilmu dasar/sains maupun ilmu-ilmu keteknikan/rekayasa dan teknologi.

    B. Tujuan Mata Pelajaran Fisika SMA/MA/Program Paket C

    Dengan mempelajari ilmu fisika, peserta didik dapat:

    1. membentuk sikap religius melalui fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa;
    2. memupuk integritas dan sikap, jujur, adil, bertanggung jawab, menghormati martabat individu, kelompok, dan komunitas, serta berkebhinekaan global;
    3. memperdalam pemahaman tentang prinsip-prinsip fisis alam semesta yang konsisten sehingga memiliki kemampuan berfikir kritis dilengkapi dengan keterampilan penalaran kuantitatif;
    4. memiliki sikap ilmiah, mengembangkan rasa ingin tahu, pengalaman untuk dapat merumuskan masalah secara kreatif, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan baik lisan maupun tulisan secara mandiri; dan
    5. memahami kekuatan dan keterbatasan diri untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri, memiliki keinginan dalam mengembangkan pengalaman belajar, dan menjadi pemelajar sepanjang hayat.

    C. Karakteristik Mata Pelajaran Fisika SMA/MA/Program Paket C

    Mata pelajaran fisika diorganisasikan dalam 2 (dua) kategori, pemahaman fisika dan keterampilan proses.

    ElemenDeskripsi
    Pemahaman FisikaMerupakan materi-materi yang perlu dikuasai peserta didik untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman fisika yang dikuasai adalah pengukuan, mekanika, fluida, getaran dan gelombang, termodinamika, listrik magnet, fisika modern dan radioaktifitas, teknologi digital,dan keberlangsungan energi dan lingkungan alam sekitar.
    Keterampilan ProsesMerupakan keterampilan saintifik dan rekayasa yang meliputi (1) mengamati, (2) mempertanyakan dan memprediksi, (3) merencanakan dan melakukan penyelidikan, (4) memproses dan menganalisis data dan informasi, (5) mencipta (6) mengevaluasi dan merefleksi dan (7) mengomunikasikan hasil

    D. Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Fisika SMA/MA/Program Paket C Setiap Fase

    1. Fase E (Umumnya untuk kelas X SMA/MA/Program Paket C)

    Pada akhir fase E, peserta didik memiliki kemampuan untuk responsif terhadap isu-isu global dan berperan aktif dalam memberikan penyelesaian masalah. Kemampuan tersebut antara lain mengamati, mempertanyakan dan memprediksi, merencanakan dan melakukan penyelidikan, memproses dan menganalisis data dan informasi, mengevaluasi dan refleksi, mengkomunikasikan hasil dalam bentuk projek sederhana atau simulasi visual menggunakan apilkasi teknologi yang tersedia terkait dengan energi alternatif, pemanasan global, pencemaran lingkungan, nano teknologi, bioteknologi, kimia dalam kehidupan sehari-hari, pemanfaatan limbah dan bahan alam, pandemi akibat infeksi virus. Semua upaya tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Melalui pengembangan sejumlah pengetahuan tersebut dibangun pula berakhlak mulia dan sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, bernalar kritis, kreatif, mandiri, inovatif, bergotong royong dan berkebhinekaan global.

    Fase E Berdasarkan Elemen

    ElemenCapaian Pembelajaran
    Pemahaman FisikaPeserta didik mampu mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan keterampilan proses dalam pengukuran, perubahan iklim dan pemanasan global, pencemaran lingkungan, energi alternatif, dan pemanfaatannya.
    Keterampilan Proses1. Mengamati
    Peserta didik mampu mengoptimalkan potensi menggunakan ragam alat bantu untuk melakukan pengukuran dan pengamatan.

    2. Mempertanyakan dan memprediksi
    Peserta didik mampu mempertanyakan dan memprediksi berdasarkan hasil observasi, mampu merumuskan permasalahan yang ada dan mampu mengajukan pertanyaan kunci untuk menyelesaikan masalah.

    3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan
    Peserta didik mengidentifikasi latar belakang masalah, merumuskan tujuan, dan menggunakan referensi dalam perencanaan penyelidikan/penelitian.

    Peserta didik membedakan variabel, termasuk yang dikendalikan dan variabel bebas, menggunakan instrumen yang sesuai dengan tujuan penyelidikan.

    Peserta didik menentukan langkah langkah kerja dan cara pengumpulan data

    4. Memproses, menganalisis data dan informasi
    Peserta didik menyiapkan peralatan/ instrumen yang sesuai untuk penelitian ilmiah, menggunakan alat ukur secara teliti dan benar, mengenal keterbatasan dan kelebihan alat ukur yang dipakai.

    Peserta didik menerapkan teknis/ proses pengumpulan data, mengolah data sesuai
    jenisnya/sesuai keperluan, menganalisis data dan menyimpulkan hasil penelitian serta memberikan rekomendasi tindak lanjut/saran dari hasil penelitian.

    5. Mencipta
    Peserta didik mampu menggunakan hasil analisis data dan informasi untuk menciptakan ide solusi ataupun rancang bangun untuk menyelesaikan suatu
    permasalahan.

    6. Mengevaluasi dan refleksi
    Peserta didik berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, mengembangkan keingintahuan, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan.

    Peserta didik mengajukan argumentasi ilmiah dan kritis berani mengusulkan perbaikan atas suatu kondisi dan bertanggungjawab terhadap usulannya.

    Peserta didik bersikap jujur terhadap temuan data/fakta.

    7. Mengomunikasikan hasil
    Peserta didik menyusun laporan tertulis hasil penelitian serta mengomunikasikan hasil penelitian, prosedur perolehan data, cara mengolah dan cara menganalisis data serta mengomunikasikan kesimpulan yang sesuai untuk menjawab masalah penelitian /penyelidikan secara lisan atau tulisan

    Peserta didik menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik, diagram
    alur/ flowchart dan/atau peta konsep, menyajikan data dengan simbol dan standar internasional dengan benar, dan menggunakan media yang sesuai dalam
    penyajian hasil pengolahan data.

    Peserta didik mendeskripsikan kecenderungan hubungan, pola, dan keterkaitan variabel dan menggunakan bahasa, simbol dan peristilahan yang sesuai untuk bidang fisika.

    2. Fase F (Umumnya untuk kelas XI dan XII SMA/MA/Program Paket C)

    Pada akhir fase F, peserta didik mampu menerapkan konsep dan prinsip vektor kedalam kinematika dan dinamika gerak partikel, usaha dan energi, fluida dinamis, getaran harmonis, gelombang bunyi dan gelombang cahaya dalam menyelesaikan masalah, serta menerapkan prinsip dan konsep energi kalor dan termodinamika dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor. Peserta didik mampu menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan (baik statis maupun dinamis) dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi, menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang elektromagnetik dalam menyelesaikan masalah. Peserta didik mampu menganalisis keterkaitan antara berbagai besaran fisis pada teori relativitas khusus, gejala kuantum dan menunjukkan penerapan konsep fisika inti dan radioaktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Peserta didik mampu memberi penguatan pada aspek fisika sesuai dengan minat untuk ke perguruan tinggi yang berhubungan dengan bidang fisika. Melalui kerja ilmiah juga dibangun sikap ilmiah dan profil pelajar pancasila khususnya mandiri, inovatif, bernalar kritis, kreatif dan bergotong royong.

    Fase F Berdasarkan Elemen

    ElemenCapaian Pembelajaran
    Pemahaman FisikaPeserta didik mampu menerapkan konsep dan prinsip vektor, kinematika dan dinamika gerak, fluida, gejala gelombang bunyi dan gelombang cahaya dalam menyelesaikan masalah, serta menerapkan prinsip dan konsep kalor dan termodinamika, dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor. Peserta didik mampu menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan (baik statis maupun dinamis) dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi, menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang elektromagnetik dalam menyelesaikan masalah. Peserta didik mampu memahami prinsip-prinsip gerbang logika dan pemanafaatannya dalam sistem komputer dan perhitungan digital lainnya. Peserta didik mampu menganalisis keterkaitan antara berbagai besaran fisis pada teori relativitas khusus, gejala kuantum dan menunjukkan penerapan konsep fisika inti dan radioaktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
    Keterampilan Proses1. Mengamati
    Peserta didik mampu mengoptimalkan potensi menggunakan ragam alat bantu untuk melakukan pengukuran dan pengamatan.

    2. Mempertanyakan dan memprediksi
    Peserta didik mampu mempertanyakan dan memprediksi berdasarkan hasil observasi, mampu merumuskan permasalahan yang ada dan mampu mengajukan pertanyaan kunci untuk menyelesaikan masalah.

    3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan
    Peserta didik mengidentifikasi latar belakang masalah, merumuskan tujuan, dan menggunakan referensi dalam perencanaan penyelidikan/penelitian.

    Peserta didik membedakan variabel, termasuk yang dikendalikan dan variabel bebas, menggunakan instrumen yang sesuai dengan tujuan penyelidikan.

    Peserta didik menentukan langkah langkah kerja dan cara pengumpulan data

    4. Memproses, menganalisis data dan informasi
    Peserta didik menyiapkan peralatan/ instrumen yang sesuai untuk penelitian ilmiah, menggunakan alat ukur secara teliti dan benar, mengenal keterbatasan dan kelebihan alat ukur yang dipakai.

    Peserta didik menerapkan teknis/ proses pengumpulan data, mengolah data sesuai
    jenisnya/sesuai keperluan, menganalisis data dan menyimpulkan hasil penelitian serta memberikan rekomendasi tindak lanjut/saran dari hasil penelitian.

    5. Mencipta
    Peserta didik mampu menggunakan hasil analisis data dan informasi untuk menciptakan ide solusi ataupun rancang bangun untuk menyelesaikan suatu
    permasalahan.

    6. Mengevaluasi dan refleksi
    Peserta didik berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, mengembangkan keingintahuan, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan.

    Peserta didik mengajukan argumentasi ilmiah dan kritis berani mengusulkan perbaikan atas suatu kondisi dan bertanggungjawab terhadap usulannya.

    Peserta didik bersikap jujur terhadap temuan data/fakta.

    7. Mengomunikasikan hasil
    Peserta didik menyusun laporan tertulis hasil penelitian serta mengomunikasikan hasil penelitian, prosedur perolehan data, cara mengolah dan cara menganalisis data serta mengomunikasikan kesimpulan yang sesuai untuk menjawab masalah penelitian /penyelidikan secara lisan atau tulisan

    Peserta didik menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik, diagram
    alur/ flowchart dan/atau peta konsep, menyajikan data dengan simbol dan standar internasional dengan benar, dan menggunakan media yang sesuai dalam
    penyajian hasil pengolahan data.

    Peserta didik mendeskripsikan kecenderungan hubungan, pola, dan keterkaitan variabel dan menggunakan bahasa, simbol dan peristilahan yang sesuai untuk bidang fisika.

  • Struktur dan Pedoman Kurikulum Merdeka Belajar di SMA Mata Pelajaran Fisika

    Struktur dan Pedoman Kurikulum Merdeka Belajar di SMA Mata Pelajaran Fisika

    Berikut ini adalah poin-poin penting dan kesimpulan yang diambil dari

    KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/M/2022

    TENTANG

    PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI NOMOR 56/M/2022 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN KURIKULUM DALAM RANGKA PEMULIHAN PEMBELAJARAN

    untuk implementasi dan penyusunan program pembelajaran Fisika dan IPA pada tingkat sekolah Menengah

    I. Struktur Kurikulum Merdeka

    Struktur Kurikulum pada Pendidikan Menengah dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan utama, yaitu:

    1. pembelajaran intrakurikuler; dan
    2. projek penguatan profil pelajar Pancasila.

    Kegiatan pembelajaran intrakurikuler untuk setiap mata pelajaran mengacu pada capaian pembelajaran. Kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila ditujukan untuk memperkuat upaya pencapaian profil pelajar Pancasila yang mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan.

    Pemerintah mengatur beban belajar untuk setiap muatan atau mata pelajaran dalam Jam Pelajaran (JP) pertahun. Satuan pendidikan mengatur alokasi waktu setiap minggunya secara fleksibel dalam 1 (satu) tahun ajaran.

    Struktur kurikulum SMA/MA/bentuk lain yang sederajat terdiri atas 2 (dua) Fase yaitu:

    1. Fase E untuk kelas X; dan
    2. Fase F untuk kelas XI dan kelas XII.

    Struktur kurikulum untuk SMA/MA/bentuk lain yang sederajat terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

    1. pembelajaran intrakurikuler; dan
    2. projek penguatan profil pelajar Pancasila dialokasikan sekitar 30% (tiga puluh persen) total JP per tahun.

    Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila dilakukan secara fleksibel, baik secara muatan maupun secara waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek profil harus mengacu pada capaian profil pelajar Pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan, projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dari semua mata pelajaran dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.

    Struktur Kurikulum SMA/MA/bentuk lain yang sederajat adalah sebagai berikut.

    Kelas X

    Mata PelajaranAlokasi Intrakurikuler Per Tahun (Minggu)Alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Per TahunTotal JP Per Tahun
    Ilmu Pengetahuan Alam: Fisika, Kimia, Biologi216 (6)108324

    Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas X SMA/MA/bentuk lain yang sederajat tidak dipisahkan menjadi mata pelajaran yang lebih spesifik. Namun demikian, satuan pendidikan dapat menentukan bagaimana muatan pelajaran diorganisasi.

    Pengorganisasian pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:

    1. mengajarkan muatan Ilmu Pengetahuan Alam secara terintegrasi;
    2. mengajarkan muatan Ilmu Pengetahuan Alam secara bergantian dalam blok waktu yang terpisah; atau
    3. mengajarkan muatan Ilmu Pengetahuan Alam secara paralel, dengan JP terpisah seperti mata pelajaran yang berbeda-beda, diikuti dengan unit pembelajaran inkuiri yang mengintegrasikan muatan-muatan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tersebut.

    Fase F untuk kelas XI dan kelas XII, struktur mata pelajaran dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu:

    Kelas XI

    Mata PelajaranAlokasi Intrakurikuler Per Tahun (Minggu)Alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar PancasilaTotal JP Per Tahun
    Fisika Kelas XI180 (5)180

    Asumsi

    1. 1 tahun = 32 minggu
    2. 1 JP = 45 menit

    II. Capaian Pembelajaran

    CP pada tingkat SMA/MA ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.

    III. Pembelajaran dan Asesmen

    A. Prinsip Pembelajaran dan Asesmen

    1. Prinsip Pembelajaran

    Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Prinsip pembelajaran sebagai berikut:

    1. pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai dengan kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan peserta didik yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan;
    2. pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat;
    3. proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik;
    4. pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan komunitas sebagai mitra; dan
    5. pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.

    2. Prinsip Asesmen

    Asesmen atau penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Prinsip asesmen sebagai berikut:

    1. asesmen merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, fasilitasi pembelajaran, dan penyediaan informasi yang holistik, sebagai umpan balik untuk pendidik, peserta didik, dan orang tua/wali agar dapat memandu mereka dalam menentukan strategi pembelajaran selanjutnya;
    2. asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan fungsi asesmen tersebut, dengan keleluasaan untuk menentukan teknik dan waktu pelaksanaan asesmen agar efektif mencapai tujuan pembelajaran;
    3. asesmen dirancang secara adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable) untuk menjelaskan kemajuan belajar, menentukan keputusan tentang langkah dan sebagai dasar untuk menyusun program pembelajaran yang sesuai selanjutnya;
    4. laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan informatif, memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan kompetensi yang dicapai, serta strategi tindak lanjut; dan
    5. hasil asesmen digunakan oleh peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua/wali sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

    B. Perencanaan serta Pelaksanaan Pembelajaran dan Asesmen

    1. Asesmen di awal pembelajaran dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, dan hasilnya digunakan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian peserta didik. Pada pendidikan khusus, asesmen diagnostik dilaksanakan sebelum perencanaan pembelajaran sebagai rujukan untuk menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI).
    2. Satuan pendidikan dan pendidik memiliki keleluasaan untuk menentukan kegiatan pembelajaran dan perangkat ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, konteks satuan pendidikan, dan karakteristik peserta didik.
    3. Satuan pendidikan dan pendidik memiliki keleluasaan untuk menentukan jenis, teknik, bentuk instrumen, dan waktu pelaksanaan asesmen berdasarkan karakteristik tujuan pembelajaran.
    4. Apabila pendidik menggunakan modul ajar yang disediakan pemerintah dan/atau membuat modul ajar merujuk pada modul ajar yang disediakan pemerintah, maka pendidik tersebut dapat menggunakan modul ajar sebagai dokumen perencanaan pembelajaran, dengan komponen sekurang-kurangnya terdiri dari tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan asesmen yang digunakan untuk memantau ketercapaian tujuan pembelajaran.

    C. Pengolahan Hasil Asesmen

    1. Satuan pendidikan dan pendidik memiliki keleluasaan untuk menentukan strategi pengolahan hasil asesmen sesuai kebutuhan.
    2. Satuan pendidikan dan pendidik menentukan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.

    D. Pelaporan Kemajuan Belajar

    1. Satuan pendidikan menyiapkan pelaporan hasil belajar (rapor) peserta didik.
    2. Rapor peserta didik SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat meliputi komponen identitas peserta didik, nama satuan pendidikan, kelas, semester, mata pelajaran, nilai, deskripsi, catatan guru, presensi, dan kegiatan ekstrakurikuler.
    3. Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan mekanisme dan format pelaporan hasil belajar kepada orang tua/wali.
    4. Pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, satuan pendidikan dan pendidik memiliki keleluasaan untuk menentukan deskripsi dalam menjelaskan makna nilai yang diperoleh peserta didik.
    5. Pelaporan hasil belajar disampaikan sekurang-kurangnya pada setiap akhir semester.
    6. Satuan pendidikan menyampaikan rapor peserta didik secara berkala melalui e rapor/dapodik
    7. Pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas dengan mempertimbangkan:
      1. laporan kemajuan belajar;
      2. laporan pencapaian projek penguatan profil pelajar Pancasila;
      3. portofolio peserta didik;
      4. prestasi akademik dan non-akademik;
      5. ekstrakurikuler;
      6. penghargaan peserta didik; dan
      7. tingkat kehadiran.

    IV. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

    Projek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan kegiatan kokurikuler berbasis projek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila dilakukan secara fleksibel, dari segi muatan, kegiatan, dan waktu pelaksanaan.

    Projek penguatan profil pelajar Pancasila dirancang terpisah dari intrakurikuler. Tujuan, muatan, dan kegiatan pembelajaran projek tidak harus dikaitkan dengan tujuan dan materi pelajaran intrakurikuler. Satuan pendidikan dapat melibatkan masyarakat dan/atau dunia kerja untuk merancang dan menyelenggarakan projek penguatan profil pelajar Pancasila.

    1. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Pendidikan Menengah

    Pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, projek penguatan profil pelajar Pancasila mengambil alokasi waktu 20-30% (dua puluh sampai dengan tiga puluh persen) dari total jam pelajaran selama 1 (satu) tahun.

    Alokasi waktu untuk setiap projek penguatan profil pelajar Pancasila tidak harus sama. Satu projek dapat dilakukan dengan durasi waktu yang lebih panjang daripada projek yang lain. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan, projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dari semua mata
    pelajaran dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.

    2. Tema-Tema Utama

    Pemerintah menetapkan tema-tema utama untuk dirumuskan menjadi topik oleh satuan pendidikan sesuai dengan konteks wilayah serta karakteristik peserta didik. Tema-tema utama projek penguatan profil pelajar Pancasila yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan sebagai berikut.

    1. Gaya Hidup Berkelanjutan.

    Peserta didik memahami dampak aktivitas manusia, baik jangka pendek maupun panjang, terhadap kelangsungan kehidupan di dunia maupun lingkungan sekitarnya. Peserta didik juga membangun kesadaran untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan, mempelajari potensi krisis keberlanjutan yang terjadi di lingkungan sekitarnya serta mengembangkan kesiapan untuk menghadapi dan memitigasinya. Tema ini ditujukan untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.

    2. Kearifan Lokal.

    Peserta didik membangun rasa ingin tahu dan kemampuan inkuiri melalui eksplorasi budaya dan kearifan lokal masyarakat sekitar atau daerah tersebut, serta perkembangannya. Peserta didik mempelajari bagaimana dan mengapa masyarakat lokal/ daerah berkembang seperti yang ada, konsep dan nilai-nilai dibalik kesenian dan tradisi lokal, serta merefleksikan nilai-nilai apa yang dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan mereka.

    3. Rekayasa dan Teknologi.

    Peserta didik melatih daya pikir kritis, kreatif, inovatif, sekaligus kemampuan berempati untuk berekayasa membangun produk berteknologi yang memudahkan kegiatan diri dan sekitarnya. Peserta didik dapat membangun budaya smart society dengan menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat sekitarnya melalui inovasi dan penerapan teknologi, mensinergikan aspek sosial dan aspek teknologi.

    4. Kewirausahaan.

    Peserta didik mengidentifikasi potensi ekonomi di tingkat lokal dan masalah yang ada dalam pengembangan potensi tersebut, serta kaitannya dengan aspek lingkungan, sosial dan kesejahteraan masyarakat. Melalui kegiatan ini, kreativitas dan budaya kewirausahaan akan ditumbuhkembangkan. Peserta didik juga membuka wawasan tentang peluang masa depan, peka akan kebutuhan masyarakat, menjadi problem solver yang terampil, serta siap untuk menjadi tenaga kerja profesional penuh integritas.

    V. Perangkat Ajar

    Perangkat ajar merupakan berbagai bahan ajar yang digunakan oleh pendidik dalam upaya mencapai profil pelajar Pancasila dan Capaian Pembelajaran. Perangkat ajar meliputi buku teks pelajaran, modul ajar, modul projek penguatan profil pelajar Pancasila, contoh-contoh kurikulum operasional satuan pendidikan, video pembelajaran, serta bentuk lainnya. Pendidik dapat menggunakan beragam perangkat ajar dari berbagai sumber.

    Perangkat ajar dapat langsung digunakan pendidik untuk mengajar ataupun sebagai referensi atau inspirasi dalam merancang pembelajaran. Contoh perangkat ajar yang disediakan oleh Pemerintah, sebagai berikut.

    A. Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

    Modul projek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan dokumen yang berisi tujuan, langkah, media pembelajaran, dan asesmen yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu projek penguatan profil pelajar Pancasila.

    Pendidik memiliki keleluasaan untuk membuat sendiri, memilih, dan memodifikasi modul projek yang tersedia sesuai dengan konteks, karakteristik, serta kebutuhan peserta didik. Pemerintah menyediakan contoh-contoh modul projek penguatan profil pelajar Pancasila yang dapat dijadikan inspirasi untuk satuan pendidikan. Satuan pendidikan dan pendidik dapat mengembangkan modul projek sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, memodifikasi, dan/atau menggunakan modul projek yang disediakan Pemerintah sesuai dengan karakteristik daerah, satuan pendidik, dan peserta didik. Oleh karena itu pendidik yang menggunakan modul projek yang disediakan Pemerintah tidak perlu lagi menyusun modul projek.

    B. Modul Ajar

    Modul ajar merupakan dokumen yang berisi tujuan, langkah, dan media pembelajaran, serta asesmen yang dibutuhkan dalam satu unit/topik berdasarkan alur tujuan pembelajaran. Pendidik memiliki keleluasaan untuk membuat sendiri, memilih, dan memodifikasi modul ajar yang tersedia sesuai dengan konteks, karakteristik, serta kebutuhan peserta didik.

    Pemerintah menyediakan contoh-contoh modul ajar yang dapat dijadikan inspirasi untuk satuan pendidikan. Satuan pendidikan dan pendidik dapat mengembangkan modul ajar sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik, memodifikasi, dan/atau menggunakan modul ajar yang disediakan Pemerintah sesuai dengan karakteristik daerah, satuan pendidik, dan peserta didik. Oleh karena itu pendidik yang menggunakan modul ajar yang disediakan Pemerintah tidak perlu lagi menyusun perencanaan pembelajaran/RPP/modul ajar.

    Ketentuan lebih lanjut mengenai alur dan tujuan pembelajaran serta pengembangan modul ajar diatur dalam panduan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.

    C. Buku Teks

    Buku teks terdiri atas buku teks utama dan buku teks pendamping. Buku teks utama merupakan buku pelajaran yang digunakan dalam pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dalam konteks pembelajaran, buku teks utama terdiri atas buku siswa dan buku panduan guru. Buku siswa merupakan buku pegangan bagi peserta didik, sedangkan buku panduan guru merupakan panduan atau acuan bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran berdasarkan buku siswa tersebut. Berdasarkan kebutuhan dan karakteristik mata pelajaran, beberapa mata pelajaran hanya terdapat buku panduan guru.

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan menyebutkan bahwa pemerolehan naskah buku dilakukan melalui penulisan, penerjemahan, atau penyaduran. Buku teks utama yang fleksibel dan kontekstual dapat berbentuk cetak dan digital, serta dapat disajikan dalam bentuk modular. Buku teks utama diimplementasikan secara terbatas di satuan pendidikan pelaksana Kurikulum Merdeka,
    dalam rangka pemulihan pembelajaran.

    Judul buku teks utama yang digunakan di satuan pendidikan pelaksana Kurikulum Merdeka ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan atas nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

    VI. Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan

    Kurikulum operasional yang digunakan di satuan pendidikan untuk pembelajaran dikembangkan dan dikelola oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada struktur kurikulum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Kurikulum operasional yang dikembangkan menunjukkan kesesuaian dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, dan daerah. Dalam mengembangkan dan mengelola kurikulum operasional, satuan pendidikan sebaiknya melibatkan komite sekolah dan masyarakat. Pemerintah menyediakan contoh-contoh kurikulum operasional sekolah yang dapat dimodifikasi, dijadikan contoh, atau rujukan untuk satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum operasionalnya.

    Komponen kurikulum operasional yang dikembangkan dan digunakan di satuan pendidikan minimal terdiri atas karakteristik satuan pendidikan, visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan, pengorganisasian pembelajaran, dan perencanaan pembelajaran. Untuk dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran ruang lingkup kelas, satuan pendidikan dapat menggunakan, memodifikasi, atau mengadaptasi contoh modul ajar yang disediakan Pemerintah, dan cukup melampirkan beberapa contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)/modul ajar atau bentuk rencana kegiatan yang mewakili inti dari rangkaian pembelajaran pada bagian Lampiran.

    Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan format dan sistematika penyusunan kurikulum operasional satuan pendidikan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kurikulum operasional satuan pendidikan diatur dalam panduan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.

    VII. Mekanisme Implementasi Kurikulum Merdeka

    Satuan pendidikan yang memilih Kurikulum Merdeka dapat mengimplementasikannya melalui 3 (tiga) pilihan sebagai berikut:

    1. menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka, tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan, misalnya menerapkan projek penguatan profil pelajar Pancasila sebagai kokurikuler atau
      ekstrakurikuler dengan konsekuensi menambah jam pelajaran, menerapkan pembelajaran sesuai tahap capaian peserta didik atau pembelajaran terdiferensiasi;
    2. menerapkan Kurikulum Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan oleh Pemerintah Pusat; atau
    3. menerapkan Kurikulum Merdeka dengan pengembangan berbagai perangkat ajar oleh satuan pendidikan.

    Satuan pendidikan melakukan pendaftaran dan menyatakan opsi implementasi Kurikulum Merdeka yang dipilih. Satuan pendidikan yang memilih pilihan sebagaimana huruf B atau huruf C ditetapkan sebagai pelaksana Kurikulum Merdeka oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kementerian Agama. Pemerintah melakukan penyesuaian Dapodik pada satuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebagai pelaksana Kurikulum Merdeka

  • Huruf dan Aksara Lontara Bugis Makassar

    Huruf dan Aksara Lontara Bugis Makassar

    Huruf atau Aksara Lontara adalah jenis huruf yang diciptakan dan didesain oleh suku Bugis-Makassar sekitar abad 14 Silam. Pada masa tersebut, banyak kota-kota di kerajaan Makassar dan Bugis yang menjadi Syah Bandar atau perdagangan. Hal ini membuat Kerajaan membutuhkan tulisan sebagai alat administrasi kerajaan dalam bentuk kerja sama dengan banyak pihak baik untuk kepentingan politik maupun kepentingan perdagangan.

    A. Huruf Lontara

    Huruf Lontara ini termasuk dalam tulisan Abugida atau Alfasilabis dimana huruf konsonan dan vokal akan melekat satu sama lain. Contoh dari aksara ini seperti bahasa Arab, Hiragana, Huruf Jawa, Hanacaraka dan sejenisnya. Lontara sendiri terdiri dari 23 aksara dasar.

    Adapun Aksara dasar Lontara tersebut adalah

    kaganganka
    ᨃ*
    pabamanpa
    ᨇ*
    tadananra
    ᨋ*
    cajanyanca*
    yaralawa
    saahatitik
    tabel huruf lontara bugis/makassar

    * hanya digunakan pada bahasa Bugis dan tidak pada bahasa Makassar.

    1. Diakritik

    Tuilsan Lontara adalah termasuk dalam tipe Diakritik yang dalam bahasa Bugis disebut ana’ sure’ sedangkan dalam bahasa Makassar disebut sebagai ana’ lontara’. Hal ini berarti bahwa tanda baca digunakan untuk membedakan bunyi a, i, u, e, o dan e’ pada tulisan utama.

    aturan penulisannya

    Diakritik aksara lontara untuk -a
    -a
    Diakritik aksara lontara untuk -i
    -i
    Diakritik aksara lontara untuk -u
    -u
    Diakritik aksara lontara untuk e
    -e’
    Diakritik aksara lontara untuk o
    -o
    Diakritik aksara lontara untuk ee
    -e

    contoh penggunaan ketika menginduk pada aksara utama sebagai berikut:

    ᨅᨗᨅᨘᨅᨙᨅᨚᨅᨛ
    babibebe’bobe

    Pengunaan huruf e pada ᨅᨙ sama saat menyebutkan huruf e pada bebek sedangkan ᨅᨛ seperti huruf e pada kemana.

    B. Aksara Lontara Berdasarkan Alfabet Latin

    Sama seperti aksara Abugida lainnya, huruf lontara memiliki urutan yang berbeda dengan huruf latin yang kita kenal dengan urutan alfabetis yakni a, b, c, d, e, dst. Huruf lontara terseusun dengan urutan ka, ga, nga, nka, pa, ba, ma, npa dst, seperti yang terlihat pada tabel 1.

    Namun saya buatkan urutan yang sesaui dengan urutan Alfabetis agar memudahkan proses pengetikan huruf. Urutannya sebagai berikut


    a
    ᨕᨗ
    i
    ᨕᨘ
    u
    ᨕᨙ
    e’
    ᨕᨚ
    o
    ᨕᨛ
    e

    ba
    ᨅᨗ
    bi
    ᨅᨘ
    bu
    ᨅᨙ
    be’
    ᨅᨚ
    bo
    ᨅᨛ
    be

    ca
    ᨌᨗ
    ci
    ᨌᨘ
    cu
    ᨌᨙ
    ce
    ᨌᨚ
    co
    ᨌᨛ
    ce

    da
    ᨉᨗ
    di
    ᨉᨘ
    du
    ᨉᨙ
    de’
    ᨉᨚ
    do
    ᨉᨛ
    de

    ga
    ᨁᨗ
    gi
    ᨁᨘ
    gu
    ᨁᨙ
    ge’
    ᨁᨚ
    go
    ᨁᨛ
    ge

    ha
    ᨖᨗ
    hi
    ᨖᨘ
    hu
    ᨖᨙ
    he’
    ᨖᨚ
    ho
    ᨖᨛ
    he

    ja
    ᨍᨗ
    ji
    ᨍᨘ
    ju
    ᨍᨙ
    je’
    ᨍᨚ 
    jo
    ᨍᨛ
    je

    ka
    ᨀᨗ
    ki
    ᨀᨘ
    ku
    ᨀᨙ
    ke’
    ᨀᨚ
    ko
    ᨀᨛ
    ke

    la
    ᨒᨗ
    li
    ᨒᨘ
    lu
    ᨒᨙ
    le’
    ᨒᨚ
    lo
    ᨒᨛ
    le

    ma
    ᨆᨗ
    mi
    ᨆᨘ
    mu
    ᨈᨙ
    me’
    ᨆᨚ
    mo
    ᨆᨛ
    me

    na
    ᨊᨗ
    ni
    ᨊᨘ
    nu
    ᨊᨙ
    ne’
    ᨊᨚ
    no
    ᨊᨛ
    ne

    pa
    ᨄᨗ
    pi
    ᨄᨘ
    pu
    ᨄᨙ
    pe’
    ᨄᨚ
    po
    ᨄᨛ
    pe

    ra
    ᨑᨗ
    ri
    ᨑᨘ 
    ru
    ᨑᨙ
    re’
    ᨑᨚ
    ro
    ᨑᨛ
    re

    sa
    ᨔᨗ
    si
    ᨔᨘ
    su
    ᨔᨙ
    se’
    ᨔᨚ
    so
    ᨔᨛ
    se

    ta
    ᨈᨗ
    ti
    ᨈᨘ
    tu
    ᨈᨙ
    te’
    ᨈᨚ
    to
    ᨈᨛ
    te

    wa
    ᨓᨗ
    wi
    ᨕᨘ
    wu
    ᨓᨙ
    we’
    ᨓᨚ
    wo
    ᨐᨛ
    we

    ya
    ᨐᨗ
    yi
    ᨐᨘ
    yu
    ᨐᨙ
    we’
    ᨐᨚ
    yo
    ᨐᨛ
    ye

    nca
    ᨏᨗ
    nci
    ᨏᨘ
    ncu
    ᨏᨙ
    nce’
    ᨏᨚ
    nco
    ᨏᨛ
    nce

    nga
    ᨂᨗ
    ngi
    ᨂᨘ
    ngu
    ᨂᨙ
    nge’
    ᨂᨚ
    ngo
    ᨂᨛ
    nge

    nka
    ᨃᨗ
    nki
    ᨃᨘ
    nku
    ᨃᨙ
    nke’
    ᨃᨚ
    nko
    ᨃᨛ
    nke

    npa
    ᨇᨗ
    npi
    ᨇᨘ
    npu
    ᨇᨙ
    npe’
    ᨇᨚ
    npo
    ᨇᨛ
    npe

    nra
    ᨋᨗ
    nri
    ᨋᨘ
    nru
    ᨋᨙ
    nre’
    ᨋᨚ
    nro
    ᨋᨛ
    nre

    nya
    ᨎᨗ
    nyi
    ᨎᨘ
    nyu
    ᨎᨙ
    nye’
    ᨎᨚ
    nyo
    ᨎᨛ
    nye

    Kekurangan

    Kekurangan dari tulisan lontara ini adalah tidak disebutkan huruf mati sehingga bisa menghasilkan makna ambigu pada beberapa kata tertentu misalnya:

    ᨕᨅᨙᨈᨕᨗ : a.be.ta.i

    kata tersebut dapat dibaca ambétai yang berarti mengalahkan, namun bisa juga di baca a’bétai yang bearti menang. Selain itu, tulisan ini mempengaruhi penyebutan nama terutama untuk nama dengan huruf mati pada suku katanya misalnya:

    ah.mad.dah.lan

    naman tersebut bisa ditulis dalam bentuk

    ᨕᨖᨆ ᨉᨖᨒ : a.ha.ma.da.ha.la

    ᨀᨘᨕᨒᨙᨕᨂᨂᨗ ᨈᨒ ᨊᨈᨚᨕᨒᨗᨕ

  • Gamifikasi Pembelajaran : Ciri-Ciri dan Strategi Penerapan di Dalam Kelas

    Gamifikasi Pembelajaran : Ciri-Ciri dan Strategi Penerapan di Dalam Kelas

    AhmadDahlan. NET – Gamifikasi dalam pembelajaran merupakan sebuah kebutuhan pembelajaran di Era Digital. Pembelajaran ini dirancang lebih menyenangkan dan mengadopsi prinsip kompetisi dan kompetensi secara bersamaan. Peserta didik diajak bermain seru dalam bersaing dalam permainan game yang sifatnya edukatif yang sesuai dengan tuntutan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada pembelajaran yang berkaitan.

    A. Peserta Didik Abad 21

    Pembelajaran Abad 21, didominasi oleh peserta didik yang berasal dari generasi Digital Native yang sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berdampak pada profil dan gaya belajar yang berbeda dengan generasi sebelumnya, terutama tingginya ketergantungan dengan perangkat elektronik di setiap kegiatan.

    Hal ini menjadi masalah dan tantangan yang harus diselesaikan oleh pengajar agar proses pembelajaran di dalam kelas dapat dilaksanakan dengan baik. Pengajar dalam kasus ini adalah guru, instruktur dan dosen harus lebih adaptif dalam menanggapi perubahan dan kebutuhan pembelajaran di era digital. Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa kebutuhan belajar, sumber bacaan dan gaya belajar yang lebih ke arah pemanfaatan teknologi pembelajaran digital.

    Sebagai bentuk solusi dalam mengatasi masalah tersebut, pengajar dituntut untuk lebih adaptif, kreatif dan inovatif dalam merancang proses pembelajaran dengan berbagai platform digital. Rancangan yang pembelajaran yang dibuat harus mengakomodasi gaya belajar peserta didik dengan kriteria digital native. Hal ini mengarahkan pembelajaran moderen dengan paradigma dan trend pembelajaran baru yang lebih menitik beratkan pada penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) Digital dengan salah satu trend pembelajaran dalam bentuk Gamifikasi.

    B. Defenisi Gamifikasi

    Gamifikasi merujuk pada pada proses penggunaan mekanisme, estetika dan cara berfikir permaian (Game thinking) yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan dan motivasi peserta didik dalam proses belajar (Kapp, 2012). Tujuan belajar dalam gamifikasi dipecah menjadi sub tujuan pembelajaran yang disebut sebagai misi-misi dalam bentuk masalah yang harus dipecahkan peserta dengan kemampuan problem solving. Setiap misi yang diselesaikan akan dihitung sebagai pencapaian (Achievement) dan berdampak pada skor masing-masing individu.

    Gamifikasi juga dapat dimaknasi sebagai pendekatan pembelajaran menggunakan elemen game dengan konten dan konteks pembelajaran yang bersifat pelatihan. Konten yang disajikan dalam hal ini menjadi ciri-ciri yang membedakan antara Gamifikasi dan Profesional Game. Secara umum makna Gamifikasi dapat diartikan sebagai integrasi antara elemen dan cara berfikir game pada aktifitas pembelajaran di luar aplikasi dengan platform game profesional.

    Game memiliki banyak fiture unik yang dapat dimanfaatkan sebagai kunci Gamifikasi seperti :

    1. User atau Player dalam hal ini peserta didik
    2. Tantangan dan Tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik selanjutnya disebut tujuan atau misi.
    3. Point yang merupakan akumulasi dari seluruh skore yang didapatkan setelah menyelesaikan tugas
    4. Level yang dapat dilewati user berdasarkan point yang mereka dapatkan.
    5. Lencana atau tanda khusus sebagai hadiah setelah mereka mampu menyelesaikan sebuah tugas
    6. Pemeringkatan yang dihitung berdasarkan pencapaian peserta didik selama mengikuti proses gamifikasi.
    Gamifikasi Kahood dalam Pembelajaran
    Gamifikasi Tes dengan Kahood

    C. Perbedaan Game dan Gamifikasi

    Gamifikasi dan Game memiliki kesamaan dalam hal mengarahkan player / peserta didik dalam menyelesaikan tujuan utama dalam permainan yang sudah dipecah ke dalam misi-misi kecil. Setiap proses penyelesaian masalah ini lah yang melatih peserta didik menggunakan keterampilan dan kemampuan yang unik sesuai dengan misi yang diberikan.

    Gamifikasi sendiri terinspirasi dari desain-desain dari game profesional, simulasi dan sejenisnya. Dengan demikian tidak ada batas jelas yang membedakan antara game dan gamifikasi. Hanya saja ada beberapa point yang perlu diperhatikan yakni :

    1. Game lebih mengutamakan pengembangan dari sisi desain visual yang menarik sehingga lebih menitikberatkan pada unsur hiburan.
    2. Gamifikasi adalah menggunakan konsep yang dianalogikan dari game (Metafora) dalam hal konsep penyelesaian misi, pemberian pencapaian (Achievement), point, pemeringakatan dan unsur-unsur game lainnya yang dianggap dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
    3. Game Profesional adalah platfrom game dengan mekanisme dan tujuan yang spesifik sehingga dibutuhkan latihan terstruktur dan terukur secara detail. Hal ini membuat game profesional dapat dipertimbangkan masuk dalam kategori olahraga dan tidak sekedar hiburan semata.
    4. Game Simulasi, hampir sama dengan game profesional dari sisi tujuan khusus namun dalam simulasi achievment diarahkan pada skill dan kompetensi yang ada di dunia nyata. Contoh kompetensi yang dilakukan dalam bentuk Simulasi seperti pelatihan Pilot dan menerbangkan pesawat. Game Simulasi dirancang agar user memiliki pengalaman (User Experience) yang persis sama dengan proses menerbangkan pesawar sungguhan. Sehingga lulusnya user dapat dijadikan dasar pemberian sertifikat kepada Pilot meskipun hanya melalui simulasi.

    D. Mengapa Ada Gamifikasi Dalam Pendidikan

    GIang (2013) menemukan bahwa Mekanisme Game dalam Gamifikasi dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan dan hasil belajar peserta didik hingga 40% lebih tinggi, terutama pembelajaran yang melibatkan teknologi digital sebagai platform pembelajaran. Pembelajaran dengan Gamifikasi mengarahkan peserta didik ke level komitmen dan motivasi belajar yang lebih tinggi.

    Hal tersebut menjadi salah satu solusi yang sangat sesuai digunakan untuk menyelesaikan masalah pendidikan modern dimana peserta didik memiliki motivasi dan keterikatan dalam proses pembelajaran yang sangat rendah. Dengan demikin pengajar diharapkan memiliki kompetensi adaptif dalam menerapkan teknis, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang baru dengan tujuan membuat peserta didik lebih aktif mengikuti proses pembelahajarna baik di dalam maupun di luar kelas.

    Gamifikasi dalam pembelajaran sangat terbantu dengan pemanfaatan e-Learning. Penerapan Teknologi digital dalam e-learning memudahkan implementasi gamifikasi karena bisa menyediakan fasilitas pelacakan aktifitas pengimputan data dan visualisasi pencapaian peserta didik secara otomatis dengan tampilan yang lebih menarik.

    Implementasi dari elemen game dan gamifikasi dalam pembelajaran sangat sesuai dilaksanakan pada materi yang memiliki tipikal pelatihan yang memiliki skoring. Dalam pembelajaran berbasis Gamifikasi, peserta didik diarahkan melaksanakan kegiatan pembelajaran dari satu tujuan pembelajaran ke tujuan pembelajaran berikutnya. Setiap kali misi selesai mereka akan diberi label dalam bentuk pencapaian.

    Strategi pembuatan misi disusun berjenjang dengan tingkat kesulitan yang meningkat dari ssatu tujuan ke tujuan lain. Tingkat kesulitan yang berjenjang inilah yang diharapkan memberikan pelatihan kepada peserta didik secara bertahap. Sebisa mungkin tujuan pembelajaran tidak didesain langsung sulit yang mungkin saja membuat peserta didik merasa putus asa menyelesaikan masalah yang diberikan atau sebaliknya tidak terlalu mudah sehingga peserta didik bisa saja bosan.

    Aktifitas dan perubahan kompetensi peserta didik merupakan kunci dari kesuksesan gamifikasi dimana pengajar memiliki data dalam menentukan kesulitan pada misi-misi atau sub tujuan pembelajaran.(Glover, 2013).

    Kolaborasi dalam pendidikan merupakan tonggak keberhasilan pelaksanaan pembelajaran aktif. Tidak seperti game pelatihan memiliki elemen kompetitif yang kuat. Fokus dalam proses pembelajaran harus lebih pada pengembangan keterampilan untuk kolaborasi dan kerja tim dan tanggung jawab untuk kinerja kelompok daripada persaingan antar siswa.

    E. Menerapkan Gamifikasi dalam Pembelajaran

    Implementasi gamifikasi dalam e-Learning dilakukan berdasarkan berdasarkan dua analisi yakni (1) kondisi dan profil kelas dan (2) dukungan perangkat lunak yang tersedia. Tidak ada langkah rigid/kaku dalam mengembangkan gamifikasi pembelajaran namun langkah umumnya sebagai berikut :

    1. Analisis Karakterisik Peserta Didik

    Ketika guru menerapkan pendekatan baru dalam proses pembelajaran, penting untuk menentukan karakteristik (profil) siswa untuk menentukan apakah alat dan teknik baru akan sesuai. Faktor kunci dan penentu adalah kecenderungan siswa untuk berinteraksi dengan konten pembelajaran dan berpartisipasi dalam peristiwa pembelajaran yang bersifat kompetitif.

    Adalah penting bagi guru untuk menetapkan dan mempertimbangkan keterampilan apa yang dibutuhkan oleh peserta untuk mencapai tujuan – apakah tugas dan kegiatan memerlukan keterampilan khusus oleh peserta didik. Jika tugas sangat mudah atau sulit, mungkin terjadi demotivasi peserta didik dan hasil negatif. Motivasi siswa untuk mengikuti pelatihan tergantung pada konteks proses pembelajaran dan apa yang mengikuti dari prestasi mereka (W. Hsin-Yuan Huang, D. Soman, 2013).

    2. Mendefenisikan Tujuan Pembelajaran

    Tujuan pembelajaran harus spesifik dan jelas. Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran, karena jika tidak semua kegiatan (termasuk kegiatan gamifikasi) akan terasa sia-sia. Tujuan menentukan konten dan kegiatan pendidikan apa yang akan dimasukkan dalam proses pembelajaran dan pemilihan mekanika dan teknik permainan yang tepat untuk mencapainya.

    3. Pembuatan Konten Pembelajaran dan Aktifitas Gamifikasi

    Konten pendidikan harus interaktif, menarik dan kaya akan elemen multimedia. Kegiatan pelatihan harus dikembangkan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan memungkinkan (Simões, J., R. Díaz Redondo, A. Fernández Vilas, 2013):

    1. Pertunjukan berganda – kegiatan pembelajaran perlu dirancang agar siswa dapat mengulanginya jika ada upaya yang gagal. Sangat penting untuk menciptakan kondisi dan peluang untuk mencapai tujuan akhir. Sebagai hasil dari pengulangan siswa akan meningkatkan keterampilan mereka.
    2. Kelayakan – kegiatan pembelajaran harus dapat dicapai. Mereka harus disesuaikan dan disesuaikan dengan potensi dan tingkat keterampilan siswa.
    3. Tingkat kesulitan Berjenjang – setiap tugas berikutnya diharapkan menjadi lebih kompleks, membutuhkan lebih banyak upaya dari siswa dan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang baru mereka peroleh.
    4. Beberapa jalur – untuk mengembangkan beragam keterampilan pada peserta didik, mereka harus dapat mencapai tujuan dengan berbagai jalur. Hal ini memungkinkan siswa untuk membangun strategi mereka sendiri, yang merupakan salah satu karakteristik kunci dari pembelajaran aktif.

    4. Penambahan Elemen dan Mekanisme Game

    Elemen kunci dari gamification adalah penyertaan tugas yang harus dilakukan peserta didik. Kinerja tugas mengarah pada akumulasi poin, transisi ke tingkat yang lebih tinggi, dan memenangkan penghargaan. Semua tindakan tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.

    Elemen mana yang akan dimasukkan dalam pelatihan tergantung pada yang ditentukann tujuan (pengetahuan dan keterampilan apa yang harus diperoleh sebagai hasil dari tugas). Kegiatan yang membutuhkan kerja mandiri oleh siswa membawa penghargaan individu (seperti lencana). Kegiatan yang membutuhkan interaksi dengan pelajar lain adalah elemen sosial dari pelatihan, mereka membuat siswa menjadi bagian dari komunitas belajar yang besar dan hasilnya publik dan terlihat (seperti papan peringkat) (W. Hsin-Yuan Huang, D. Soman, 2013).

    Kesimpulan

    E-learning cocok untuk integrasi gamifikasi yang mudah dan efektif. Teknik dan mekanisme permainan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, meningkatkan motivasi siswa untuk menyelesaikannya dan melibatkan siswa dalam lingkungan persaingan yang bersahabat dengan siswa lain.

    Gamifikasi adalah pendekatan yang efektif untuk membuat perubahan positif dalam perilaku dan sikap siswa terhadap pembelajaran, untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka. Hasil perubahan memiliki sifat bilateral – mereka dapat mempengaruhi hasil dan pemahaman siswa tentang konten pendidikan dan menciptakan kondisi untuk proses pembelajaran yang efektif.

    Sumber Referensi :

    Glover, I. (2013). Play as you learn: gamification as a technique for motivating learners. World Conference on Educational Multimedia, Hypermedia and Telecommunications. AACE.

    Giang, V. (2013, September 18). “Gamification” Techniques Increase Your Employees’ Ability To Learn By 40%. Retrieved from Business Insider: http://whttp://www.businessinsider.com/gamification-techniques-increase-your-employeesability-to-learn-by-40-2013-9

    Kapp, K. M. (2012). The gamification of learning and instruction: game-based methods and strategies for training and education. John Wiley & Sons.

    Marczewski, A. (2013, 03 11). What’s the difference between Gamification and Serious Games? Retrieved from Gamasutra:nhttp://www.gamasutra.com/blogs/AndrzejMarczewski/20130311/188218/Whats_the _difference_between_Gamification_and_Serious_Games.php

    W. Hsin-Yuan Huang, D. Soman. (2013, December 10). Gamification of Education. Toronto: University of Toronto. Retrieved from Inside Rotman: http://inside.rotman.utoronto.ca/behaviouraleconomicsinaction /files/2013/09/GuideGamificationEducationDec2013.pdf

  • Microlearning dan Media Micro-Content

    Microlearning dan Media Micro-Content

    AhmadDahlan.NET – Microlearning adalah sebuah metode pembelajran yang didesain dengan topik-topik kecil dengan durasi belajar yang lebih singkat. Jangka pendek tidak berarti konten yang dipelajari sedikit hanya saja proses penyajian dan instruksi lebih singkat namun disajikan dalam banyak program-program kecil.

    Pada dasarnya tidak ada defenisi jelas mengenai pengertian Microlearning namun durasi singkat ini relative karena tujuan dari setiap pembelajaran memiliki tujuan melatih dan mengejarkan peserta didik kompetensi. Jadi durasi singkat bukanlah satu-satunya indikator sebuah pembelajaran dapat dikategorikan dalam microlearning.

    A. Microlearning

    Era digital yang dipenuhi dengan teknologi berdampak pada banyak hal dalam kehidupan manusia. Tidak hanya memudahkan komunikasi sebagai ruh dari tekonologi informasi dan komunikasi itu dicipatkan tapi juga berdampak pada seluruh aktifitas manusia. Salah satu dampak yang paling terasa adalah gangguan dimana gadget menjadi salah satu hal yang paling menyita perhatian manusia.

    Hal ini berdampak pada sulitnya manusia untuk fokus pada satu hal dalam rentang waktu yang lama. Gadget menyedikan banyak fitur dan fasilitas yang membuat aktivitas selau terhubung denganya, seperti sosial media, game, membaca berita online sampai pada belanja online. Hal ini juga berdampak pada konsentrasi belajar mahasiswa. Bradbury (2016) menemukan bahwa rata-rata mahasiswa hanya mampu konsentrasi 10 sampai 15 menit dalam belajar.

    Lebih jauh lagi TEDed Conferences LLC atau lebih dikenal TED menemukan bahwa hanya dibutuhkan waktu 8 detik untuk memecah konsetrasi seseorang. Dampak dari pendeknya durasi manusia berpindah dari satu fokus ke fokus lain membuat manusia menjadi Multitasking. Durasi perpindahan fokus yang pendek ini membuat kapasitas otak manusia dalam memproses ingatan juga ikut berkembang. Hal ini menjadi hal positif yang bisa dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

    Siswi SMA belajar dengan Smartphone dengan konent microlearning

    Apa Itu Microlearning?

    Perpindah fokus yang cepat antar topik ini disebbut sebagai Hyperactivity. Hyperactivity ini membuat kebiasaan peserta didik mencari solusi atau jawabn yang paling cepat dari masalah yang sedang dihadapi. Peserta didik akan cenderung mencari informasi dari highlight dan point-point penting lalu berupaya mengkosntruksi pengetahuan baru dari informasi-informasi yang ditemukan tersebut. Hal ini dianggap lebih efektif dibandingkan harus membaca paragfraf demi paragraf atau harus menonton video pembelajarna dengan durasi 45 menit sampai 90 menit.

    Jika materi dan bahan ajar disajikan dalam konteks yang panjang, akan menyulitkan peserta didik dalam mencari highligth atau melompati konten yang mungkin saja mereka tidak butuhkan dalam menyelesaikan masalah. Ide ini membuat Microlearning lebih efektif dimana topik yang ada pada bahan ajar dipecah ke dalam banyak sub topik kemudian dideisan untuk satu file dari masing-masing sub topik. Karena berisi topik pendek-pendek maka metode ini disebut sebagai Microlearning.

    Perkembangan Microlearning didukung oleh perkembangan teknologi dimana konten-konten pendek (micro-content) dapat dengan mudah disebarkan dan disajikan dalam bentuk file elektronik sebagai konten e-learning. Asumsi paling kuat digunakan dalam mendukung pembelajaran berbasis Microlearning adalah keberadaan gawai yang sudah dimiliki setiap orang paling tidak dalam bentuk smartphone.

    Puspasari (2021) dalam artikel yang diterbitkan Katadata.co.id menyatakan bahwa terdapat 163,2 juta pengguna aktif smartphone di Indonesia dengan jumlah peredaran Smartphone lebih dari 300 juta. Dengan demikian sangat besar peluang satu orang di Indonesia memiliki dua Smartphone. Lebih jauh dari itu, orang Indonesia menjadi orang nomor satu di dunia yang menghabiskan waktu rata-rata 5,5 jam dengan smartphone dalam sehari.

    Potensi pengguna smartphone ini tentu saja bisa diandalkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia bukan malah melarang penggunaan Smartphone di isntitusi pendidikan seperti sekolah dan pesantren. Memaksimalkan potensi dan bersinergi dengan smartphone tentu saja jauh lebih baik daripada berupaya mengisolasi diri dari gawai ini.

    Long Duration learning vs Microlearning

    Long Duration Leraning adalah pembelajaran yang berkebalikan dari Microlearning dimana peserta didik mengikuti proses pbelajar dengan durasi panjang dan kaku. Misalnya saja pada pelatihan, diklat atau workshop yang menghabiskan waktu 24 JP samapi 960 JP. Pelatihan jangka panjang bertujuan untuk memberikan banyak kompetensi pada peserta didik dengan cara dikompres dalam satu kegiatan padat. Dampak yang paling mudah dirasakan dari peserta pelatihan adalah rasa bosan dna lelah terutama pada pertengan pembelajaran.

    Selanjutnya dampak ini membuat peserta kekurangan konsentrasi dalam mempelajari topik yang disampaikan apalagi untuk pelatihan yang sifatnya diwajikab atau penugasan bukan hal yang muncul dari keinginan sendiri. Hasilnya peserta hanya hadir secara fisik di dalam kelas namun berbeda dengan konstruksi pengetahuan yang mereka bangun. Jika diuji maka efektifitas penyerapan materi kemungkinan besar akan menunjukkan hasil yang rendah.

    Pembelajaran dan pelatihan panjan ini akan dengan mudah digantikan dengan media-media penyedia bahan ajar micro-content seperti YouTube, Facebook, Tik Tok dan sejenisnya. Misalnya saja, entah sudah berapa banyak resep makanan atau tutorial menginstal komputer yang kita lakukan setelah belajar 5 menit dari YouTube. Hal ini membuat kurusu komputer dasar dan memasak sudah mulai sepi peserta.

    Sebagai catatan, platform bukanlah hal yang menggantikan reguler course ini tapi konten-konten dan user experience yang terbentuk selama berada di dalam paltform tersebut. Kata kunci pembelajaran dengan microlearning bukanlah pada jenis platform melainkan pada kualitas konten yang disediakan.

    Konsep microlearning sebenarnya bukanlah hal yang baru tapi sudah sering digunakan dalam proses pembelajaran seperti pada pengembangan blended learning. Dalam blended learning pembelajaran dilakukan dari kombinasi instruksi pada kelas tatap muka lalu diikuti dengan dengan microlearning sebagai penguatan dari pembelajaran. Penguatan dalam microlearning diberikan dalam bentuk mini-learning, kursus mikro, infografik, video penjelas, motion grafis dan sejenisnya.

    Perkembangan penggunaan microlearning seiring dengan pertumbuhan teknologi. Terutama dengan kemajuan navigasi dalam penggunna gadget. Kemampuan gadget dalam menemukan document, tag, link, dan instan view membuat penggunaan microlearning semakin mudah dilakukan. Hal ini membuat peserta didik dapat mengakses informasi dan bahan ajar kapan saja dan dimana saja ketika mereka merasa siap untuk belajar.

    B. Micro-content dalam Microlearning

    Munkin saja anda merasa belum pernah belajar dengan Microlaerning di Institusi Pendidikan Formal namun tanpa sadar konten-konten ini sudah banyak tersebar melalui banyak platform media sosial. Salah satu konten microlearning yang paling sering muncul adalah video dari What If yang berisi pertanyaan menarik seputar fenomenan sains.

    What if mengemas video-video ulasan fenomena sains dengan konsep menjawab pertanyaan “bagaimana jika”. Contohnya bagaimana Bumi ini tidak bulat? Jawaban yang disampaikan dalam bentuk video cepat dengan visualisasi konsep yang tidak menunjukkan ilustrasi asli namun cukup untuk membuat pemirsa berfikir mengenai kejadian tersebut.

    Hal yang penting dari Video yang disajikan What IF adalah durasi video yang pendek dengan intonasi dan pemilihan gambar yang menarik. Hal ini yang meningkatkan lama engagement time pemirsa menyaksikan video. Seperti salah satu video What If dengan judul Bagaiman jika Bumu Berhenti Berputar 5 menit saja.

    Berikut ini beberapa contoh mengenap jenis-jenis media microlearning.

    1. Video

    85 pengguna Internet di dunia pasti menonton video baik itu melalui platform YouTube, Streaming Online, Netflix dan sejenisnya. Namun tidak semua dari video tersebut masuk dalam Microlearning. Video Microlearning biasanya disajikan dalam dua bentuk yakni Video Explainer seperti yang dicontohkan What If di atas atau dalam bentuk Motion Graphics.

    Microlearning video biasanya adalah video cepat dan disajikan dengan bahasa sederhana. Beberapa scene kemugnkinan terdiri dari gambar yang diberikan penjelasan. Video dirancang menghibur namun tetap berdampak terhadap pengetahuan peserta didik. Peserta didik tetap fokus dengan durasi video pendek dan ukurannya juga kecil sehingga bisa dibagikan dengan mudah ke teman kelas.

    2. Aplikasi

    Aplikasi yang dimaksud dalam media microlearning adalah aplikasi pembelajaran yang berisi micro-conten pembelajaran dan dilengkapi dengan fasilitas navigasi yang memudahkan peserta didik belajar. Konsep pembelajaran yang diterapkan dalam aplikasi dalam bentuk instruksi untuk mengerjakan, membaca dan menyelesaikan tugas-tugas yang ada kaitannya dengan topik yang dipelajari.

    3. Gamifikasi

    Gamifikasi adalah microlearning yang serupa dengan Aplikasi pembelajaran hanya saja tujuan-tujuan pemeblajran disamarkan dalam misi-misi yang menyerupai game. Score yang didapatkan peserta didik lebih bersifat pencapaian yang kadang tidak berasal dari aturan penskoran yang baku sesuai dengan theory pengukuran.

    Tujaun dari Gamifikasi ini meningkatkan motivasi dan jumlah aktivitas pembelajaran peserta didik dengan metide lebih menyenangkan. Contoh dari Gamifikasi ini seperti menjawab soal dalam bentuk quiz yang setiap jawaban yang benar bisa saja berbeda hasilnya dengan orang meskipun hasilnya sama.

    4. Infografik

    Infografik adalah media dua dimensi yang berisi informasi yang dituangkan dalam bentuk grafik, gambar dan kata. Kata disusun sedemikian rupa dengan menitikan beratkan informasi dan estetika dari media yang dihasilkan.

    5. Sosial Media

    Sosial media juga bisa masuk dalam microlearning. Mengapa ini penting untuk diperhatikan, hal ini karena pengguna internet juga menghabiskan waktu yang lama di sosial media. Sosial media seperti facebook, twitter, instagram dan tik tok bisa menjadi alternatif dalam pembelajaran.

    Hanya saja microlearning tidak terikat pada paltformnya melainkan konten yang disajikan didalamnya. Setiap sosial media memilki karakteristik masing-masing sehingga konten microleanring yang disajikan harus sesaui dengan karakteristik platform sosial media itu sendiri.

    Misalnya Instagram sangat handal dengan konten gambarnya sehingga micro-content yang sesuai adalah Typography dan Infografik, sedangkan Tik Tok lebih unggul pada video dengan durasi pendek, maka platfrom ini cocok dengan Micro-content jenis Video Explainer atau Motion Graphics.

    Daftar Pustaka

    Neil A. Bradbury (2016). Attention span during lectures: 8 seconds, 10 minutes, or more?. Adv Physiol Educ 40: 509–513, 2016; doi:10.1152/advan.00109.2016.

  • Prinsip Prinsip Penilaian Dalam Pembelajaran

    Prinsip Prinsip Penilaian Dalam Pembelajaran

    Ahmaddahlan.NET – Penilaian Pembelajaran (Asesmen) merupakan sebuah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengumpulkan dan memberikan rekomendasi kepada peserta didik terkait dengan proses dan hasil pembelajaran yang sedang mapun telah dilaksanakan. Hasil dari penilaian diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait seperti Institusi, Guru, Peserta didik dan Orang tua.

    Peran penting dari hasil asesmen ini membuat pelaksanaan asesmen harus dilaksanakan dengan baik dan benar. Kesalahan dalam proses asesmen berdampak pada ketidakakiratan data yang hasil yang muaranya pada hasil yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dengan demikian penting melaksanakaan asesmen sesuai dengan kaidan dan prinsip-prinsip pengukuran pada manusia.

    Prinsip-Prinsip Penilaian

    1. Valid

    Validitas adalah prinsip penilaian yang menunjukkan kesesuian aspek dan nilai yang hendak diukur. Penilaian yang valid dilakukan dengan menggunakan instrumen yang valid berdasarkan tiga kriteria yakni:

    1. Validitas Konstruk
    2. Validitas Tampang (Face Validity)
    3. Validitas Empirik.

    2. Konsisten

    Konsisten atau reliable adalah prinsip dimana penilaian menunjukkan hasil yang sama meskipun diukur berulang-ulang. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan menggunakan instrumen yang handal dalam hal ini berarti hasil penilaian yang ditunjukkan tidak dipengaruhi oleh kondisi dan waktu pelaksanaan penilaian. Aspek ini memberikan jaminan bahwa nilai yang hendak diukur melekat pada objek yang diukur bukan berdasarkan keadaan dan kondisi nilai tersebut diukur.

    Catatan : Valid dan Reliable adalah dua hal yang berbeda namun dalam beberapa kondisi Reliabilitas dapat menunjukkan aspek valid (empirik). Misalnya sebuah instrumen digunakan untuk menilai seseorang berperilaku baik atau tidak, jika hasil pengukuran dilakukan berulang kali dan menunjukkan hasil yang sama baik dilakukan sendiri maupun banyak orang maka aspek reliable ini menjadi jaminan aspek validitas instrumen. Hanya saja hal ini tidak berlaku secara umum.

    3. Objektif

    Objektif berarti penilaian yang dilakukan terlepas dari subjektifitas dan tepat mengukur objek-objek yang ada pada subjek yang diukur. Objek-objek yang diukur bermacam-macam, misalnya saja dalam kurikulum di Indonesia objek yang dinilai ada 4 ranah yakni Spiritual, Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan.

    4. Terbuka

    Terbuka adalah prinsip dimana penilaian prosedur, kriteria, dasar pengambilan keputusan disampaikan secara terbuka. Informasi yang disajikan juga bersiat akurat, jelas, konsisten dan tepat waktu. Sebisa mungkin kriteria yang hendak diases harus disampaikan kepada peserta didik dengan tujuan mereka memaksimalkan kompetensi mereka dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

    5. Inklusif dan Adil

    Penilaian harus dirancang sebisa mungkin tidak merubah standar akademik, insklusi dan adil. Tugas dan metode penilaian yang dilakukan tidak menitikanberatkan atau merugikan peserta didik atau kelompok tertentu. Semua faktor yang tidak berhubungan dengan ranah dan kompetensi yang hendak diukur harus dihilangkan dalam proses penelaian.

    6. Terintegrasi

    Penilaian yang dilakukan terintegrasi sebagai komponen dalam kegiatan pembelajaran. Asesmen dilaksanakan dengan sebagai upaya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran. Tugas-tugas dilaksanakan berkaitan dengan tujuan pembelajran sehingga data yang didapatkan dapat bermakna dan mendukung prinsip asesmen yang lain yakni memberikan feedback.

    Asesmen tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba tanpa ada persiapan karena hal ini dapat membuat peserta didik gagal secara psikologi dalam tes bukan dari ketidakadaan aspek dan nilai yang sedang dicari.

    Mengakses Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah dasar Performa

    7. Menyeluruh dan Berkesinambungan

    Asesmen disusun secara terencana, menyeluruh dan berkesinambungan. Rencana disusun secara lengkap mulai dari jadwal yang jelas, jumlah asesmen yang dilakukan dan mempertimbangan beban tugas yang diberikan selama proses asesmen berlangsung.

    8. Asesmen Formatif dan Sumatif

    Penilaian formatif dan sumatif harus dimasukkan ke dalam program asesmen untuk memastikan bahwa tujuan penilaian dilaksanakan secara adikuasi. Beberapa program mungkin saja juga bisa digabungkan ke dalam program assesmen.

    9. Feedback

    Kunci dari Asesmen sebagai pembelajaran adalah ada umppan balik (feedback) yang diberikan kepada peserta didik sebagai bahan untuk mengembangkan skill dan pengetahuan berdasarkan informasi yang didapatkan dari proses assesmen. Semakin detail feedback yang diberikan semakin baik kualitas Asesmen yang dilakukan.

  • Synchronous dan Asynchronous Learning Dalam Pembelajaran Online

    Synchronous dan Asynchronous Learning Dalam Pembelajaran Online

    AhmadDahlan.NETSynchronous learning adalah pembelajaran yang dilakukan pada tempat yang terpisah namun pada waktu yang sama. Asynchronous Learning membuat pembelajaran lebih santai karena bisa dilakukan dengan waktu dan tempat yang lebih fleksibel.

    Pembelajaran jarak juah dalam jaringan (Online Distance Learning) Kelas Online bisa dirancang dengan dua sistem yakni synchronous dan asynchronous learning. Kedua sistem belajar ini menganut prinsip pembelajaran yang berbeda yang disusun berdasarkan karakteristik peserta didik seperti motivasi, ketertarikan dan gaya belajar.

    Perbedaan mendasar antara synchronous dan asynchronous learning terletak pada metode penyelenggaraan kelas. Kelas synchronous diselenggarakan pada kelas virtual dengan cara pembelajaran tradisional dimana peserta didik diarahkan untuk belajar pada jawdal tertentu dan disertai dengan diskusi langsung. Asynchronous Learning lebih bersifat instruksi dan komunikasi yang diberikan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas dan aktifitas yang bebas. Peserta didik boleh memilih kapan saja tugas tersebut diselesaikan dalam kurung waktu tertentu.

    A. Synchronous Learning

    Synchronous Learning adalah proses pembelajran dimana peserta didik dapat mengakses pembelajaran pada waktu yang sama dengan teman dan gurunya. Materi dan subjek belajar disampaikan oleh guru secara terstruktur kepada peserta didik sama seperti pada kelas-kelas tradisional namun dilakukan pada tempat yang terpisah.

    Proses pembelajaran synchronous dilakukan dalam jaringan dan memanfaatkan fasilitas utama yakni Online conference sebagai rang kelas virtual seperti Google Meet, Zoom, Big Blue Button dan sejenisnya. Synchronous dititikberatkan pada pendekatan konservatif teruutama untuk materi-materi yang membutuhkan diskusi dan feedback langsung dari pengajar.

    Contoh kelas synchronous

    Contoh kelas Synchronous dilakukan dengan cara Live streaming atau dengan aplikasi video conference. Kegiatan dalam kelas Synchronous dilakukan dalam bentuk ceramah atau model direct instruction oleh guru melalui media presentasi. Peserta didik dapat langsung bertanya melalui layanan chat, pesan massal (Broadcast) dan microphones.

    Karakteristik kelas Synchronous Online

    Kelas Synchronous Online secara praktis dilaksanakan sama seperti dengan kelas tradisional offline dimana guru akan melakukan beberapa aktifitas seperti mengecek kehadiran, diskusi dan sejenisnya. Peserta didik pada umumnya akan menghadiri kelas melalui layanan live-streaming dan aplikasi webcam. Proses pembelajaran dilakukan dalam kurung waktu tertentu sesuai dengan bobot dari tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut.

    KeunggulanKekurangan
    Keterlibatan pembelajaran tinggiJadwal Belajar Kaku
    Respon langsungMembutuhkan Jaringan Internet yang Kuat
    Proses belajar yang dinamisMembutuhkan Webcam dan Mic
    Komunikasi langsung antar peserta didik dan guruButuh waktu lama agar partisipan berkumpul

    B. Asynchronous Learning

    Asynchronous Learning adalah sistem pembelajaran yang diatur sedimikian rupa sehingga peserta didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Pada umumnya pembelajaran asynchronous ditata agar memiliki deadline pengiriman tugas, waktu pengiriman yang panjang, menu penyajian materi, instruksi kegiatan pembelajaran, dan ruang diskusi asinskron.

    Dalam pembelajaran asynchronous, guru mungkin saja memberikan instruksi yang terstruktur mengenai kegiatan pembelajaran namun karena keterbatasan kontrol dari guru seperti pada kegiatan kelas synchronous, maka peserta didik bisa saja mengerjakan aktifitas yang disampaikan tidak secara beraturan. Hal ini harus menjadi pertimbangan guru dalam menyusun instruksi yang diberikan.

    Pembelajaran asynchronous memanfaatkan fitur Forum dan pesan broadcast untuk menjalin komunikasi massal di dalam kelas. Fitur ini analog dengan interaksi sosial antar peserta online yang terjadi di dalam kelas. Selain itu, kelas asynchronous memanfaatkan prinsip belajar mandiri, workshop, dan fitur berbagi tugas. Fitur berbagi tugas ini adalah fitur dimana tugas dapat diakses secara massal untuk seluruh anggota kelas. Jika tidak tersedia dalam LMS, biasanya Google Drive akan dimanfaatkan sebagai subtitusi untuk file.

    Berdasarkan banyak hasil penelitian mengenai pembelajaran online, kebanyakan peserta didik lebih menyukai asynchronous learning karena mereka bebas menentukan kapan harus belajar dan kapan diri mereka siap untuk belajar.

    Contoh Pembelajaran asynchronous

    Kelas asynchronous biasanya di atur oleh guru sebelum waktu pembelajaran dilaksanakan. Seluruh instruksi di atur di LMS kemudian peserta didik mengaksesnya secara individu dan bebas. Guru akan memposting bahan ajar Asyncronous baik berupa artikel, infografik, video dan sejenisnya. Isinya berupa instruksi dan tagihan pembelajaran kegiatan yang harus dilaksanakan.

    Proses konfirmasi pengetahuan yang dilakukan oleh guru dalam bentuk pemberian kuiz seputar materi yang sedang dijalankan. Kuiz diberikan dalam rentang waktu tertentu atau setiap sup topic materi sudah diselesaikan oleh peserta didik.

    Karakteristik kelas Asynchronous Online

    Dalam kelas asynchronous online, pembelajaran dapat dilakukan peserta didik secara bebas sesuai dengan jadwal kosong mereka. Guru akan melacak kehadiran peserta didik dengan cara yang berbeda seperti pada saat kelas Sinkron. Bisa saja dilacak seperti seberapa lama mereka membaca materi, apakah mereka telah menyelesaikan menyaksikan video yang diberikan, atau peserta didik bisa menjawab kuis yang diberikan dan hal-hal yang dianggap bisa mensubtitusi absen harian yang dicentang.

    Keunggulan dari kelas asynchronous online, peserta didik memiliki kesempatan berkali-kali membaca dan memhami materi yang diberikan tanpa ada batasan jumlah akses materi. Kalaupun ada batasan sepertinya dibatasi oleh durasi waktu ketika materi pembelajaran harus berpindah ke materi berikutnya.

    Dengan demikian pembelarajn asynchronous online membuat guru tidak bisa mengecek kesiapan peserta didik belajar secara massal. Partisipasi online dari peserta didiklah yang menentukan keberhasilan dalam pembelajaran online. Peserta didik harus memiliki motivasi internal dan partisipasi proaktif dari peserta didik, terutama untuk topik-topik yang gagal dipahami.

    KeunggulanKekurangan
    Jadwal yang Fleksibel Kurang mendalam ke seluruh siswa
    Kecepatan belajar bergantung individuBergantung dengan internal motivasi
    Akses materi tidak terbatasMengurangi interaksi sosial yang dinamis
    Lebih banyak waktu untuk belajar materiMudah terganggu
  • Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli dan Daftar Pustakanya

    Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli dan Daftar Pustakanya

    Ahmaddahlan.NET – Nelson Mandela adalah salah satu tokoh dunia yang memiliki perjuangan besar dalam pemerataan pendidikan pernah memberikan pandangannya terhadap pendidikan. Mantan Presiden dan Pejuangan Afrika Selatan ini menyatakan bahwa Pengertian Pendidikan sebagai mata uang yang berlaku di mana saja dan kapan saja.

    Lantas bagaimana pendapat pakar mengenai defenisi pendidikan? Berikut ini kumpulan kutipan pengertian pendidikan lengkap dengan buku rujukan dan daftar pusataknya.

    1. Horneu

    Pendidikan merupakan proses yang berlangsng terus menerus berupa perubahan mental dan fisik untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Output dari pendidikan termanifestasi dalam bentuk intelektual, emosinal dan sifat sosial.

    Horne, H.H. (1937). Philosophy of Christian education. NewYork: Fleming H. Revel

    2. Henderson

    Pendidikan adalah warisan sosial dalam bentuk budaya yang merupakan kombinasi dari perkembangan dan pertumbuhan individu dalam membentuk hati nurani. Pendidikan berkaitan erat dengan etis dan nurani dalam menentukan pilihan-pilihan yang dilaksanakan dalam hidup.

    Henderson, SvP. (1960). Introduction to Philosophy of Education. Illinois : University of Chicago Press

    3. Barmeld

    Pengertian pendidikan menurut Barmeld adalah isitilah yang tidak hanya terbatas pada meningkatkan kompetensi dan kemampuan individu pada kehidupannya di masyarakat. Pendidikan memiliki peran dalam mengajarkan peserta didik mengenai tanggung jawab dan perannya di ranah sosial. Dengan demikian pendidikan memiliki fungsi yang lebih luas daripada sebatas proses pembelajaran di dalam kelas.

    Brameld, Theodore. (1971)  Patterns of Educational Philosophy: Divergence and Convergence in Culturological Perspective. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

    4. Good

    Pendidikan adalah proses perkembangan sikap dan perilaku individu dalam kehidupannya di masyarakat. Pendidikan menitikan beratkan pada keterampulan sosial dimana seseorang harus mengetahui peran dan tata cara yang baik dalam berinterkasi dalam sebuah lingkungan.

    Good, CV (1977), “Dasar Konsep Pendidikan Moral”, Bandung: Alfabeta

    5. Langeveld

    Pendidikan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan. Implementasi pemberian pendidikan kepada peserta didik terlihat dari pemberian bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas hidup mereka agar bisa bertangung jawab secara susila.

    Langeveld. M.J (1980). Pedogogik Teoretis Sistematis. Bandung : Jemmars

    6. Dewey

    Pendidikan adalah proses memperbaharui pengetahuan dengan pemaknaan yang didapatkan dari pengalaman-pengalaman hidup. Proses ini dapat terjadi dimana saja seperti dalam proses interkasi sosial yang terjadi di dalam msyarakat atau melalui upaya sadar dalam sebuah lembaga pendidikan formal dan non formal. Pendidikan melibatkan pengawasan dari orang dewasa atau orang yang lebih kompeten dalam bidang-bidang tertentu.

    Dewey, Jhon. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persa

    7. Rousseau 

    Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan dalam bentuk pemberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik yang dapat digunakan sebagai kebutuhan hidup ketiak sudah dewasa.

    Rousseau, J.J. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada