Tag: Asesmen

  • Alat Ukur, Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi, Peran dan Fungsinya dalam Pembelajaran

    Alat Ukur, Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi, Peran dan Fungsinya dalam Pembelajaran

    Alat Ukur, Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi dalam 4 hal yang tersusun secara hirarki dan sistematis. 4 Aspek memiliki peran yang penting sehingga dapat menghasilkan makna yang holistik.

    Tes, Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi

    Asesmen Pembelajaran adalah sebuah proses sistematis yang dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai yang melekat pada sekelompok objek baik itu manusia maupun program. Asesmen dimulai dari proses pengumpulan data yang dilakukan dengan bantuan alat ukur. Hasil dari alat ukur ini akan berupa sekumpulan data atau informasi yang belum memiliki makna yang jelas.

    Data adalah seperangkat informasi yang belum selesai

    Alat ukur memiliki kriteria dan bentuk yang unik, tergantung dari besaran dan nilai yang hendak diukur. Kriteria unik ini membuat penggunaan alat ukur membutuhkan teknis yang detail. Teknis pengambilan data dengan alat ukur ini selanjutnya disebut prosedur pengukuran atau selanjutnya disebut saja sebagai pengukuran.

    Berbeda dengan pengukuran besaran-besaran fisis yang dapat secara langsung mengukur nilai dari sebuah besaran, pengukuran skala-skala psikometri dan behavioral cenderung menghasilkan angka-angka dan data yang masih membutuhkan interpretasi. Proses interpretasi dari hasil pengukuran ini yang disebutkan sebagai asesmen.

    Jika yang diukur adalah keterampilan terukur dengan instrumen tes, maka proses ini akan mengharapkan performa maksimum dari objek yang diukur. Sehingga ada kemungkinan objek yang diukur tidak berada pada performa maksimum. Secara sederhana jika nilai yang diharapkan tidak muncul hasil ini memunculkan justifikasi lulus atau gagal.

    Dalam proses asesmen pembelajaran, Pendidik (Guru, Instruktur dan Dosen) memiliki peran yang lebih luas dari sekedar justifikasi selayaknya hakim yang menjatuhkan putusan. Guru harus mengakhiri proses ini dalam bentuk rekomendasi dan masukan konstruktif kepada peserta didik.

    Justifikasi ini praktis hanya menghasilkan kesimpulan lulus atau gagal yang cenderung terlihat seperti bentuk penghakiman kepada peserta didik. Pembelajaran tentu saja memiliki makna yang lebih luas dari pada sekedar memutuskan seorang peserta didik dianggap gagal atau sukses. Dibutuhkan rekomendasi dan saran dari hasil asesmen ini. Rekomendasi dan saran ini dihasilkan dari kajian antara harapan yang tertuang dalam bentuk aturan dan dokumen dan hasil asesmen. Proses ini dilakukan dengan jalan yang panjang yang disebut Evaluasi Pembelajaran.

    Dengan demikian secara hirarki proses ini akan dimulai dari :

    1. Alat ukur (Instrument)
    2. Pengukuran (measurement)
    3. Penilaian (assessment)
    4. Evaluasi

    Urutan ini menunjukkan hirarki dan konsep terkecil sampai yang terbesar, namun dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, proses ini dilakukan secara hirarki. Ada kemungkinan dimulai dari analisis kebutuhan yang dibutuhkan misalnya dimulai dari besaran yang hendak diukur.

    A. Alat Ukur

    Alat ukur atau instrumen dalam psikometri adalah seperangkat item yang digunakan untuk mengumpulkan data. Philips (1979) alat ukur atau secara umum disebut sebagai instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data yang spesifik mengenai karakteristik dari individu atau grup. Mardapi (2008) menyatakan bahwa tes terdiri dari sejumlah pertanyaan yang membutuhkan respon jika test maka membutuhkan jawaban.

    Pengukuran sebagai bagian dari tes, secara umum dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan karakteristik jawabannya, kedua kategori itu adalah Tes dan Instrumen Non-Tes. Instrumen Tes adalah pengukuran yang dari instrumen yang respon memiliki kriteria benar dan salah, sedangkan non tes adalah instrumen yang digunakan menunjukkan pendapat, pandangan atau harapan seseorang terhadap sebuah objek yang diukur.

    Subjek yang terlibat dalam proses pengukuran terbagi ke dalam tiga kelompok yakni Testing, Testee, dan Tester.

    1. Testing adalah seperangkat prosedur yang diterapkan saat melakukan tes termasuk tempat dan waktu pelaksanaan.
    2. Testee adalah objek atau kelompok orang dikenai tes atau mengerjakan tes
    3. Tester adalah orang yang melakukan tes atau pelaksana tes.

    a. Jenis Tes

    Sebagai pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis adalah sebagai berikut.

    1) Tes Seleksi

    Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon peserta didik yang mengikuti tes. Materi tes pada tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti calon peserta didik. Materi yang diujikan terdiri atas butir-butir yang cukup sulit, sehingga calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan yang tinggi yang dimungkinkan dapat menjawab butir-butir yang diujikan.

    2) Tes Awal

    Tes awal sering dikenal dengan pre tes, tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Tes ini dilaksanakan sebelum materi atau bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik.

    3) Tes Akhir

    Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik. Materi tes akhir bahan-bahan pelajaran yang telah diajarkan kepada peserta didik, dan soal yang dibuat sama dengan soal tes awal. Dengan demikian jika hasil post-test lebih baik dari pre tes maka pada umumnya dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.

    4) Tes Diagnostik

    Tes ini dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahui jenis-jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik, maka dapat dicarikan upaya berupa therapy yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?” Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik ditekankan pada bahan-bahan yang sulit dipahami peserta didik. Tes ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis serta tes perbuatan.

    5) Tes Formatif

    Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah peserta didik telah memahami dan menguasai materi ajar di dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif dilaksanakan setelah suatu pokok bahasan selesai diberikan. Materi tes formatif ditekankan pada bahan-bahan pelajaran yang diajarkan, butir-butir soal terdiri atas butir-butir soal yang tergolong mudah maupun yang termasuk kategori sukar.

    6) Tes Sumatif

    Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan. Tes sumatif disusun atas dasar materi pelajaran diberikan selama satu catur wulan atau satu semester, dengan demikian materi tes sumatif jauh lebih banyak dari pada tes formatif. Umumnya tes sumatif dilaksanakan secara tertulis dengan tujuan agar semua peserta didik memperoleh soal yang
    sama. Butir-butir soal yang diujikan dalam tes sumatif pada umumnya lebih sulit daripada butir-butir tes formatif.

    Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan:

    1. Kedudukan dari masing masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya,
    2. dapat tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya,
    3. kemajuan peserta didik untuk diinformasikan kepada pihak orang tua yang tertuang dalam bentuk Rapor atau Surat Tanda Tamat Belajar.
    7) Jenis tes menurut individu yang dites

    Tes ini dibedakan menjadi; (1) tes individual yakni tes dimana saat pelaksanaan kegiatan tes guru hanya menghadapi seorang peserta didik dan (2) tes kelompok yakni tes dimana guru menghadapi sejumlah
    peserta didik.

    8) Jenis tes menurut jawaban

    Berdasarkan jawaban yang dikehendaki tes dibedakan menjadi; (1) tes verbal yakni tes yang menghendaki jawaban yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat baik secara lisan ataupun secara tertulis dan (2) tes yang menghendaki jawaban peserta didik bukan berupa ungkapan atau kalimat melainkan berupa tindakan atau tingkah laku yang melibatkan gerakan otot. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tujuan-tujuan yang berkaitan dengan aspek psikomotor.

    b. Bentuk tes

    Bentuk tes secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam tes subyektif (esai) dan tes objektif.

    1) Tes esai

    Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri. Dalam tes bentuk esai peserta didik dituntut untuk berpikir dan menggunakan apa yang diketahui yang berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun dan mengemukakan jawabannya sendiri sehingga memungkinkan peserta didik dapat menunjukkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan untuk menganalisis, menghubungkan dan mengevaluasi soal yang dihadapi.

    2) Tes Objektif

    Tes objektif adalah tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan atau dengan menuliskan jawabannya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan.

    Jawaban terhadap tes objektif bersifat “pasti” yakni hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jika peserta didik tidak menjawab “seperti itu” maka dinyatakan salah. Oleh karena jawabannya bersifat
    pasti, jawaban peserta didik yang betul terhadap suatu butir soal, akan dinyatakan benar oleh korektor. Karena hasil pekerjaan peserta didik jika diperiksa oleh siapa pun akan menghasilkan skor yang sama, maka disebut tes objektif.

    Tes objektif dapat digolongkan menjadi:

    1. tes objektif bentuk benar salah (true-false test);
    2. tes objektif bentuk menjodohkan (matching test);
    3. tes objektif bentuk melengkapi (completion test);
    4. tes objektif bentuk isian singkat (fill-in test);
    5. tes objektif bentuk pilihan ganda (multiple choice test).

    Dari berbagai macam tes objektif tersebut di atas, tes bentuk benar salah, isian singkat, menjodohkan merupakan alat penilaian yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes objektif pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami dengan cakupan materi yang luas.

    Tes objektif memiliki kelemahan-kelemahan antara lain: (1) tes objektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkapkan proses berpikir yang tinggi. Lebih banyak mengungkap daya ingat atau hafalan dibandingkan mengungkapkan tingkat ke dalam berpikir peserta didik terhadap materi yang diujikan, (2) terbuka kemungkinan bagi peserta didik untuk bermain spekulasi, tebak terka atau untung-untungan dalam memberikan jawaban soal.

    B. Pengukuran

    Ebel (1972) menyatakan bahwa “measurement is a process of assigning numbers to the individual members of a set of objects or persons for the purposes of indicating differences among them in the degree to which they possess the characteristic being measured”. Pengukuran merupakan kegiatan pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang melekat pada objek atau kegiatan atas dasar ketentuan yang berlaku.

    Dalam bidang matematika, kegiatan pengukuran merupakan bentuk kegiatan yang sering kali dilakukan sehari-hari. Tanpa adanya kegiatan pengukuran, kita susah menentukan besaran atau kualitas suatu objek atau kegiatan.

    Apabila kita ingin mengetahui keberhasilan suatu program maka dibutuhkan kegiatan pengukuran. Kemajuan ilmu dan teknologi juga tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengukuran. Pengukuran memegang peranan penting, baik dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi maupun untuk pemenuhan kebutuhan hajat orang banyak.

    Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan peserta didik setelah mencapai karakteristik tertentu.Menurut Guildford (1982) pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap proses gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan kualitatif misalnya pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang

    Zainul dan Noehi Nasoetion (1997: 5) memberikan batasan pengukuran, yaitu merupakan pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Untuk menaksir prestasi siswa, guru melakukan pengukuran dengan membaca apa yang dilakukan siswa (misalnya mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang dikatakan). Kemudian dari hasil pengukuran dapat diambil keputusan tentang kondisi siswa misalnya dinaikkan, diluluskan, dan sebagainya. Hasil pengukuran tersebut biasanya dinyatakan dengan score kuantitatif.

    3. Asesmen atau Penilaian

    Griffin dan Nix (1991: 53) menyatakan “assessment is the process of gathering information to make informed decisions”. Menurut Ashcroft dan David Palacio (1996: 26) “…assessment requires students to demonstrate what they know, understand and can do already..” Allen & Yen (1997: 2) mengatakan “assessment for learning is not like this at all – it is usually informal, embedded in all aspects of teaching and learning, and conducted by different teachers as part of their own diverse and individual teaching
    styles”. Berdasarkan atas ketiga pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa asesmen merupakan serangkaian kegiatan pengumpulan data tentang kinerja seseorang untuk kepentingan pembuatan keputusan.

    Asesmen merupakan aspek esensial dalam peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan. Bahkan keduanya tak bisa dipisahkan. Ashcroft dan David Palacio (1996: 26) menyatakan “assessment and learning are integral and inseparable parts of the same enterprise”.

    Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan berbagai alat penilaian untuk memperoleh beragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Oleh karena penilaian berfungsi membantu guru untuk merencanakan kurikulum dan pengajaran, di dalam program belajar mengajar, kegiatan penilaian membutuhkan informasi dari setiap individu dan atau kelompok peserta didik serta guru. Guru dapat melakukan penilaian dengan cara mengumpulkan catatan yang diperoleh melalui ujian, produk, observasi, portofolio, unjuk kerja serta data hasil interviu.

    Sedangkan menurut Griffin dan Nix (1991) penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Pengertian penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah.

    Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun informal, untuk menghasilkan informasi belajar peserta didik. Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk tes baik tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah. Penilaian juga dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.

    4. Evaluasi

    Menurut Ornstein dan Hunkins (1998: 334) “evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Sementara itu, Ashcroft dan David Palacio (1996: 93) menyatakan “…evaluation is a process by which the effectiveness of education interventions can be assessed”. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, evaluasi merupakan kegiatan untuk menetapkan keberhasilan atau kualitas suatu program atau kegiatan.

    Evaluasi dapat dikatakan suatu kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan erat dengan keputusan nilai (value judgement). Dalam dunia pendidikan dapat dilakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, kebijakan pendidikan sumber belajar tertentu atau etos kerja guru.

    Menurut Stufflebeam dan Shinkfield dalam KTIPTK (2009: 4), evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan suatu evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur judgement tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses evaluasi ada unsur subjektivitas. Menurut Ornstein dan Hunkins, (1998: 334) di dalam evaluasi terkandung tiga kegiatan, yaitu penetapan standar untuk menentukan kualitas kinerja, pengumpulan data yang relevan, dan penerapan standar untuk menentukan kualitas kinerja. Ketiga aspek atau kegiatan ini yang membedakan antara kegiatan evaluasi dibanding kegiatan lainnya. Tidak ada kegiatan evaluasi jika tak ada standar.

    Evaluasi memerlukan standar, karena standar akan menentukan batas-batas penerimaan atau penolakan minimal dari mutu kinerja. Demikian pula, tanpa adanya bukti-bukti empirik suatu kegiatan.

    Pertanyaan

    1. Apakah perbedaan antara tes, pengukuran, asesmen dan Evaluasi?
    2. Berdasarkan pengelaman yang sudah anda lalui, jelaskan perbedaan antara Ulangan Harian, Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi!
    3. Berdasarkan penjelasan di atas, Jenis tes apa yang sesuai untuk diterapkan ujian tengah semester pada mata kuliah Asesmen? Sertakan dengan penjelasan anda!
  • Rubrik Penilaian Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Indikator untuk Setiap Aspek KPS

    Rubrik Penilaian Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Indikator untuk Setiap Aspek KPS

    Penilaian Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat dilakukan melalui unjuk kerja. Proses ini dilaksanakan dengan meminta peserta didik memperagakan aktivitas yang melibatkan aspek-aspek KPS, misalnya praktikum atau memperagakan alat.

    Aktivitas ini selanjutnya dinilai menggunakan instrumen lembar penilaian yang disertai dengan rubriknya. Rubrik sendiri berisi Indikator KPS yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan atau kedalaman variabel KPS yang ingin di nilai.

    A. Aspek Keterampilan Proses Sains

    Mary L, Ango (2002) dan Colette & Chiappetta (1994) membagi keterampilan proses sains dalam dua kelompok besar yakni KPS Dasar dan KPS Terintegrasi. KPS ini dibagi berdasarkan kompleksitas dari masing-masing aspek di dalam KPS.

    Pada pembelajaran Sains di tingkat sekolah menengah, Aspek-aspek Keterampilan Proses Sains ini tidak dapat digunakan secara kaku berdasarkan masing-masing kelompok. Sehingga tidak mutlak sebuah proses penilaian hanya menggunakan KPS Dasar saja ataupun sebaliknya hanya KPS Terintegrasi.,

    Dalam hal ini Guru tentu saja punya kewenangan dalam menyusun ulang kembali aspek-aspek yang ada dalam KPS yang digunakan. Aspek ini disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, materi, dan unjuk kerja yang dilakukan.

    Misalkan dalam praktikum Biologi tingkat Sekolah Menengah Atas, Dibutuhkan keterampilan Observasi yang dalam KPS, aspek ini masuk dalam kategori KPS Dasar. Observasi ini digunakan peserta didik untuk mengamati lingkungan sekitar secara seksama atau subjek yang sedang jadi fokus pengamatan.

    Dalam Fisika, terkadang aspek Observasi ini dihilangkan karena subjek yang diamati sudah jelas adanya misalnya Pegas. Dalam hal ini, aspek observasi digantikan dengan aspek keterampilan pengukuran yang sama-sama menggunakan Indera hanya saja pengukuran memiliki aspek yang lebih kompleks.

    Dengan demikian aspek yang disusun dalam rubrik penilaian keterampilan proses sains antara satu percobaan dan percobaan lainnya mungkin saja berbeda.

    Sebagai contoh berikut ini adalah Penyusunan Aspek Keterampilan Proses Sains yang saya kembangkan Pengukuran KPS pada pembelajaran Fisika pada Materi Suhu dan Kalor. Metode pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning dengan Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)

    1. Menyusun Hipotesis

    Hipotesis adalah dugaan yang disusun oleh peserta didik sebagai jawaban atas masalah yang mereka temukan. Hipotesis dalam penelitian diarahkan guru mengamati hubungan antara perubahan variabel manipulasi terhadap variable respon.

    Indikator Menyusun Hipotesis adalah :

    1. Hipotesis disusun dalam bentuk kalimat pernyataan.
    2. Hipotesis dapat diuji melalui percobaan.
    3. Hipotesis menyimpulkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon.
    4. Hipotesis disusun bersifat rasional logis.

    2. Menyusun Rumusan Masalah

    Rumusan masalah adalah pertanyaan yang ditemukan peserta didik pada topik yang sedang dikaji. Rumusan masalah ini akan dijawab melalui praktikum namun isinya lebih detail. Indikator dari Rumusan masalah ini adalah :

    1. Rumusan Masalah disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variable respon
    2. Rumusan Masalah disusun dengan variabel yang jelas dan dapat terukur
    3. Rumusan Masalah disusun sesuai dengan topik yang sedang dikaji
    4. Rumusan Masalah disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.

    3. Mendefinisikan Variabel Percobaan

    Pendefinisian Variabel percobaan adalah keterampilan yang digunakan untuk membuat batasan yang jelas mengenai variabel percobaan. Dalam definisi Variable, peserta didik menjelaskan mengenai peran dan detail dari variabel dalam percobaan.

    Indikator dari Mendefenisikan Variabel Percobaan adalah

    1. Variabel disusun dalam tiga bentuk yakni Kontrol, Manipulasi, Respon.
    2. Variebel yang disusun memiliki nilai yang dapat diukur dengan alat ukur.
    3. Variabel didefinisikan sesuai dengan hukum dan konsep fisika yang benar.
    4. Variabel yang disusun menunjukkan hubungan yang dapat menjawab rumusan masalah.

    4. Mendesain Percobaan

    Dalam pembelajaran berbasis Problem Based Learning dan sebagian besar Pembelajaran dengan pendekatan Saintifik, peserta didik diharapkan mampu menyusun seperangkat metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam pembelajaran metode ini disusun dalam bentuk desain percobaan.

    Indikator dari desain percobaan sebagai berikut :

    1. Desain percobaan disusun secara runut dan sistematis.
    2. Desain percobaan disusun dapat dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan alat di Lab.
    3. Desain percobaan disusun dengan mempertimbangkan pengukuran berulang.
    4. Desain percobaan disusun untuk membuktikan hipotesis.

    5. Menyusun Tabel Percobaan

    Tabel percobaan adalah alat bantu yang digunakan untuk mentabulasi atau menyajikan data percobaan. Dalam tabel ini harus berisi informasi yang akurat mengenai semua data yang berhubungan dengan percobaan. Praktikum eksperimen menunjukkan hubungan antara variabel manipulasi dan variabel respon dengan demikian tabel percobaan juga harus mencerminkan aspek tersebut.

    1. Tabel disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon.
    2. Tabel disusun dengan variabel manipulasi pada kolom satu dan respon pada kolom dua.
    3. Tabel dilengkapi dengan informasi satuan dan besaran masing-masing variabel.
    4. Tabel dilengkapi dengan nama tabel yang menunjukkan hubungan variable manipulasi dan respon.

    6. Menyusun Grafik

    Pada percobaan yang menunjukkan hubungan antara variabel manipulasi dan respon, grafik digunakan untuk menunjukkan hubungan keduanya secara visual. Grifk ini disusun sesuai dengan kaidah matematika yang benar yakni variable manipulasi pada sumbu x dan variable respon pada sumbu x. Grafik ini juga harus dilengkapi dengan keterangan yang berisi besaran, satuan dan nilai dari masing-masing variable.

    Dengan demikian indikator dari menyusun grafik percobaan ini adalah :

    1. Grafik disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon
    2. Grafik disusun dengan variabel manipulasi di sumbu x dan variabel respon pada sumbu x.
    3. Grafik disusun dilengkapi dengan keterangan mengenai besaran dan satuan yang benar.
    4. Grafik disusun dapat menunjukkan gradien yang mewakili nilai dari semua variable yang dikontrol dalam percobaan

    7. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data digunakan sebagai landasan dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Hasil dari analisis data termasuk dengan jawaban dari rumusan masalah ini kemudian dihubungkan dan digunakan untuk menguji hipotesis. Hasil dari uji hipotesis inilah yang menjadi inti dari percobaan dimana menentukan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak.

    1. Teknik Analisis data menggunakan konsep atau hukum fisika yang benar
    2. Teknik analisis data menggunakan besaran dan satuan yang benar
    3. Teknik analisis data mengikuti aturan angka penting
    4. Teknik analisis data menyertakan kesalahan relatif pengukuran

    8. Menarik Kesimpulan

    Kesimpulan adalah hasil yang didapatkan dari pembahasan dan berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan. Kesimpulan yang ditarik berasal dari hubungan yang kuat antara variabel manipulasi dan respon sehingga menjamin keberlakuan dari hipotesis

    1. Kesimpulan ditarik berdasarkan hasil analisis data
    2. Kesimpulan ditarik menjawab rumusan masalah
    3. Kesimpulan yang ditarik memberikan pernyataan mengenai keberlakuan hipotesis
    4. Kesimpulan yang ditarik tidak bertentangan dengan konsep dan hukum fisika

    B. Rubrik Penilaian Keterampilan Proses Sains

    Berdasarkan uraian di atas maka rubrik penilaian keterampilan proses sains dapat disusun sebagai instrumen penilaian KPS. Bentuk instrumen sebagai berikut

    NoIndikatorCeklist
    1Hipotesis disusun dalam bentuk kalimat pernyataan.
    2Hipotesis dapat diuji melalui percobaan.
    3Hipotesis menyimpulkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon.
    4Hipotesis disusun bersifat rasional logis.
    5Rumusan Masalah disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variable respon
    6Rumusan Masalah disusun dengan variabel yang jelas dan dapat terukur
    7Rumusan Masalah disusun sesuai dengan topik yang sedang dikaji
    8Rumusan Masalah disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
    9Variabel disusun dalam tiga bentuk yakni Kontrol, Manipulasi, Respon.
    10Variebel yang disusun memiliki nilai yang dapat diukur dengan alat ukur.
    11Variabel didefinisikan sesuai dengan hukum dan konsep fisika yang benar.
    12Variabel yang disusun menunjukkan hubungan yang dapat menjawab rumusan masalah.
    13Desain percobaan disusun secara runut dan sistematis.
    14Desain percobaan disusun dapat dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan alat di Lab.
    15Desain percobaan disusun dengan mempertimbangkan pengukuran berulang.
    16Desain percobaan disusun untuk membuktikan hipotesis.
    17Tabel disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon.
    18Tabel disusun dengan variabel manipulasi pada kolom satu dan respon pada kolom dua.
    19Tabel dilengkapi dengan informasi satuan dan besaran masing-masing variabel.
    20Tabel dilengkapi dengan nama tabel yang menunjukkan hubungan variable manipulasi dan respon
    21Grafik disusun menunjukkan hubungan antara variable manipulasi dan variabel respon
    22Grafik disusun dengan variabel manipulasi di sumbu x dan variabel respon pada sumbu x.
    23Grafik disusun dilengkapi dengan keterangan mengenai besaran dan satuan yang benar.
    24Grafik disusun dapat menunjukkan gradien yang mewakili nilai dari semua variable yang dikontrol dalam percobaan
    25Teknik Analisis data menggunakan konsep atau hukum fisika yang benar
    26Teknik analisis data menggunakan besaran dan satuan yang benar
    27Teknik analisis data mengikuti aturan angka penting
    28Teknik analisis data menyertakan kesalahan relatif pengukuran
    29Kesimpulan ditarik berdasarkan hasil analisis data
    30Kesimpulan ditarik menjawab rumusan masalah
    31Kesimpulan yang ditarik memberikan pernyataan mengenai keberlakuan hipotesis
    32Kesimpulan yang ditarik tidak bertentangan dengan konsep dan hukum fisika

    1. Panduan Penggunaan Instrumen Penilaian KPS

    1. Instrumen penilaian adalah rubrik penilaian yang digunakan untuk menilai laporan praktikum peserta didik.
    2. Setiap indikator yang terpenuhi dari laporan praktikum tersebut diberi tanda centang (✓), dimaan setiap tanda ✓ bernilai 1.

    Skor Keterampilan proses sain peserta didik secara keseluruhan dapat dihitung dengan persamaan

    Skor =\frac{\Sigma n}{32}x100 \%

    keterangan

    n : total indikator yang terpenuhi.

    Discalimer :

    1. Instrumen adalah instrumen yang saya kembangkan dan telah dipertahankan pada ujian Tesis prodi S2 pendidikan Fisika UNY pada tahun 2016.
    2. Instrumen ini digunakan pada mata Pelajaran Fisika SMA
    3. Instrumen terdapat pada Paten Kementrian Hukum dan Ham dengan nomor Paten C22201604787.
    4. Instrumen ini dapat digunakan secara luas dan saya telah membuat surat pernyataan penggunaan secara bebas untuk keperluan non komersial dan kepentingan pengembangan pembelajaran dan pendidikan.

    Semoga bermanfaat, terima kasih banyak.

  • Asesmen Sumatif – Defenisi dan jenis-jenis Asesmen

    Asesmen Sumatif – Defenisi dan jenis-jenis Asesmen

    Asesmen sumatif adalah asesmen yang dijadikan sebagai acuan dalam menilai hasil belajar peserta didik dan dilaksanakan pada akhir bagian program pembelajaran. Bentuk asesmen ini bisa dalam bentuk ujian mid semester dan ujian akhir semester. Asesmen ini juga terkadang disebut sebagai assessment of learning.

    A. Apa Itu Asesmen Sumatif?

    Asesmen sumatif adalah sebuah metode formal yang dilakukan untuk mengeveluasi hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria ini bisa dalam bentuk standar kompetensi atau capaian pembelajaran yang ditetapkan oleh institusi pendidikan atau lembaga yang lebih besar seperti kementerian pendidikan.

    Asesmen Sumatif dilaksanakan dengan seperangkat test yang disebut sebagai instrument tes. Tes ini dilaksanakan pada bagian akhir dari sebut unit, modul atau periode tertentu dalam program pembelejaran.

    Hasilnya akan dipublikasikan sebagai nilai yang dicapai oleh peserta didik baik dalam bentuk angka (persentase ketercapaian) ataupun dinyatakan dalam bentuk angka (A, A-, B+, dst). Hasil ini juga menjadi indikasi dari bagi guru dalam mengukur keberhasilan mereka dalam melaksanakan program pembelajaran, sehingga tes ini sebaiknya tidak dilakukan oleh guru.

    Institusi pada banyak negara termasuk Indonesia melakukan tes sumatif secara massive dalam skala nasional sebagai upaya mengukur keberhasilan program pendidikan yang mereka jalankan. Di Indonesia sendiri disebut sebagai Ujian Nasional (UN) yang namanya berubah-ubah seperti ujian akhir nasional (UAN), Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan sebagainya.

    Selain lembaga Negara, gabungan dari beberapa negara dalam bentuk organisasi juga berupaya membuat sebuah Benchmark yang digunakan sebagai standar keberhasilan pendidikan di negara anggota. Contoh organisasi tersebut adalah OECD (Organisation of Economics Developing Country) yang melakukan tes yang disebut PISA (Programme for International Student Assessment). Indonesia sendiri selalu berada pada papan bawah hasil tes ini. Hal ini mengindikasikan program pendidikan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara OECD lainnya.

    Keterbatasan Asesmen Sumatif

    Waktu pelaksanaan dan instrumen dalam bentuk satu set tes membuat sifat dari asesmen lebih ke arah ke artificial tes. Hal ini bertentangan dengan prinsip asesmen yang baik dimana tes yang dilakukan haruslah otentik (Authentic assessment) yakni menunjukkan kompetensi sesungguhnya peserta didik. Artificial test memiliki banyak keterbatasan yang membuat kompetensi peserta didik sendiri tidak bisa ditunjukkan secara maksimal. Hal tersebut disebabkan oleh :

    1. Lama waktu antara proses pelatihan/pembelajaran dan tes yang mungkin saja membuat peserta didik lupa dengan kompetensi yang akan diujikan.
    2. Bentuk instrumen yang tidak begitu baik dalam mengekspos kompetensi peserta didik.
    3. Kondisi psikologis peserta didik dalam tes akhir yang tertekan sehingga membuat kompetensi yang hendak diukur tidak dapat digunakan oleh peserta didik.

    B. Jenis-Jenis Asesmen Sumatif

    Asesmen sumatif dilaksanakan dengan bantuan instrumen dalam bentuk tes ataupun observasi unjuk kerja. Adapaun bentuk instrumen yang digunakan dalam asesmen sumatif seperti:

    1. Tes Essay yang berisi pertanyaan yang membutuhkan jawaban baik singkat maupun panjang
    2. Test Pilihan ganda
    3. Unjuk kerja (Performance assessment) dimana peserta didik diminta melakukan atau mempraktikkan seperangkat keterampilan yang dinilai melalui lembar observasi atau pedoman pensekoran.
    4. Tes lisan atau wawancara dengan pertanyaan yang terdiri dari instrumen tes bukan open ended question yang menanyakan pendapat
    5. Portofolio dan Laporan Projek.

  • Asesmen Formatif : Karakteristik dan Manfaatnya dalam Implementasi Program Pembelajaran

    Asesmen Formatif : Karakteristik dan Manfaatnya dalam Implementasi Program Pembelajaran

    Asesmen formatif adalah proses penilaian yang dapat digunakan oleh guru dalam mengevaluasi kemajuan peserta didik secara langsung selama mengikuti proses pembelajaran. Tujuannya untuk meningkatkan hasil belajar yang yang didapatkan peserta melalui perubahan strategi belajar dan improvisasi baik materi maupun media pembelajaran. Pada akhirnya, Guru dan peserta didik dapat melakukan proses perbaikan pembelajaran secara langsung (real-time) tanpa harus menunggu program pembelajaran selesai di akhir tahun ataupun akhir semester.

    A. Asesmen Formatif

    Asesmen formatif adalah penilaian yang dilakukan untuk mengevaluasi proses pembelajaran berdasarkan hasil belajar yang didapatkan peserta didik setelah aktifitas pembelajaran selesai dilaksanakan. Proses pemberian asesmen ini dilaksanakan dengan metode on-going melalui pemberian satu set test yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Set tes ini selenjunya disebut sebagai tes formatif. Bentuk instrumen yang diberikan dalam tes formatif berisi pertanyaan singkat yang dapat dapat diperiksa segera dan menunjukkan ketercapaian kompetensi peserta didik.

    Pada saat proses pembelajaran berlangsung, peserta didik mungkin saja menemukan kesulitan yang sulit diungkapkan karena proses pembelajaran yang mengalir. Proses ini bisa diketahui dengan cara melakukan survey atau menanyakan kepada peserta didik mengenai kegiatan yang baru saja dilaksanakan, namun dalam beberapa kasus peserta didik mungkin saja tidak sadar dengan kesulitan yang mereka temui karena aktifitas belajar yang sudah berjalan baik. Cara mengetahui apakah proses pembelajaran dapat diikuti peserta didik dengan baik adalah mengukur kompetensi yang didapatkan peserta didik setelah proses pembelajaran.

    Proses penilaian proses ini juga menjadi detektor awal bagi guru untuk mentukan miskonsepsi yang didapatkan peserta didik. Miskonsepsi terjadi dimana peserta didik merasa sudah mengetahuai atau mendapatkan kompetensi yang dibebankan dalam pembelajaran namun pada kenyataannya mereka salah atau tidak mendapatkan kompetensi yang dimaksud. Peran asesmen formatif dalam kasus ini sangatlah vital karena dapat mencegah peserta didik mendapatkan banyak miskonsepsi jika diukur pada bagian akhir program pembelajaran dalam hal ini setelah ujian semester berlangsung.

    Berbeda dengan asesmen sumatif yang dilakukan pada bagian akhir program pembelajaran bisa dalam mid semester atau akhir semester, asesmen formatif melacak dan memetakan pengetahuan peserta didik. Dengan demikian maka hasil asesmen pada umumnya tidak memiliki point untuk dikonversi menjadi nilai yang dituliskan di laporan hasil belajar.

    B. Karakteristik Asesmen Formatif

    Memahami karakteristik dari Asesmen Formatif dapat membantu guru dalam menyusun ulang rencana program pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Hasil ini didapatkan dari membantu guru mengganti strategi, metode, dan model yang mungkin saja tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik.

    Selain hal tersebut, Asesmen formatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

    1. Mengevaluasi proses pembelajaran dan kemajuan peserta didik secara bersamaan.
    2. Mengevaluasi kemajuan peserta didik dan efektifitas metode pembelajaran secara bersamaan.
    3. Salah satu bagian dari alat dari guru dalam memperbaiki proses pembelajaran bukan penilaian hasil belajar peserta didik.
    4. Menjadi dasar dalam pemberian umpan balik (feedback) yang membangun bagi peserta didik serta membantu self asesmen peserta didik.

    C. Bentuk Asesmen Formatif

    Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Asesmen Formatif harus dilaksanakan dan menunjukkan hasil sesegara mungkin maka bentuk asesmen sebaiknya dilaksanakan dalam bentuk:

    1. Essay Pendek
    2. Pilihan Ganda
    3. Self Assessment

    Contoh bentuknya sebagai berikut:

    Misalkan sebuah program pembelajaran memiliki

    A. Tujuan Pembelajaran

    1. Peserta didik mampu untuk menjelaskan tentang konsep Hukum Newton tentang Gravitasi dan besaran-besaran fisika yang terlibat;
    2. Peserta didik mampu untuk menngemukakan konsep terjadinya Gaya Gravitasi pada suatu benda yang berinteraksi;
    3. Peserta didik mampu untuk menganalisis Gaya Gravitasi yang terjadi antara dua atau lebih benda titik.

    Maka bentuk asesmen formatif:

    1. Bagimanakah penjelasan tentang konsep Hukum Newton tentang gaya Gravitasi yang dimiliki oleh sebuah benda?
    2. Setiap benda yang ada dipermukaan bumi akan tertarik dan jatuh ke bumi ketika dilepaskan begitu saja namun jika kita melihat Bulan di angkasa, satelit almi bumi tersebut tetap berada di tempatnya tanpa jatuh ke bumi. Bagaimanakah hal tersebut bisa terjadi?
    3. Pada satu ketika, sebuah benda langit bermassa 5 000 kg berada pada jarak 1 x 107 m. Jika masas bumi adalah 6 x 1024 kg dan Konstanta Gravitasi Bumi adalah 6,67 x 10–11 Nm maka tentukan gaya gravitasi yang dirasakan oleh benda!
    4. Tiga buah benda A, B dan C masing-masing memiliki massa 1 kg, 2 kg dan 4 kg. Jika benda A terpisah 6 meter dengan benda B, maka di manakah benda C diletakkan agar resultas gaya tarik yang disebankan benda A dan B sama dengan nol?
  • Asesmen Diagnostik pada Program Pembelajaran

    Asesmen Diagnostik pada Program Pembelajaran

    Asesmen Diagnostik adalah langkah awal yang paling tepat dilakukan oleh guru sebelum memulai pembelajaran. Dalam kasus ini baik itu memulai topik baru, bagian awal pelaksanaan program pembelajaran, atau awal pertengahan program pembelajaran tahunan. Tujuan utama dari asesmen ini mengumpulkan data tentang karakteristik dari pesera didik yang digunakan sebagai data dalam menyusun strategi pembelajaran yang adakan dilaksanakan. Asesmen ini adalah rujukan yang paling tepat dalam menyusun program pembelajaran.

    Data dari asesmen Diagnostik ini disusun sebagai pedoman bagi guru dalam menyusun materi dan bahan ajar agar program pembelajaran bisa lebih ramping, efektif dan efisien. Keputusan yang terkait data dari tes ini adalah penentuan kedalaman materi terutama untuk kompetensi pedagogik dan keterampilan peserta didik.

    Instruktur atau guru menggunakan data dari asesmen ini untuk menemukan masalah-masalah utama yang kemungkinan akan dihadapi peserta didik ketika program pembelajaran dilaksanakan. Selanjutnya dari masalah tersebut, guru menyusun sebuah program yang dapat melatih peserta didik mencapai kompetensi minimum yang ditetapkan pada standar kurikulum berdasarkan kedalaman materi dan alokasi waktu yang tersedia.

    A. Asesmen Diagnostik

    Asesmen Diagnostik juga disebut sebagai pra-evaluasi yakni proses evaluasi yang dilaksanakan sebelum program pembelajaran dimulai. Informasi utama yang dikumpulkan dengan Asesmen ini adalah data tentang pengetahuan awal peserta didik mengenai topik yang akan dibahas. Dengan kata lain, asesmen ini digunakan untuk mengetahui level pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Data ini kemudian disusun agar menunjukkan learning gap antara pengetahuan dan standar kompetensi yang harus diselesaikan melalui proses pembelajaran.

    Selain di awal program pembelajaran, asesmen diagnostik juga bisa dilakukan di awal pergantian materi setelah mid tes atau memastikan pengetahuan awal yang berkaitan dengan pra syarat materi. Misalkan pada pokok bahasan Analisis Gerak Benda yang membutuhkan pengetahuan Integral dan Diferensial sebagai alat dalam menganalisis gerak, maka guru ada baiknya mengetahui pengetahuan calculus peserta didik.

    Asesmen Diagnostik merupakan jenis asesmen yang non-grade assessment dimana hasilnya tidak bisa dijadikan untuk menentukan naik atau tidaknya level peserta didik. Hasil asesmen lembih menunjukkan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik secara spesifik. Dengan informasi ini guru dapat membuat penyesuaian yang diperlukan pada kerangka pembelajaran agar mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

    a. Karakteristik Asesmen Diagnostik

    Karasteristik Asesmen Diaganostik sebagai berikut

    1. Dilaksanakan di awal program pembelajaran
    2. Tujuan fokus pada memahami pengetahuan awal peserta didik
    3. Mengindentifikasi keunggulan peserta didik yang dapat ditingkatkan
    4. Tidak dijadikan dasar penilaian hasil belajar (non-graded test)
    5. Mengubungkan pengetahuan awal dan kompetensi yang akan dicapai pada program pembelajaran.

    B. Tujuan Asesmen Diagnostik

    Mengapa Asesmen Diagnostik harus dilakukan oleh guru? Tujuan utama dari asesmen ini adalah mengumpulkan data mengetrahui apa yang peserta didik sudah ketahui tentang topik yang akan dibahas. Dengan demikian, Guru kemudian menentukan sub materi mana yang sebaiknya atau tidak dibahas lagi di dalam kelas. Dari hal ini kemudian diorganisasikan materi yang akan akan dimasukkan ke dalam program pembelajaran.

    Penialaian diagnostik juga memberikan panduan guru dalam mengajar dalam bentuk based-lain pembelajaran. Guru akan mengetahui topik-topik mana yang sebaiknya diberikan penekakan dan topik yang diajarkan biasa saja atau malah diabaikan. Lebih jauh dari itu, guru bisa berimprovisasi dalam memperbaiki miskonsepsi dan kesalahpahaman sebelum pembelajaran dilaksanakan terutama pada materi pra-syarat.

    Pada akhirnya, asesmen diagnostik dapat membuat proses belajar dan pembelajaran menjadi lebih efektif sesuai dengan tujuan dan efisiens dari segi lebar materi yang didapatkan. Hasilnya guru dan peserta didik akan berada pada pemahaman yang sama mengenai posisi dan rencana yang akan dipelajari.

    C. Jenis-Jenis Asesmen Diagnostik

    Asemsen diagnostik terbagi ke dalam dua jenis Asesmen yakni Informal dan Terstandarisasi.

    1. Asesmen Diagnostik Informal

    Asesment Diagnostik Informal dalam kasus ini adalah penilaian yang dilakukan oleh guru secara sponatn sebelum proses pembelajaran dilakukan. Prosesnya sederhana dimana Guru bisa memilih peserta didik secara acak untuk menjawab pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari. Pertanyaan yang diajukan bisa secara rambang dan survey mengenai pengetahuan awal dari peserta didik.

    Penggunaan tes diagnostik ini dilakukan jika materi yang disampaikan tidak memiliki prasyarat materi yang dalam. Asumsi dasar lainnya adanya hasil pengukuran pembelajaran sebelumnya yang memiliki hubungan erat dengan materi selanjutnya.

    2. Asesmen Diagnostik Terstandarisasi

    Asesmen diagnotik terstandarisasi adalah asesmen yang secara khusus dikembangkan dengan penggunaan metode uji yang khusus. Asesmen disusun dengan terstruktur dengan tujuan mengevaluasi pengetahuan dan mengindentifikasi semua Gap yang ada. Gap ini bisa jadi antara pengetahuan awal peserta didik dan prasyarat materi berikutnya atau dengan tujuan pembelajaran materi berikutnya.

    Asesment ini juga dirancang menyediakan infromasi mengenai kelemahan dan keunggulan peserta didik secara rata-rata di dalam kelas. Data ini selanjutnya dijadikan rujukan bagi guru untuk menentukan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi kelas.

    Secara umum, Asesmen diagnostik terstandarisasi dilaksanakan setelah asesmen informal. Terutama ketika hasil dari asesmen informal sangat jauh dari harapan guru.

    D. Bentuk Instrumen Diagnostik

    Bentuk instrumen asesmen diagnotik dapat disusun dalam dua bentuk yakni (1) instrumen non-test seperti survey dan (2) instrumen test yang sifatnya analog dengan pre-test.

    1. Survey

    Instrument non-test pada asesmen Diagnostik memiliki sifat yang lebih ringan serta membuat peserta didik lebih rileks dalam tes. Survey ini dilakukan untuk mengetahui presepsi awal peserta didik tentang materi fisika yang akan dipelajari dan kompetensi pra-syarat yang dibutuhkan peserta didik.

    Contoh penyusunan butir instrumen survey ini sebagai berikut:

    Misalkan materi yang akan dipelajari selanjutnya adalah Kinematika Gerak dengan sub materi GLB, GLBB, Gerak Parabola. Materi ini telah dipelajari di SMP dan perkembangan matari di SMA adalah menurunkan persamaan-persamaan dalam gerak, maka guru sebaiknya mengetahui kompetensi dasar peserta didik tentang:

    1. Posisi
    2. Kecepatan
    3. Percepatan
    4. Diferensial
    5. Integral Tentu

    Bentuk instrumen sebagai berikut:

    1. Apakah Anda pernah mempelajari materi gerak di SMP?
    2. Diantara ini manakah materi atau rumus yang masih anda ingat penggunaannya? (boleh lebih dari satu atau semuanya).

    1. \ v = \frac{s}{t}
    2. \ v_t=v_0+at
    3. \ v_t^2=v_0^2+2as
    4. \ a=\frac{v_2-v_1}{t}

    3. Lingkari jika anda paham dengan penurunan dan integral di bawah ini? (boleh lebih dari satu atau semuanya).

    1. \ \int x^ndx=\frac{1}{n+1}x^{n+1}+c
    2. \ \frac{d(x^n)}{dt}= nx^{n-1}

    2. Tes Diagnostik

    Asesmen diagnostik yang dilakukan dengan dengan instrumen tes bisa juga disebut sebagai tes Diagnostik. Asesmen diagnostik dengan menggunakan instrumen tes jauh labih banyak digunakan dkarena karakteristik peserta didik kita yang unik ketika di berikan instrumen non-test. Kekurangan instrument test biasanya lebih menunjukkan harapan responden dibandingkan dengan kenyataan yang mereka alami.

    Contoh survey dengan kalimat :

    1. Apakah anda sangat menyukai fisika
      1. sangat suka
      2. suka
      3. sedang-sedang
      4. tidak suka
      5. sangat tidak suka

    Biasanya butir ini akan di isi oleh respoden yang disurvey oleh guru fisika meerka pada posisi sangat suka atau suka. Jawaban tersebut muncul karena ada rasa takut ketika memiliki butir tidak suka dan sangat tidak suka.

    Bentuk tes diagostik bisa dibuat dalam berbagai bentuk baik itu pilihan ganda maupun essay, namun lebih disarankan menggunakan pilihan ganda yang lebih mudah dalam melakukan pemeriksaan. Hal ini disebabkan waktu antara persiapan program pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung dalam kurung waktu yang singkat sehingga dibutuhkan instrumen yang mampu menyajikan data dalam waktu singkat. Contoh butir sama dengan instrumen tes kognitif pada umumnya namun distribusi poinnya tidak saklek seperti tes hasil belajar.

  • Designing Assessments

    Designing Assessments

    A. The importance of assessment

    Assessments in education measure student achievement. These may take the form traditional assessments such as exams, or quizzes, but may also be part of learning activities such as group projects or presentations.

    While assessments may take many forms, they also are used for a variety of purposes. They may

    • Guide instruction 
    • Determine if reteaching, remediating or enriching is needed
    • Identify strengths and weaknesses
    • Determine gaps in content knowledge or understanding
    • Confirm students’ understanding of content
    • Promote self-regulating strategies 
    • Determine if learning outcomes have been achieved
    • Collect data to record and analyze
    • Evaluate course and teaching effectiveness

    While all aspects of course design are important, your choice of assessment Influences what your students will primarily focus on.

    For example, if you assign students to watch videos but do not assess understanding or knowledge of the videos, students may be more likely to skip the task. If your exams only focus on memorizing content and not thinking critically, you will find that students are only memorizing material instead of spending time contemplating the meaning of the subject matter, regardless of whether you attempt to motivate them to think about the subject.

    Overall, your choice of assessment will tell students what you value in your course. Assessment focuses students on what they need to achieve to succeed in the class, and if you want students to achieve the learning outcomes you have created, then your assessments need to align with them.

    The assessment cycle

    Assessment does not occur only at the end of units or courses. To adjust teaching and learning, assessment should occur regularly throughout the course. The following diagram is an example of how assessment might occur at several levels.

    This cycle might occur:

    • During a single lesson when students tell an instructor that they are having difficulty with a topic.
    • At the unit level where a quiz or exam might inform whether additional material needs to be included in the next unit.
    • At the course level where a final exam might indicate which units will need more instructional time the next time the course is taught.
    The assessment cycle

    In many of the above instances learning outcomes may not change, but assessment results will instead directly influence further instruction. For example, during a lecture a quick formative assessment such as a poll may make it clear that instruction was unclear, and further examples are needed.

    B. Assessment considerations

    There are several types of assessment to consider in your course which fit within the assessment cycle. The two main assessments used during a course are formative and summative assessment. It is easier to understand each by comparing them.

    FormativeSummative
    TypesAssessment for LearningAssessment of Learning
    PurposeImprove learningMeasure attainment
    WhenWhile learning is in progressEnd of learning
    Focused onLearning process and learning progressProducts of learning
    WhoCollaborativeInstructor-directed
    UseProvide feedback and adjust lessonFinal evaluation

    An often-used quote that helps illustrate the difference between these purposes is:

    “When the cook tastes the soup, that’s formative. When the guests taste the soup, that’s summative.” Robert E. Stake

    Examples

    FormativeBothSummative
    Homework
    Summaries
    Minute papers
    Diagrams
    Concept maps
    Graphic organizers
    Observation
    Worksheets
    Discussions
    Video responses
    Exit slips
    Reflections
    Peer assessments
    Rubrics
    Checklists
    Journal entries
    Performance tasks
    Group assignments
    Comprehension questions
    Oral responses
    Test
    Quiz
    Presentation
    Research paper
    Practicum or field work
    Portfolio
    Project

    It is important to note, however, that assessments may often serve both purposes. For example, a low-stakes quiz may be used to inform students of their current progress, and an instructor may alter instruction to spend more time on a topic if student scores warrant it. Additionally, activities like research papers or presentations graded on a rubric contain both the learning activity as well as the assessment. If students complete sections or drafts of the paper and receive grades or feedback along the way, this activity also serves as a formative assessment for learning while serving as a summative assessment upon completion.

    Source : University at Buffalo : Curriculum, Assessment and Teaching Transformation

    Task and Test

    1. After read the article above, try to answer the quiz below
    2. Make a conclusion by leaving comment in this article!
      1. Write your comment in bahasa Indonesia and do not copy paste your Friend Task.
      2. Any Copy Paste Comment will reward zero point for the second comment.
      3. Leave information about your name and SRN in your comment.

    Designing Assessments


  • Prinsip Prinsip Penilaian Dalam Pembelajaran

    Prinsip Prinsip Penilaian Dalam Pembelajaran

    Ahmaddahlan.NET – Penilaian Pembelajaran (Asesmen) merupakan sebuah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengumpulkan dan memberikan rekomendasi kepada peserta didik terkait dengan proses dan hasil pembelajaran yang sedang mapun telah dilaksanakan. Hasil dari penilaian diharapkan mampu memberikan masukan yang bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait seperti Institusi, Guru, Peserta didik dan Orang tua.

    Peran penting dari hasil asesmen ini membuat pelaksanaan asesmen harus dilaksanakan dengan baik dan benar. Kesalahan dalam proses asesmen berdampak pada ketidakakiratan data yang hasil yang muaranya pada hasil yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dengan demikian penting melaksanakaan asesmen sesuai dengan kaidan dan prinsip-prinsip pengukuran pada manusia.

    Prinsip-Prinsip Penilaian

    1. Valid

    Validitas adalah prinsip penilaian yang menunjukkan kesesuian aspek dan nilai yang hendak diukur. Penilaian yang valid dilakukan dengan menggunakan instrumen yang valid berdasarkan tiga kriteria yakni:

    1. Validitas Konstruk
    2. Validitas Tampang (Face Validity)
    3. Validitas Empirik.

    2. Konsisten

    Konsisten atau reliable adalah prinsip dimana penilaian menunjukkan hasil yang sama meskipun diukur berulang-ulang. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan menggunakan instrumen yang handal dalam hal ini berarti hasil penilaian yang ditunjukkan tidak dipengaruhi oleh kondisi dan waktu pelaksanaan penilaian. Aspek ini memberikan jaminan bahwa nilai yang hendak diukur melekat pada objek yang diukur bukan berdasarkan keadaan dan kondisi nilai tersebut diukur.

    Catatan : Valid dan Reliable adalah dua hal yang berbeda namun dalam beberapa kondisi Reliabilitas dapat menunjukkan aspek valid (empirik). Misalnya sebuah instrumen digunakan untuk menilai seseorang berperilaku baik atau tidak, jika hasil pengukuran dilakukan berulang kali dan menunjukkan hasil yang sama baik dilakukan sendiri maupun banyak orang maka aspek reliable ini menjadi jaminan aspek validitas instrumen. Hanya saja hal ini tidak berlaku secara umum.

    3. Objektif

    Objektif berarti penilaian yang dilakukan terlepas dari subjektifitas dan tepat mengukur objek-objek yang ada pada subjek yang diukur. Objek-objek yang diukur bermacam-macam, misalnya saja dalam kurikulum di Indonesia objek yang dinilai ada 4 ranah yakni Spiritual, Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan.

    4. Terbuka

    Terbuka adalah prinsip dimana penilaian prosedur, kriteria, dasar pengambilan keputusan disampaikan secara terbuka. Informasi yang disajikan juga bersiat akurat, jelas, konsisten dan tepat waktu. Sebisa mungkin kriteria yang hendak diases harus disampaikan kepada peserta didik dengan tujuan mereka memaksimalkan kompetensi mereka dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

    5. Inklusif dan Adil

    Penilaian harus dirancang sebisa mungkin tidak merubah standar akademik, insklusi dan adil. Tugas dan metode penilaian yang dilakukan tidak menitikanberatkan atau merugikan peserta didik atau kelompok tertentu. Semua faktor yang tidak berhubungan dengan ranah dan kompetensi yang hendak diukur harus dihilangkan dalam proses penelaian.

    6. Terintegrasi

    Penilaian yang dilakukan terintegrasi sebagai komponen dalam kegiatan pembelajaran. Asesmen dilaksanakan dengan sebagai upaya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran. Tugas-tugas dilaksanakan berkaitan dengan tujuan pembelajran sehingga data yang didapatkan dapat bermakna dan mendukung prinsip asesmen yang lain yakni memberikan feedback.

    Asesmen tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba tanpa ada persiapan karena hal ini dapat membuat peserta didik gagal secara psikologi dalam tes bukan dari ketidakadaan aspek dan nilai yang sedang dicari.

    Mengakses Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah dasar Performa

    7. Menyeluruh dan Berkesinambungan

    Asesmen disusun secara terencana, menyeluruh dan berkesinambungan. Rencana disusun secara lengkap mulai dari jadwal yang jelas, jumlah asesmen yang dilakukan dan mempertimbangan beban tugas yang diberikan selama proses asesmen berlangsung.

    8. Asesmen Formatif dan Sumatif

    Penilaian formatif dan sumatif harus dimasukkan ke dalam program asesmen untuk memastikan bahwa tujuan penilaian dilaksanakan secara adikuasi. Beberapa program mungkin saja juga bisa digabungkan ke dalam program assesmen.

    9. Feedback

    Kunci dari Asesmen sebagai pembelajaran adalah ada umppan balik (feedback) yang diberikan kepada peserta didik sebagai bahan untuk mengembangkan skill dan pengetahuan berdasarkan informasi yang didapatkan dari proses assesmen. Semakin detail feedback yang diberikan semakin baik kualitas Asesmen yang dilakukan.