Author: Ahmad Dahlan

  • Pengertian Kalor dan Internal Energi Zat

    Pengertian Kalor dan Internal Energi Zat

    AhmadDahlan.NET – Ketika kita memasukkan sebongkah es ke dalam segelas air, Air yang tadinya berada pada suhu kamar perlahan-lahan akan mengalami penurunan suhu sampai akhirnya suhu antar es dan air sama. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan kalor dari air yang suhunya lebih tinggi ke dalam es. Perpindahan terjadi secara spontan ketika ke dua benda saling bersentuhan satu sama lain.

    Karena kita mengaosiasikan suhu tinggi itu lebih “panas”, maka kalor juga terkadang disebut sebagai energi panas namun lebih spesifik ke energi yang mengalir.

    Pengertian Kalor

    Kalor adalah energi yang dipindahkan (dialirkan) antaar dua buah benda yang memiliki suhu yang berbeda. Proses perpindahan energi terjadi karena perbedaan rata-rata energi kinetik dari setiap materi penyusun dari benda yang saling bertukar kalor.

    Kalor akan berpindah dari benda dengan temperatur yang tinggi ke benda yang temperatur yang lebih rendah secara spontan sampai akhirnya suhu kedua benda tersebut sama. Pada kondisi ini tidak akan lagi terjadi perpindahan kalor dan kondisi ini disebut sebagai kesetimbangan termal.

    A. Internal Energi dan Suhu

    Energi internal dari sebuah zat adalah total dari energi kinetik dari melokul-molekul penyusunnya. Energi ini bergantung dua hal yakni suhu benda (rata-rata energi kinetik setiap molekul) dan jumlah zat penyusun zat itu sendiri.

    Dengan demikian bisa disimpulkan jika sangat memungkinkan jika ada buah benda yang memiliki energi internal yang sama meskipun suhunya berbeda. Misalkan Benda A dan B memiliki internal energi yang sama akan tetapi benda A memiliki suhu yang lebih rendah dari benda B. Dengan demikian, maka Benda A pasti memiliki total energi dari jumlah zat penyusunnya lebih tinggi dibandingkan dengan dengan benda B.

    Pada saat duah benda saling bersentuhan satu sama lain, hanya terjadi pertukuran energi panas dari perbedaan suhu antara benda A dan benda B, sampai akhirnya kedua benda tersebut memiliki rerata energi kinetik energi yang sama dan ditandai dengan suhu yang sama.

    B. Satuan Kalor

    Kalor diamati melalui banyaknya energi yang berpindah dalam satuan Kalori. Satuan ini distandarisasi melalui besar energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebanyak 1oC dari suhu 14,5oC ke 15,5oC. Titik ini dipilih karena terdapat perbedaan antara energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebanyak 1oC dari setiap titiknya.

    Mudahnya seperti ini, energi yang dibutuhkan air untuk naik dari 3oC ke 4oC berbeda dengan energi yang dibutuhkan untuk pindah dari 4oC ke 5oC, begitu juga dari suhu 68oC ke 69oC. Meskipun demikian, perbedaannya tidak begitu jauh (<kurang dari 1%) untuk interval air di setiap titik dari 0oC sampai ke 100oC. Pada perhitungan yang tidak membutuhkan ketelitian tingkat tinggi, perbedaan ini dapat diabaikan dan dinggap sama saja untuk setiap setiap titiknya.

    Besar energi kemudian dinyatakan sebagai 1 kalori dengan demikian 1000 Kkal dapat difenisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1oC. 1 Kal kemudian dijadikan sebagai satuan standar internasional (SI) untuk sistem metrik.

    C. Kalor Jenis

    Pada saat sejumlah kalor mengalir ke sebuah zat dan diasumsikan tidak terjadi perpindahan wujud, maka seluruh kalor tersebut akan membuat suhu dari sebuah zat akan naik, demikian pula sebaliknya, jika sejumlah kalor keluar dari suatu zat maka suhunya akan turun.

    Besar perubahan suhu ini sebanding dengan jumlah energi yang diterima dengan persamaan :

    Q∝ΔT

    Selain itu semakin banyak massa benda yang dipanaskan maka semakin besar pula kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sautu benda. Secara matermatis persamaan ini dapat ditulis :

    Q = mc .ΔT

    c dalam persamaan ini adalah karakteristik kuantitatif dari sebuah materi dalam mengkonversi panas yang diserap menjadi perubahan suhu yang selajutnya di sebut sebagai kalor jenis. Kalor jenis dinyatakan dalam satuan J/kgoC.

    Sebagaimana yang dimaksud dalam defenisi dari satuan kalori yang dijelaskan sebelumnya yakni 1 kal adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram agar naik 1oC, maka dengan demikian Kalor jenis air adalah 1 kal/goC atau 1 Kkal/KgoC.

    Setiap benda memiliki kalor jenis yang berbeda-beda dan dapat diketahui melalui percobaan. Adapun hasil percobaan menunjukkan beberapa nilai dari kalor jenis benda pada tabel berikut :

    Kalor JenisJ/KgoCKal/KgoC
    Air41801000
    Es2100500
    Alkohol2400570
    Raksa (cair)23056

    Eksperimen Joule

    James Prescoot Joule (1818 – 1889) membuat sebuah eksperimen dengan menggunakan kalorimeter untuk membuat hubungan antara energi panas dan energi mekanik. Rancangan kalorimeter seperti ditujukan pada gambar di bawah ini

    Kalorimeter Joule percobaan MAssa Jenis

    Pada eksperimen tersebut beban di sisi dan kanan digunakan untuk memutar baling-baling dari energi potensial yang ia miliki. Baling-baling yang terputar di dalam kalorimeter kemudian menaikkan suhu air di dalam dan karena dibuat terisolasi dari lingkungan maka poses perubahan energi potensial ke kinetik pada saat beban jatuh bebas diubah ke energi panas. Meskipun pada proses pengamatan kenaikkan suhu tersebut sangatlah sedikit untuk diamati. Berdasarkan data percobaan disimpulkan bahwa :

    1 kal = 4 186 J

    D. Kalor Laten

    Ketika sejumlah kalor digunakan untuk memanaskan es bersuhu -13oC ke suhu 0oC, maka panas yang diberikan akan digunakan untuk menaikkan suhu, segera pada saat suhu sudah 0oC, maka panas tidak lagi digunakan untuk menaikkan suhu tapi merubah fase air yang tadinya dalam fase padat ke zat cair di suhu yang sama.

    Kalor yang digunakan untuk merubah fase zat disebut sebagai kalor laten. Jumlah kalor yang dibutuhkan sebabding dengan jumlah massa zat yang dirubah fasenya :

    Q_L∝m

    Karakteristik kebutuhan kalor setiap zat berbeda dengan untuk berubah fase, disebut Kalor Laten (L), dengan demikian Persamaa Kalor Laten dapat ditulis :

    Q_L=Lm

    dimana perubahan fase gas umum terbagi atas dua jenis yakni Padat ke Cair disebut Kalor Laten Lebur (LL), sedangkan Cari ke gas disebut Kalor Laten Uap (LU). Sama dengan kalor jenis setiap, setiap benda memiliki kalor laten masing-masing seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :

    ZatTitik LeburKalor LeburTitik UapKalor Upa
    Air0oC79,7 kJ/kg100oC539 kJ/kg
    Amonia-77,8oC8 kJ/kg-33,4oC33 kJ/kg
    Timabl327oC5,9 kJ/kg1750oC208 kJ/kg
    Besi1538oC69,1 kJ/kg6340oC1520 kJ/kg

    Catatan : Baik kaloir jenis dan kalor laten, nilai yang tertera pada tabel berlaku pada kondisi STP yakni tekanan 1 atm, dan suhu ruangan 27oC. Nilai-nilai tersebut dipengaruhi oleh banya parameter seperti tekanan udara, gravitasi dan suhu udara. Untuk membahas pengaruh variabel lebih jauh akan dikaji pada bagian Termodinamika.

    Contoh Soal

    1. Sebongkah es batu dipanaskan dari suhu -15oC ke suhu 120oC. Jika proses tersebut terjadi pada keadaan STP, maka jumlah energi panas yang diserap es tersebut adalah ….
    2. Sebuah pemanas listrik dengan daya 300 watt digunakan untuk memanaskan 1 liter air dari suhu 10oC sampai ke 90oC. Jika efektifitas pemanas air adalah 70%, maka lama proses lama porses pemanasan adalah …
  • Analisis Soal Pembentukan Bayangan Pada Gabungan Dua Lensa Cembung Tipis

    Analisis Soal Pembentukan Bayangan Pada Gabungan Dua Lensa Cembung Tipis

    AhmadDahlan.NET – Pembentukan bayangan di depan sebuah lensa tipis bisa dilakukan dengan analisis geometri, lantas bagaimana jika benda tersebut terletak di depan lensa ganda.Sifat pembentukan bayangan pada lensa tunggal ataupun ganda tetap terbentuk berdasarkan hukum snelius tentang pembiasan dengan demikian analisa-nya bisa dilakukan dengan pendekatan Geometri.

    Untuk memudahkan analisa mari kita buat kasus gabungan dua lensa tipis.

    Contoh Soal :

    Sebuah benda diletakkan 60 cm di depan dua buah lensa konvergen. Jika focal point dari lensa masing-masing f1 = 20 cm dan f2 = 25 cm dan terpisah sejauh 60 cm, maka tentukan jarak dan perbesaran bayangan-nya!

    Solusi

    Untuk menyelesaikan kasus ini, kita analisis konsep pembentukan bayangan yang terjadi di masing-masing lensa. Kta mulai dari lensa pertama dengan menggunakan sinar istimewa.

    Pelukisan bayangan pad alensa tipis

    Pelukisan bayangan dilakukan dengan dua sinar istimewa dengan keterangan sebagai berikut :

    f1 = jarak focal point lensa pertama (20 cm)
    so = Jarak Benda ke lensa (60 cm)
    s’o = Jarak bayangan benda di lensa pertama

    jarak s’o bisa dihitung dengan persamaan pembentukan bayangan dilensa tipis :

    \frac{1}{f_1}=\frac{1}{s_o}+\frac{1}{s'_o}
    \frac{1}{s'_o}=\frac{1}{20}-\frac{1}{60}=\frac{3-1}{60}=\frac{1}{30}

    dengan jarak bayangan adalah s’o = 30 cm.

    Perbesaran bayangan pada lensa pertama adalah :

    m =- \frac{s'_o}{s_o}=-\frac{30}{60}=-0,5

    Dengan demikian sifat bayangan yang terbentuk di lensa pertama adalah :

    1. diperkecil
    2. terbalik
    3. nyata

    Lensa II

    Perhatikan jarak 30 cm ini menjadi jarak benda di belakang lensa pertama. Karena jarak antar lensa terpisah sejauh d=80 cm sehingga bayangan pertama ini akan menjadi benda di lensa kedua. Jarak ini dari lensa II kita sebut saja s1 dengan jarak :

    d= s'_o + s_1 
    80 cm = 30 cm +s'_1

    s’1 = 50 cm.

    Selanjutnya kita lukis pembentukan byangan pada lensa ke dua.

    Bentuk pelukisan bayangan pada lensa tipis ganda

    Pembentukan bayangan pada lensa ke dua adalah

    \frac{1}{f_2}=\frac{1}{s_1}+\frac{1}{s'_1}
    \frac{1}{s'_1}=\frac{1}{50}-\frac{1}{25}=\frac{2-1}{50}=\frac{1}{50}

    maka bayangan terbentuk di belakang lensa dengan s’1 = 50 cm.

    Perbesaran bayangan nya adalah :

    m = -\frac{s'_o}{s_o}=-\frac{50}{50}=-1

    Dengan demikian sifat bayangan akhir adalah :

    1. Sama besar dengan bayangan pertama atau diperkercil dari ukuran objek
    2. tegak lurus
    3. nyata

    Perbesaran bayangan total dapat dihitung secara langsung dengan

    m_{total}=m_1.m_2=(-0.5)(-1.0)=0.5

    Hasilnya adalah positif 0.5 dengan demikian bayangan pasti tegak lurus.

    Persamaan tanpa angka :

  • Perubahan Energi Dalam Pada Perubahan Keadaan Gas Ideal

    Perubahan Energi Dalam Pada Perubahan Keadaan Gas Ideal

    Ahmaddahlan.NET – Dalam Thermodinamika, Perubahan energi dalam (ΔU) tidak bergantung pada proses namun pada keadaan awal dan keadan akhir dari sistem tersebut. Sebagaimana yang diketahui bahwa terdapat empat jenis keadaan dalam termodinamika yakni Isohorik, Isobarik, Isotermal dan Adiabatik.

    Besar perubahan energi dalam (ΔU) dari masing-masing keadaan tersebut dapat dihitung sebagai berikut :

    A. Proses Isobarik

    Pada keadan isobarik, perubahan keadaan gas terjadi pada tekanan tetap. Usaha yang dilakukan gas dalam proses ini adalah

    W= P\int dV
    W = P(V_2-V_1)

    Maka besar perubahan energi dalam berdasarkan hukum Termodinamika I pada keadaan Isobarik adalah :

    Q=ΔU+W
    Q = ΔU + P(V_2-V_1)

    Pada gas monoatomik persamaannya adalah :

    Q = \frac{3}2{}nR(T_2-T_1)-P(V_2-V_1)

    B. Proses Isohorik

    Proses Isohorik adlah proses dimana perubahan kondisi gas terjadap dalam keadaan volume tetap, dengan demikian maka besar usaha yang dikerjakan oleh gas adalah :

    W= P\int dV=0

    Sehingga hukum Termodinamika I dapat dituliskan sebagai berikut :

    Q=ΔU+W
    Q=ΔU+0
    Q= U_2-U_1

    Pesamaan Q = ΔU ini menunjukkan bahwa kalor yang diberikan ke dalam sistem digunakan sepenuhnya untuk merubah energi dalam pada sistem tersebut. Jika persamaan ini diaplikasikan ke persamaan energi dalam gas ideal monoatomik maka didapatkan Persamaan umum Keadaan Gas Ideal pada keadaan Isohorik yakni

    Q=ΔU=\frac{3}{2}nR.ΔT

    C. Proses Isotermal

    Proses Isotermal adalah perubahaan keadaan gas pada suhu tetap. Besar usaha yang dihasilkan pada proses isotermal adalah :

    W= P\int dV

    Karena :

    PV = nRT

    maka

    W=nRT\int\frac{dV}{V}
    W=nRT.ln(V_2-V_1)

    Pada proses Isotermal tidak terjadi perubahan suhu sehingga ΔT = 0. Jika tidak terjadi perbuahan suhu maka dapat ditarik kesimpulan jika tidak terjadi perubahan energi dalam sehingga ΔU = 0. Dengan persamaan hukum Pertama Termodinamika pada proses isotermal dapat dituliskan sebagai berikut :

    Q = ΔU + W = 0 + W
    Q = nRT.ln(V_2-V_1)

    D. Adiabatik

    Adiabtik adalah perubahan kondisi dalam gas tanpa melibatkan kalor yang keluar atau masuk ke dalam sistem sehingga Q = 0. Dengan demikian Hukum Termodinamika I proses Adiabatik dapat ditulis dengan persamaan berikut :

    Q = ΔU + W
    0 = ΔU + W

    atau

    W = ΔU

    Persamaan W = ΔU menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan sistem mengakibatkan perubahan energi dalam ΔU. Perubahan ini bisa bernilai positif bisa bernilai negatif.

    Persaman Hukum Termodinamika I untuk gas idela monoatomik pada proses Adibatik adalah :

    W = - ΔU=\frac{3}{2}nR(T_2-T_1)

  • Analisis Solusi Matematis Untuk Gerak Parabola

    Analisis Solusi Matematis Untuk Gerak Parabola

    AhmadDahlan.NET – Ketika kita melempar sebuah batu ke arah depan seperti saat melembar buah mangga, gerak batu tersebut akan membentuk lintasan melengkung seperti parabola. Demikian saat sebuah boleh ditendang, lintasan yang terbentuk adalah gerak parabola, hanya saja karena massa jenis bola relatif rendah, maka hambatan udara terkadang akan merubah arah gerak bola dari lintasan parabola sempurna.

    Gerak parabola juga kadang disebut gerak peluru jika meurujuk pada artikel berbahasa inggris yang menyebut gerak parabola sebagai Projectile Motion. Gerak ini adalah gerak vektor yang bisa dianalisis dengan solusi matematis.

    A. Gerak Parabola

    Gerak parabola dapat didefenisikan ketika sebuah benda dilemparkan dengan kecepatan awal v0 pada sudut θ yang diukur dari garis horisontal. Benda ini akan bergerak dengan dua vektor kecepatan yakni ke arah vertikal (y) dan gerak ke arah horisontal (x).

    Segera setelah kecepatan arah y menjadi nol, benda akan mencapai ketinggian maksimal (hmaks). Titik ini menjadi titik balik ke arah sumbu y, sampai akhirnya benda mencapai tanah. Setelah mencapai tanah jarak ini disebut sebagai xmaks. xmaks ini kadang disebut sebagai jangkaun maksimum dan disimbolkan R dari kata range.

    Ilustrasi gerak perluru

    B. Persamaan Gerak Parabola tanpa Hambatan Udara

    Analisis gerak parabola dilakukan dengan pemodelan tanpa hambatan udara sehingga seluruh gerak hanya dipengaruhi oleh tiga variable yakni kecepatan awal (v0), percepatan gravitasi (g) dan ketinggian awal (h0). Analisis dipisahkan ke dalam sumbu kartesian x dan y karena gerak parabola sederhana adalah gerak dua dimensi.

    Analisis komponen gerak vektor ke arah x dan y

    Sehingga vektor geraknya adalah :

    x(0) = 0
    x’(0) = v0 cos θ

    y(0) = 0
    y’(0) = v0 sin θ

    Jika hambatan udara diabaikan maka gerak arah sumbu x adalah gerak lurus beratuan (GLB) dan gerak ke arah sumbu y adalah gerak yang dipengaruhi oleh percepatan grafitasi (g). Pada saat bergerak ke atas maka geraknya diperlambat dan ketika ke bawah dipercepat.

    Dengan demikian kita dapat selesaikan masalah gerak parabola dengan metode diferensial untuk du akomponen gerak yakni :

    Komponen x

    x”(t) = 0
    x’(t) = v0 cos θ
    x(t) = v0t cos θ

    Komponen y

    y”(t) = -g
    y’(t) = -gt + v0 sin θ
    y(t) = -1/2 gt + v0t sin θ + c

    c adalah kontantan yang menunjukkan ketinggian awal dari benda jika ketinggian awalnya 0 maka persamaan nya menjadi y(t) = -1/2 gt + v0t sin θ.

    Persamaan ini sudah bisa menggambarkan gerak parabola sebagai fungsi dari t, namun tidak untuk mengetahui jangkaun maksimum dari gerak benda karena arah g berubah setelah vy menjadi 0. Kedua persamaan ini bisa disubtitusikan untuk menformulasikan persamaan gerak horisontal x dengan memasukkan nilai t

    t = \frac{x}{v_0 \cos θ}

    setelah masukkan nilai t ke persamaan sumbu y sehingga kita bisa dapatkan persamaan y sebagai fungsi dari x dengan demikian :

    y_{x}=h +v_0\sin θ\left ( \frac{x}{v_0 \cos θ}\right )-\frac{1}{2}g \left ( \frac{x}{v_0 \cos θ}\right )^2

    persamaan ini bisa disederhanakan

    y_{x}=h +x \tanθ -\frac{1}{2}\frac{gx^2}{v_0^2}\sec^2θ

    Persamaan ini adalah persamaan umum y sebagai fungsi dari x.

    Ilustrasi gerak parabola dengan persamaan umum

    Karena yx ini tidak melulu sejajak dengan sumbu maka kita sebuy persamaan persamaan posisi yakni px.

    1. Persamaan Jangkauan Maksimum

    Dalam gerak para bola biasanya timbul pertanyaan tentang jangkauan maksimum dari gerak parabola. Misalkan setiap θ ini berubah akan berdampak pada perubahan jarak yang ditempuh kita misalkan saja xi. Selain θ sebenarnya jaangkauan gerak parabola ditentukan dengan kecepatan awal v0, tapi dalam pemodelan ini kita tinjau v0 tetap.

    Analisis Persamaan Umum gerak parabola di depan sebuah bukit

    Karena setiap x akan berubah setiap berubah θ, maka x ini adalah fungsi dari , dengan demikian kita sebuat saja fungsi yx digunakan untuk menemukan persamaan umum gerak ke arah horisontal. Kita sebuah saja persamaan ini adalah ψ. Dengan demikin persamaan yx bisa ditulis sebagai berikut :

    ψ'=y'=h +d_θ\tanθ -d_θ^2\frac{1}{2}\frac{g}{v_0^2}\sec^2θ

    maka :

    ψ'.d'_θ=d_θ\sec^2θ+d'_θ\tan θ-\frac{g}{v^2}d_θ^2\secθ(\sec θ\tanθ)+d_θd'_θ\sec^2θ

    karena

    d'_{θ_m}=0

    maka

    0=d'_{θ_m} \sec^2θ-\frac{g}{v^2}d^2_{θ_m} \secθ_m \tan θ_m
    d_{θ_m}=\frac{v^2}{g}\cotθ_m
  • Aberasi Lensa dan Lensa Akromatik

    Aberasi Lensa dan Lensa Akromatik

    AhmadDahlan.NET – Lensa memiliki karakteristik mengumpulkan cahaya dari titik-titik pada objek kemudian difokuska pada titik konjugat sampai akhirnya menghasilkan bayangan yang dapat ditangkap oleh layar. Jika diarakah ke Retina, maka bayangan terbentuk di mata.

    Pada lensa-lensa dengan ketebalalan yang tidak dapat diabaikan maka pembiasan yang terjadi di dalam lensa akan mempengaruhi proses pembentukan bayangan. Jalur pembentukan cahaya tidak presisi seperti pada lensa tipis sehingga bayangan terbentuk sulit tepat jatuh pada satu titik fokus. Dampaknya bayangan terbentuk jadi buram. Hal ini disebut sebagai Aberasi Lensa.

    A. Lensa Aberasi

    Mari tinjau bentuk lensa paling umum yakni lensa berbentuk potongan bola atau spherical lens. Lensa jenis ini akan menghasilkan aberasi dengan karakteristik spherical. Penyebabnya adalah pembiasan yang terjadi di dalam lensa.

    Ilustrasi Penyebab Lens Aberasi

    Konsep pembentukan cahaya tepat jatuh tepat di titik fokus pada lensa cembung yang terjadi pada lensa tipis yang pada dasarnya hampir tidka mungkin dilakukan. Sekalipun lensa tersebut didesain sangat tipis tetap saja ada pembiasan yang terjadi di dalam lensa hanya saja mata manusia memiliki keterbatasan melihat detail pada beberapa pembiasan pada lensa tipis sehingga berasi tidak terlihat. Namun pada lensa yang cukup tebal maka aberasi tersebut dapat dilihat.

    Lensa Aberasi pada lensa cembung

    Pembiasan pada lensa tipis harusnya terjadi seperti pada garis putus-putus yang tepat jatuh pada titik f di 1/2 R, namun jika pembiasan tidak diabaikan maka titik jatuhnya akan lebih dekat dari titik fokus. Semakin dekat dengan sumbu utama maka titik jatuhnya akan semakin dekat dengan f. Hanya ada satu sinar yang bisa melalui titik fokus yakni sejajar dengan sumbu utama, karena sinar ini tidak dibiaskan.

    Semakin tipis titik-titik jatuh ini maka semakin fokus gambar yang dihasilkan. Efek lensa aberasi dapat dilihat di foto berikut ini :

    Foto makro bunga Putih dengan lensa Aberasi

    B. Lensa Akromatik

    Pada penjelasan mengenai konsep aberasi lensa, cahaya yang digunakan adalah cahaya monocromatik. Lantas bagaimana jika pembiasan yang terjadi pada lensa berasal dari cahaya polikormatik?

    Hal yang menjadi catatan pada cahaya Polikromatik adalah panjang gelombang (λ) dari setiap-setiap penyusun cahaya kromatik tersebut. Proses akromatik terjadi seperti berikut :

    Gangguna Fungsi Lensa Akromatik

    Pada saat cahaya putih (polikromatik) memeasuki bidang lensa yang memiliki ketebalan berbeda, pembiasan di dalam lensa mengurai cahaya polikromatik ini. Semakin tebal perbedaan ketebalanya semakin lebar proses pemisahan cahayanya. Hasilnya cahaya yang terurai akan jatuh tidak pada daerah berbentuk titik melainkan pada pada area tertentu. Area ini membuat bayangan yang dihasilkan menjadi kabur.

    Masalah akromatik adalah masalah umum yang didapatkan pada saat menyusun instrumen-istrumen optik. Dampapk paling terasa pada penggunaan instrumen optik sebagai alat bantu pengamatan benda-benda kecil. Jika informasi yang dibutuhkan detail maka akan menghasilkan bias data.

    Upaya mengamati akromatik ini dilakukan dengan penambahan lensa akromatik di belakang lensa. Biasanya digunakan lensa dengan f yang terbalik namun nilainya lebih kecil agar cahaya bisa kembali dipusatkan dalam bentuk tutuk.

    Lensa Akromatik pencegah aberasi lensa

    Semakin banyak optik yang digunakan dalam sebuah sistem maka semakin banyak pulan lensa akromatik yang dibutuhkan. Lensa-lensa akromatik ini juga berpengaruh pada perhitungan kekuatan lensa dalam memperbesar dan mendekatkan bayangan yang terbentuk.

  • Pembiasan Pada Lensa Tipis dan Analisis Rumus Pembentukan Bayangan

    Pembiasan Pada Lensa Tipis dan Analisis Rumus Pembentukan Bayangan

    AhmadDahlan.NET – Pembiasan pada lensa tipis adalah bidang kajian optik geometri yang membahas mengenaik jalur sinar yang melewati sebuah lensa dengan ketebalan yang dapat diabaikan. Jalur sinar ini dijadikan acuan untuk memprediksikan pembentukan bayangan yang disebabkan oleh pembiasan lensa tipis.

    Tujuan Pembelajaran

    1. Memahami konsep lensa tipis
    2. Mendeskripsikan Karakteristik Pembiasan Cahaya Pada Lensa Tipis
    3. Menformulasikan persamaan Pembentukan Bayangan Pada Lensa Tipis

    Kata Kunci

    Focal Point : Titik Fokus yang merupakan titik acuan dalam pembaisan pada lensa. Jarak titik fokus ini adalah 1/2 dari jari-jari kelengkungan lensa.

    Lensa Tipis : Lensa tipis adalah lensa yang ketebalannnya dapat sangat tipis sehingga pembiasan dan lensa aberasi di dalam lensa dapat diabaikan

    A. Lensa Tipis

    Lensa adalah alat optik yang memiliki peran penting dalam perkembangan sains dan perlatan manusia. Perkembangan penggunaan lensa sebagai alat bantu manusia dilakukan sekitar abad 16 dan abad 17, meskipun pada Kacamata sudah dikenakan oleh manusia pada abad 3.

    Saat ini lensa ditemukan dibanyak instrumen dan alat bantu manusia seperti teropong, microskop, lensa kamera, proyektor, lup, perlatan kedokteran dan lain sebagainya. Prinsip utama yang digunakan dari alat-alat tersebut adalah kemampuan membuat objek terlihat lebih besar dan objek yang jauh lebih dekat. Prinsip ini bisa ditemukan dengan menggunakan lensa lengkung. Lensa lengkung adalah lensa yang memiliki salah satau atau dua sisinya melengkung.

    Jenis Jenis lensa Cembung dan Cekung

    Pada saat cahaya menerpa bidang batas lensa dan udara maka akan terjadi pembiasaan. Pembiasan pada lensa lengkung baik itu cekung dan cembung berlaku hukum Snellius tentang pembiasan yakni :

    ni sin θi = nr sin θr

    Proses pembiasannya bisa dilukiskan pada ilustrasi berikut ini !

    Proses Pembiasan pada lensa datar dan lensa cembung
    Ilustrasi Pembiasan Pada Kaca Datar dan Lensa

    Jika cahaya keluar dari lensa maka akan terjadi pembiasan lagi. Pembiasaan akhir dari proses ini dipengaruhi oleh ketebalan lensa.

    Dalam upaya memahami prinsip kerja dari lensa maka disusun lensa dengan ketebalan sangat kecil. Halini berdampak pada pembiasaan cahaya di dalam lensa dapat diabaikan sehingga pembiasaan yang diamati hanya pada pembiasan pertama. Jika dihubungkan pada gambar di atas maka kita hanya fokus pada θi dan θr saja, sedangkan θ’i dan θ’r diabaikan saja karena nilai terlalu kecil.

    Lensa Lengkung

    Lensa lengkung memiliki bentuk yang analog dengan cermin lengkung yakni memiliki kelengkungan yang bentuknya bulat sempurna namun dipotong. Karakteristik dari lensa lengkung ini ditentukan oleh jari-jari kelengkungan dan ketebalan lensa, karakteristik ini disebut titik fokus focal point. Tidak seperti cermin, titik fokus (f) pada lensa tidaklah 1/2 jari-jarinya namun pada pembahasan lensa tipis, karena arah pembiasan di dalam lensa dapat diabaikan maka

    f=\frac{1}{2}R

    Nilai f ini memiliki kebalikan dari cermin dimana lensa cekung memiliki f negatif dan lensa cembung memiliki f positif.

    B. Sinar-Sinar Istimewa Pada Lensa Tipis

    Pembahasan utama pada lensa tipis adalah proses pembentukan bayangan yang terjadi setelah cahaya melalui lensa tersebut. Agar memudahkan pemodelan pembentukan bayangan dilakukan dengan bantuan sinar-sinar istimewa yakni :

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama
    2. Sinar datang yang berasal dari titik fokus
    3. Sinar datang menuju pusat lensa

    1. Lensa Cembung

    Lensa cembung adalah lensa yang jari-jari kelengkungan berada di belakang arah datang cahaya. Proses pembentukan Bayangan terjadi melalui 3 sinar istimewa yakni

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dibiaskan menunju titik fokus
    2. Sinar datang yang berasal dari titik f dibiaskan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar datang menuju pusat lensa tidak dibiakan.

    Ilustrasinya seperti pada gambar berikut :

    Sinar Sinar Istimewa Pada Lensa Cembung

    Bayangan dapat terbentuk pada titik di mana tigas garis ini berpotongan, namun untuk melukiskan bayangan biiasanya kita hanya butuh dua sinar istimewa saja.

    Persamaan Lensa Cembung

    Untuk mendapatkan persamaan pada lensa cembung kita sederhana gambar diatas dengan dua buah sinar :

    Cara Membuktikan Rumus dan Persamaan Pada Lensa Cekung

    Perhatikan gambar di atas, kita memiliki dua perbandingan segitiga yang bisa digunakan untuk menghitung persamaan pada lensa cembung. Segitiga yang pertama adalah AfB sebangun dengan ifi’. sehingga

    \frac{h_o}{f}=\frac{h_i}{s_i-f}

    atau

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i-f}{f}

    Selanjutnya adalah adalah segitiga Ai’D sebangun dengan O’AO, dengan demikian

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i}{s_o}

    Masukkan persamaan awal ke persamaan ini,

    \frac{s_i-f}{f}=\frac{s_i}{s_o}
    \frac{s_i}{f}-1=\frac{s_i}{s_o}

    atau

    \frac{s_i}{f}=\frac{s_i}{s_o}+1

    bagi kedua ruas dengan si, maka

    \frac{1}{f}=\frac{1}{s_o}+\frac{1}{s_i}

    dimana

    f : titik fokus (m)
    so : jarak objek ke lensa
    si : jarak bayangan ke lensa

    2. Lensa Cekung

    Lensa cekung adalah lensa yang kelengkungan mengarah berlawan arah dengan arah datang cahaya. Jari-jarinya bernilai bernilai negatif dengan tiga buah sinar istimewa yakni

    1. Sinar datang yang sejajar dengan sumbu utama dibisakan seolah-olah berasal dari titik fokus
    2. Sinar datang mengarah ke titik fokus semu di belakang lensa dibiaskan sejajar dengan sumbu utama
    3. Sinar datang yang menuju titik pusat akan diteruskan tanpa dibiaskan.

    Ilustrasi sinar-sinar istimewa sebagai berikut :

    Sinar sinar istimewa pada lensa cekung

    Proses pembentukan bayangan bisa dilakukan dengan perpotongan minimal dua sinar istimewa.

    Persamaan Lensa Cekung

    Proses penurunan formulasi persamaan lensa cekung bisa dilakukan dengan bantuan pembentukan bayangan berikut :

    Proses Penurunan Rumus Lensa Cekung dengan Segitiga Geometri

    Proses analisis persamaan dapat dilakukan dengan 2 perbadingan segitiga sebangun. Mulai dari segitiga CfO sebangun dengan DfE, dengan demikian

    \frac{h_i}{f-s_i}=\frac{h_o}{f}

    atau

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{f-s_i}{f}

    kemdua perbandingan segitiga DOE sebangun dengan BOA.

    \frac{h_i}{h_o}=\frac{s_i}{s_o}

    Persamaan ini juga bias adisebut sebagai rumus perbesaran bayangan baik di lensa cekung dan cembung. Selanjutnya adalah memasukkan persamaan ini ke persamaan di atas :

    \frac{s_i}{s_o}=\frac{f-s_i}{f}
    \frac{s_i}{s_o}=1-\frac{s_i}{f}

    maka

    -\frac{s_i}{f} =\frac{s_i}{s_o}-1

    masing-masing dibagi dengan si, maka hasilnya

    -\frac{1}{f} =\frac{1}{s_o}-\frac{1}{s_i}

    Perhatikan persamaan ini memiliki f dan si yang bernilai negatif. Hal ini menunjukkan jika jara tersebut berlawanan arah dengan sinar datang di sifatnta f negatif adalah divergen, sedangkan pada lensa cekung yang nila f positif disebut konvergen.

    Soal Latihan :

    1. Sebuah objek terletak 1 meter di depan sebauh lensa dengan panjang fokus sebesar 50 mm. Jika tinggi daun adalah 7,6 cm maka
      1. dimanakah layar harus diletakkan agar bayangan daun dapat tertangkap oleh layar?
      2. berpakah tinggi bayangan yang tertebntuk?
    2. Dua buah lensa konvergen diletakkan terpisah sejauh 80 cm satau sama lain. Kedua lensa tersebut memiliki fokus f1 = 20 cm dan f2 = 25 cm. Jika sebuah benda diletakkan di depan lensa pertama sejauh 60 cm, tentukan :
      1. Posisi bayangan
      2. Ukuran bayangan yang terbentuk
  • Wormhole – Teori Lobang Cacing Dan Multiverse Ruang-Waktu

    Wormhole – Teori Lobang Cacing Dan Multiverse Ruang-Waktu

    AhmadDahlan.NET – Teori Lubang Cacing (Wormhole theory postulates) adalah sebuah potsulat yang menjelaskan mengenai fenomena penyatuan ruang-waktu sehingga mengciptakan efek seolah-olah bisa melintasi ruang yang maha panjang di alam semesta dalam waktu yang singkat. Singkat dalam kasus ini berarti seperti melewati waktu ribuan tahun dalam waktu beberapa menit atau detik saja.

    Hanya saja teori ini tidak semudah seperti yang digambar-gambarkan dalam film-film Sains Fiksi ketika menekan tombol Warp, partikel bernyawa seperti manusia bisa berpindah dengan cepat tanpa terjadi apa-apa dengan struktur materinya bahkan sampai nyawa seluruh awak yang ada di spaceship. Artikel ini ditujukan untuk menikmati Teori Lubang Hitam sebisa mungkin tanpa matematika dan advanced quantum di dalamnya.

    Teori Lubang Hitam

    Teori Lubang Cacing pertama kali dipernalkan pada tahun 1916 meskipun belum disebut sebagai Teori Lubang Cacing (wormhole theory). Ludwig Flamm (Fisikawan Austria) mengajukan ide White Hole sebagai pembalikan waktu Lubang Hitam (black hole) setelah meninjau solusi dari persamaan umum hukum gravitasi umum Eisntein. Gerbang masuk ke dalam lubang hitam dan lubang putih dapat dihubungkan dengan jalur ruang-waktu,

    Einstein dan Nathan Rosen menggunakan teori relativitas umum untuk mengkaji kemungkinan adanya jembatan yang bisa menjadi penghubung antara ruang-waktu. Jembatan ini menghubungkan dua titik berbeda di alam ruang-waktu yang secara teoretis seperti menciptakan jalan pintas untuk memotong waktu dan jarak yang jauh. Jembatan ini disebut sebagai jembatan Einstein-Rosen yang saat ini dikenal dengan sebagai Wormhole atau lubang cacing.

    Sebuah lubang cacing diilustrasikan memiliki dua buah pintu yang terhubung oleh sebuah lorong. Bentuk pintu seperti sebuah lubang berbentuk bulat atau oval karena dua bentuk ini paling sederhana terbentuk dari sebuah medan singular.

    Teori realativitas umum Einstein secara matematis bisa memprediksikan ekstansi dari wormhole namun sampai saat ini belum pernah diamati. Penyebabnya bisa jadi karena cahaya memang sulit keluar dari sana namun sebuah lobang hitam bermassa negatif mungkin saja bisa diamati berdasarkan efek grafitasi yang mempengaruhi cahaya ketika lewat disekitar sana.

    Solusi dari masalah matematis Eisntein dalam meprediksi keberadaan mulut lubang cacing mungkin saja bentuk lubang hitam (black hole) namun Black Hole sendiri tercipta dari bintang sekarat dengan massa super massive. Keberadaan lubang tidak serta merta menciptkan lubang cacing.

    Ilustrasi Lubang Hitam Wormhole dan kelengkunagn ruang-waktu Eisntein-Rosen

    Agak sulit untuk menvisualisasikan fenomena dengan gambar dua dimesni mengingat satu ruang dengan ruang lainnya masih terhubung di gambar dua dimensi. Sejatinya dua ruang tersebut adalah ruang yang berbeda, bukan dari sisi koordinat misalnya O(3,4,1) berbeda dengan P(2,-1,2) tapi memang dalam universe yang berbeda. Hal ini membuat adanya dukungan dengan teori multiverse.

    Mungkin ini adalah ilustrasi paling mudah membuat ilustrasi dari lubang cacing namun bisa jadi seolah-olah kita hanya melewati sebuah lorong yang memotong dua jalan raya yang ketika dilalalui harus mutar jauh dulu, tapi diilustrasi ini menunjukkan garis lengkung yang menunjukkan ruang yang benar-benar melengkung tidak sebagai ruang kartesian x,y,z yang tegak lurus satu sama lain. Ruang di bidang lengkung ini tetaplah ruang kartesian kaku namun tidak bagi pengamatan diluar ruang, sekiranya itu bisa diamati.

    Kekurangan lain dari ilustrasi ini adalah tidak bisa menggambarkan waktu yang berbeda antar pintu masuk dan pintu keluar. Perbedaan ini tidak sesederhana saya masuk ke sebuah terowongan pada pukul 7.15, dan jika membutuhkan waktu 30 menit untuk melalui terowongan kita akan sampai pada pukul 7.45. Baik 7.15 dan 7.45 hanya menunjukkan rentang waktu pada timeline yang sama. Sedangkan waktu antara masuk dan keluar dari lubang cacing ini benar-benar berbeda dan bisa jadi tidak berada pada timeline yang sama. Sehingga jika waktu adalah salah satu koordinat posisi, maka setelah keluar dari lubang, kita seharusnya berada di universe berbeda dari universe awal kita masuk. Sederhanya adalah multiverse, sedangkan sisi rumitnya belum ada penguhubung antara timeline di pintu masuk Universe A dan di Pintu keluar di Universe B misalnya.

    Mari kita berandai-andai saja, jika Universa A dan B haruslah benar-benar berbeda, mungkin saja kita bisa mengamati Cesium-133 bergetar 9.192.631.770 kali dalam sedetik di Universe lain harusnya berbeda untuk rentang satu detik yang sama atau paling tidak jika kita mengenal Oksigen di Universe ini memiliki 16 Neutorn dan 16 Proton, di Universe lain harusnya berbeda. Akan tetapi jika kita berasumsi demikian tanpa ada bukti atau paling tidak patuh pada hukum energi, ruang, waktu, dan ruang-waktu maka pola pikir ini tidak ada bedanya dengan sutradara film-film sains fiksi tentang alam semesta seperti Star Wars, Star Treck atau malah Avenger End-Game yang seenaknya saja membawa mahluk dari timeline berbeda ke timeline mereka.

    Agar lebih asik lagi ada baiknya kita memahami defenisi sederhana tentang waktu. Pengertian waktu.

    Menjelajahi Lubang Cacing

    Sains fiksi berjasa besar dalam meningkatkan ketertarikan terhadap lubang hitam hanya saja kebanyakan cerita diisi dengan banyak dongen futuristik (anti mitos) yang ruang-ruang di dalam lubang cacing sangat bersahabat bagi mahluk hidup di dalamnya. Di film Star Trek dan Star War saja kita bisa melihat awak kapal hanya sedikit tersentak dan kejengkang jika tidak pakai sabuk pengaman ketika pesawat siap-siap memasuki kecepatan cahaya. Setelah itu, bum, pesawat sudah berada di lokasi lain yang nan jauh di sana.

    Hanya saja sepertinya lubang cacing tidak seindah dan semudah itu. Lubang Cacing memiliki dimensi raung-waktu yang lebih rumit.

    Masalah pertama adalah ukuran dari lubang hitam itu sendiri. Lubang Cacing Promdial sendiri diprediksi memiliki ukuran makroskopik sekitar 10-33 cm. Namun dengan berkembang alam semesta maka diprediksikan ukuran lubang cacing juga ikut merenggang.

    Berbeda dengan film Starwars, Film Avenger mungkin mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa dunia kuantum itu sangat kecil sehingga harus berukuran kecil agar bisa “menikmatinya” secara langsung. Hanya saja lagi-lagi ini sebatas dongeng. Konsep Einsteins-Rosen menjelaskan bahwa kondisi lubang cacing sangatlah tidak stabil dan bisa langsung begitu saja menghilang sehingga sangat sulit untuk melewatinya. Dibutuhkan materi yang sangat unik (belum ditemukan) untuk membuat lubang cacing stabil.

    Penelitian tentang materi-materi penyusun alam semesta (God Particle) menunjukkan bahwa lubang cacing mengandung materi ‘eksotis’, kata eksotis ini untuk membedakan materi gelap (dark mater) yang sama-sama tidak bisa diamati, yang mampu membuat usia lubang cacing terbuka dengan keadaan stabil lebih lama. Materi eksotik ini memiliki kepadatan energi negatif dan tekanan negatif yang sangat besar.

    Lagi-lagi kata negatif ini tidak meurujuk pada sumbu kartesian yang disisi kanan adalah positif dan di sisi kiri adalah negatif. Tekanan negatif ini tidak bisa dibayangkan seperti ruang yang berisi 10 atm udara kemudian sejumlah udara dikeluarkan 2 atm akan menghasilkan 8 atm udara. -2 atm ini hanay simbol matematis yang mengisyaratkan kekurangan 2 atm udara, namun sebenarnya 2 atm itu masih ada hanya dipindahkan kelaur ruang.

    Jika sebauh lubang cacing terisi sejumlah materi eksotis yang cukup ditambah dengan upaya manusia menstabilkan lubang cacing, secara konsep ini luabng cacing bisa dimanfaatkan mengirim informasi lebih cepat karena sifat singularitas ruang-waktu yang dapat memanipulasi ruang dan waktu. Hanya saja belum ada catatan manusia bisa melakukan hal ini, kalaupun dibayangkan upaya manusia ke dalam hal ini, jaraknya masih sangat jauh baik dari sisi waktu dan teknologi.

    Hal lain yang unik adalah Lubang Cacing mungin saja tidak memnghubungkan dua area di dalam universe yang sama tapi bisa jadi berada pada dua universe. Konsep ini juga bisa dijadikan acuan untuk mendukung teori perjalan waktu (time travel) jika salah satu mulut lubang hitam bisa dimanipulasi lokasinya.

    Stephan Hawking sendiri berpendapat bahwa perjalanan waktu yang dimaksud bukanlah ke masa lalu di timeline yang sama. Lubang hitam lebih bersifat jalan pintas yang membuat benda yang melewatinya mengalami waktu yang lebih lambat dibandingkan diluar lubang cacing. Sehingga pengamat yang keluar dari lubang hitam seperti berjalan ke masa depan.

    Teori Relativitas Einstein

    Cahaya adalah entitas unik yang sifatnya bisa sebagai gelombang dan bersifat sebagai partikel ini dikenal dengan teori dualisme cahaya yang dipekernalkan oleh Einstein setelah memperbaharui kesimpulan efek fotolistrik Herzt. Bergerak dengan kecepatan c, cahaya bisa dimanfaatkan untuk mengamati benda diam maupun bergerak, hanya saja c adalah kecepatan terbatas dengan nilai C sebesar 3 x 108 m/s.

    Lantas apa jadinya jika seorang begerak dengan kecepatan c mengamati benda yang bergerak ke arah berlawan dengan kecepatan c?

    Menurut mekanika klasik dan transformasi galileo, harusnya benda tersebut tidak bisa teramati karena kecepatan relativnya adalah 2c terhadap pengamat. 2c tentu saja lebih besar dari c sehingga cahaya dari benda tidak akan pernah mencapai pengamat karena setiap sekonnya akan ada selesih jarak sebesar 300.000 km. Kenyataannya pengamat akan tetap bisa mengamati benda tersebut.

    Einstein membuat dua buah potsulat mengenai hal ini yakni Kecepatan (1) hukum fisika akan berlaku sama untuk semua kerangka acuan inersia yang sama (Bergerak dengan kecepatan konstan atau diam) dan (2) Kecepatan Cahaya adalah konstanta yang besarnya akan sama untuk semua pengamat baik diam atau bergerak. Sekalipun pengamat tersebut bergerak mendekati c, kecepatan cahaya akan sampai ke pengamat sebesar c.

    Hal ini membawa dua konsekuensi yakni adalah (1) dilatasi waktu (2) pemendekan ruang atau agar c tetap sama untuk semua kerangka acuan. Prinsip ini membuat waktu dan ruang ada dua hal yang sifatnya tidaklah tetap dan bisa digabungkan sebagai dua hal yang sama atau singulartas ruang-waktu. Materi dan Ruang itu sendiri akan berhubungan dengan gravitasi yang sifatnya juga tidak akan tetap (steady stay) agar nilai c selalu sama untuk semua pengamat.

  • Pengertian Waktu – Perjalanan Waktu ke Masa Depan dan Masa Lalu Menurut Sains

    Pengertian Waktu – Perjalanan Waktu ke Masa Depan dan Masa Lalu Menurut Sains

    Ahmaddahlan.NET – Jam makan malam sudah hampir tiba pada saat saya mulai menulis artikel ini, kira-kira pukul 6.45 pm Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA), orang-orang yang ada di London, mungkin baru saja siap-siap untuk menyantap makan siang mereka karena selisih waktunya kurang lebih 7 jam lebih lambat menghadap matahari.

    Selain itu, malam ini saya kebetulan memiliki janji untuk bertemu dengan seorang teman untuk makan malam sekitar pukul 20.00 WITA. Awalnya kami berjanji di sebuah Restoran yang jaraknya 15 km dari rumah saya, namun karena jalanan sedang macet parah, maka kami-pun sepakat untuk memindahkan lokasi bertamu ke tempat yang lebih dekat 3 km dari meeting point pertama.

    Dalam kasus di atas, agar seseorang dapat bertemu secara fisik maka harus memenuhi dua syarat, yakni : (1) berada di lokasi yang sama yakni di Restoran dan (2) waktu yang sama yakni 20.00 WITA. Waktu dan Lokasi adalah titik yang sama-sama menentukan posisi, namun sayangnya hanya koordinat yang dapat berubah baik lebih jauh ataupun lebih dekat.

    Tidak demikian dengan waktu, ketiak waktu sudah menunjukkan pukul 19.31 WITA, akan mustahil jika kita mengubah perjanjian untuk bertemu 19.31 WITA, sekalipun waktu hanya terlewat 1 menit saja.

    Paling tidak, demikianlah gambaran paling sederhana tentang waktu dalam pandangan klasik. Waktu dipandang sama halnya dengan Jam yang terus berputar tanpa bisa menghentikan waktu. Menghentikan jam hanya membuat jam nya tidak berfungsi namun tidak benar-benar menghentikan waktu.

    Jam yang ada di lengan kita, di dinding, di layar smartphone, semuanya diatur berdasarkan besaran detik, menit dan jam. Meskipun besaran ini sudah beberapa kali berubah sejak pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Sumeria kuno, seperti saat ini, kita sepakat bahwa satu detik adalah rentang waktu yang dibutuhkan atom cesium-133 bergetar sebanyak  9.192.631.770 kali. Paling tidak, ini adalah atom yang getaran paling stabil dari sisi waktu.

    Meskipun defenisi 1 detik sudah diubah menggunakan konstanta alam yang lebih stabil yakni kecepatan cahaya, namun 1 detik tidaklah jauh berbeda dengan defenisi yang dimaksud oleh getaran atom cesium. Hanya saja, 1 detik bukanlah defenisi waktu melainkan rentang antara dua buah keadaan berbeda yang arahnya hanya ke depan.

    A. Waktu dalam Kajian Sains

    Sekilas panjang dan “waktu” sama-sama menunjukan rentang antara dua titik, hal ini membuat waktu dianggap sebagai koordinat ke empat setelah sumbu x, y dan z di kartesian, namun waktu sedikit berbeda.

    Persamaan-persamaan fisika bisa digunakan dengan tepat untuk menghitung waktu yang berjalan ke arah depan (waktu positif) dan ke arah belakang (waktu negatif) namun tanda postif dan negatif hanya sebatas simbol matematis semata. Di alam semesta, waktu hanya berjalan ke arah depan saja. Konsep ini disebut sebagai panah waktu yang tidak bisa melesat berlawan arah dengan sisi lancipnya. Sifatnya mutlak ireversibel atau tidak dapat diputar balik.

    Misalkan saja kita mengatakan waktu -3 detik, yah benar adanya jika kita diberikan waktu 5 detik sisanya adalah 2 detik setelah dikurangi -3 detik, namun makna fisisnya -3 detik tidak akan pernah ditemukan. 1 detik setara dengan 9.192.631.770 getaran atom cesium-133, dengan demikian 0,5 detik akan setara dengan lama getaran waktu 4.596.315.885 getaran dan 0 detik itu setara dengan 0 getaran atom cesium. Sekarang -1 detik itu tidak mungkin didefenisikan dengan minus getaran, karena getaran bernilai minus meupakan hal yang tidak real.

    B. Dilatasi Waktu

    Dalam pandangan mekanika klasik, waktu akan sama dengan kerangka acuan apapun. Nilanya akan disinkronkan dengan defenisi satuan waktu, misalnya saja dalam detik, menit atau jam. Namun tidak demikian dengan fisika kuantum. Einstein memperkenalkan kecepatan cahaya (c) sebagai sebuah sistem yang mengatur batas kecepatan benda bergerak di alam semesta. Besar Nilai c adalah 3,00 x 108 m/s.

    Mekanika Klasik

    Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai waktu, mari kita kembali ke mekanika klasik melalui energi kinetik. Misalkan saja sebuah benda memiliki massa 1 kg bergerak dengan energi 4200 joule, Energi ini setara dengan energi yang dibutuhkan untuk memanaskan air 1 kg agar naik 1oC. Maka jika semua energi dikonversi menjadi gerak, kecepatan benda adalah

    E =\frac{1}{2}mv^2
    4200 = \frac{1}{2}(1)v^2

    maka

    v=\sqrt{8400}=91,65 \ m/s

    Benda tersebut begerak dengan kecepatan sampai 91,65 m/s dengan sedikit pembulatan hasil. Mari kita kembali misalkan 4200 Joule tadi digunakan untuk menggerakan elektron yang massanya sekita 9,1 x 10-31 kg. Dengan cara yang sama kita akan dapatkan kecepatan sekitar :

    v=\sqrt{\frac{8400 \times 10^{31}}{9,1}}=9.59 \times10^{16} \ m/s

    Jika elektron bisa begerak dengan kecepatan ini, itu berarti lebih dari 30 kali lebih cepat dari kecepatan cahaya. Faktanya tidak demikian, elektron tetap hanya akan bergerak dengan kecepatan cahaya, justru lebih rendah. Agar syarat kecepatan cahaya ini sebagai kecepatan tertinggi dan hukum kekekalan energi terpenuhi secara bersamaan, maka Einstein menawarkan konsep dilatasi waktu dan konstraksi ruang.

    C. Relativitas Waktu

    Kembali lagi ke maslaah waktu, Einstein menawarkan 2 potsulat yakni (1) hukum-hukum fisika akan berlaku sama untuk pengamat dengan kondisi tidak mengalami percepatan dan (2) kecepatan cahaya adalah konstanta yang akan selalu sama untuk semua pengamat. Konsekuensinya sebesar apapun energi yang didapatkan benda untuk bergerak maka benda tersebut hanya bisa bergerak mendekati kecepatan cahaya. Hal ini disebabkan rentang waktu yang dialami benda tersebut menjadi lebih lama. Perubahan rentang waktu ini disebut sebagai dilatasi waktu.

    Agar lebih sederhana mari kita tinjau dilatasi waktu dari sisi pengamat diam. Misalkan kita mengamati dua atom cesium-133 yang berbeda keadaan, Atom pertama diam sedangkan atom yang lainnya bergerak dengan kecepatan cahaya. Pada saat satu detik terlewati, maka atom yang diam sudah bergetar 9.192.631.770 sedangkan yang bergerak dengan kecepatan mendekati c, akan dipengaruhi sebuah faktor x sehingga hanya begetar kurang dari 9.192.631.770 kali. Kita misalkan saja hanya 1/2 kali getaran dari keadaan diam.

    Jika kita mengamati selama 10 detik, maka usia atom cesium diam sudah bertamabh sepuluh detik karena sudah melakukan 91.926.317.700 getaran sedangkan yang bergerak mendekati c usia atomnya hanya usia atomnya bertambah 5 detik karena hanya bergetar 45.963.158.850 kali.

    Berjalan Ke Masa Depan

    Jika percobaan ini dilakukan ke manusia yang usinya sama-sama 7 tahun selama kurang lebih 30 tahun, maka pada saat percobaan selesai, manusia yang diam akan berusia 37 tahun sedangkan yang bergerak mendekati c usianya masih 22 tahun. Dari sisi Manusia diam, si manusia yang bergerak mengalami perlambatan penuaan selama 15 tahun sedangkan bagi manusia yang bergerak seolah-olah ia berjalan ke masa depan sejauh 15 tahun karena ia hanya habiskan waktu 15 tahun di pesawat tapi waktu pada saat ke luar pesawat sudah berubah 30 tahun. Keadaan ini merupakan konsep dari perjalan waktu ke masa depan (time travel)

    Ilustrasi Dilatasi waktu dengan kecepatan cahaya

    Kasus ekperimen diatas disebut sebagai paradoks bayi kembar Einstein. Dalam kasus tersebut, waktu itu tidaklah sama bagi semua partikel di alam semesta melainkan bergantung dari keadaan partikel masing-masing.

    Berjalan ke Masa Lalu

    Sepertinya tidak ada masalah realitas ketika seseorang bisa berjalan ke masa depan, namun bagaimana jika kita bisa berjalan ke masa lalu? Sepertinya ada berapa kondisi yang menjadi paradoks dan tidak akan realitasnya. Misalkan saja kita berjalan ke masa lalu lalu membunuh ibu kita sebelum melahirkan kita, maka kita tidak akan pernah lahir ke dunia. Jika kita tidak lahir ke dunia maka tidak akan ada yang berjalan ke masa lalu untuk membunuh ibu kita.

    Jika tidak ada yang datang ke masa lalu membunuh ibu kita sebelum kita dilahirkan, maka kita akan lahir. Setelah dewasa akan ada ide berjalan ke masa lalu untuk membunuh ibu kita. Algoritma ini akan terus menerus berputar dan menghasilkan paradoks. Sehingga mustahil kita bisa berjalan ke masa lalu dengan konsep ini.

    Sejatinya mengamati masa lalu itu bisa lakukan secara langsung (rela time / Live) setiap malam. Misalkan saja kita mengamati bintang Proxima Centauri yang jaraknya 4,2 tahun cahaya. Angkat 4,2 tahun cahaya tersebut adalah lama waktu yang dibutuhkan cahaya yang bergerak 3 x 108 m/s dari Proxima Centauri sampai akhirnya ke mata kita di Bumi. Implikasinya adalah cahaya yang kita lihat sebenarnya cahaya dari masa lalu Proxima Centauri yang bisa saja 2 tahun setelah cahaya tersebut bergerak ke mata kita, Proxima Centauri meledak dan saat kita amati malam ini, Proxima Centauri sebenarnya sudah tidak ada di sana.

    Coba analogikan kejadian tersebut dengan pesawat tempur yang bergerak lebih cepat dari kecepatan suara melewati kita. Suara pesewat tersebut baru terdengar pada saat pesawat sudah tidak ada di atas kita.

    Hanya saja dalam posisi ini kita hanya berperan sebagai pengamat saja dan tidak bisa melakukan apa-apa dengan apa yang diamati.

    Fisika sebenarnya menaungi kebolehjadian perjalanan ke masa lalu melalui konsep dan hukum kekekalan energi. Hukum ini menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat berubah ke bentuk energi lain. Misalkan saja kipas angin yang bergerak itu merubah energi listrik ke energi gerak. Jika arah energi dirubah, misalnya kipas diputar dengan kencang maka akan dihasilkan energi listrik dari putaran dinamo di dalamnya.

    Konsep ini yang bisa membawa manusia ke masa lalu melalui asumsi semua aktifitas manusia di alam semesta ini melibatkan energi dan perubahannya. Jadi misalkan pada saat Bung Karno dan Bung Hatta membacakan text proklamasi tahun 1945, Energi Suara dari bung Karno itu dirubah ke dalam energi gerak oleh udara di sekitar, kemduian mungkin melekat pada daun, sebagian berubah jadi energi panas atau bentuk lainnya. Energi suara bung karno ini tidak akan pernah hilang menurut hukum kekekalan energi hanya berubah saja bentuk.

    Sekiranya kita punya alat yang begitu canggih melacak semua bentuk dan keberadaan energi. Lalu alat ini bisa mengembali bentuknya ke energi asalnya maka kita akan berada di masa lalu melalui alat tersebut. Hanya saja ketika saya membunuh bung Karno sebelum dia membacakan tesk proklamasi tidak akan merubah apa-apa di masa depan karena yang saya rubah adalah energi yang sudah saya petakan dari awal.

    Perlakuan yang merubah kejadi sejarah dengan adanya alat tersebut akan merubah jalannya sejarah versi energi yang sudah dikembalikan atau dengan kata lain konseskuensi lebih condong adanya realitas energi lain selain dari energi sebelum di kembalikan ke bentuk asalnya atau mudahnya kita sebut saja Multiverse. Jika rentetan perubahan waktunya tetap mengacu pada defenisi awal waktu yang satu 1 detik baik di energi sebelum dan sesudah dilacak nilainya sama, maka konsep ini disebut sebagai Pararel Universe.

    Konsep ini memang tidak melanggar hukum namun bukan berarti bisa diwujudkan karena ada banyak hal yang harus diketahui tentang energi, waktu dan ruang.

  • Soal HOT Fisika – Menentukan Kedalaman Laut dengan Sistem Sonar

    Soal HOT Fisika – Menentukan Kedalaman Laut dengan Sistem Sonar

    AhmadDahlan.NET – Proses pengukuran kedalaman laut dapat dilakukan dengan memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik (suara). Suara adalah gelombang mekanik yang daoat dipantulkan ketika menerpa sebuah bidang kasar. Karena bergerak dengan kecepatan v, maka jika kita bisa mengukur selang waktu t, jarak tempuh dari suara tersebut dapat dihitung dengan

    s = vt

    Perangkat ini disebut sebagai SONAR atau Sound Navigation and Rangging. Peralatan ini bisa ditemukan di kapal, radar, USG ibu hamil dan alat bantuk parkir mobil.

    Soal Fisika C3 Terkait Sonar

    Sistem sonar seringkali dijadikan contoh soal fisika untuk materi gelombang suara. Pada umumnya soal dibuat pada level C3, Aplikasi yang menceritakan sebuah kapal yang menaksir kedalaman laut dengan mengukur interval waktu antara sinyal dikirim dan sinyal pantulan diterima.

    Contoh soalnya sebagai berikut :

    Sebuah kapal sedang mengukur kedalaman laut dengan menggunakan sinyal Ultrasonik. Jika sinyal pantulan diterima setelah 5 detik, berapakah kedalaman laut tersebut? (Asumsikan vs = 1.500 m/s)

    Penyelesaian :

    Ketika sinyal dikirim dari sebuah kapal dalam keadaan diam, sinyal pantulan didapatkan setelah 5 detik kemudian. Dengan demikian sinyal ini telah bergerak dari permukaan kapal ke dasar dipantulkan ke atas dan ditangkap reciever.

    Ilutrasi kejadiannya sebagai berikut :

    Cara menghitung kedalaman laur dengan sistem sonar

    h adalah kedalaman laut dan jarak tempuh sinya adalah

    s =v_st

    karena s = 2h, maka

    2h = v_st

    sehingga

    h=\frac{v_2t}{2}
    h =\frac{(1500\ ms^{-1})(5s)}{2}=3750 \ m

    Berdasarkan kondisi ini maka kedalaman laut yang ditaksir adalah 3.750 m.

    Menyusun Soal HOT Materi Gelombang Suara

    Soal tersebut bisa dikembangkan menjadi soal berlevel (Higher Order Thinking) HOT dengan sedikit modifikasi namun tetap mempertimbangkan aspek kontekstual. Seperti kondisi kapa sangat jarang mengukur kedalaman laut dalam keadaan diam, sehingga kapal mengukur kedalaman laut sambil begerak.

    Contoh Soal HOT

    Sebuah kapal bergerak dengan kecepatan 30 m/s menembakan sinyal ultrasonik ke dalam laut. Jika sinyal pantual ditangkap kembali setelah 5 detik, maka kedalaman laut tersebut adalah …
    (asumsikan kecepatan suara di dalam laut adalah 1.500 m/s)

    Solusi Soal

    Dalam kasus ini berbeda dengan kondisi pertama dimana posisi kapal berubah setelah 5 detik karena kapal bergerak dengan kecepatan 32 m/s. Oleh karena itu sinyal yang diterima tidak lurus dengan laut melainkan membentuk kemiringan seperti pada ilustrasi di bawah ini!

    Cara menghitung kedalaman laut dengan sistem sonar

    Karena kapal dan suara dianggap bergerak dengan kecepatan konstan (GLB) maka kedalaman akan terbentuk segitiga sama kaki dimana tinggi segitiga tersebut adalah kedalaman laut (h). Kedalaman laut ini dapat diselesaikan dengan soal Phytagoras

    Sisi miring (R)

    R = \frac{(V_{sinyal})(t)}{2}
    R=\frac{(1.500)(5)}{2}=3750 \  m

    Perhatikan s adalah setengah jarak jarak yang ditempuh kapal setelah bergerak 5 detik.

    s =\frac{(v_{kapal})(t)}{2}
    s=\frac{(32)(5)}{2}=80 \ m

    Dengan kedalaman laut sama h adalah :

    h=\sqrt{R^2-s^2}
    h=\sqrt{3750^2-80^2}= 3749.17 \ m

    Jadi kedalaman laut tersebut adalah 3749.17 m.

    Soal Latihan

    Sebuah kereta api membunyikan terompet pada sebuah jalur lurus dan berhadapan dengan sebuah gunung. Jika gema dari terompet tersebut terdengar setelah 4 detik kemudian dan kereta api bergerak dengan kecepatan 72 km/j. Berapakah jarak gunung tersebut dengan pada saat pertama kali terompet di bunyikan! (asumsikan kecepatan suara di udara 340 m/s)

  • Usaha dan Proses Termodinamika

    Usaha dan Proses Termodinamika

    AhmadDahlan.NET – Mesin kalor adalah salah implementasi prinsip termodinamika yang paling banyak dimanfaatkan manusia. Proses pembakaran yang terjadi di dalam mesin kalor akan dikonversi ke dalam energi gerak dan selanjutnya disalurkan di roda-roda gigi lalu dimanfaatkan manusia. Dalam kondisi ideal, proses pembakaran ini bisa terjadi dalam 4 jenis keadaan yakni Isobar, Isohoric, Isotermis dan Adiabatis.

    A. Usaha Pada Termodinamika

    Dalam pengamatan usaha yang dilakukan mesin panas di Termodinamika, sebuah kerangka acuan tinjauan yakni sistem dan lingkungan. Gas dikatakan melakukan usaha jika menghasilkan gerak pada piston dalam kasus ini pembakaran gas di dalam piston disebut sistem dan gerak yang terjadi disalurkan pistion ke engkel mesin disebut lingkungan.

    Misalkan sejumlah gas berada dalam ruang tertutup yang bisa bergerak, kemudian dipanaskan sehingga terjadi ekspansi dalam ruangan. Ekspansi ini akan menghasilkan gaya yang mendorong penutup seperti ilustrasi di bawah ini :

    Ilustrasi eksnapsi gas yang menghasilkan gata dan usaha termodinamis

    Besar usaha yang dihasilkan oleh ekspansi gas tersebut adalah :

    W =\int F.ds

    Tutup piston pada silinder tersebut adalah luasan (A) yang bergerak karena ada tekanan (P) dari sisi gas dengan demikian :

    W =\int PA.ds

    Jika A.s = V, maka persamaan ini ditulis ulang menjadi :

    W =\int P.dV

    Persamaan ini disebut persamaan umum suaha termodinamika. Pada saat gas memuai maka V memiliki nilai positif maka nilai W akan bernilai positif atau dengan kata lain sistem melakukan usaha demikian pula sebaliknya jika gas ditekan dari luar (diberi gaya dari luar) maka nilai V akan negatif sehingga nilai W juga ikut negatif.

    B. Proses Termodinamika

    Sebuah sistem termodinamika diberikan energi panas maka akan terjadi perubahan keadaan, namun untuk menyederhakan kita tinjau Usaha dari 4 kondisi yakni Isobaris, Isohoric, Isotermal dan Adiabatik.

    1. Usaha Isotermal

    Usaha isotermal adalah kejadian yang terjadi dengan kondisi suhu yang sama. Prosesnya ada dua kemungkinan misalnya gas ditambahkan sehingga terjadi ekspansi karena penambahan volume atau yang kedua diberikan panas secara perlahan sehingga perubahan suhu tidak terjadi dan hanya terjadi pada perubahaan volume saja.

    Grafis usaha Isotermal pada termodinamika
    W =\int_{V_1}^{V_2} P.dV

    karena pV = nrT maka persamaan ini dapat ditulis

    W =\int_{V_1}^{V_2}nRT \frac{dV}{V}

    maka

    W = nRT \ln V|_{V_1}^{V_2}

    atau

    W = nRT \ln \frac{V_2}{V_1}

    2. Usaha Isohorik

    Isohorik adalah keadaan termodinamis dengan kondisi volume yang sama. Misalkan sebuah gas yang disimpan dalam sistem dengan wadah kaku dipanaskan maka perubahan tekanan akan berdampak pada perubahan suhu gas dalam sistem.

    Grafik Isometrik dalam persamaan keadaan Termodinamika

    Pada proses isohorik, tidak ada perubahan voleme yang terjadi sehingga nilai dV = 0, dengan demikian tidak ada perubahan sehingga

    W =\int_{V_1}^{V_2} P.dV =0

    3. Usaha Isobarik

    Proses isobarik adalah perubahan keadaan gas pada kondisi tekanan yang sama.

    Grafik Isobarik pada Perubahan keadaan gas Termodinamis

    Pada proses Isotermis, perubahan terjadi dalam keadaan tekanan tetap sehingga usahanya adalah :

    W =P\int_{V_1}^{V_2} dV

    jadi usahanya adalah :

    W = PV|_{V_1}^{V_2}

    atau

    W = P (\Delta V)

    4. Proses Adiabatik

    Proses adiabatik adalah suatu proses perubahan keadaan gas di mana tidak ada kalor (Q) yang masuk atau keluar dari sistem (gas). Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengisolasi sistem menggunakan bahan yang tidak mudah menghantarkan kalor atau disebut juga bahan adiabatik. Adapun, bahan-bahan yang bersifat mudah menghantarkan kalor disebut bahan diatermik.

    Persamaan ini akan dibahas secara khusus untuk porses Adiabatik