Ahmad Dahlan God does not play dice with the Cosmos.

Alat Ukur, Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi, Peran dan Fungsinya dalam Pembelajaran

8 min read

Alat Ukur Pengukuran Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran

Alat Ukur, Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi dalam 4 hal yang tersusun secara hirarki dan sistematis. 4 Aspek memiliki peran yang penting sehingga dapat menghasilkan makna yang holistik.

Tes, Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi

Asesmen Pembelajaran adalah sebuah proses sistematis yang dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai yang melekat pada sekelompok objek baik itu manusia maupun program. Asesmen dimulai dari proses pengumpulan data yang dilakukan dengan bantuan alat ukur. Hasil dari alat ukur ini akan berupa sekumpulan data atau informasi yang belum memiliki makna yang jelas.

Data adalah seperangkat informasi yang belum selesai

Alat ukur memiliki kriteria dan bentuk yang unik, tergantung dari besaran dan nilai yang hendak diukur. Kriteria unik ini membuat penggunaan alat ukur membutuhkan teknis yang detail. Teknis pengambilan data dengan alat ukur ini selanjutnya disebut prosedur pengukuran atau selanjutnya disebut saja sebagai pengukuran.

Berbeda dengan pengukuran besaran-besaran fisis yang dapat secara langsung mengukur nilai dari sebuah besaran, pengukuran skala-skala psikometri dan behavioral cenderung menghasilkan angka-angka dan data yang masih membutuhkan interpretasi. Proses interpretasi dari hasil pengukuran ini yang disebutkan sebagai asesmen.

Jika yang diukur adalah keterampilan terukur dengan instrumen tes, maka proses ini akan mengharapkan performa maksimum dari objek yang diukur. Sehingga ada kemungkinan objek yang diukur tidak berada pada performa maksimum. Secara sederhana jika nilai yang diharapkan tidak muncul hasil ini memunculkan justifikasi lulus atau gagal.

Dalam proses asesmen pembelajaran, Pendidik (Guru, Instruktur dan Dosen) memiliki peran yang lebih luas dari sekedar justifikasi selayaknya hakim yang menjatuhkan putusan. Guru harus mengakhiri proses ini dalam bentuk rekomendasi dan masukan konstruktif kepada peserta didik.

Justifikasi ini praktis hanya menghasilkan kesimpulan lulus atau gagal yang cenderung terlihat seperti bentuk penghakiman kepada peserta didik. Pembelajaran tentu saja memiliki makna yang lebih luas dari pada sekedar memutuskan seorang peserta didik dianggap gagal atau sukses. Dibutuhkan rekomendasi dan saran dari hasil asesmen ini. Rekomendasi dan saran ini dihasilkan dari kajian antara harapan yang tertuang dalam bentuk aturan dan dokumen dan hasil asesmen. Proses ini dilakukan dengan jalan yang panjang yang disebut Evaluasi Pembelajaran.

Dengan demikian secara hirarki proses ini akan dimulai dari :

  1. Alat ukur (Instrument)
  2. Pengukuran (measurement)
  3. Penilaian (assessment)
  4. Evaluasi

Urutan ini menunjukkan hirarki dan konsep terkecil sampai yang terbesar, namun dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, proses ini dilakukan secara hirarki. Ada kemungkinan dimulai dari analisis kebutuhan yang dibutuhkan misalnya dimulai dari besaran yang hendak diukur.

A. Alat Ukur

Alat ukur atau instrumen dalam psikometri adalah seperangkat item yang digunakan untuk mengumpulkan data. Philips (1979) alat ukur atau secara umum disebut sebagai instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data yang spesifik mengenai karakteristik dari individu atau grup. Mardapi (2008) menyatakan bahwa tes terdiri dari sejumlah pertanyaan yang membutuhkan respon jika test maka membutuhkan jawaban.

Pengukuran sebagai bagian dari tes, secara umum dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan karakteristik jawabannya, kedua kategori itu adalah Tes dan Instrumen Non-Tes. Instrumen Tes adalah pengukuran yang dari instrumen yang respon memiliki kriteria benar dan salah, sedangkan non tes adalah instrumen yang digunakan menunjukkan pendapat, pandangan atau harapan seseorang terhadap sebuah objek yang diukur.

Subjek yang terlibat dalam proses pengukuran terbagi ke dalam tiga kelompok yakni Testing, Testee, dan Tester.

  1. Testing adalah seperangkat prosedur yang diterapkan saat melakukan tes termasuk tempat dan waktu pelaksanaan.
  2. Testee adalah objek atau kelompok orang dikenai tes atau mengerjakan tes
  3. Tester adalah orang yang melakukan tes atau pelaksana tes.

a. Jenis tes

Sebagai pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis adalah sebagai berikut.

1) Tes Seleksi

Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon peserta didik yang mengikuti tes. Materi tes pada tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti calon peserta didik. Materi yang diujikan terdiri atas butir-butir yang cukup sulit, sehingga calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan yang tinggi yang dimungkinkan dapat menjawab butir-butir yang diujikan.

2) Tes Awal

Tes awal sering dikenal dengan pre tes, tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Tes ini dilaksanakan sebelum materi atau bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik.

3) Tes Akhir

Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik. Materi tes akhir bahan-bahan pelajaran yang telah diajarkan kepada peserta didik, dan soal yang dibuat sama dengan soal tes awal. Dengan demikian jika hasil post-test lebih baik dari pre tes maka pada umumnya dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.

4) Tes Diagnostik

Tes ini dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahui jenis-jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik, maka dapat dicarikan upaya berupa therapy yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?” Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik ditekankan pada bahan-bahan yang sulit dipahami peserta didik. Tes ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis serta tes perbuatan.

5) Tes Formatif

Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah peserta didik telah memahami dan menguasai materi ajar di dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif dilaksanakan setelah suatu pokok bahasan selesai diberikan. Materi tes formatif ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang diajarkan, butir-butir soal terdiri atas butir-butir soal yang tergolong mudah maupun yang termasuk kategori sukar.

6) Tes Sumatif

Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan. Tes sumatif disusun atas dasar materi pelajaran diberikan selama satu catur wulan atau satu semester, dengan demikian materi tes sumatif jauh lebih banyak dari pada tes formatif. Umumnya tes sumatif dilaksanakan secara tertulis dengan tujuan agar semua peserta didik memperoleh soal yang
sama. Butir-butir soal yang diujikan dalam tes sumatif pada umumnya lebih sulit daripada butir-butir tes formatif.

Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan:

  1. Kedudukan dari masing masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya,
  2. dapat tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya,
  3. kemajuan peserta didik untuk diinformasikan kepada pihak orang tua yang tertuang dalam bentuk Rapor atau Surat Tanda Tamat Belajar.
7) Jenis tes menurut individu yang dites

Tes ini dibedakan menjadi; (1) tes individual yakni tes dimana saat pelaksanaan kegiatan tes guru hanya menghadapi seorang peserta didik dan (2) tes kelompok yakni tes dimana guru menghadapi sejumlah
peserta didik.

8) Jenis tes menurut jawaban

Berdasarkan jawaban yang dikehendaki tes dibedakan menjadi; (1) tes verbal yakni tes yang menghendaki jawaban yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat baik secara lisan ataupun secara tertulis dan (2) tes yang menghendaki jawaban peserta didik bukan berupa ungkapan atau kalimat melainkan berupa tindakan atau tingkah laku yang melibatkan gerakan otot. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tujuan-tujuan yang berkaitan dengan aspek psikomotor.

b. Bentuk tes

Bentuk tes secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam tes subyektif (esai) dan tes objektif.

1) Tes esai

Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri. Dalam tes bentuk esai peserta didik dituntut untuk berpikir dan menggunakan apa yang diketahui yang berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun dan mengemukakan jawabannya sendiri sehingga memungkinkan peserta didik dapat menunjukkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan untuk menganalisis, menghubungkan dan mengevaluasi soal yang dihadapi.

2) Tes Objektif

Tes objektif adalah tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan atau dengan menuliskan jawabannya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan.

Jawaban terhadap tes objektif bersifat “pasti” yakni hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jika peserta didik tidak menjawab “seperti itu” maka dinyatakan salah. Oleh karena jawabannya bersifat
pasti, jawaban peserta didik yang betul terhadap suatu butir soal, akan dinyatakan benar oleh korektor. Karena hasil pekerjaan peserta didik jika diperiksa oleh siapa pun akan menghasilkan skor yang sama, maka disebut tes objektif.

Tes objektif dapat digolongkan menjadi:

  1. tes objektif bentuk benar salah (true-false test);
  2. tes objektif bentuk menjodohkan (matching test);
  3. tes objektif bentuk melengkapi (completion test);
  4. tes objektif bentuk isian singkat (fill-in test);
  5. tes objektif bentuk pilihan ganda (multiple choice test).

Dari berbagai macam tes objektif tersebut di atas, tes bentuk benar salah, isian singkat, menjodohkan merupakan alat penilaian yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes objektif pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami dengan cakupan materi yang luas.

Tes objektif memiliki kelemahan-kelemahan antara lain: (1) tes objektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkapkan proses berpikir yang tinggi. Lebih banyak mengungkap daya ingat atau hafalan dibandingkan mengungkapkan tingkat ke dalam berpikir peserta didik terhadap materi yang diujikan, (2) terbuka kemungkinan bagi peserta didik untuk bermain spekulasi, tebak terka atau untung-untungan dalam memberikan jawaban soal.

B. Pengukuran

Ebel (1972) menyatakan bahwa “measurement is a process of assigning numbers to the individual members of a set of objects or persons for the purposes of indicating differences among them in the degree to which they possess the characteristic being measured”. Pengukuran merupakan kegiatan pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang melekat pada objek atau kegiatan atas dasar ketentuan yang berlaku.

Dalam bidang matematika, kegiatan pengukuran merupakan bentuk kegiatan yang sering kali dilakukan sehari-hari. Tanpa adanya kegiatan pengukuran, kita susah menentukan besaran atau kualitas suatu objek atau kegiatan.

Apabila kita ingin mengetahui keberhasilan suatu program maka dibutuhkan kegiatan pengukuran. Kemajuan ilmu dan teknologi juga tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengukuran. Pengukuran memegang peranan penting, baik dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi maupun untuk pemenuhan kebutuhan hajat orang banyak.

Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan peserta didik setelah mencapai karakteristik tertentu.Menurut Guildford (1982) pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap proses gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan kualitatif misalnya pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang

Zainul dan Noehi Nasoetion (1997: 5) memberikan batasan pengukuran, yaitu merupakan pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Untuk menaksir prestasi siswa, guru melakukan pengukuran dengan membaca apa yang dilakukan siswa (misalnya mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang dikatakan). Kemudian dari hasil pengukuran dapat diambil keputusan tentang kondisi siswa misalnya dinaikkan, diluluskan, dan sebagainya. Hasil pengukuran tersebut biasanya dinyatakan dengan score kuantitatif.

3. Asesmen atau Penilaian

Griffin dan Nix (1991: 53) menyatakan “assessment is the process of gathering information to make informed decisions”. Menurut Ashcroft dan David Palacio (1996: 26) “…assessment requires students to demonstrate what they know, understand and can do already..” Allen & Yen (1997: 2) mengatakan “assessment for learning is not like this at all – it is usually informal, embedded in all aspects of teaching and learning, and conducted by different teachers as part of their own diverse and individual teaching
styles”. Berdasarkan atas ketiga pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa asesmen merupakan serangkaian kegiatan pengumpulan data tentang kinerja seseorang untuk kepentingan pembuatan keputusan.

Asesmen merupakan aspek esensial dalam peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan. Bahkan keduanya tak bisa dipisahkan. Ashcroft dan David Palacio (1996: 26) menyatakan “assessment and learning are integral and inseparable parts of the same enterprise”.

Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan berbagai alat penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Oleh karena penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran, di dalam program belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari setiap individu dan atau kelompok peserta didik serta guru. Guru dapat melakukan penilaian dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk,
observasi, portofolio, unjuk kerja serta data hasil interviu.

Sedangkan menurut Griffin dan Nix (1991) penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Pengertian penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah.

Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun informal, untuk menghasilkan informasi belajar peserta didik. Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk tes baik tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah. Penilaian juga dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.

4. Evaluasi

Menurut Ornstein dan Hunkins (1998: 334) “evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Sementara itu, Ashcroft dan David Palacio (1996: 93) menyatakan “…evaluation is a process by which the effectiveness of education interventions can be assessed”. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, evaluasi merupakan kegiatan untuk menetapkan keberhasilan atau kualitas suatu program atau kegiatan.

Evaluasi dapat dikatakan suatu kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan erat dengan keputusan nilai (value judgement). Dalam dunia pendidikan dapat dilakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, kebijakan pendidikan sumber belajar tertentu atau etos kerja guru.

Menurut Stufflebeam dan Shinkfield dalam KTIPTK (2009: 4), evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan suatu evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur judgement tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses evaluasi ada unsur subjektivitas. Menurut Ornstein dan Hunkins, (1998: 334) di dalam evaluasi terkandung tiga kegiatan, yaitu penetapan standar untuk menentukan kualitas kinerja, pengumpulan data yang relevan, dan penerapan standar untuk menentukan kualitas kinerja. Ketiga aspek atau kegiatan ini yang membedakan antara kegiatan evaluasi dibanding kegiatan lainnya. Tidak ada kegiatan evaluasi jika tak ada standar.

Evaluasi memerlukan standar, karena standar akan menentukan batas-batas penerimaan atau penolakan minimal dari mutu kinerja. Demikian pula, tanpa adanya bukti-bukti empirik suatu kegiatan

Ahmad Dahlan God does not play dice with the Cosmos.