Ahmad Dahlan. Hampir seluruh kajian mengenai ilmu pengetahuan sering dikaitkan dengan pandangan filsafat. Pada konsep sederhana, Filsafat dapat diartikan sebagai studi mengenai fenomena kehidupan baik yang terjadi secara natural dan terjadi akibat dari interaksi sosial. Kajian filsafat merupakan sebuah sistem yang mengkaji sebuah masalah dan mencari solusi dari masalah tersebut namun filsafat mengkaji kebenaran tidak berdasarkan data empiris melalui sebuah percobaan. Pada beberapa kajian pertarungan ratio dan empiris dianggap bentuk dari kajian filsafat secara umum.
Stephen hawking dalam bukunya “theory of everything” dengan tegas membahaskan bahwa kajian dari Filsafat pada ranah sains telah habis dan tidak berguna lagi. Kemunculan pendapat ini dilatar dari kekecewaan Hawking kepada para Filsuf pada era sebelumnya. Bukti nyata empiris hampir sebagaian besar di tolak hanya berdasarkan argument yang belum jelas keberlakuannya di alam. Hawking menganggap bahwa Sains merupakan bagian dari alam, hukum-hukum alam merupaka satu-satunya yang menentukan kejadian yang terjadi di alam tidak peduli seberapa kuat pendapat manusia dari ratio yang muncul.
Pada kajian filsafat sangat erat kaitanya dengan Filsafat itu sendiri, Akal sebagai sumber dari logika manusia, dan ilmu pengetahuan manusia sebagai buah dari hasil pemikiran manusia. Ketiga hal ini menjadikan filsafat sebagai kajian dari sebuah ilmu eksak atau bersifat pasti, hanya saja batas antara kajian filsafat dan kajian sains seolah-olah memiliki batasan yang buram. Beberapa pakar filsafat berpendapat bahwa kajian sains merupakan bagian dari filsafat itu sendiri namun dilain pihak saintis juga bahwa dibutuhkan lebih dari sekedar ratio untuk memahami alam semesta dan oleh karena data empiris merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.
Daftar Isi
Pandangan Filsuf mengenai Filsafat
Pada awal kemunculan ilmu serta kajian mengenai ilmu dalam hal ini fenomena alam, Filsafat dianggap sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri. Plato (428 – 348 BC) menyatakan bahwa filsafat adalah representasi dari ilmu pengetahuan tentang segalanya. Pendapat plato ini sendiri tidak begitu jelas menggambarkan mengenai filsafat. Plato mengeluarkan pendapat yang dibatasi oleh keadaan dimana hampir sama sekali tidak ada rujukan mengenai ilmu pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan yang baru merupakan hasil pengamatan terbatas mengenai fenomena alam yang ada disekitar, sehingga ilmu pengetahuan pada masa itu hanya sebatas kajian tentang apa yang terjadi di alam tanpa ada usaha dari manusia memanipulasi kejadian alam.
Perkembangan ilmu sebelum masehi yang terus berkembang di yunani memunculkan puzel-puzel pengetahuan yang diamati dari alam. Aristoteles (384 – 322 BC) memiliki pandangan yang lebih baik dari yang telah ditunjukkan sang guru. Aristoteles memasukkan kajian sebab akibat dari seluruh benda sebagai kajian dari filsafat. Selain mengemati kejadian yang ada dialam manusia harus mempertimbangan mengenai penyebab terjadinya sesuatu, tanaman yang tumbuh atu terjadinya siang dan malam tentu disebabkan oleh sesuatu sehingga muncul sebuah akibat. Berdasarkan dari pola pikir ini, Aristoteles menjadi bapak rasionalisme hingga saat ini. Aristoteles menciptakan sebuah silogisme yang ada dalam fikiran manusia mengenai hubungan dua buah kajian dalam bentuk premis. Aristoteles menjelaskan premis jika x adalah dan y merupakan penyebab z maka dapat ditarik kesimpulan x maka z. Silogisme masih tetap digunakan sampai sekarang dan dijadikan sebagai dasar dari sebuah penyelidikan.
Setelah lewat masa dari Aristoteles, Cicero (106 – 43 BC ) mencoba mendefinisikan filsafat dengan pendekatan yang lebih arif, namun pandangan Cicero tidak berhasil membangun pengetahuan baru mengenai hakikat dari filsafat. Cicero memandang filsafat sebagai ibu dari semua seni. Kesimpulan yang mungkin sedikit terbalik dari pendapat Plato dan tidak meneruskan pendapat dari Aristoteles. Cicero membatasi filsafat hanya dari bidang seni saja. Meskipun seni membutuhkan pengetahuan yang dalam agar dapat tercipta karya yang baik, tetapi seni bukanlah sekumpulan ilmu yang dimaksud oleh Plato. Seni adalah sebagian dari kajian filsafat. Setelah masa renaissance, filsafat dipandang sebagai sebuah ilmu yang digunakan untuk mencari kebenaran hakiki.
Johann Gotlich Fickte (1762-1814) menjelaskan bahwa filsafat tidak lain adalah ilmu dari ilmu-ilmu sendiri. sebuah pendapat yang tidak mendefinisikan filsafat sama sekali bahkan terlihat bahwa Wissenschaftslehre atau filsafat menurutnya adalah kajian dari seluruh yang ada di alam. Paul Nartorp (1854 – 1924) yang lahir belakangan mengurangi kajian dari filsafat sebagai ilmu dasar dari seluruh kesatuan pengetahuan manusia. Filsafat tampak sebagai alat untuk mencari ide dan mengembangkan sebuah ilmu baru yang lebih kompleks.
Seorang Filsafat dari German, Imanuel Kant (1724-1804) berpandangan bahwa filsafat adalah sebuah pangkal dari segala ilmu pengetahuan yang ada. Imanuel Kant membagi empat persoalan yang mencakup Filsafat yakni Metafisika, Etika, Agama serta antropologi. Kajian poko Imanuel kant memiliki pandangan mengenai apakah yang kita bisa kerjakan, kemudian pilihan mengenai apa yang harus dikerjakan serta dampak dari yang kita kerjakan nantinya. Imanuel juga mengkaji mengenai peran serta manusia dalam kehidupan. Tujuan dari manusia hidup dan Interaksi antar manusia itu sendiri.
Etimologi Filsafat
Filsafat atau falsafah merupakan serapan dari bahasa Arab yakni فلسفة. Kemungkinan bahasa ini juga terbentuk dari bahasa Yunani yakni philosophia Φιλοσοφία. Dalam bahasa Indonesia Filsafat memiliki makna cinta kebijaksanaan. (philia : cinta atau persahabatan, sophia : kebijaksanaan). Secara harfiah filsafat memberikan gambaran bahwa pola pikir filsafat menekankan pada kebenaran namun tidak jelas asal usul dari kebenaran yang didapatkan. apakah kebenaran yang didapatkan berasala dari fikiran atau rasio ataukan dari data secara empiris.
Defenisi mengenai filsafat berkembang sesuai dengan para filsuf yang mengembangkannya. Pertarungan yang berkepanjangan mengenai filsafat adalah pertarungan antara Rasio dan Empiris dimana sebagian besar dari pendukung tidak mampu untuk memberikan gambaran eksplisit mengenai batasan yang ada.