Ahmaddahlan.Net – Pembelajaran e-Learning yang baik haruslah menganut Student-Centered. Pemberian pengalaman belajar dilakukan dengan melibatkan peserta didik dalam seluruh proses belajar, selain itu pengulangan pelatihan berupa retensi dan atenuasi juga diperlukan untuk memaksimalkan hasil setelah pembelajaran dilakukan.
Pembelajaran klasikal di dalam kelas melibatkan proses transfer pengetahuan kepada peserta didik dengan “dorongan” dari pendidik ke peserta didik. Informasi berasal dari satu arah yakni guru di dalam kelas dan buku-buku yang tersedia di dalam perpusatkaan dan juga literasi yang diberikan guru, sekalipun itu berisfat e-book.
E-Learning memiliki konsep belajar berbeda dengan klasikal, dimana peserta didik menjadi lakon utama dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki kebabasan untuk mengkases seluruh informasi yang relevan kapan saja dan dimana saja tanpa ada batasan yang diberikan oleh guru. Peran guru adalah merancang pembelajaran dan memberikan verifikasi sumber-sumber belajar dan hasil belajar yang didapatkan oleh peserta didik.
Tanpa ada peran aktif dari peserta didik dalam e-Learning, proses pembelajaran dapat dipastikan gagal dan tidak memberikan dampak yang berarti bagi pengembangan pengetahuna peserta didik.
Daftar Isi
A. Karakteristik e-Learning
e-Learning dikembangkan berdasarkan karakteristik berikut ini :
1. Bahasa Inklusif
e-Learning dikembangkan dengan prinsip student-centered sehingga pemilihan kata harus bersifat inklusif. Bahasa pengantar disusun sedimikian rupa untuk mengajar peserta didik belajar secara mandiri mengenai topik-topik yang akan dipelajari.
Penggunaan bahasa sapaan juga menjadi salah satu ciri khas yang harus dimasukkan ke dalam pengantar e-Learning karena interaksi sosial juga bagian dari pembelajaran. Bahasa inklusif membantu menciptakan perasaan dalam proses mendapatkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dan menghasilkan hubungan emosional dengan konten yang dibuat dan instruktur.
2. Disertai dengan Refleksi Diri
Pelajar modern memiliki rasa ingin tahu yang kuat bahwa pelajaran yang mereka dapatkan memiliki dampak langsung bagi mereka. e-Learning harus didesain sedemikian rupa hingga pembelajaran yang mereka kerjakan baik dari segi konten maupun keterampilan memiliki hubungan langsung dengan kondisi mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat peserta didik merasa penting dalam upaya memahami konten yang dibebankan.
Tugas guru untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah memberikan refleksi dari apa yang telah dipelajari peserta didik . Refeleksi diri juga bisa dijadikan wadah bagi instruktur/guru untuk memotivasi peserta didik mempelajari lebih banyak lagi hal-hal yang berhubungan dengan konten yang dipelajari.
3. User-Friendly
User Friendly adalah pengembangan user interface (UI) dari LMS yang digunakan dalam e-Learning haruslah ramah terhadap user (peserta didik). User Interface dikembangkan sesuai dengan taraf kognitif dari peserta. Semakin sederhana tampilan yang diberikan maka semakin baik untuk digunakan namun pada umunya tampilan sederhana akan membatasi fasilitas yang ada, oleh karena desain UI dari LMS yang digunakan hendaknya diefisienkan.
Kunci dari User-Friendly ini terletak pada sistem navigasi yang baik dan berlaku umum. Menu-menu tersusun dengan baik dan rapi berdasarkan frequently usage-nya, sehingga peserta didik bis alangusng mengakses informasi yang sering dilakukan secara langsung dari menu navigasi utama.
4. Relevan dan Kontekstual
Meskipun harus menarik, anda tidak perlu membahas sisi sains dari film Journey to Center of the Earth atau Star Trek dalam kelas e-Learning. e-Learning bukanlah film sains fiksi yang bercerita tentang topik-topik brilian dan luar biasa namun tidak nyata.
Sebuah kelas E-learning harus dibuat se-relevan mungkin dengan kehidupan nyata peserta didik, seperti memberikan contoh-contoh kasus yang bisa diamati di luar layar CPU. Memberikan masalah nyata yang terdapat di sekitar tempat tinggal atau paling tidak pernah terjadi di daerah peserta didik.
Hindari meminta peserta didik mengamati masalah Aurora jika mereka tidak tindak di daerah kutub, namun jika topik yang dipilih memang harus Aurora, maka instruktur harus menyediakan konten yang bisa dijadikan model konten bagi peserta didik. Jangan biarkan peserta didik mencari fenomena Aurora tanpa model konten yang sesuai karena bisa jadi mereka akan menemukan fenomenam Aurora yang dipalsukan oleh pemmbuat kontenya karena mereka mengejar pengunjung.
5. Bisa dipersonalisasikan
Manusia adalah mahluk narsis meskipun kadarnya ada yang besar dan ada yang kecil. Salah satu hal yang menandai hal ini adalah perasaan ingin menunjukkan jati diri. Begitupun dalam hal penmapilan di dunia Digital seperti di sosial media, termasuk juga akun e-Learning.
Belajar di dunia digital sudah cukup memberikan kesan berhadap dengan robot dan sistem-sistem LMS. Peserta didik sebaiknya diberi ruang bernafas seperti mempersonalisasikan dirinya di akun media e-learning melalui menu Costimize.
Costumize memberikan aksen yang membedakan satu akun dengan yang lainnya yang lebih bersifat personal. menu-menu seperti Biodata, Moto, foto dan jika memungkin tampilan dashboard yang berbeda bisa jadi alasan peserta didik semakin rutin mengunjungi akun e-Learning mereka, namun jangan sampai membuat peserta didik hanya fokus di personalisasi semata.
6. Merespon Kebutuhan Individu
Tidak bisa dipungkiri, pengembangan e-Learning mengambil pola umum ke khusus, dalam kasus ini berarti seorang instruktur/guru harus mengakodomir kebutuhan kelas dan tujuan pembelajaran. Tujuan pembeljarna diatur dalam Standar Kompetensi lulusan yang diatur oleh lembaga penyelenggara pendidikan terkait. Seperti untuk SKL peserta didik di sekolah maka SKL-nya ditentukan oleh Kemendikbud melalui BSNP.
Akan tetapi kebutuhan peserta didik itu bersifat dinamis dan unik untuk setiap peserta didik-nya. e-Learning yang baik harusnya mampu merespon kebutuhan masing-masing peserta didik, dalam kasus pengetahuan awal peserta didik. Pre-Testing di e-Learning akan memberikan informasi yang lebih mudah untuk dilacak karena telah tersimpan di sistem dan sisak di sinkronkan.
Peserta didik harusnya lebih fokus untuk mendapatkan pengajaran dan materi yang sesuai dengan hasil pre-testing yang dilakukan. Keunggulan dari e-Learning lainya yang tidak bisa dilakukan di kelas klasikal adlah kemungkinan peserta didik mendapatkan materi yang berbeda di time line waktu yang sama.
7. Mengakomodasi Multi-Sensori
Meskipun belum bisa diakomodir secara maksimal dengan LMS yang ada, namun sebisa mungkin kelas e-Learning bisa dikembangkan untuk dioperasikan dengan melibatkan multi sensori seperti Audio, Visual, dan Kinestetik. Hal ini memungkinkan bisa dilakukan karena console game modern sudah bisa melibatkan kinestetik, hanya saja belum dikembangkan untuk pembelajran.