Mata kuliah Eduprener Bisnis Digital mengkaji mengenai perkembangan bisnis digital khususnya dalam bidang pendidikan fisika. Perkembangan terkait dengan kebutuhan jasa, perkembangan teknologi baru, model bisnis baru sampai pengembangan produk digital.
Dalam mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dan praktik tentang kemampuan menangkap peluang perkembangan bisnis dalam bentuk digital dimana mahasiswa mampu mengembangkan ide, prototipe dan model bisnis digital yang dapat dijalankan.
Metode yang digunakan mata kuliah ini menggunakan pendekatan ceramah, diskusi dan project based learning.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswi mampu menganalisis perbedaan bisnis kontemporer dan digital dalam bidang pendidikan.
Mahasiswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mengenai pengembangan konsep bisnis digital.
Mahasiswi mampu mengembangkan model atau prototipe bisnis digital yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini
Mahasiswa mampu mengembangkan rencana bisnis digital dalam bidang pendidikan terkait dengan desain produk, operational, marketing, HR dan Keuangan.
Mahasiswa mampu menyajikan presentasi singkat dan mendemonstrasikan produk dari bisnis digital yang mereka kembangkan.
C. Kegiatan Belajar
Pertemuan
Kegiatan
1
Bisnis Digital dalam Bidang Pendidikan 1. Perkembangan Ekonomi dan Bisnis Digital di Indonesia dan Global 2. Peluang dan Tantangan Era digital
Metode Ceramah dan Diskusi
Referensi : E-conomy SEA 2019
2
Pengantar Bisnis dan Ekonomi Digital 1. Transformasi bisnis konvensional ke bisnis digital 2. Inovasi Digital dan Dampaknya dalam Bidang Pendidikan 3. Strat Up dan Konvensional Bisnis 4. Funding
Case Studi : Bimbingan Belajar 1. JILC, GO, dkk 2. Quipper 3. Ruang Guru
Tugas : Membuat rangkuman kegagalan startup serta penyebabnya
3
Industri 4.0 1. Pengaruh Teknologi dalam Mengubah Dunia Pendidikan dan Bisnis 2. Engineering Industry 4.0
Studi Kasus: 1. Aplikasi dan Layanan Bisnis Digital dalam Bidang Pendidikan
Tugas : Menyajikan hasil studi kasus dari Aplikasi dan Layanan Bisnis Digital Falmboyan di Indonesia
4
Revolusi Bisnis Digital 1. Konsep Bisnis Digital 2. Hidup-Mati Bisnis dalam Pendidikan 3. Big Data dan Konvensional Data
Studi Kasus : Quiper vs Ruang Guru vs Genius
5
Digital Edupreneurship 1. Digital Freelancer 2. Content Creator 3. Digital Entrepreneurship 4. Social vs Profit 5. Hustler, hipster, & Hacker 6. Innovation DNA
Studi Kasus : Metode Diskusi dan Ceramah
6
Business Digital Strategy • What is digital business strategy • Strategy analysiss • Strategy Objectives
7
8
Pengembangan ide dan Design Thinking: • Design thinking • Generating idea Assignment: Penentuan ide bisnis dan permasalahan yang ingin diselesaikan
9
Business Model: • Business Canvas Model Assignment: membuat BMC dari ide yang sudah ditentukan pada pertemuan sebelumnya
Assignment: membuat BMC dari ide yang sudah ditentukan pada pertemuan sebelumnya
Mata kuliah Teknologi Pembelajaran Fisika mengkaji mengenai konsep, landasan filosofi dan perkembangan serta pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran fisika. Mata kuliah ini diajarkan dalam bentuk Case Method dimana mahasiswa akan menghasilkan rekomendasi jenis dan tipe media yang sesuai untuk materi fisika sekolah menengah.
B. Capaian Pembelajaran
Menganalisis trend perkembangan teknologi pembelajaran fisika
Menganalisis kebutuhan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran fisika yang spesifik dengan materi ajarnya
Menghasilkan rekomendasi jenis dan tipe media pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran fisika di sekolah menengah.
C. Materi Pembelajaran
Peran Pemanfaat Teknologi Pembelajaran pada Pembelajaran Sains
Landasan Filosofis Penggunaan Teknologi Pembelajaran Fisika
Teknologi Pembelajaran Konvensional dan Berbasis IT
Teknologi Pembelajaran Fisika untuk Pengelolahan Kelas
Teknologi Pembelajaran Fisika untuk Materi Pembelajaran
Jenis-Jenis Teknologi Pembelajaran Fisika
Inovasi dalam Teknologi Pembelajaran Fisika
Kebutuhan Perangkat Pembelajaran Fisika Sekolah Menengah
Termometer adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur suhu suatu benda. Nama termometer diserap dari bahasa latin yakni Thermo: Panas dan Meter merujuk pada alat yang digunakan mengukur.
Termometer yang paling sederhana yang dikenal manusia adalah termometer alkohol dan termometer raksa. Kedua bahan ini memiliki kepekaan yang cukup baik terhadap perubahan panas pada suhu-suhu rendah. Selain itu harganya yang relatif murah membuat pembuatan tidak membutuhkan banyak biaya. Hasilnya kita bisa dengan mudah menemukan dua termometer di mana saja.
Termometer di samping menunjukkan sebuah termometer ruang yang diletakkan pada ruangan bersuhu 0oC yang setara dengan suhu 32oF. Termometer di samping menggunakan alkohol sebagai bahan yang digunakan untuk menunjukkan perubahan energi panas di sekitar lingkungan Termometer. Namun tidak hanya zat cair, hampir semua jenis bahan dan wujud bahan memiliki karakteristik yang unik terhadap perubahan energi panas.
A. Sejarah Termometer
Kalor pertama kali didefenisikan secara abstrak oleh orang-orang Yunani pada abad 2 sebagai energi panas yang mengalir. Energi ini sudah dimanfaatkan dalam banyak hal termasuk dalam perang abad ke 6 oleh bangsa Roma yang menggunakan cermin cekung untuk membakar perahu musuh yang masih di tengah laut. Namun proses pengukuran suhu yang menjadi indikator kalor baru dilakukan 9 abad kemudian.
1. Termoscope Galileo
Rudimentary Water Thermoscope
Galileo menjadi orang yang pertama melakukan pengukuran suhu menggunakan Termoscope pada tahun 1593. Temorskop ini disebut sebagai Rudimentary Water Thermoscope yang belum memiliki skala angka dan prinsip kerja yang berbeda dengan termometer cairan modern.
Prinsip kerja dari Termoskop Galileo memanfaatkan prinsip perubahan massa jenis dari zat cair yang berbeda terhadap suhu. Sejumlah zat cair yang massa jenisnya sedikit lebih berat dari air dimasukkan ke dalam balon. Setiap balon diisi dengan massa yang berbeda. Ketika dipanaskan zat cair ini memuai lebih cepat dari air sehingga massa jenis lebih ringan dari zat cair. Untuk menunjukkan suhu yang berbeda, Galileo menempatkan massa zat cair yang berbeda dengan warna yang berbeda untuk melihat perubahan suhu. Semakin banyak balon yang mengapung semakin tinggi suhu yang diukur.
Kekurangan dari termometer ini adalah ketidakmampuan mengukur suhu yang detail karena jumlah skalanya bergantung dari jumlah balonnya. Ukuran termometer yang kecil membuat ruang terbatas untuk menampung sejumlah balon yang dimasukkan ke dalam tabung.
2. Termometer Santorio
Termometer pertama yang dirancang dengan skala Angka pertama kali dikembangkan oleh Santorio. Santorio menggunakan termometer untuk mengamati suhu tubuh pasiennya.
Termometer Santorio dirancang memanfaatkan konsep pemuaian dari zat cair ketika dipanaskan. Sejumlah alkohol dimasukkan ke dalam pipa kapiler yang meliuk. Pipa kemudian diberi skala garis dimana perubahan suhu akan membuat cairan didalamnya memuai. Pemuaian ini bergantung dari suhu tubuh pasien yang dimasukkan ke dalam mulut.
Kekurangan dari Termometer Santorio ini adalah tidak adanya standar skala yang digunakan. Termometer hanya dikembangkan untuk digunakan sendiri berdasarkan catatan pengobatan yang ia lakukan.
3. Termometer Fahrenheit
Termometer dengan skala modern pertama dikembangkan oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1714. Termometer dikembangkan menggunakan air raksa yang disusun dengan skala yang terstandarisasi. Standar skala yang digunakan pun mulai dari dari 0oF sampai 100oF. sama seperti kebanyakan alat ukur.
Lantas mengapa standar Skala Fahrenheit yang kita kenal saat ini dimulai dari 32oF sampai 212oF?
Hal ini karena kebanyakan pengukuran skala modern menggunakan standarisasi titik didih dan titik beku air. Nilai tersebut adalah hasil konversi skala ke standar air.
Fahrenheit pertama kali merancang termometernya di Danzig, sebuah daerah yang ada di sekitar laut Balkan. Fahrenheit kemudian membuat termometer dengan skala paling bawah diambil dari suhu udara paling rendah saat itu di Danzig. Jauh sebelum pemanasan global terjadi, suhu terendah di Danzig kemudian dilabeli 0oF. Setelah itu batas atas dari suhu ini kemudian dipilih suhu tubuh rata-rata orang sehat. Batas ini dilabeli angka 100oF. Maka jadilah suhu Fahrenheit pertama.
Pada perkembangannya, skala suhu pada termometer Fahrenheit ini berubah karena semakin majunya ilmu pengukuran. Hasil koreksi ini menunjukkan suhu rata-rata tubuh manusia normal adalah 98,6oF.
4. Termometer Centigrade
Termometer Centigrade (Skala seratus) pertama kali dikembangkan oleh Anders Celcius yang namanya diabadikan menjadi nama Skala Suhu dalam Centigrade. Pada awalnya termometer Celcius dibuat dengan skala terbalik yakni suhu 100oC untuk menunjukkan titik es mancair dan semakin turun menjadi 0oC untuk menunjukkan titik didih air. Pengukuran tersebut dilakukan pada keadaaan pada ketinggian 0 mdpl dengan ketinggian 1 atm.
Prinsip kerja yang digunakan sama persis dengan termometer Fahrenheit yakni menggunakan konsep pemuaian zat cair. Pada perkembangan penggunaan termometer ini, suhu yang terbalik ini dianggap menyulitkan dalam perhitungan di beberapa bidang terutama kajian fisika, pada akhirnya skalanya kemudian di balik sebagaimana yang kita kenal saat ini.
B. Termometer Zat Cair
Sebagaimana penjelasan mengenai sejarah pengembangan termometer, mayoritas termometer dikembangkan dengan pemanfaatan sifat pemuaian zat. Sifat ini adalah sifat dimana zat akan mengalami perubahan bentuk semakin besar (volume) ketika dipanaskan.
Agar lebih mudah untuk diamati, cairan ini dimasukkan ke dalam pipa kapiler yang sangat sempit sehingga pemauiannya hanya dianggap terjadi ke satu dimensi saja yakni dimensi panjang. Sekalipun naiknya ketinggian zat cair (misal alkohol atau air raksa) terjadi karena perubahan volume.
Perubahan ketinggian ini kemudian bisa dihitung dengan persamaan muai panjang yakni
l_T=l_0(1+αΔ T)
Ket : lT : Panjang pada saat T (m) l0 : Panjang awal (m) α : Koefisien muai panjang (oC-1) ΔT : Perubahan Suhu (oC)
Misalkan sebuah termometer dirancang menggunakan alkohol dengan koefesien muai α = 0,0011 /oC. Tentukan ketinggian awal alkohol agar perubahan panjangnya menunjukkan skala 10 cm untuk 100oC!
Solusi
10 =l_0(1+(0,0011)(100))
l_0=\frac{10}{1,11} = 9,009009 \ cm
Studi kasus
Misalkan budi mengukur suhu es mencair tepat pada suhu 0oC sampai suhu-nya naik sampai 30oC, di kesempatan lain, Budi mengukur suhu minyak goreng yang dipanaskan dari suhu 30oC hingga naik ke 60oC.
Tentukan perubahan panjang dari masing-masing kasus tersebut lalu buatlah kesimpulan dan solusi dari masalah yang mungkin saja anda temukan setelah menganalisis kasus!
Gerak Parabola adalah gerak perpaduan antara geral lurus beraturan pada sumbu x dan gerak berubah beraturan pada sumbu y. Gerak ini memiliki lintasan seperti parabola terbalik sehingga disebut sebagai gerak parabola.
Beberapa referensi terutama refrensi berbahasa Inggris menyebut gerak ini sebagai Projectile motion atau gerak peluru. Hal ini disebabkan semua peluru yang ditembakkan tanpa pengahlang akan membentuk lintasan parabola terbalik.
A. Konsep Gerak Parabola
Misalkan seorang anak menendang bola ke arah gawang dengan sudut tendangan θ dari tanah. Bola akan segera melesat membentuk lintasan parabola seperti pada ilustrasi di bawah ini!
Pada bola ditendeng, kaki akan memberikan impuls kepada bola sehingga menghasilkan kecepatan tertentu yakni vo. Semakin besar vo maka semakin jauh jarak bola akan melayang di udara. Analisis vektor dari persitiwa di atas terlihat pada ilustrasi bawah!
Rentetan kejadian mulai dari bergerak sebagai berikut!
Sesaat setelah bola ditendang dengan sudut θ, maka benda akan memiliki kecepatan awal vo ke arah θ.
Kecepatan vo ini kemudian membuat bola melesat sampai di titik Rmaks yakni titik terjauh bisa disbeut sebagai Jangkauan (Range).
Gerak bola di udara ini sebenarnya adalah dua buah gerak yang saling berpadu yakni ke arah atas pada sumbu y dengan gerak lurus berubah beraturan dan gerak lurus beraturan pada sumbu x.
Bola akan bergerak ke atas dengan gerak diperlambat sampai kecepatan arah y habis atau menjadi 0. Pada posisi ini, gerak bola ke arah sumbu y berbalik ke bawah dalam bentuk gerak jatuh bebas.
Waktu yang dibutuhkan bola mencapai ymaks sama dengan waktu yang dibutuhkan benda pada saat turun.
Rmaks di capai benda pada saat waktu benda 2 kali tymaks.
Berdasarkan ilustrasi di atas maka variabel yang diketahui adalah vo,θ, dan g.
Dengan demikian mari analis gerak ini di masing komponen.
Gerak ke arah y
Ketinggian Maksimum
Benda akan bergerak ke arah y dengan kecepatan awal:
voy = vo sin θ
Bergerak diperlambatan dengan nilai perlambatan -g karena arah gerak melawan grafitasi. Maka ymaks dapat dihitung dengan persamaan.
v_{y_{maks}}^2=v_{oy}^2-2gh
masukkan nilai vymaks = 0, dan voy = vo sin θ maka persamaan ini menjadi
0=v_o^2 \sin^2 θ -2gy_{maks}
y_{maks}=\frac{v_o^2 \sin^2 θ}{2g}
Waktu Ketinggian Maksimum
Sekarang untuk waktu agar mencapai ketinggian maksimum bisa mengginakan persamaan :
v_{y_{maks}}=v_{oy}-gt_{y_{maks}}
masukkan nilai vymaks = 0, dan voy = vo sin θ maka persamaan ini menjadi
0 = v_0 \sin θ -gt_{y_{maks}}
t_{y_{maks}}=\frac{v_0 \sin θ}{g}
Gerak ke arah x
Perhatikan nilai tymaks, ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan agar mencapi puncak atau setengah dari parabola, dengan demikian maka untuk mencapai Rmaks akan sama dengan 2tymaks. Keran gerak ke arah sumbu x adalag GLB maka Rmaks adalah :
R_{maks}=v_{ox}2t_{y_{maks}}
Masukkan semua nilai untuk 2tymaks dan vox, maka
R_{maks}=v_0\cos θ.2.\frac{v_0 \sin θ}{g}
R_{maks}=\frac{v_0^2.2 \cos θ\sin θ}{g}
persamaan ini bisa ditulis lebih sederhana dengan memasukkan identitas trigonometri dimana
Pemanasan Global adalah fenomena naiknya suhu rata-rata permukaan bumi karena panas yang terperangkap oleh gas-gas rumah kaca di lapisan atmosfer bumi.
Modul Pemanasan Global
Dilengkapi dengan Praktikum
A. Identitas Modul
Mata Pelajaran : Fisika Kelas : X – Fase E (Kurikulum Merdeka Belajar) atau Kelas XI (Kurikulum 2013) Alokasi Waktu : 6 Jam Pembalajaran (3 Pertemuan) Judul Modul : Pemanasan Global
B. Deskripsi Singkat
Modul Pemanasan Global dan Efek Rumah Kaca ini berisi panduan belajar bagi peserta didik untuk memahami masalah lingkungan yang tengah di hadapi umat manusia di abad 21. Masalah ini terkait dengan naiknya suhu rata-rata permukaan bumi akibat radiasi sinar matahari khususunya inframerah terperangkap di permukaan bumi.
Setelah mempelajari dalam modul ini diharapkan peserta didik dapat memahami pengertian pemanasan global, menganalisa penyebab, dampak yang ditimbulkan dan langkah penanggulangan yang dapat dilakukan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup di muka Bumi. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu mengemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan secara lokal untuk mencegah bertambah buruknya pemanasan global baik.
Modul ini diracangan dengan pendekatan pembelajaran flip learning berbasis Proyek dimana proses pembelajaran di bagi ke dalam dua kegiatan pembelajaran yakni (1) menyelesaikan membaca dan menganalisa materi pembelajaran di luar kelas dan (2) melaksanakan kegiatan praktikum serta projek di dalam kelas terkait dengan bahan bacaan yang terkait. Dengan demikian alokasi waktu pembelajaran yang digunakan pada modul ini adalah 6 x 45 menit di dalam kelas dan 6 x 45 menit belajar mandiri di luar kelas.
C. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik diharapkan mampu untuk memahami fenomena pemanasa global
Peserta didik diharapkan mampu menganalisa penyebab pemanasan global
Peserta didik mengajukan ide atau gagasan mengenai pencegahan pemanasan global
D. Petunjuk Penggunaan Modul
Bacala secara seksama dan pahamilah instruksi yang ada pada modul ini mulai dari Identitas, deskripsi modul dan tujuan pembelajaran.
Modul dirancang dengan pembelajaran flip learning dimana peserta didik diharapkan menyelesaikan bahan bacaan materi di luar kelas / di rumah sebelum memasuki aktifitas pembelajaran di dalam kelas.
Dalam hal anda memiliki pertanyaan yang ingin didiskusikan dengan teman dan guru boleh diajukan di kolom komentar pada bagian bawah materi, jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan melalui diskusi di kolom materi maka masalah akan di bahas di dalam kelas.
Aktifitas pembelajaran di dalam kelas di rancang dalam bentuk praktikum dan proyek mini yang terdiri dari 3 pertemuan, setiap pertemuan memiliki praktikum dan proyek mini yang berbeda.
Setelah melakukan aktifitas di dalam kelas maka selesaikan Tes Formatif yang ada pada bagian akhir materi.
Sampaikan hal yang anda kurang pahami terkait aktifitas dan mintalah bimbingan dari guru mengenai materi yang sulut anda pahami.
Berikut ini adalah Kutipan Capaian Pembelajaran IPA Fase D pada tingkat SMP untuk kurikulum Merdeka Belajar yang tertuang pada Keputusan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud No. 008/H/KR/2022.
A. Rasional Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B
Tantangan yang dihadapi umat manusia di alam semesta kian bertambah dari waktu ke waktu. Permasalahan yang dihadapi saat ini tidak lagi sama dengan permasalahan yang dihadapi satu dekade atau bahkan satu abad yang lalu. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus dikembangkan untuk menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, pola pendidikan ilmu pengetahuan alam perlu disesuaikan agar kelak generasi muda dapat menjawab dan menyelesaikan tantangan-tantangan yang dihadapi di masa yang akan datang. Profil pelajar Pancasila, yang diharapkan dimiliki pada setiap peserta didik Indonesia, perlu diperkuat melalui pendidikan IPA.
Ilmu pengetahuan alam atau sains diartikan sebagai pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016). Ilmu pengetahuan alam adalah aktivitas intelektual dan praktis yang di dalamnya meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku alam semesta melalui kerja ilmiah. Aktivitas ini memberi pengalaman belajar untuk memahami cara kerja alam semesta melalui pendekatan-pendekatan empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemahaman ini dapat mendorong peserta didik untuk memecahkan berbagai permasalahan sains yang pada akhirnya terkait dengan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Hasil karya peserta didik akan memberi dampak positif langsung pada lingkungannya.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berperan sangat besar dalam kehidupan peserta didik sehingga mereka dapat menjaga keselamatan diri, orang lain, dan alam, mencari potensi-potensi yang terpendam dari alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan serta membantu manusia mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah. Di jenjang SMP/MTs/Program Paket B, ilmu pengetahuan alam menjadi satu mata pelajaran tersendiri agar peserta didik memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mempelajari topik-topik dalam bidang keilmuan fisika, kimia, biologi, serta bumi dan antariksa.
Prinsip-prinsip dasar metodologi ilmiah dalam pembelajaran IPA akan melatih sikap ilmiah diharapkan akan melahirkan kebijaksanaan dalam diri peserta didik. Sikap ilmiah tersebut antara lain keingintahuan yang tinggi, berpikir kritis, analitis, terbuka, jujur, bertanggungjawab, objektif, tidak mudah putus asa, tekun, solutif, sistematis, dan mampu mengambil kesimpulan yang tepat. Pencapaian pembelajaran IPA diukur dari seberapa kompeten peserta didik dalam menggunakan pemahaman sains dan keterampilan proses (inkuiri; yakni mengamati, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, memilih dan mengelola informasi, merencanakan dan melaksanakan kegiatan aksi serta melakukan refleksi diri), serta mempunyai sikap dan perilaku sehingga peserta didik dapat berkontribusi positif terhadap pengembangan dan kelestarian lingkungannya.
B. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B
Pelajaran IPA merupakan sarana yang strategis dalam mengembangkan profil pelajar Pancasila. Dalam kegiatan pembelajaran IPA, peserta didik akan mempelajari alam semesta ciptaan Tuhan serta berbagai tantangan yang ada didalamnya. Proses ini merupakan media Pembelajaran yang sangat strategis dalam membangun iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berdampak pada sikap berakhlak mulia.
Melalui proses saintifik maka diharapkan kemampuan peserta didik untuk bernalar kritis agar mampu memproses dan mengelola informasi baik kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, melakukan analisa, evaluasi, menarik kesimpulan dan menerapkan hal yang dipelajari dalam situasi baru.
Mata pelajaran IPA diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik untuk mandiri dan mampu berkolaborasi dengan orang lain. Selain itu peserta didik dapat menggali potensi yang dimiliki Indonesia, mengidentifikasi masalah yang ada di sekitarnya dalam perspektif global.
Dengan mempelajari IPA secara terpadu, peserta didik mengembangkan dirinya sesuai dengan profil pelajar Pancasila dan dapat:
mengembangkan ketertarikan dan rasa ingin tahu sehingga peserta didik terpacu untuk mengkaji fenomena yang ada di sekitar manusia, memahami bagaimana sistem alam semesta bekerja dan memberikan dampak timbal-balik bagi kehidupan manusia;
berperan aktif dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam, mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan bijak;
mengembangkan keterampilan proses inkuiri untuk mengidentifikasi, merumuskan hingga menyelesaikan masalah melalui aksi nyata;
memahami persyaratan-persyaratan yang diperlukan peserta didik untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa serta memahami arti menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia, sehingga dia dapat berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungan di sekitarnya; dan
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep di dalam IPA serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B
Ilmu pengetahuan (sains) merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang dunia fisik serta fenomena terkait yang memerlukan observasi tanpa bias serta eksperimentasi yang sistematis (Gregersen, 2020). Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Apa yang diketahui sebagai sebuah kebenaran ilmiah pada masa lampau mungkin mengalami pergeseran pada masa kini ataupun masa depan. Jadi, ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan perlu terus dikembangkan untuk mengungkap kebenaran dan memanfaatkannya untuk kehidupan.
Pendidikan IPA secara terpadu berfokus pada kompetensi penerapan kaidah penelitian ilmiah dalam proses belajar. Dengan demikian, diharapkan setelah menguasai IPA, peserta didik memiliki landasan berpikir dan bertindak yang kokoh yang didasarkan atas pemahaman kaidah penelitian ilmiah.
Dalam pengajaran sains, terdapat dua pendekatan pedagogis: pendekatan deduktif dan induktif (Constantinou et.al, 2018). Peran guru dalam pendekatan deduktif adalah menyajikan suatu konsep dengan logika terkait dan memberikan contoh penerapannya. Peserta didik diposisikan sebagai pembelajar pasif, yaitu hanya menerima materi. Sebaliknya, pendekatan proses inkuiri (yang merupakan pendekatan induktif), peserta didik diberikan kesempatan yang luas untuk melakukan observasi, melakukan eksperimen dan dibimbing oleh guru untuk membangun konsep berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya (Rocard, et.al., 2007).
Ada dua elemen utama dalam pendidikan IPA yakni pemahaman IPA dan keterampilan proses (inkuiri) untuk menerapkan sains dalam kehidupan sehari-hari. Setiap elemen berlaku untuk empat cakupan konten yaitu makhluk hidup, zat dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan antariksa.
Elemen
Deskripsi
Pemahaman IPA
Peserta didik memiliki kompetensi berpikir ilmiah jika peserta didik memiliki pemahaman sains yang utuh. Kemampuan berpikir akan berdampak progresif bagi pengembangan ilmu pengetahuan jika seseorang memiliki pemahaman bidang keilmuan tertentu. Bernalar kritis dalam pemahaman cakupan konten merupakan hal yang diharapkan dari peserta didik. Pemahaman IPA selalu dapat dikaitkan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Karenanya, dalam mencapai kompetensi itu peserta didik diharapkan memiliki pemahaman konsep sains yang sesuai dengan cakupan setiap konten dan perkembangan jenjang belajar. Pemahaman atas cakupan konten yang dibangun dalam diri peserta didik haruslah menunjukkan keterkaitan antara biologi, fisika dan kimia. Akibatnya, peserta didik memahami sains secara menyeluruh untuk cakupan konten tertentu. Pemahaman ini meliputi kemampuan berpikir sistemik, memahami konsep, hubungan antar konsep, hubungan kausalitas (sebab-akibat) serta tingkat hierarkis suatu konsep.
Keterampilan Proses
Dalam profil Pelajar Pancasila, disebutkan bahwa peserta didik Indonesia yang bernalar kritis mampu memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya. Dengan memiliki keterampilan proses yang baik maka profil tersebut dapat dicapai.
Keterampilan proses adalah sebuah proses intensional dalam melakukan diagnosa terhadap situasi, memformulasikan permasalahan, mengkritisi suatu eksperimen dan menemukan perbedaan dari alternatif-alternatif yang ada, mencari opini yang dibangun berdasarkan informasi yang kurang lengkap, merancang investigasi, menemukan informasi, menciptakan model, mendebat rekan sejawat menggunakan fakta, serta membentuk argumen yang koheren (Linn, Davis, & Bell 2004). Inkuiri sangat direkomendasikan sebagai bentuk pendekatan dalam pengajaran karena hal ini terbukti membuat peserta didik lebih terlibat dalam pembelajaran (Anderson, 2002).
Dalam pembelajaran IPA, terdapat dua pendekatan pedagogis: pendekatan deduktif dan induktif (Constantinou et.al, 2018). Peran guru dalam pendekatan deduktif adalah menyajikan suatu konsep berikut logika terkait dan memberikan contoh penerapan. Dalam pendekatan ini, peserta didik diposisikan sebagai pembelajar yang pasif (hanya menerima materi). Sebaliknya, dalam pendekatan induktif, peserta didik diberikan kesempatan yang lebih leluasa untuk melakukan observasi, melakukan eksperimen dan dibimbing oleh guru untuk membangun konsep berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (Rocard, et.al., 2007).
Pembelajaran berbasis inkuiri memiliki peran penting dalam pendidikan sains (e.g. Blumenfeld et al., 1991; Linn, Pea, & Songer, 1994; National Research Council, 1996; Rocard et al., 2007). Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa sains secara esensial didorong oleh pertanyaan, proses yang terbuka, kerangka berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat diprediksi. Oleh karenanya peserta didik perlu mendapatkan pengalaman personal dalam menerapkan inkuiri saintifik agar aspek fundamental IPAS ini dapat membudaya dalam dirinya (Linn, Songer, & Eylon, 1996; NRC, 1996).
Menurut Ash (2000) dan diadopsi dari Murdoch (2015), sekurang-kurangnya ada enam keterampilan inkuiri yang perlu dimiliki peserta didik.
1. Mengamati Mengamati sebuah fenomena dan peristiwa merupakan awal dari proses inkuiri yang akan terus berlanjut ke tahapan berikutnya. Pada saat melakukan pengamatan, peserta didik memperhatikan fenomena dan peristiwa dengan saksama, mencatat, serta membandingkan informasi yang dikumpulkan untuk melihat persamaan dan perbedaannya. Pengamatan bisa dilakukan langsung atau menggunakan instrumen lain seperti kuisioner, wawancara.
2. Mempertanyakan dan memprediksi Peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin diketahui pada saat melakukan pengamatan. Pada tahap ini peserta didik juga menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari sehingga bisa memprediksi apa yang akan terjadi dengan hukum sebab akibat.
3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan Setelah mempertanyakan dan membuat prediksi berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki, peserta didik membuat rencana dan menyusun langkah- langkah operasional berdasarkan referensi yang benar. Peserta didik dapat menjawab pertanyaan dan membuktikan prediksi dengan melakukan penyelidikan. Tahapan ini juga mencakup identifikasi dan inventarisasi faktor-faktor operasional baik internal maupun eksternal di lapangan yang mendukung dan menghambat kegiatan. Berdasarkan perencanaan tersebut, peserta didik mengambil data dan melakukan serangkaian tindakan yang dapat digunakan untuk mendapatkan temuan-temuan.
4. Memproses, menganalisis data dan informasi Peserta didik memilih dan mengorganisasikan informasi yang diperoleh. Ia menafsirkan informasi yang didapatkan dengan jujur dan bertanggung jawab. Selanjutnya, menganalisis menggunakan alat dan metode yang tepat, menilai relevansi informasi yang ditemukan dengan mencantumkan referensi rujukan, serta menyimpulkan hasil penyelidikan.
5. Mengevaluasi dan refleksi Pada tahapan ini peserta didik menilai apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang direncanakan atau tidak. Pada akhir siklus ini, peserta didik juga meninjau kembali proses belajar yang dijalani dan hal- hal yang perlu dipertahankan dan/atau diperbaiki pada masa yang akan datang. Peserta didik melakukan refleksi tentang bagaimana pengetahuan baru yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dalam perspektif global untuk masa depan berkelanjutan.
6. Mengomunikasikan hasil Peserta didik melaporkan hasil secara terstruktur melalui lisan atau tulisan, menggunakan bagan, diagram maupun ilustrasi, serta dikreasikan ke dalam media digital dan non-digital untuk mendukung penjelasan. Peserta didik lalu mengomunikasikan hasil temuannya dengan mempublikasikan hasil laporan dalam berbagai media, baik digital dan atau non digital. Pelaporan dapat dilakukan berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Keterampilan proses tidak selalu merupakan urutan langkah, melainkan suatu siklus yang dinamis yang dapat disesuaikan berdasarkan perkembangan dan kemampuan peserta didik.
D. Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP/MTs/Program Paket B Fase D
(Umumnya untuk kelas VII sampai IX SMP/MTs/Program Paket B)
Elemen
Capaian Pembelajaran
Pemahaman IPA
Pada akhir fase D, peserta didik mampu melakukan klasifikasi makhluk hidup dan benda berdasarkan karakteristik yang diamati, mengidentifikasi sifat dan karakteristik zat, membedakan perubahan fisik dan kimia serta memisahkan campuran sederhana.
Peserta didik dapat mendeskripsikan atom dan senyawa sebagai unit terkecil penyusun materi serta sel sebagai unit terkecil penyusun makhluk hidup, mengidentifikasi sistem organisasi kehidupan serta melakukan analisis untuk menemukan keterkaitan sistem organ dengan fungsinya serta kelainan atau gangguan yang muncul pada sistem organ tertentu (sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan dan sistem reproduksi).
Peserta didik mengidentifikasi interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya, serta dapat merancang upaya-upaya mencegah dan mengatasi pencemaran dan perubahan iklim. Peserta didik mengidentifikasi pewarisan sifat dan penerapan bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta didik mampu melakukan pengukuran terhadap aspek fisis yang mereka temui dan memanfaatkan ragam gerak dan gaya (force), memahami hubungan konsep usaha dan energi, mengukur besaran suhu yang diakibatkan oleh energi kalor yang diberikan, sekaligus dapat membedakan isolator dan konduktor kalor.
Peserta didik memahami gerak, gaya dan tekanan, termasuk pesawat sederhana.
Peserta didik memahami getaran dan gelombang, pemantulan dan pembiasan cahaya termasuk alat- alat optik sederhana yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta didik dapat membuat rangkaian listrik sederhana, memahami gejala kemagnetan dan kelistrikan untuk menyelesaikan tantangan atau masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari- hari.
Peserta didik mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam rangka mitigasi bencana.
Peserta didik mengenal pH sebagai ukuran sifat keasaman suatu zat serta menggunakannya untuk mengelompokkan materi (asam-basa berdasarkan pH nya). Dengan pemahaman ini peserta didik mengenali sifat fisika dan kimia tanah serta hubungannya dengan organisme serta pelestarian lingkungan.
Peserta didik memiliki keteguhan dalam mengambil keputusan yang benar untuk menghindari zat aditif dan adiktif yang membahayakan dirinya dan lingkungan.
Keterampilan proses
1. Mengamati Menggunakan berbagai alat bantu dalam melakukan pengukuran dan pengamatan. Memperhatikan detail yang relevan dari objek yang diamati.
2. Mempertanyakan dan memprediksi Secara mandiri, peserta didik dapat mengajukan pertanyaan lebih lanjut untuk memperjelas hasil pengamatan dan membuat prediksi tentang penyelidikan ilmiah.
3. Merencanakan dan melakukan penyelidikan Peserta didik merencanakan dan melakukan langkah-langkah operasional berdasarkan referensi yang benar untuk menjawab pertanyaan. Dalam penyelidikan, peserta didik menggunakan berbagai jenis variabel untuk membuktikan prediksi.
4. Memproses, menganalisis data dan informasi Menyajikan data dalam bentuk tabel, grafik, dan model serta menjelaskan hasil pengamatan dan pola atau hubungan pada data secara digital atau non digital. Mengumpulkan data dari penyelidikan yang dilakukannya, menggunakan data sekunder, serta menggunakan pemahaman sains untuk mengidentifikasi hubungan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah.
5. Mengevaluasi dan refleksi Mengevaluasi kesimpulan melalui perbandingan dengan teori yang ada. Menunjukkan kelebihan dan kekurangan proses penyelidikan dan efeknya pada data. Menunjukkan permasalahan pada metodologi.
6. Mengomunikasikan hasil Mengomunikasikan hasil penyelidikan secara utuh yang ditunjang dengan argumen, bahasa serta konvensi sains yang sesuai konteks penyelidikan. Menunjukkan pola berpikir sistematis sesuai format yang ditentukan.