Ahmad Dahlan. Pandangan filsafat Pragmatisme adalah sebuah padangan yang menitikan beratkan ilmu pengetahuan pada manfaat praktis yang dihasilkan dari ilmu yang dihasilkan. Keberadaan suatu ilmu dianggap benar jika akibat-akibat dari ilmu tersebut memiliki hasil yang bermanfaat praktis bagi suatu kelomok atau individu yang melakukan proses belajar. Hampir serupa dengan gabungan dari pandangan empirisme dan realisme, aliran Pragmatis memiliki dasar pemikiran logika pengamatan. Kebenaran adalah apa yang berhasil ditamilkan dari setiap individu di dunia nyata dengan fakta-fakta yang bersifat konkret dan terpisah antara satu indvidu dengan individu lain.
Dunia dikaji dari seluruh fakta yang muncul kepermukaan yang bersivat individualis dengan demikian aliran filsafat Pragmatis akan dengan senang hati menerima seluruh perbedaan yang ada. Realitas hanya melekat pada diri masing-masing atau bersifat pribadi dan tidak berlaku secara umum. Ide-ide yang muncul akan dianggap benar jika memiliki manfaat yang nyata sehingga dalam aliran pragmatis pertanyaan-pertanyaan metafisis dan bersifat idealis tidak akan dianggap sebagai bidang kajian dari ilmu karena sama sekali tidak memiliki manfaat secara nyata.
Daftar Isi
Awal Mula Kemunculan Aliran Pragmatis
William James adalah tokoh terkenal di balik lahirnya aliran filsafat pragmatis dan memiliki jasa yang besar dalam memperkanalkan pragmatisme ke seluruh dunia. Selain dari William James, John Dewey adalah satu tokoh yang sangat terkenal dalam aliran filsafat ini. Dewey dianggap seorang pakar di bidang pendidikan yang sangat kritis terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi.
Sebagai yang telah digambarkan, aliran filsafat pragmatis berasal dan berkembang di negara para tokoh-tokoh aliran seperti Amerika Serikat, Perancis dan juga Jerman. Kata “Pragmatis” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yakni “Pragmatikos” yang secara harfiah memiliki makna “Cakap dan berpengalaman dalam bidang hukum, dagang dan perkara negara”. Istilah pragmatisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles Pierce (1878) di muat dalam artikel bertajuk “How To Make Our Ideas Clear“.
Teori Tentang Kebenaran
Pada dasarnya teori klasik memandang kebenaran dari dua tinjauan yang berberda yakni teori koherensi dan teori korespondensi. Teori Korespondesi menitikanberatkan kebenaran dengan membandingkan antara pengamat dan objek yang diamati lalu dipandang sebagai kebenaran empiris, sedankan pandangan kohenrensi menitikberatkan antara kohenrensi ide-ide pokok atau kebenaran logs yang berkesinambungan.
Dalam pandangan pragmatis, kebenaran dipandang jauh berbeda dengan rujukam dari pandangan ohernesi dan korespondensi. Secara eksplisit Pragmatisme memandang suatu kebenaran pada segala sesuatu yang memiliki fungsi. sebagai gambaran dalam pemikiran ini sebuah mesin piston berbahan bakar bensin yang disusun sedimikian dengan kajian beberapa konsep dan hukum-hukum fisika di dalamnya hanya dianggap benar jika mesin tersebut dapat bekerja dan memiliki manfaat seperti pada mobil, motor, atau penggerak lain. Dalam kasus ini pragmatisme hampir menyerupai pandangan filsafat komersialisme.
Perkembangan Aliran Pragmatis
Saat ini, aliran filsafat pragmatis dikembangkan dengan sebita Neo-Pragmatisme yang digagas oleh Richard Rorty. Rorty menganggap bahwa ilmu pengetahuan tidak ubah layaknya ilmu bahasa, yakni kemampuan untuk dalam menyampaikan kebenaran, oleh karena itu kebenaran dianggap jamak dan tidak bisa pandang bersifat universal.
Konsekuensi dari pandangan ini adalah tidak ada pola rasionali dalam dalam ilmu pengetahuan. Kebenaran terikat pada individu seperti ikatan budaya, nilai-nilai yang melekat pada suatu kelompok kemudian dikatikan dengan fungsi dari masing-masing manusia. Contoh terbatas yang paling konkret seperti pada legalisasi penggunaan ganja di Belanda yang dianggap lebih banyak memiliki keuntungan daripada kerugian yang diakibatkan.
Referensi
C.F Delenay. 1999. “Dewey, John”. In The Cambridge Dictionary of Philosophy. London : Cambridge University Press.
Franz Magnis-Suseno. 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius.
John Hospers. 1997. An Introduction to Philosophical Analysis. London:Routledge.