Ahmad Dahlan – Mari kita bayangkan ada seorang chef lulusan sebuah sekolah masak terkenal dari Paris kembali ke negaranya. Salah satu kemampuan yang paling menonjol selama sekolah masak di Paris adalah kemampuannya menjaga konsisensi dari setiap resep yang ia pelajari sehingga ia bis alulu sdnegan pujian di sekolah masak tersebut.
Berbekal ilmu masak yang didapatkan dari Paris, ia pun kemudian berniat membuka restoran ternama di kampung halamannya di Indonesia, ternyata apa yang ia dapatkan berbeda dengan yang ia harapkan. Selama membuka restorannya, ia mendapatkan banyak komplain. Padahal ia sudah melakukan pengukuran yang sangat detil dari setiap bahan yang ia gunakan dan tidak ada yang berubah dengan cara memasaknnya.
Penyebabnya tentu saja tidak disebabkan oleh takaran yang ia gunakan karena skala-skala dalam resep yang digunakan seperti mL, gram dan celcius bernilai sama saja baik di Indonesia maupun di perancis. Hanya saja untuk mengukur nilai yang diambil dari manusia seperti hal-hal yang berkaitan dengan nikmat, nyaman, lezat dan sejenisnya tidaklah sama.
Skala Gramasi dalam istilah memasak tidaklah lengkap dalam memabntu Chef menciptakan masakan lezat di berbagai tempat karena makanan juga berbicara tentang besaran lain diluar besaran fisis yang nilainya dipengaruhi oleh manusia seperti Nikmat, nyaman, warna, tekture, dan mungkin juga harga. Sebagai contoh sederhana mungkin kita akan lebih memilih makan ayam gorang pinggir jalan dengan harga 7.000 ribu rupiah dibandingkan makan dengan masakan yang sama namun dimasak dengan cheft terkenal dengan harga 7 juta rupiah. Dalam kasus ini harga akan menentukan besar tentdenci seseorang membeli ayam goreng tersebut, sekalipun masakan Chef-nya memang benar-benar lezat.
Skala-skala ini kemudian dibutuhkan oleh seorang Chet untuk menentukan apakah menu yang mereka sajikan dapat diterima di masyarakat setempat dna juga sudah memenuhi kriteria masakan lezat agar masakan tersebut dapat laris terjual.
Daftar Isi
Pengertian Pengukuran
Pengukuran pada dasarnya sebuah upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan data dari objek yang diukur. Data-data yang dikumpulkan terkait dengan aspek-aspek yang ingin diukur yang melekat pada objeknya.
Dalam pengukuran behavioral dan sikap-sikap manusia, Nilai yang terdapat dalam kelompok merupakan representasi dari individu-individu yang ada dalam kelompok tersebut. Sedangkan Individu itu sendiri adalah objek yang sangat unik dan sangat mustahil memiliki sikap yang sama persis satu sama lain, pasti akan ada perbedaan yang sulit untuk disimbolkan dalam bentuk skala.
Hal tersebut membuat sebuah pengukuran membutuhkan suatu sudut pandang yang selanjutnya disebut paramater. Tujuannya agar data-data yang diukur lebih mudah untuk ditarik kesimpulan dna hasil sebagai pengukur. Tentu saja proses ini tidak akan pernah bisa merepresentasikan kelompok tersebut secara utuh namun seyogyanya bisa mewakili nikali umun untuk kelompok itu sendiri.
Mari kita misalkan ada seratus orang dalam sebuah desa dimana ada desa tersebut dilayani oleh satu toko beras. Setiap orang dalam desa tersebut mungkin saja punya beras yang mereka sangat ingin seperti Beras Kepala, Rojo Lele, Pandan, Celebes, yang mungkin bisa diurut lebih banyak dari jumlah penduduk desa tersebut karena tidak ada larangan satu orang menyukai dua atau tiga jenis beras.
Lantas beras apa yang harus dijual si pemilik Toko Beras? apakah harus menjual 100 jenis beras atau lebih sesuai dengan hasil survey penduduk desa?
Dalam kasus ini pengkuran bisa digunakan untuk menarik nilai umum yang melekat pada masyarakat di desa tersebut seperti melakukan survey mengenai beras yang paling banyak digemari, lalu untuk mengakomodasi orang dengan jenis beras diluar dari jenis beras yang bisa disiapkan, alat ukur mungkin saja dilengkapi dengan instrumen yang menanyakan beras alternatif yang dinginkan jika beras kesukaan nomor urut 1 tidak bisa disediakan. Selain itu bisa juga dilakukan pengkuran tentang kualitas beras Pandan dan Rojolele di lidah masyarakat karena ada kemungkin mereka yang gemar Rojolele bisa jadi juga gemar Pandan namun karena tidak pernah merasakan pandan mereka jadi tidak punya dasar untuk membandingkan dan cenderung menulis Rojolele di kolom beras pavorit mereka.
Pengukuran dalam kasus diatas akan mengarahkan evaluator atau analisator untuk mengambil keputusan tentnag tiga jenis beras yang disedikan dalam tokoh dan juga jumlah sirkulasi beras yang harus disediakan.
B. Jenis Skala Dalam Pengukuran
Ditinjau dari karakter objek yang diukur, maka pengukuran behavioral dan sifat-sifat manusia tidak akan pernah bisa mendeksripsikan manusia secara utuh, kendatipun mereka menuliskan angka sama ketika ditanyai tentang kesukaan terhadap sebuah objek.
Mari kita mengambil contoh pertanyaan tentang kesukaan terhadap Facebook kepada dua orang subjek yakni Ahmad dan Dahlan. Mereka diminta meberikan skala 1 sampai 10. Kendati Ahmad dan Dahlan mungkin saja menuliskan angka yang sama misalnya 7, namun arti dan makan dari 7 tersebut hanya mereka yang tahu. Mungkin saja 7 dari Ahmad itu berarti setiap kali ada kesempatan dia akan membuka Facebook sedangkan Dahlan mungkin saja dia tidak begitu suka menggunakan Facebook hanya saja dibandingkan dengan aplikasi lain, skala 7 dianggap Dahlan sudah mewakili kesukaannya terhadap Facebook.
Untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan data yang lebih banyak mengenai dua orang ini yang mungkin saja diukur dengan skala-skala yang berbeda tergantung dari jenis data yang ingin diambil.
Secara teknis Skala dapat diartikan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval dari variabel-variabel yang diukur dalam alat ukur. Skala-skala kemudian dikembangkan dengan harapan dapat menunjukkan nilai yang mendekati karakter asli dari objek ukur. Adapun skala-skala yang paling umum digunakan dalam pengukuran dibagi dalam 4 jenis.
1. Skala Nominal
Skala Nominal adalah skala yang menunjukkan kategorisasi semata. Fungsi bilangan pada skala ini hanya merupakan simbol yang tidak dapat dibandingkan mana yang lebih tinggi atau semua yang berada pada skala ini sederajat. Adapun ciri-ciri skala Nominal adalah
- Mutually Exclusif
- Tidak mempunyai aturan logis atau dipilih secara acak,
Contoh Skala: Kriteria Warna yang Disukai, Tulis 1 untuk warna merah, 2 untuk warna ungu, 3 untuk warna biru, dan seterusnya. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan ketika seseorang menulis angka 3 tidak berarti lebih tinggi dari orang menulis angka 2.
2. Skala Ordinal
Skala Ordinal adalah skala yang menunjukkan kategori dengan memperhatikan urutan. Hanya saja urutan tersebut tersebut tidak bisa dilakukan perbandingan karena tidak ada jarak yang pasti disetiap level yang diwakili oleh skala.
Ciri-ciri skala Ordinal adalah:
- Bersifat Diskrit
- Terususn secara Hirarki
Contoh Skala: Tingkat Pendidikan seseorang, misal 1 untuk SD, 2 untuk SMP, 3 untuk SMA dan 4 untuk S1, tentu saja Skala SMP lebih tinggi dari SD dan lebih rendah satu tingkat dari SMA, hanya saja SMP tidak berarti dua kali lebih baik dari SD.
Skala Likert juga dikembangkan dari Skala ini, sehingga Skala Likert merupakan nilai yang tidak bisa dioperasikan secara matematis karena tidak ada kosntruk yang jelas untuk menjumlahkan hasilnya. Hanya saja kesalahan ini banyak dilakukan tidak hanya dari sisi peneliti pemula tapi juga peneliti senior.
3. Skala Interval
Skala Interval adalah skala yang menunjukkan jarak yang jelas antara satu data dengan data yang lain. Perbedaan angka yang sama pada jenjang berbeda tetap memiliki skor yang sama pula. Misalnya jarak antara 10 % ke 15 % tentu saja sama antara jarak 75 % – 80 %. Hanya saja skala ini tidak memiliki nilai 0 mutlak yang berarti kondisi dari awal perhitungan dapat ditentukan sendiri oleh peneliti. Seperti pada skala Celcius, maka suhu 0 derajat disepakati sebagai titik dimana es mulai mencair dengan kondisi tertentu, misalnya tekanan udara 1 atm. Selain itu ciri-ciri skala Interval adalah :
- Kategori bersifat terpisah
- Urutan Kategori harus logis
- Kategori data yang ditentukan skalanya berdasarkan karakter yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
- Perbedaan karakteristik yang sama ditunjukkan dengan perbedaan skala yang tetap pada seluruh jenjang/interval skala.
- Angka 0 dipilih berdasarkan kesepakatan.
Angka 0 dalam skala interval tidak berarti nol, tapi hanya saja kriteria yang diharapkan tidak muncul dalam proses pengukuran sehingga dianggap sebagai nol. Misalnya tes hasil belajar peserta didik diatur mari mulai dari rentang 0 sampai 100.
Angka nol tidak berarti peserta didik tidak mengetahui sama sekali hal apapun mengenai tes yang diberikan akan tetap tidak satupun indikator yang diujikan tampak pada peserta didik, demikian juga angka 100 tidak berarti peserta didik menguasai materi yang diujikan hanya saja seluruh indikator yang diujikan tampak pada peserta didik. Dalam kasus ini kesimpulan dikembalikan lagi pada konstruksi pembuatan instrumen yang digunakan.
4. Skala Rasio
Skala rasio sama dengan skala interval, dimana setiap titik yang diwakili dengan interval yang sama mengambarkan kriteria yang sama pula. Hanya saja skala rasio memiliki titik nol mutlak dimana kriteria tersebut tidak dibuat berdasarkan kesepakatan tertentu tapi mengikat pada objek yang diamati.
- Kategori bersifat terpisah
- Urutan Kategori harus logis
- Kategori data yang ditentukan skalanya berdasarkan karakter yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
- Perbedaan karakteristik yang sama ditunjukkan dengan perbedaan skala yang tetap pada seluruh jenjang/interval skala.
- Angka 0 dipilih berdasarkan nilai yang melekat pada objek.
Sebagai contoh, suhu yang dinyatakan dalam Kelvin, suhu 0 Kelvin digambarkan sebagai keadaan sebuah benda sama sekali tidak memiliki energi oleh karena tidak akan ada suhu -1 Kelvin atau pun kondisi energi minus. -1 K tetap dapat ditemui hanya saja tidak menunjukkan oleh titik tertentu, melainkan interval ketika suhu turun dari 761 K menjadi 760 K.
C. Disambigu Penggunaan Skala
Pada beberapa penelitian ada kemungkinan penggunaan skala yang berbeda dari bentuk dasarnya. Misalnya penelitian mengenai pengaruh tinggi badan dengan tingkat kemampuan bermain basket. Karena data terlalu luas untuk mengambil tinggi badan seseorang maka tinggi badan dikategorikan dari kategori 1 untuk 150 cm sampai 159 cm, 2 untuk 160 cm sampai dengan 169 cm, 3 untuk 170 cm sampai dengan 179 cm dan seterusnya.
Skala tinggi badan tentu saja Rasio, namun dalam kasus ini skala diubah menjadi skala kategori. Tinggi badan juga dalam kasus ini adalah skala Rasio, beberapa kasus jarak merupakan skala interval, namun untuk tinggi badan, jarak tersebut tidak memiliki titik dibawah nol. Pertimbangan penggunaan skala harus dikembalikan sesuai dengan konstruksi dan tujuan dari pengukuran yang dilakukan.