AhmadDahlan.NET – Diantara sekian banyak pertanyaan mengenai sain dan fisika, sepertinya pertanyaan, “mengapa langit berwarna biru?” adalah pertanyan yang paling sering diajukan oleh anak-anak ke orang tua mereka. Nah dari sekian banyak teori dan hukum yang digunakan untuk menjelaskan fenomena warna langit, Hukum yang paling kuat adalah Hamburan Rayleigh.
Daftar Isi
Cahaya Tampak
Sebelum kita lebih jauh mengani Hamburan Cahaya Rayleigh, mari kita bahas terlebih dahulu sifat cahaya. Sejatinya cahaya tampak yang merambat dari matahari ke bumi adalah cahaya berwarna putih yang merupakan gabungan dari seluruh panjang gelombang cahaya tampak.
Jika kita punya pengurai cahaya seperti prisma, maka kita akan menemukan spektrum cahaya dari merah hingga ungu yang lebih umum dikenal dengan nama warna pelangi. Newton sebagai orang yang pertama mengamati warna ini menyebutnya sebagai spektrum (spectra : Hantu). Karena Newton hidup di abad 17, dimana eropa sedang asik-asiknya dengan 7 tangga nada dasar (do re mi fa sol la si), Newton membagi cahaya tersebut ke 7 warna dasar yang kita kenal dengan akronim Me Ji Ku Hi Bi Ni U.
- Merah
- Jingga
- Kuning
- Hijau
- Biru
- Nila
- Ungu
Pada era fisika Modern dimana alat-alat ukur sudah canggih, Akhirnya ditemukan bahwa Warna yang tampak oleh mata manusia bergantung dari panjang gelombang dari warna tersebut. Adapaun region dari warna ini adalah
- Ungu : 380 nm – 450 nm
- Biru : 450 nm – 495 nm
- Hijau 495 nm – 570 nm
- Kuning : 470 nm – 590 nm
- Jingga : 590 nm – 620 nm
- Merah : 620 nm – 750 nm
- Merah Muda : 750 nm – 1000 nm
Mari kita ambil salah satu warna misalnya Merah, sebuah gelombang elektromagnetik akan tampak berwarna ketika memiliki panjang gelombang antara 620 nm – 750 nm. Tentu saja panjang gelombang 620 nm akan memiliki warna yang berbeda dengan 621 nm, namun kadang Iris manusia tidak mampu membedakan warna tersebut. Deretan warna ini selanjutnya disebut warna Primer.
Warna Biru di Langit
Karakteri dari panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi cahaya. Semakin tinggi panjang gelombang maka semakin rendah nilai frekuensinya. Sinar merah 620 nm memiliki frekuensi 400 THz (Terra Herzt) sedangkan warna Ungu 380 nm memiliki frekuensi 789 THz.
Semakin tinggi nilai frekuensi maka semakin besar energi yang dibawa gelombang elektromagneti tersebut. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa warna biru memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna merah.
Agar tidak bingun spektrum cahaya tampak yang kita lihat sebagai berikut :
Perhatikan warna biru yang berada frekunesi 630 THz itu sampai dengan 675 THz. Warna biru di langit akan terlihat pada panjang gelombang tersebut. Biru adalah cahaya dengan nilai hamburan yang cukup tinggi sedangkan ungu yang lebih tinggi tidak bisa dilihat oleh mata manusia dalam keadaan normal.
Dibutuhkan alat bantu yang meredam sedikit getaran gelombang ungu agar terlihat. Warna Ungu yang kalian lihat di atas adalah warna yang mendekati warna ungu dengan panjang gelombang tersebut. Dengan kata lain dari cahaya tampak dan tanpa bantuan alat, manusia hanya bisa melihat warna biru sampai nila yang kadang Nila kita defenisikan sebagai biru dan biru kita defenisikan sebagai Cyan.
Warna Biru di langit berasal dari Panjang Gelombnag Biru mendekati nilai yang paling banyak dihamburkan oleh partikel atsmosfer udara. Hal ini sesuai dengan prinsip Hamburan Rayleigh. Cahaya dengan frekuensi lebih tinggi ada akan dihamburkan lebih banyak dibandingkan dengan cahay lain dalam hal ini panjang gelombang Biru adakan dihamburkan lebih banyak dibandingkan warna lain di langit. Hasilnya langit terlihat berwarna biru.
Hal yang mendukung langit siang hari berwarna biru adalah ketebalan dan komposisi Atmosfir bumi yang lebih banyak mengandung Nitrogen. omposisi Atmosfir ini membuat hamburan Cahaya Biru jauh lebih kuat dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya tampak yang lainnya.
Lantas mengapa bukan warna ungu yang frekuensinya lebih tinggi dari nila dan biru? Jawabannya adalah karena mata manusia tidak bisa memindai warna ungu “asli” yang panjang gelombangnya sekitar 400 nm atau lebih pendek.
Sudut Jatuh Cahaya
Selain aspek frekuensi cahaya, Warna cahaya tampak yang dibiaskan juga bergantung dengan sudut jatuhnya cahaya. Misalnya saja ketika saya melewatkan sebuah cahaya putih pada sebuah prisma, maka akan tampak warna pelangi seperti pada ilustri di bawah ini :
Pada saat sudut bias lebih kecil, cahaya dengan frekuensi lebih rendah akan dibelokkan mendekati garis normal atau sudut bias yang kecil pula. Hal ini yang terjadi pada saat Sore hari dimana posisi mata kita akan lebih dekat dengan sumbu normal dengan arah datang sinar matahari, sehingga warna yang lebih dominan terlihat adalah warna Jingga kemerah-merahan.
Namun karena warna jingga sampai merah ini memiliki frekuensi yang rendah, maka intensitas cahaya yang kita dapatkan tidak identik dengan warna biru yang dilihat pada siang hari. Hal ini yang membuat Cahaya matahari senja lebih lembut dibandingkan cahaya siang hari. Sedangkan orang-rang yang ada di belahan lebih barat tetap akan melihat cahaya matahari biru.
Hal serupa juga terjadi dengan tempat di belahan lain di bumi. Misalnya saja warna biru langit di Khatulistiwa akan sedikit berbeda dengan warna biru di langit bagian utara seperti eropa dan juga bagina lebih selatan dari dari bumi. Perbedaan warna ini disebabkan oleh sudut jatuh cahaya matahari ke suatu tempat.