Ahmaddahlan.NET – Sistem Optik adalah instrumen yang bekerja berdasarkan prinsip kerja Cahaya sebagai sinar (Gelombang yang merambat Lurus). Alat Optik sudah diperkenalkan oleh Aristophanes pada tahun 424 SM berupa Kaca Cekung yang digunakan menyatukan cahaya. Jika cahaya ini diarahkan ke tumpukan jerami, maka jerami tersebut akan terbakar. Sejak saat itu titik fokus disebut titik Api, selanjutnya disebut titik fokus (f).
Konsep Cermin cekung ini kemudian digunakan oleh Aristoteles (212 SM) sebagai senjata militer pada pada saat Syracuse dikepung oleh tentara Marcus Claudius Marcellus melalui jalur kapal. Kapal-kapal mereka dibakar dengan cermin besar yang memantulkan cahaya ke arah kapal yang dikenal dengan nama Burning Glass.
Ilustrasi Perang Syracuse uang menggunakan Burning Glass sebagai Senjata Militer.
Alat-alat optik bekerja berdasarkan karakteristik fisis dari gelombang cahaya. Pemahaman mengenai gelombang cahaya tumbuh beriringan dengan pemahaman mengenai alat-alat optik, hanya saja kajian-kajian awal optik selalu dikaitkan dengan sifat cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Setelah Einstein memperkenalkan sifat dualisme cahaya dari percobaan efek fotolistrik, kajian mengenai cahaya dibagi ke dalam tiga topik utama yakni :
- Optik Geometri
- Optik Fisis (Optik Gelombang)
- Optik Kuantum
Daftar Isi
A. Cahaya
Cahaya adalah hal yang sudah sangat familiar dalam kehidupan manusia. Mulai dari cahaya matahari di siang hari, bintang di malam hari dan cahaya lampu hasil dari ilmu pengetahuan manusia. Meskipun begitu dekat, cahaya adalah entitas sangat kompleks dan telah menarik perhatian para ilmuwan berabad-abad lalu.
1. Spektra Newton
Newton adalah orang yang pertama mengatakan bahwa cahaya berupa materi fisis yang sangat kecil dan melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Ibarat bola basket yang amat kecil, sifat cahaya sebagai benda digunakan Newton untuk menjelaskan fenomena pemantulan, dan pembiasan cahaya.
Newton kemudian melubangi sebuah dinding kecil yang ada di kamarnya sehingga berkas cahaya (sinar) bisa masuk ke dalam. Newton mengamati cahaya ini ternyata memiliki lintasan lurus dari sumber. Jika bertemu dengan benda keras maka cahaya tersebut terpantul meskipun tidak sama terangnya cermin dan lintasan pantulnya juga lurus.
Setelah itu Newton menghalangi cahaya tersebut dengan sebuah prisma dan terjadi fenomena difraksi dimana cahaya yang tadinya berwarna putih diuraikan ke dalam berbagai macam warna yang disebut Spectre (Hantu). Karena pada masa Newton, Opera musik sangat terkenal, Newton kemudian mengkategorikan cahaya yang lihat ke dalam 7 jenis warna sama dengan tangga nada yang juga jumlahnya 7.
Ketujuh warna tersebut adalah :
- Merah
- Jingga (orange)
- Kuning
- Hijau
- Biru (Cyan)
- Nilai (Indigo)
- Ungu
Sejatinya di sana tidak hanya terdapat 7 warna tapi jutaan warna primer yang bisa dibedakan berdasarkan frekuensi monokromatik dari cahaya tersebut akan tetapi pada tersebut penelitian tentang frekuensi dan panjang gelombang cahaya belum ditemukan.
2. Cahaya Sebagai Gelombang
Teori Partikel Cahaya Newton ini bertahan hingga satu abad ke depan hingga akhirnya pengamatan mengenai sifat cahaya seperti difraksi, interferensi, dan polarisasi cahaya. Agar semua fenomena ini bisa tercakup maka pengkajian cahaya sebagai gelombang jauh lebih relevan dibandingkan dengan teori partikel cahaya Newton.
Sejak cahaya dikaji sebagai gelombang maka pengukuran mengenai kecepatan cahaya dan panjang gelombang-pun dimulai. Kajian ini didasari oleh teori gelombang elektromagnetik Maxwell dimana cahaya adalah gelombang yang bisa merambat tanpa ada medium yang membuatnya berbeda dengan gelombang mekanik seperti gelombang suara.
Persamaan Maxwell berhasil memformulasikan pengukuran kecepatan cahaya dan ditemukan cahaya bergerak dengan kecepatan 3 x 108 m/s pada ruang vakum. Sifat-sifat cahaya sebagai gelombang dapat diamati menggunakan bantuan optik fisis seperti pada percobaan celah tunggal, celah ganda, celah banyak dan sejenisnya
3. Dualisme Cahaya
Ketika percobaan mengenai efek fotolistrik yang dilakukan Hertz (1887), Karakteristik baru dari cahaya muncul dan sifat cahaya sebagai gelombang yang kontinyu tidak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Efek Fotolistrik menjelaskan tentang logam yang mengemisikan elektron ketika diterpa berkas cahaya. Hanya saja setiap logam memiliki frekuensi kerja (Fungsi Kerja) agar bisa melepaskan elektron.
Jika sebuah logam terkena sinar dengan frekuensi yang sama dengan fungsi kerja logam tersebut maka elektron akan secara spontan terlepas dari kulit logam tanpa waktu delay meskipun intensitas cahayanya kecil. Jika frekuensi diturunkan maka tidak peduli seberapa lama logam tersebut diterpa berkas cahaya, Elektron tidak akan terlepas dari permukaan logam.
Hertz (1887) melakukan percobaan fotolistrik dengan menembakkan sinar berwarna biru ke permukaan logam cesium. Elektron dari permukaan logam langsung terlepas dan menghasilkan arus listrik. Elektron ini selanjutnya disebut sebagai fotoelektron.
Berdasarkan pandangan gelombang elektromagnetik di fisika klasik,efek fotolistrik terjadi karena transfer energi dari cahaya yang mengenai elektron yang ada di dalam atom cesium. Dari perspektif ini terdapat dua dugaan mengenai fenomena tersebut yakni :
- Intensitas cahaya adalah faktor yang berpengaruh terhadap lepasnya elektron dari permukaan logam atau tidak.
- Semakin besar intensitas cahaya yang menerpa permukaan logam maka semakin besar emisi fotoelektron
Hanya saja dugaan ini berbanding terbalik dengan beberapa fenomena yang terjadi di percobaan fotoelektron yakni :
- Fotolistrik tetap terjadi pada saat logam diterpa cahaya biru meskipun intensitas cahaya yang diberikan kecil.
- Logam tidak akan memancarkan fotoelektron sedikitpun pada saat diterpa dengan cahaya merah seberapapun besar intensitas cahaya yang diberikan.
- Kecepatan elektron yang lepas ternyata bergantung pada frekuensi cahaya yang menerpa permukaan logam
Tiga hal ini mengindikasikan bahwa cahaya sebagai gelombang kontinu gagal karena jika demikian maka lama penyinaran akan membuat energi terakumulasi di permukaan logam dan seharusnya elektron akan terlepas meskipun frekuensi lebih rendah dari fungsi gelombang.
Dualisme Cahaya
Tahun 1905, Einstein kemudian menjelaskan fenomena efek fotolistrik dengan menggunakan konsep foton. Einstein beranggapan bahwa cahaya adalah paket-paket energi yang disebut foton, setiap foto membawa sejumlah energi tetap yang besarnya bergantung dari frekuensi-nya. Ketika foton menumbuk permukaan logam dan terjadi efek fotolistrik maka energi foton terpisah ke dua bentuk yakni :
- Energi untuk melepas elektron dari permukaan logam
- Energi kinetik yang dibawa oleh fotoelektron
Berdasarkan hukum kekekalan energi maka efek fotolistrik dapat diformulasikan sebagai berikut :
hf = \frac{1}{2}mv^2+w
dimana :
h : Konstanta Plank
f : Frekuensi cahaya
m : massa elektron
v : Kecepatan fotoelektron
w : fungsi kerja logam
Fungsi kerja logam adalah jumlah energi terkecil yang dibutuhkan logam untuk melepaskan fotoelektron ketiak diterpa sinar. Persamaan ini menunjukkan bahwa kecepatan fotoelektron terlepas dari logam dipengaruhi oleh frekuensi cahaya yang mengenai permukaan logam bukan dari intensitas cahaya yang didapatkan.
Konsep ini menunjukan bahwa fenomena fotolistrik lebih cocok dijelaskan melalui teori cahaya sebagai foton dan terkonfirmasi berdasarkan hasil percobaan. Dampaknya adalah lahir teori lain dari cahaya selain bersifat sebagai gelombang tapi berlaku juga sebagai partikel. Namun konsep ini jauh berbeda dengan Partikel Cahaya Newton.
B. Optik Geometri
Cahaya bisa dikaji melalui tiga aspek optik yakni Optik Geometri, Optik Fisis, dan Optik Quantum. Kita hanya akan membahas Cahaya dari tinjauan Optik Geometri sedangkan Optik fisis dan Optik Quantum akan dibahas secara terpisah.
1. Optik Geometri
Optik Geometri adalah kajian cahaya berdasarkan berkas cahaya yang merambat lurus secara homogens untuk semua berkas cahaya. Hukum-hukum cahaya diformulasikan secara geometri. Sistem Optik Geometri sangat baik dalam menjelaskan hukum pembiasan dan pemantulan cahaya seperti fenomena pembiasan cahaya karena bidang lurus dan melengkung, pendakalan kedalaman air, dispersi cahaya, pembengkokan pensil, prediksi posisi ikan di air dan sejenisnya.
Hukum yang digunakan dalam kajian optik geometri dilandaskan pada hukum Snellius tentang pemantulan dan pembiasan.
Hukum Pemantulan Snellius
- Sinar datang, sinar pantul dan bidang pantul berada pada bidang yang sama
- Garis normal adalah garis khayal yang tegak lurus dengan bidang datar
- Sudut datang sama dengan sudut pantul diukur dari garis normal.
Hukum Pembiasaan Snelius
Hukum Pembiasaan Snellius menyatakan bahwa nisba sinus sudut datang dan sudut pantul pada bidang manapun nilainya konstan. Penisbahan ini dimabil dari perbandingan sudut datang dan sudut bisa sama dengan perbandingan nisbah kecepatan cahaya pada masing-masing medium. Nisbah ini berbanding terbalik dengan nisbah indeks bias.
Persamaannya :
\frac{\sin θ_1}{\sin θ_2}=\frac{v_1}{v_2}=\frac{n_2}{n_1}=\frac{λ_1}{λ_2}
Indeks 1 merujuk pada sinar datang dan 2 pada sinar pantul.